Share

5. Kissing

“Masih berhubungan dengan Raisa?” tanya Steven yang duduk di seberang Ares. Saat ini mereka sedang berada di bar. Tentu saja private room.

Ares menjawab dengan menganggukkan kepalanya, kembali menikmati minuman yang memabukkan itu.

Steven terkekeh, menggelengkan kepala merasa heran ada manusia seperti Ares di muka bumi ini. “Tidak berniat memutuskannya? Setidaknya pilih salah satu, Res. Rere atau Raisa.”

“Itu pilihan yang sulit, bro.” Ares menjawab disertai kekehan kecil.

“Benar-benar definisi pria brengsek,” ujar Steven menanggapi. “Sudah mulai jatuh cinta pada Rere, eh?”

Ares menggoyang-goyangkan jari telunjuknya, ke kanan dan ke kiri seperti memberi isyarat no. “Tentu tidak. Kamu tau, pernikahan kita hanyalah sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir kakek.”

“Tidak sedikitpun ada perasaan padanya? Pernikahan kalian sudah berjalan tujuh tahun. Mustahil rasanya tidak memiliki rasa pada Rere.” Terkadang, Steven merasa sedikit mustahil salah satu di antara Ares, sahabatnya itu atau Rere tidak memiliki perasaan satu sama lain, meskipun sedikit saja. Membayangkan mereka hidup bersama selama 7 tahun, tidak mungkin juga mereka tetap pada pendiriannya masing-masing dengan tidak saling menyentuh? Steven yakin, mereka juga tetap melakukan hal-hal intim lainnya seperti selayaknya suami istri normal pada umumnya. Apalagi Steven sangat mengerti Ares yang sedikit tidak bisa menahan jika menyangkut persoalan di atas ranjang.

“Tidak. Lagipula dia bukan tipeku,” balas Ares dengan ringan.

“Jika begitu, ceraikan saja. Lalu aku akan menikahinya,” ujar Steven memancing.

Ares yang mendengar kalimat Steven langsung menatap tajam sahabatnya itu. “Berani mendekatinya, aku akan membunuhmu.”

Steven tertawa, merasa puas dengan segala reaksi Ares saat ia menggodanya soal Rere. “Oh, calm, dude.”

“Reaksimu selalu saja begini, jika aku menyinggung soal Rere.” Lanjut Steven. “Sebenarnya kamu sudah memiliki perasaan padanya, tapi menolaknya secara sadar.”

“Dasar tidak mau mengakui,” cibir Steven membuat Ares diam.

Ares memilih untuk kembali menikmati waktunya. Daripada menanggapi Steven. Tadi, sehabis dari kantor, ia memang memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah karena pikirannya yang masih sedikit kacau. Berulang kali juga Raisa mengirimkan pesan dan meneleponnya, tapi tidak ada satu pun yang ia tanggapi. Ares hanya tidak ingin, jika nanti menyinggung orang di sekitarnya karena ia merasa masih sedikit sensitif. “Ngomong-ngomong soal Raisa, aku beberapa kali tidak sengaja bertemu dengannya bersama seorang pria.”

“Antonius?” tanya Ares menebak. “Sahabat Raisa. Baru saja datang dari Amerika.”

Steven hanya ber-oh ria, memilih untuk tidak menanggapi lagi meskipun sebenarnya ingin karena rasa penasaran dalam dirinya. Ia hanya sedikit merasa, janggal?

ᥫ᭡

Sejak tadi, Rere tidak berhenti melirik ke arah jam dinding. Menunggu Ares pulang dari kantor, membuat ia tetap duduk manis di meja makan, meskipun sejak tadi perutnya sudah berdemo karena minta untuk segera diisi. Ia juga tidak mau untuk makan terlebih dulu, meskipun beberapa kali Ares sudah memperingatkan jika ingin makan terlebih dulu tidak masalah. Tanpa harus menunggunya. Tetapi, Rere memilih untuk tidak melakukan itu. Bagi Rere, menunggu Ares dan makan bersama suaminya itu adalah salah satu hal penting menurutnya.

Sekarang sudah menunjukkan pukul 23.00 dan Rere tetap tidak mau makan terlebih dulu. Padahal, ia sudah mulai menguap beberapa kali dan menahan kantuk. Ia masih berharap, Ares pulang. Karena jika tidak pun, suaminya itu pasti memberinya kabar terlebih dulu. Kecuali jika Ares sudah memberinya kabar sejak awal. Rere juga sudah mengirimkan pesan, tapi tidak ada balasan. Menunggu Ares yang tidak kunjung datang, Rere menelungkupkan kepalanya di atas tangannya yang berada di meja. Ia akan tidur sebentar untuk menghilangkan sedikit kantuk.

Di sela-sela waktunya Rere memutuskan untuk tidur sejenak sembari menunggu Ares, tidak berselang lama pria itu datang. Ares merasa heran saat sudah masuk ke dalam rumah, karena melihat posisi lampu yang masih menyala. Lalu ia berjalan menuju dapur dan menemukan Rere yang tertidur di sana. Pandangannya memperhatikan makanan yang terhidang di atas meja. Terlihat masih rapi dan belum tersentuh. Ares yakin, Rere pasti menunggunya pulang untuk makan bersama. Ia merutuk dalam karena lupa tidak memberi kabar pada Rere terlebih dulu hingga membuat istrinya itu ketiduran.

“Re .....” Ares menepuk lengan Rere dengan pelan, membangunkan istrinya itu.

Tidak ada pergerakan, membuat Ares akhirnya memilih untuk membereskan masakan Rere terlebih dulu dengan memasukkannya ke ruang pendingin lalu membawa gadis itu ke kamarnya. Ya, kamarnya bukan kamar mereka berdua karena ia dan Rere tidur secara terpisah. Hanya saat di rumah saja.

Ares menggendong Rere, membawanya menaiki tangga ke lantai 2 di mana kamarnya Rere dan juga kamarnya berada. Ia meletakkan tubuh Rere di atas ranjang perlahan, lalu menarik selimut hingga menutup tubuh gadis itu sampai dada. Saat Ares hendak berbalik, Rere menarik lengannya dengan posisi memeluknya. Membuat Ares terhuyung dengan posisi di samping Rere. Ares diam sejenak, menunggu Rere kembali nyenyak dengan tidurnya sehingga ia bisa melepaskan pelukan Rere. Namun sepertinya, gadis itu enggan melepaskan karena pelukannya terasa sangat erat meskipun pada posisi sedang tidur.

“Kakek ... aku merindukanmu,” gumam Rere. Ares diam mendengar igauan Rere. “Aku sangat lelah, kek.” Lanjut Rere mengigau, sontak saja membuat Ares menatap ke arah gadis itu. Wajahnya terlihat damai dengan mata yang terpejam. Namun, setelah mengatakan kalimat itu dari sudut mata Rere, cairan bening merembes keluar.

Menangis? Batin Ares bertanya. Tanpa disadari tangannya terangkat, mengusap pipi gadis itu yang sedikit basah. Setelah mereka menikah, Ares memang tidak pernah melihat Rere menangis. Ah, bahkan sejak tumbuh bersama gadis kecil ini. Ares jarang melihatnya menangis. Semua bisa dihitung menggunakan jari, Rere hanya menangis saat kedua orang tuanya, nenek dan kakeknya tidak ada. Selebihnya, Ares rasa tidak pernah. Karena Rere terlihat seperti gadis yang tangguh. Tapi ternyata, setangguh apa pun perempuan, mereka tetaplah rapuh. Karena perempuan itu seperti vas bunga, yang jika disenggol sedikit saja dia bisa terjatuh hingga membuat pecah berkeping-keping.

Ares menatap wajah Rere dalam keheningan. Entah kenapa, ia tidak pernah merasa bosan setiap kali memandangi wajah Rere yang sedang tertidur ini. Terlihat cantik dan polos, tanpa olesan make up sedikit pun. Bibirnya bahkan berwarna merah alami, Ares tau dan paham betul kebiasaan Rere yang selalu mengolesi minyak zaitun dan buah stroberi pada bibirnya. Hal itu juga yang membuatnya tidak merasa bosan untuk menikmati bibir itu setiap kali ada kesempatan. Tanpa disadari, jemarinya mengusap bibir Rere, lalu sedikit menekannya. Ares mendekatkan wajahnya ke arah Rere dan mengikis jarak di antara mereka. Mengecup bibir istrinya itu, lalu melumatnya perlahan.

Rere yang masih berada di alam mimpi, merasakan lumatan di bibirnya yang terasa nyata membuat perlahan membuka mata. Ia tidak bisa menahan keterkejutannya saat melihat posisi Ares yang berada di atasnya dengan mata terpejam sembari memperdalam lumatannya. Karena tidak ingin merusak momen, Rere mengalungkan kakinya pada pinggul Ares, lalu kedua tangannya menyentuh rahang suaminya itu untuk lebih mengikis jarak di antara mereka. Sehingga lebih dalam pula ciumannya. Saat menyadari Rere sudah bangun dari tidurnya, bukannya berhenti karena merasa bersalah karena telah mengganggu tidur istri, ciuman Ares malah turun ke leher hingga dada Rere. Memberikan kecupan dan meninggalkan tanda kemerahan di sana, membuat Rere melenguh.

Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang, karena di antara mereka tidak ada yang ingin mengakhirinya. Ah, apakah Ares berhasil untuk keluar melebihi batasnya dan membuat Rere hamil atau pria itu tetap pada pendiriannya dengan untuk tetap pada batasannya sampai benar-benar siap?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Gumala Sari
sedih banget, sampai baper aq nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status