Seperti yang sudah Ares katakan pada Raisa, jika ia akan mengajak jalan-jalan kekasihnya itu sebelum dirinya pergi selama 2 pekan ke Singapura. “Bunganya sangat indah, terima kasih, sayang.” Raisa tersenyum lebar, memberikan kecupan manis di sudut bibir Ares. “Membelinya di toko Rere?” tanya Raisa menebak.
Ares mengangguk singkat, hanya tidak ingin merusak momen mereka. “Pergi sekarang?” tanyanya mengalihkan.Raisa mengangguk, masih dengan memeluk bunga aster pemberian Ares. “Ayo!”Ares membukakan pintu mobil untuk Raisa, tidak lupa memasangkan sabuk pengaman. Hal-hal kecil yang selalu Ares perhatikan, tentu mampu membuat Raisa semakin jatuh hati padanya dan sulit untuk melepaskan. Maka dari itu, saat Ares mempertahankan hubungan mereka dan meyakinkan Raisa jika Ares sangat mencintainya, di detik itu juga Raisa berjanji tidak akan lagi melepaskan dan merelakan Ares untuk wanita lain. Sekalipun dia adalah Rere, istri pria itu.“Bagaimana sebelum ke pantai, kita mampir makan dulu? Aku lapar,” ujar Raisa tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya.Ares mengacak-acak rambut Rere gemas, padahal sebelum mereka berangkat, kekasihnya itu sudah menyempatkan untuk makan terlebih dulu. “Lapar lagi?” tanyanya terkekeh.Raisa mengangguk cepat. “Ke Saint Resto ya, aku ingin makan steak.”Ares terdiam sejenak, Saint Resto adalah restoran sederhana bergaya klasik yang sudah terkenal dengan steaknya yang lezat. Namun, bukan soal rasa steaknya yang enak, melainkan lokasi restoran itu berada. Di mana lokasinya terletak tepat di seberang toko bunga milik Rere. Sebenarnya, Ares tidak masalah dengan itu. Lagipula, ia juga tidak peduli bagaimana pandangan Rere tentangnya sejak dulu. Hanya saja, sejak kejadian kemarin siang, di mana Rere memintanya untuk menyentuhnya membuat ada jarak di antara mereka dan sedikit canggung karena Ares sama sekali tidak menjawab pertanyaan Rere. Setelah mendengar permintaan Rere, ia langsung pergi meninggalkan gadis itu.“Kamu keberatan?” tanya Raisa menaikkan sebelah alisnya. “Ah, apa karena lokasinya berseberangan dengan toko bunga milik Rere?”“Tidak, sayang. Ayo kita ke sana,” ujar Ares tersenyum hangat. Lalu memberikan kecupan singkat pada pelipis Rere, sebelum akhirnya melajukan mobilnya.Sesampainya di lokasi tujuan, Ares segera keluar dari mobil, berniat membukakan pintu untuk kekasihnya itu. Ia melirik ke arah toko bunga milik Rere yang sedang ramai. Dari kejauhan, Ares dapat melihat Rere yang kewalahan melayani pelanggan, tetapi gadis itu tetap tersenyum ramah. Sesekali terlihat tertawa dengan pelanggan. Dalam hati ia berucap syukur, karena dengan itu, Rere tidak menyadari kehadirannya meskipun terlihat dari jauh.Mereka masuk ke dalam restoran dengan Rere yang memilih untuk duduk di dekat kaca. Sedangkan Ares hanya menurutinya saja. Setelah pesanan datang dan mereka menikmatinya, tidak terasa steak seharga 499.000 satu porsinya itu habis tidak tersisa. Tanpa membuang waktu, mereka langsung bergegas pergi karena tidak ingin melewatkan momen matahari terbenam di pantai yang akan mereka kunjungi.“Sayang .....” Panggil Raisa membuat langkah Ares terhenti.“Kenapa, sayang?” tanya Ares. “Ada yang kamu butuhkan lagi?”Raisa mengangguk santai. “Tiba-tiba aku ingin membeli bunga lagi.”“Tapi aku sudah memberimu aster, sayang. Apakah itu kurang?”“Aku ingin bunga lavender. Lihatlah bunga lavender itu di toko Rere, terlihat sangat cantik.” Raisa berujar sembari menunjuk ke arah toko Rere yang ada di seberang.“Baiklah, ayo kita ke sana.” Ares memilih untuk mengalah dan menuruti kekasihnya itu, daripada tidak sama sekali. Baginya, membahagiakan Raisa adalah prioritas utama.Sebuah prioritas utama yang secara tidak langsung akan menyakiti Rere.ᥫ᭡Rere duduk di kursi, sembari menyandarkan punggungnya. Ia merasa lelah, karena pelanggan hari ini berdatangan tidak ada hentinya sejak pagi. Tidak seperti biasanya, hari ini lebih ramai. Sepertinya juga karena bersamaan dengan hari kelulusan sekolah. Maka dari itu, banyak yang datang ke tokonya untuk membeli bunga sebagai hadiah.Membicarakan soal hadiah, Rere jadi teringat dengan Ares. Kemarin, saat ia meminta pada Ares untuk menghamilinya, pria itu langsung pergi sepatah kata. Tentu membuat Rere kecewa. Ia merasa dicampakkan. Rere hanya berpikir, jika Ares tidak menyetujui, setidaknya pria itu bisa menolak dengan halus, bukannya malah pergi tanpa sepatah kata pun.Rasanya begitu menyakitkan. Rere juga merasa seperti mengemis pada Ares. Itu juga untuk pertama kalinya dalam 7 tahun, Rere memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya. Ia juga menginginkan sosok bayi yang hadir di antara mereka. Padahal sebenarnya, Rere juga memiliki hak sepenuhnya atas Ares, begitupun sebaliknya. Rere begitu tersiksa berada di hubungan menyakitkan ini. Meskipun mencintai Ares, tapi semua terasa percuma karena pria itu tidak menjadi miliknya. Rere ingin merebut Ares dari Raisa. Namun, ia selalu ragu dan takut. Apakah bisa, ia membuat Ares menatap ke arahnya, menganggapnya sebagai seorang wanita, mencintainya dengan segenap hati dan jiwa pria itu?Rere dengan segala rasa pesimisnya terhadap perasaannya sendiri. Merasakan pipinya yang basah, Rere tidak menyadari jika ternyata air mata memaksa untuk keluar dari sudut matanya. Ia segera membuka mata dan mengusap pipinya. Rere juga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat ternyata 2 sosok yang dikenalnya sudah berdiri di hadapannya. “Kak Ares, Raisa?”Rere langsung bangun dari duduknya dan tersenyum hangat. “Ada yang perlu dibantu?”“Aku ingin membeli bunga lavender,” ujar Raisa yang juga memperlihatkan senyumannya. “Sembilan tangkai, karena hari ini adalah anniversary kita yang ke sembilan. Iya, kan, sayang?”Ares diam di tempatnya, memperhatikan Rere sejak gadis itu duduk di kursi sembari memejamkan mata, lalu sudut matanya yang mengeluarkan air mata hingga bangun dan menyambut mereka dengan profesional seakan-akan tidak ada yang terjadi sebelumnya. Bahkan senyum gadis itu ... membuat Ares entah kenapa merasakan nyeri di dadanya.“Sayang?” Suara Raisa menyadarkan Ares, membuat pria itu mengerjap.“E-eh, iya, sayang,” balas Ares seadanya. Meskipun ia tidak tau apa yang sudah Raisa katakan sebelumnya yang tidak ia dengar.Rere yang mendengar kalimat Raisa hanya mengangguk, masih dengan senyumannya yang hangat. “Ditunggu sebentar. Silakan duduk terlebih dulu.”Anniversary ya? Bahkan kemarin juga anniversary pernikahannya dengan Ares yang ke-7.“Sayang, berikan kunci mobilnya padaku,” ujar Raisa tiba-tiba.“Untuk apa, sayang?”“Ternyata ponselku berada di mobil, aku ingin mengambilnya.”Tanpa menanggapi lebih lanjut, Ares langsung saja memberikan kunci mobilnya pada Raisa. Setelah itu, Raisa beranjak dari posisinya. Sedangkan Ares, kembali menatap Rere yang sibuk menata buket bunga yang diinginkan Raisa. “Re .....” Panggil Ares memecahkan keheningan.Rere yang sibuk dengan buketnya, kini mendongak. Ia beralih menatap ke arah Ares ya g kini juga sedang menatap ke arahnya. “Iya, kak Ares?”“Soal kemarin ... aku tidak bermak—” Tanpa mendengarkan lebih lanjut kalimat Ares, Rere langsung memotongnya. Rere hanya tidak ingin membahas kejadian kemarin dan ia sudah menganggap tidak ada yang terjadi.“Kak, tidak perlu dijelaskan. Aku memahami maksudmu. Jadi, kita lupakan saja, ya?” tanya Rere dengan menatap sendu ke arah Ares. “Aku berjanji tidak akan meminta hal konyol lagi padamu.”“Sungguh .....” Lanjut Rere dengan suara yang terdengar bergetar.Selama perjalanan menuju bandara, baik Rere maupun Ares tidak ada yang membuka suara. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Rere, gadis itu sedikit merasa terbebani dengan perkataan Tania, ibu Ares. Mertuanya itu sangat berharap jika kembalinya mereka dari Singapura membawa kabar baik. Di mana kali ini harus berhasil yang artinya Rere harus hamil. Rere menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Ares yang mendengar, sontak menoleh ke arah Rere. “Kenapa, Re?” “Aku tidak apa-apa, kak.”“Jika merasa tidak enak badan, kamu bisa kembali ke rumah, Re. Tidak perlu dipaksa, kan.”“Aku sungguh tidak apa, serius.” Rere menoleh ke arah Ares, meyakinkan pada pria itu jika dirinya memang baik-baik saja. Ia hanya memikirkan perkataan Tania. Selebihnya tidak ada. Lagipula Ares tidak berada di sana, saat Tania mengatakan hal itu padanya. Hanya ada mereka berdua saja. “Tapi jika memang kak Ares merasa keberatan dengan keberadaanku, aku akan kembali. Itu tidak masalah.”“Tidak, bukan begitu,
“Bagaimana hubunganmu dengan Ares, Re?” tanya Serena, sahabat Rere sejak kecil. Selain itu, Serena juga sudah mengenal Ares sejak dulu, karena papanya merupakan rekan sekaligus sahabat papa pria itu. “Ya, begitulah, Na. Sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan dia yang masih bersama Raisa.”“Kamu tidak berniat ingin merebutnya? Membuat Ares menjadi milikmu seutuhnya.” Entah sudah yang ke berapa kali sejak pernikahan Rere dan Ares, Serena selalu menanyakan hal yang sama. Selain Rere, Serena juga mengetahui hubungan gelap Ares dengan kekasih dari masa lalunya. “Sebenarnya aku memiliki keinginan. Kamu juga sudah tau, aku menyukai kak Ares sejak dulu, Na.” Rere menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi aku merasa, ikatan mereka semakin lama seperti sulit untuk dihancurkan. Hubungan mereka sudah sembilan tahun. Kita tau itu.” “Membuat kak Ares mencintaiku, itu tentu tidak mudah. Bahkan terasa sangat mustahil menghancurkan hubungan mereka.” Lanjut Rere dengan su
“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room. Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu. Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau R
Untuk pertama kalinya, Ares dan Rere benar-benar tidur bersama di rumah mereka sendiri. Meskipun Ares tidak melebihi batasnya, tapi kejadian semalam benar-benar membuatnya seperti mabuk kepayang. Semua yang ada pada diri Rere, entah kenapa selalu saja membuatnya candu. Hanya dengan sentuhan dan kecupan singkat saja rasanya sudah membuatnya puas. Rere dengan segala keistimewaan dalam dirinya, membuat Ares kadang enggan berpaling. Bahkan ia merasa berat jika harus meninggalkan. Terkadang ia berpikir, bagaimana hidupnya setelah mereka berpisah nanti? Dengan Raisa? Ares tidak yakin, hidupnya akan memiliki warna yang sama ketika saat bersama Rere.Apakah Ares mulai mencintai Rere? Sepertinya tidak. Soal perasaan, untuk siapa yang Ares cintai tentu saja jawabannya adalah Raisa. Namun, Rere adalah persoalan lain. Gadis itu memiliki tempatnya tersendiri dalam diri Ares. Ares tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan pada Rere. Karena yang jelas, Ares belum siap untuk berpisah dengan Rere. Mem
Sejak tadi, Rere tidak beranjak dari tempatnya. Sudah 5 jam lebih, ia duduk di samping batu nisan sembari meletakkan kepalanya di sana. Langit yang tadinya cerah, kini berubah menjadi gelap. Awan hitam mulai menutupi matahari. Semilir angin mulai berhembus dengan tenang. Menandakan jika sebentar lagi hujan akan turun. Rere bahkan tidak berniat untuk beranjak, meskipun tau jika sebentar lagi hujan akan datang. Entah kenapa, setiap kali ia datang ke sini selalu merasa tenang. Ah, tentu saja. Karena di sinilah sekarang, tempat keluarganya berada. Ingin sekali, Rere ikut bergabung tetapi sepertinya Tuhan masih sangat sayang padanya dan memiliki sesuatu hal yang sepertinya akan membuatnya bahagia. Lagipula Rere juga percaya, selalu ada kebahagiaan yang datang setelah kesedihan. Seperti akan ada pelangi setelah hujan reda. “Rere kangen sekali sama kalian,” gumamnya menatap satu-persatu nisan yang berjajar. “Tolong jaga Rere dari sana ya. Kali ini Rere ingin menjadi sosok yang lebih kuat d
Rere mengusap-usap lengannya. Tubuhnya yang terguyur hujan, tentu saja membuat basah seluruhnya. Lalu masuk ke dalam mobil dengan AC yang menyala membuatnya harus menahan dingin. Sedangkan Ares, ia melirik ke arah Rere. Ia pun sadar jika Rere pasti sedang menahan dingin yang begitu menusuk tulang. Hingga tidak sadar, Ares yang mendengus sedikit keras membuat Rere menghentikan aktivitas mengusap-usap lengannya. Gadis itu melirik takut ke arah Ares yang entah kenapa terlihat menyeramkan. Tanpa banyak bicara, Ares menghentikan mobilnya di salah satu toko baju terdekat. Ia turun tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Rere. Tidak berselang lama, Ares datang kembali dengan membawa satu totebag berisikan sepasang baju, beserta bra dan celana dalam. “Pakai.” Ares memberikan totebag pada Rere dan langsung diterima oleh gadis itu. “Di sini?” tanya Rere menatap Ares dengan polos.“Ya, cepat pakai dan jangan banyak bertanya.” Tidak masalah jika Rere harus berganti di dalam mobil, lagipula kaca
“Aku akan mengganti bajuku sebentar, kita akan pergi ke dokter,” ujar Ares. Pria itu akan beranjak dari duduknya, tapi ditahan oleh Rere.“Tidak perlu, kak. Aku hanya merasa sedikit pusing. Nanti juga sembuh sendiri.”“Aku sedang tidak menawarimu, Re. Kita akan ke dokter dan tidak ada penolakan.” Ares menatap Rere dengan tegas. “Badanmu pun juga panas. Jangan menyepelekan.”Bahkan meskipun merasa pusing dan badannya yang panas, Rere tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, menyiapkan makan malam untuk Ares. Lalu saat semua sudah siap, tiba-tiba saja Rere kehilangan keseimbangannya membuat ia hampir saja jatuh, untung saja Ares datang tepat waktu dan dengan cepat menahan tubuhnya. “Duduklah di sini dan jangan ke mana-mana.” “Kak, kamu baru saja pulang dari kantor. Istirahatlah. Aku berjanji besok akan pergi ke dokter diantar oleh Pras.”“Aku tidak merasa lelah,” balas Ares tidak mau dibantah. “Jadi, jangan membantah lagi.”“Oke, baiklah,” balas Rere pelan dengan suara lemasnya. Me
Sejak tadi, Rere terus saja melamun. Saat Ares menyentuhnya, gadis itu dengan cepat menangkis tangannya. Sepertinya, kejadian yang dialaminya malam itu sangat berdampak besar pada psikis Rere. Tentu saja gadis itu trauma. Mengalami pelecehan seksual adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua wanita di dunia. “Makanlah sedikit saja, Re. Kamu bahkan belum makan sejak kemarin dan hanya meminum susu saja.” Entah sudah berapa kali Ares membujuk Rere, tapi tetap diabaikan gadis itu. Sampai detik ini pun, tidak ada yang mengetahui kejadian yang menimpa Rere. Tapi, Ares sudah membereskan semuanya. Pria-pria brengsek itu sudah diurus oleh pihak berwajib, lagipula mudah baginya untuk membereskan hal ini dan tidak memberi ampun pada mereka. Bahkan kemarin, Serena sempat kemari. Tapi untung saja, Ares sudah berpesan pada pak Prapto dan juga orang-orang yang bekerja di rumahnya. Jika ada yang bertanya soal Rere atau ingin menemui istrinya itu, untuk mengatakan pada mereka jika Rere sedang pergi