“Bagaimana hubunganmu dengan Ares, Re?” tanya Serena, sahabat Rere sejak kecil. Selain itu, Serena juga sudah mengenal Ares sejak dulu, karena papanya merupakan rekan sekaligus sahabat papa pria itu.
“Ya, begitulah, Na. Sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan dia yang masih bersama Raisa.”“Kamu tidak berniat ingin merebutnya? Membuat Ares menjadi milikmu seutuhnya.” Entah sudah yang ke berapa kali sejak pernikahan Rere dan Ares, Serena selalu menanyakan hal yang sama. Selain Rere, Serena juga mengetahui hubungan gelap Ares dengan kekasih dari masa lalunya.“Sebenarnya aku memiliki keinginan. Kamu juga sudah tau, aku menyukai kak Ares sejak dulu, Na.” Rere menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Tapi aku merasa, ikatan mereka semakin lama seperti sulit untuk dihancurkan. Hubungan mereka sudah sembilan tahun. Kita tau itu.”“Membuat kak Ares mencintaiku, itu tentu tidak mudah. Bahkan terasa sangat mustahil menghancurkan hubungan mereka.” Lanjut Rere dengan suara lemahnya yang terdengar pesimis. Ah, bukannya pesimis, hanya saja Rere sadar diri di mana posisinya berada.Serena melemaskan bahunya, mendengar suara Rere yang terdengar pesimis membuatnya ikut merasakan nyeri di dada. Apalagi bisa dibilang, usia pernikahan sahabatnya itu sudah bukan lagi sebulan atau dua bulan, tetapi 7 tahun. Bayangkan saja, hidup bersama seseorang yang kamu cintai. Namun kenyataannya, kamu tidak bisa memilikinya. Karena dia sudah memiliki seseorang yang juga sangat dicintai.Seharusnya, meskipun hanya sebatas pernikahan di atas kertas, Ares harus bersikap sebagaimana dia menjadi seorang suami. Pria itu harusnya bertanggung jawab dalam segala hal dengan tidak menyakiti perasaan istrinya. Jika ingin berselingkuh diam-diamlah, setidaknya hargai perasaan Rere. Serena sangat menyayangkan sikap Ares yang semena-mena seperti itu. Menegur pun percuma, karena Rere akan mencegahnya terlebih dulu. “Padahal kamu lebih cantik dari Raisa. Aku heran apa yang dilihat Ares dari wanita tidak tau diri itu.”“Tidak sepenuhnya salah Raisa, Na. Sebelum pernikahan dilaksanakan pun sebenarnya Raisa sudah ingin melepaskan, tapi kak Ares menahannya.”“Tetap saja dia salah dalam hal ini, Re. Jika dia memang berniat ingin melepaskan, saat Ares menahannya untuk tidak pergi pun seharusnya dia bisa tegas dengan sikapnya,” ujar Serena dengan kesal. Jika membahas tentang hubungan Ares dan Raisa, sangat memancing emosinya. Apalagi kesabaran Serena ini setipis tisu dibagi menjadi tujuh. “Sebenarnya pun dari awal, dia memang tidak berniat melepaskan Ares. Dia itu wanita ular. Menjijikan.”“Kamu sungguh-sungguh tidak memperbolehkanku untuk melabrak Raisa, Re?” tanya Serena. “Setidaknya dia harus diberi peringatan.”Rere menggeleng tegas. “Tidak perlu, Na. Sungguh. Biarkan saja mereka.”“Dasar bodoh,” ujar Serena merasa tidak habis pikir lagi dengan jalan pikiran sahabatnya itu. “Jika begitu nikmati saja rasa sakitmu.”“Ya, aku sedang menikmatinya. Setidaknya untuk sekarang,” balas Rere dengan senyuman. “Lalu bagaimana hubunganmu dengan kak Daniel?”Serena yang tadinya sedang fokus pada buket bunga di hadapannya, kini menghentikan aktivitas. Mendengar Rere menyebut nama pria itu, membuatnya kembali teringat kejadian beberapa hari yang lalu. “Hubungan kita sudah berakhir.”Rere yang mendengar itu langsung membalikkan tubuh Serena agar menghadap ke arahnya. “Apa yang barusan kamu katakan? Aku tidak salah dengar, kan?”Serena menggeleng. “Kamu tidak salah dengar, hubungan kita sudah berakhir sejak beberapa hari yang lalu,” ujarnya mengulang.“Tidak mungkin.”“Kenapa tidak mungkin?” tanya Serena menaikkan alisnya.“Hubungan kalian sudah terjalin selama lima tahun dan baik-baik saja, bahkan kak Daniel sangat bucin denganmu,” ujar Rere. “Jadi, sangat tidak mungkin rasanya hubungan kalian berakhir begitu saja.”“Yang bucin belum tentu setia, Re. Bahkan terkadang seorang pria bersikap bucin itu hanya untuk menutupi kesalahannya,” ujar Serena dengan tatapan sendunya. “Lama hubungan juga tidak menjamin kesetiaan seseorang.”“Karena nyatanya, lima tahun hubungan kita kalah dengan datangnya wanita yang baru dikenalnya lima hari.” Lanjut Serena. “Daniel berselingkuh dengan sekretaris barunya.”“Astaga,” gumam Rere merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Kenapa seseorang sangat mudah sekali mengkhianati pasangannya. “Haruskah aku memberinya pelajaran?”“Tidak perlu. Biarkan mereka hancur dan mendapat karmanya.”“Ya, kamu benar. Untung saja itu terjadi sekarang, bagaimana jika setelah kalian menikah?” tanya Rere. “Itu akan lebih menyulitkanmu.”Serena mengangguk setuju. Ia memang baru sempat menceritakan semua pada Rere sekarang, karena kemarin ia masih butuh waktu sendiri untuk menenangkan hati dan pikirannya. Hancur? Tentu. Hanya saja, jika Serena baru saja mengalami suatu hal buruk atau hal yang tidak mengenakkan, ia memang bukan tipikal orang yang akan langsung bercerita pada orang-orang terdekatnya. Serena lebih memilih untuk menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dulu. Jika memang sudah beres atau benar-benar membutuhkan saran dari orang lain, maka barulah ia akan bercerita pada orang-orang yang dipercayainya.“Sudah berapa lama mereka berselingkuh?”“Ini lebih mengejutkan, Re.” Serena tersenyum lebar, seakan memang sudah berdamai dengan keadaan. Namun, Rere tau jika senyuman Serena hanya untuk menutupi kesedihannya. Karena sahabatnya itu tidak suka jika terlihat menyedihkan.“Apa?” tanya Rere menatap ke arah Serena serius.“Hubungan mereka sudah berjalan hampir delapan bulan,” ujar Serena. “Dan aku tau karena belum lama ini, saat mampir ke rumah Daniel menemukan beberapa pakaian wanita.”“Aku bertanya padanya untuk memastikan. Karena selama satu bulan terakhir pun juga dia selalu bersikap aneh dan tidak seperti biasanya. Dia lebih sering menghindar.” Lanjut Serena bercerita. “Dia juga seperti berusaha menutupi sesuatu.”“Saat aku bertanya, dia tidak menjawab dengan jujur, aku tau itu. Tapi akhirnya, wanita itu datang menemuiku dan menjelaskan semuanya. Yang mengejutkan lagi bisa kamu tebak?”“Pasti dia hamil anak kak Daniel?” ujar Rere dengan lancar.Serena menjentikkan jarinya, tersenyum lebar. “Yap, kamu benar! Usia kandungannya sudah 3 bulan.”“Aku tidak menyangka, kak Daniel sebrengsek itu, Na.” Rere menggelengkan kepalanya, merasa tidak percaya dengan tebakannya yang ternyata benar. “Syukurlah, Tuhan memperlihatkan betapa tidak pantasnya dia untukmu. Meskipun aku tau, pasti sulit dan menyakiti hatimu.” Lanjut Rere, lalu memberikan pelukan hangat untuk sahabatnya.Rere tidak menyangka, perselingkuhan juga terjadi pada sahabatnya sendiri. Hal itu juga membuatnya tidak habis pikir, bagaimana bisa semua pria berlaku seenaknya? Entah di mana lagi Rere harus menemukan seorang pria sejati yang tidak mampu menyakiti hati wanita. Sekalipun pernikahan terjadi, tidak didasari cinta karena adanya perjodohan ataupun adanya perjanjian lainnya yang mengharuskan untuk bersatu. Seperti misalnya, menikah karena bisnis?Ah, jika tidak. Misalnya seperti Serena dan kak Daniel yang notabenenya adalah dua orang yang saling mencintai. Bukankah seharusnya saling setia dan tidak mengkhianati pasangannya? Mengapa kebanyakan orang, pasti ada saja salah satu di antaranya yang berkhianat alias selingkuh. Jika merasa bosan, itu adalah alasan paling klise yang selalu Rere dengar. Toh jika merasa bosan, kenapa tidak putus saja? Menggelikan.ᥫ᭡Ares memijat pelipisnya. Proyek baru yang akan dimulai pekan depan mengalami masalah. Karena gudang yang digunakan untuk menyimpan alat dan bahan-bahan bangunan mengalami kebakaran. Informasi yang baru didapatkan, dugaan sementara karena ada aliran listrik yang konslet. Kejadian ini juga membuat perusahaan mengalami kerugian, karena alat dan bahan-bahan bangunan yang kebakaran hangus semua tidak tersisa.Ares melonggarkan dasinya yang membuat terasa mencekik lehernya. Lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi, memejamkan mata sejenak. Apalagi ditambah permasalahan hubungannya dengan Raisa. Akhir-akhir ini, Raisa sering kali membahas tentang kapan dirinya untuk segera membuat Rere hami. Sehingga setelah anak mereka lahir, Ares bisa langsung menceraikan Rere. Itu sungguh menganggu dan merepotkan baginya.“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room. Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu. Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau R
Untuk pertama kalinya, Ares dan Rere benar-benar tidur bersama di rumah mereka sendiri. Meskipun Ares tidak melebihi batasnya, tapi kejadian semalam benar-benar membuatnya seperti mabuk kepayang. Semua yang ada pada diri Rere, entah kenapa selalu saja membuatnya candu. Hanya dengan sentuhan dan kecupan singkat saja rasanya sudah membuatnya puas. Rere dengan segala keistimewaan dalam dirinya, membuat Ares kadang enggan berpaling. Bahkan ia merasa berat jika harus meninggalkan. Terkadang ia berpikir, bagaimana hidupnya setelah mereka berpisah nanti? Dengan Raisa? Ares tidak yakin, hidupnya akan memiliki warna yang sama ketika saat bersama Rere.Apakah Ares mulai mencintai Rere? Sepertinya tidak. Soal perasaan, untuk siapa yang Ares cintai tentu saja jawabannya adalah Raisa. Namun, Rere adalah persoalan lain. Gadis itu memiliki tempatnya tersendiri dalam diri Ares. Ares tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan pada Rere. Karena yang jelas, Ares belum siap untuk berpisah dengan Rere. Mem
Sejak tadi, Rere tidak beranjak dari tempatnya. Sudah 5 jam lebih, ia duduk di samping batu nisan sembari meletakkan kepalanya di sana. Langit yang tadinya cerah, kini berubah menjadi gelap. Awan hitam mulai menutupi matahari. Semilir angin mulai berhembus dengan tenang. Menandakan jika sebentar lagi hujan akan turun. Rere bahkan tidak berniat untuk beranjak, meskipun tau jika sebentar lagi hujan akan datang. Entah kenapa, setiap kali ia datang ke sini selalu merasa tenang. Ah, tentu saja. Karena di sinilah sekarang, tempat keluarganya berada. Ingin sekali, Rere ikut bergabung tetapi sepertinya Tuhan masih sangat sayang padanya dan memiliki sesuatu hal yang sepertinya akan membuatnya bahagia. Lagipula Rere juga percaya, selalu ada kebahagiaan yang datang setelah kesedihan. Seperti akan ada pelangi setelah hujan reda. “Rere kangen sekali sama kalian,” gumamnya menatap satu-persatu nisan yang berjajar. “Tolong jaga Rere dari sana ya. Kali ini Rere ingin menjadi sosok yang lebih kuat d
Rere mengusap-usap lengannya. Tubuhnya yang terguyur hujan, tentu saja membuat basah seluruhnya. Lalu masuk ke dalam mobil dengan AC yang menyala membuatnya harus menahan dingin. Sedangkan Ares, ia melirik ke arah Rere. Ia pun sadar jika Rere pasti sedang menahan dingin yang begitu menusuk tulang. Hingga tidak sadar, Ares yang mendengus sedikit keras membuat Rere menghentikan aktivitas mengusap-usap lengannya. Gadis itu melirik takut ke arah Ares yang entah kenapa terlihat menyeramkan. Tanpa banyak bicara, Ares menghentikan mobilnya di salah satu toko baju terdekat. Ia turun tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Rere. Tidak berselang lama, Ares datang kembali dengan membawa satu totebag berisikan sepasang baju, beserta bra dan celana dalam. “Pakai.” Ares memberikan totebag pada Rere dan langsung diterima oleh gadis itu. “Di sini?” tanya Rere menatap Ares dengan polos.“Ya, cepat pakai dan jangan banyak bertanya.” Tidak masalah jika Rere harus berganti di dalam mobil, lagipula kaca
“Aku akan mengganti bajuku sebentar, kita akan pergi ke dokter,” ujar Ares. Pria itu akan beranjak dari duduknya, tapi ditahan oleh Rere.“Tidak perlu, kak. Aku hanya merasa sedikit pusing. Nanti juga sembuh sendiri.”“Aku sedang tidak menawarimu, Re. Kita akan ke dokter dan tidak ada penolakan.” Ares menatap Rere dengan tegas. “Badanmu pun juga panas. Jangan menyepelekan.”Bahkan meskipun merasa pusing dan badannya yang panas, Rere tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, menyiapkan makan malam untuk Ares. Lalu saat semua sudah siap, tiba-tiba saja Rere kehilangan keseimbangannya membuat ia hampir saja jatuh, untung saja Ares datang tepat waktu dan dengan cepat menahan tubuhnya. “Duduklah di sini dan jangan ke mana-mana.” “Kak, kamu baru saja pulang dari kantor. Istirahatlah. Aku berjanji besok akan pergi ke dokter diantar oleh Pras.”“Aku tidak merasa lelah,” balas Ares tidak mau dibantah. “Jadi, jangan membantah lagi.”“Oke, baiklah,” balas Rere pelan dengan suara lemasnya. Me
Sejak tadi, Rere terus saja melamun. Saat Ares menyentuhnya, gadis itu dengan cepat menangkis tangannya. Sepertinya, kejadian yang dialaminya malam itu sangat berdampak besar pada psikis Rere. Tentu saja gadis itu trauma. Mengalami pelecehan seksual adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua wanita di dunia. “Makanlah sedikit saja, Re. Kamu bahkan belum makan sejak kemarin dan hanya meminum susu saja.” Entah sudah berapa kali Ares membujuk Rere, tapi tetap diabaikan gadis itu. Sampai detik ini pun, tidak ada yang mengetahui kejadian yang menimpa Rere. Tapi, Ares sudah membereskan semuanya. Pria-pria brengsek itu sudah diurus oleh pihak berwajib, lagipula mudah baginya untuk membereskan hal ini dan tidak memberi ampun pada mereka. Bahkan kemarin, Serena sempat kemari. Tapi untung saja, Ares sudah berpesan pada pak Prapto dan juga orang-orang yang bekerja di rumahnya. Jika ada yang bertanya soal Rere atau ingin menemui istrinya itu, untuk mengatakan pada mereka jika Rere sedang pergi
Sesuai dengan rencana awal jika mereka akan pergi ke toko bunga milik Rere. “Bisakah kamu menambah kecepatannya, kak? Aku tidak sabar ingin segera sampai di toko bunga.” Sejak tadi, Rere tidak berhenti bertingkah menggemaskan dan tentu saja itu sangat menghibur Ares. Pria itu bahkan tidak berhenti tertawa kecil saat Rere terus merajuk dan bertingkah lucu.Sampai akhirnya, mereka sampai di tempat tujuan. Rere dengan bersemangat membuka pintu mobil dan berlari ke arah toko yang masih tertutup. Ia lalu berdiri di depan pintu toko, mencari kunci di tasnya. Hembusan napas kecewa terdengar, membuat Ares yang baru saja datang menghampiri tersenyum kecil. “Kenapa?” tanyanya dengan menyandarkan tubuhnya pada dinding.Rere beralih menatap Ares dengan bibirnya yang masam. “Aku lupa tidak membawa kunci toko,” balasnya. “Kamu terlalu bersemangat hingga membuatmu lupa, Re.” Saat Rere akan berjalan menuju mobil, suara Ares menghentikan pergerakannya. “Mau ke mana?”“Tentu saja pulang. Karena aku t
Sembari menunggu Ares menyelesaikan pekerjaannya, Rere memilih untuk ke ruang istirahatnya. Sebenarnya, lebih tepat menjadi ruang di mana Rere menghabiskan waktunya untuk melukis. Tidak banyak juga orang yang tau jika Rere bisa melukis. Sepertinya, hanya kakeknya dan Serena yang mengetahui jika ia bisa melukis. Ini adalah bakat yang disembunyikannya. Bahkan beberapa kali juga Rere melelang beberapa lukisannya, tentu saja dengan dibantu Serena karena ia memang tidak ingin identitasnya diketahui. Bahkan yang mengejutkan, Ares memiliki salah satu lukisan karyanya. Saat ini, Rere sedang melukis sosok pria yang sangat dicintainya. Siapa dia? Tentu saja Ares, siapa lagi, kan. Ini adalah lukisan yang sudah Rere kerjakan sejak 2 tahun yang lalu. Membutuhkan proses yang lama memang. Entahlah, Rere hanya merasa ingin menikmati setiap prosesnya dan tidak ingin terlalu cepat-cepat menyelesaikannya. Dengan foto Ares yang ia ambil 3 tahun lalu, saat mereka sedang berada di Barcelona unt