Share

Menjadi Istri Sang Billionaire
Menjadi Istri Sang Billionaire
Author: Vaa_Morn

BAB 01

Dera berdiri di depan pintu rumahnya, dagunya terangkat tinggi saat tatapan tajam matanya menelusuri wajah kedua orang tuanya. Tas punggungnya tergantung malas di bahu kanannya, seperti benda berat yang selalu siap ia tinggalkan. Rasa jengah melandanya, udara di sekitar rumah ini terasa begitu berat, lebih berat daripada sebelumnya.

"Jadi, kalian mau aku yang gantiin Dela buat nikah sama orang itu? Karena dia kabur, dan aku, 'satu-satunya pilihan yang tersisa,' begitukah?" Suaranya terdengar sinis, tajam seperti pisau yang menguliti setiap kata dengan ketidakpedulian.

Ayahnya, pria dengan raut wajah tegas namun kaku, menghela napas panjang sebelum akhirnya membuka mulut. "Dera, ini bukan tentang kamu. Ini tentang keluarga. Jangan bertindak seolah kamu tak mengerti. Lakukan ini demi nama baik kita."

Dera tersenyum miring, senyum yang penuh ejekan. "Ah, nama baik? Kalian baru peduli sekarang? Aneh sekali, mengingat selama ini nama Dela yang selalu keluar dari mulut kalian. Namaku saja rasanya baru kali ini Ayah ingat," balasnya, nadanya sarkastik namun terasa menyakitkan.

Dari sudut matanya, ia melihat ibunya bergetar, menahan emosi yang tak terbendung. "Dera, ini bukan waktu untuk durhaka. Kita hanya minta kamu melakukan hal yang benar," ujar ibunya dengan suara yang sedikit gemetar, seperti tali yang sudah terlalu lama direntang.

"Durhaka?" Dera tertawa kecil, dingin. "Kalian tahu apa tentang durhaka? Selama ini kalian yang selalu memperlakukan aku seperti duri dalam daging. Dan sekarang, kalian ingin aku jadi tumbal? Kalian nggak pernah peduli dengan aku, tapi tiba-tiba aku jadi harapan satu-satunya?"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Dera dengan kekuatan penuh. Terlalu keras. Terlalu menyakitkan. Namun Dera tidak terkejut, ini bukan pertama kalinya. Dia sudah kebal dengan pukulan, baik yang fisik maupun yang emosional. Tamparan ini hanya menambah daftar panjang luka yang telah lama menumpuk dalam hidupnya.

Tanpa mengusap pipinya yang memerah, Dera tetap berdiri tegak. "Kalian pikir tamparan bisa bikin aku tunduk?" katanya, lebih pelan namun penuh ancaman. "Semua ini cuma soal uang, kan? Kalian mau aku nikah sama pewaris yang lumpuh itu demi saham dan kekayaan? Sejak kapan kalian peduli tentang aku?"

Ibunya mulai terisak, wajahnya menunjukkan kepanikan yang sudah lama terpendam. "Dera, kita bisa bangkrut kalau perjodohan ini batal. Ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan keluarga kita," katanya, tangisnya semakin jelas.

Dera menggeleng pelan, pandangannya kosong, dingin. "Bangkrut? Dan apa peduliku? Selama ini aku hidup tanpa bantuan kalian. Semua yang kumiliki, kudapatkan sendiri. Dari kalian? Nggak ada. Kalian bahkan nggak pernah tanya kabarku saat aku jatuh. Kalian hanya peduli pada Dela."

Mereka diam. Akhirnya, Dera mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya dari orang tuanya: kebungkaman. Keheningan yang selama ini ia impikan, seolah-olah kata-katanya baru saja menembus perisai ketidakpedulian mereka.

Dengan napas yang sedikit tertahan, Dera berjalan melewati kedua orang tuanya, menaiki tangga yang berderit, menuju kamar yang pernah menjadi gudang. Di situlah dia menghabiskan sebagian besar hidupnya, jauh dari mereka. Dera mengingat bagaimana dia sendiri yang membersihkan kamar itu, mengubahnya menjadi ruang kecil tempat dia bisa bernapas di tengah kekacauan rumah ini. Setidaknya di tempat itu, dia merasa memiliki sesuatu yang dia ciptakan sendiri.

Setelah mengambil laptop yang ia simpan, Dera memeriksa isinya sejenak. Kerangka skripsinya aman, disimpan dengan rapi di folder yang sudah ia atur. Sebuah napas lega keluar dari bibirnya. "Untung aja masih ada," gumamnya pelan.

Suara berat ayahnya kembali bergema dari lantai bawah. "Dera! Kita belum selesai berbicara! Kembali ke sini sekarang juga!"

Dera menarik napas panjang, mengangkat bahunya, lalu dengan santai memasukkan laptop ke dalam tasnya. Ia turun dengan langkah ringan namun tegas. Di bawah, tatapan penuh amarah menunggunya, tetapi Dera tidak gentar.

"Ada lagi yang mau dibahas? Sudah jelas kan jawabanku?" katanya sambil menatap langsung ke arah ayahnya. "Aku nggak akan jadi boneka kalian. Dela yang kalian cari, bukan aku."

Ibunya meratap, "Dera, tolonglah. Demi kita..."

Dera menggeleng lagi, kali ini dengan lebih tegas. "Kalian minta aku menyelamatkan sesuatu yang bahkan bukan bagian dari hidupku. Kalau kalian mau selamat, cari Dela. Bukan aku."

Ayahnya berdiri, wajahnya memerah karena marah. "Kalau Dela nggak kabur, aku nggak akan pernah minta bantuan kamu!"

Dera hanya tersenyum kecil, sinis. "Benar. Dan aku nggak akan pernah ada di sini kalau bukan untuk laptopku." Ia melangkah keluar tanpa menghiraukan teriakan ayahnya yang semakin keras. Dunia di luar rumah itu jauh lebih menarik daripada tempat yang selama ini disebutnya sebagai 'neraka dunia.'

Saat tiba di luar, Zidan, sohibnya, duduk di motor dengan wajah bosan. "Lo ngapain di dalam? Ngambil laptop aja lama banget, gue udah setengah mati nungguin tau," keluh Zidan.

"Sorry, konflik keluarga. Lo tau sendiri gimana kalau gue pulang ke sini," balas Dera sambil menghembuskan napas panjang.

Zidan tertawa kecil. "Hidup lo kebanyakan drama, Ra. Kayak figuran yang sibuknya ngalahin pemeran utama. Jadi, ribut soal apa kali ini?"

Dera mendengus pelan. "Gue disuruh gantiin Dela buat nikah."

Zidan langsung terbahak. "Hah? Lo? Nikah? Sama siapa? Hahahaha..."

Dera mengangkat tinjunya, siap memberi Zidan satu pelajaran lagi kalau dia tidak berhenti tertawa. "Gue nggak segan, Din. Lo mau kena lagi?"

Zidan masih tertawa, meski mencoba meredakannya. "Gue nggak bisa bayangin lo jadi emak-emak, Ra. Dunia kayaknya bakalan kacau."

Dera melotot tajam. "Lo kalau nggak berhenti ketawa, gue sumpel mulut lo pakai batu bata."

"Ampun, ampun! Calon ibu-ibu galak amat!" Zidan mengangkat tangannya, menyerah.

Dera menggerutu sambil naik ke motor. "Ayo cepet, gue udah muak sama tempat ini."

Zidan tertawa kecil lagi sebelum menyalakan motornya, mereka pun melaju, meninggalkan rumah itu dengan segala kekacauannya di belakang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status