Share

BAB 07

"Pernikahan kamu akan dipercepat satu minggu lagi. Jadi selama menunggu hari itu tiba, kamu harus kembali ke rumah saya lagi. Ini saya lakukan agar tidak ada kecurigaan dari pihak mempelai pria."

Dera hampir saja membenturkan kepalanya ketembok, ketika sang Ayah mengetahui tempat dirinya tinggal berada saat ini. Ia baru saja pulang kuliah, otaknya dihajar habis-habisan kerena bimbingan skripsi dengan Dosen tadi.

Lalu apa setelah ini? Menikah? Dalam waktu dekat? Oh tidak, ia belum menyiapkan mentalnya! Dera juga tidak pernah berpikiran untuk menikah secepat ini! Tolong, katakan pada Dera bahwa ia hanya sedang bermimpi sekarang!

"Saya sudah menuruti permintaan kamu mengenai saham tiga puluh lima persen, bahkan karena kamu saya jadi dimusuhi oleh Dela karena katanya terlalu memanjakan kamu. Mungkin jika bukan karena nama baik keluarga, saya segan memberikan saham saya ke kamu."

Dera berdecih sinis, "Kalau tidak ikhlas, Dera bisa kembalikan itu semua. Dengan catatan, Dera bebas ngelakuin apa yang Dera mau, termasuk bebas dari pernikahan ini."

"Sudahlah, cepat kemasi barang-barangmu. Saya tidak ingin berlama-lama di tempat kumuh ini. Saya masih ada pekerjaan lain."

Dera mengepalkan tangannya, kesal tentu saja yang ia rasa. Laki-laki paruh baya di depannya ini tidak seperti seorang Ayahnya, atau memang dia bukan Ayahnya? Dera rasa ia adalah anak yang tertukar.

Jika tau ini tempat kumuh, kenapa Ayahnya harus membelakan diri ke tempat ini. Dera tentu saja sakit hati, itu semua juga karena ketidak becusannya menjadi seorang Ayah baginya.

"Ini juga bagian dari rencana kalian kan? Kalian nggak pernah peduliin Dera apapun kondisinya saat itu, kalian terlalu mementingkan Dela di atas penderitaan yang Dera rasa. Kenapa kita harus dibedakan? Jangan-jangan anda bukan Ayah Dera." tutur Dera tak terduga selanjutnya.

"Jangan mengada-ada. Cepat kemasi barang-barangmu, saya tidak punya cukup waktu untuk meladeni ocehan tak jelas kamu."

"Nggak jelas Ayah bilang! Kalian nggak pernah ngasih kehidupan yang layak buat Dera, berupa materi saja kalian enggan jika itu buat Dera. Lantas semuanya masih nggak jelas Ayah bilang! Ayah tau, Dera bisa hidup selama ini karena orang tua Arkan, bukan kalian!"

Tentu saja Dera tersulut emosi. Apalagi beban pikirannya sedang menjadi-jadi, jelas saja amarahnya dicampur adukkan saat ini juga.

"Kamu mau mempermalukan saya di sini! Cepat pulang, kita bicarakan baik-baik di rumah!" sungut Ayahnya pada akhirnya.

"Kenapa Ayah harus malu? Perbuatan buruk Ayah pada salah satu anaknya harus segera ditampilkan di media. Dera senang jika di sini ada kamera."

"Dera, kamu makin hari makin lancang dengan saya! Apakah ini karena pergaulan bebas kamu?!"

Pergaulan bebas Ayahnya bilang? Dera bahkan tidak pernah berpacaran sedikitpun selama dua puluh satu tahun hidupnya, pertemanannya juga itu-itu saja tak ada yang berubah semenjak ia kecil. Lalu pergaulan bebas yang dimaksud Ayahnya itu seperti apa?

Bahkan sekalut apapun hidupnya, ia tidak pernah menyentuh rokok ataupun minuman keras sedikitpun, meskipun ada sebersit keinginan untuk mencobanya. Dera takut, ia akan menjadi liar dan kecanduan.

"Pergaulan bebas seperti apa yang Ayah maksud? Apa contohnya seperti Dela yang bolak-balik masuk klub dengan pria yang berbeda-beda. Itu maksudnya kah?"

Ayahnya mendadak mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Siapapun yang menjelek-jelekan putri kesayangannya, tentu saja ia akan meledakkan amarahnya.

"Jaga ucapan kamu, atau kamu mau saya bunuh sekarang juga!"

Dera bersedekap dada, "Tapi itu fakta kan? Ya udah lah Ayah pulang aja, Dera bisa pulang sendiri tanpa disuruh. Dera masih pengin istirahat, capek, otak Dera rasanya pengin meledak, jangan menambah-nambahi beban Dera."

BraKKKKKKK...

Pintu ia tutup dengan bantingan sangat keras. Bodoamat jika ia dikatai anak durhaka, atau anak tidak tahu diri. Lagian dibandingkan dia, mereka lebih durhaka kepadanya bukan?

Dera tidak tau apa salahnya kenapa ia harus tidak dipedulikan, disingkirkan, bahkan tidak pernah dianggap ada oleh mereka. Sedari kecil, itu yang Dera pikirkan tanpa tau masalah apa yang sudah ia buat? Intinya mereka berubah drastis ketika ia mulai menginjakkan kakinya dibangku sekolah.

"DERA, JANGAN KURANG AJAR! KELUAR SEKARANG!"

Apakah Dera peduli? Tidak! Dera bahkan tak segan-segan menyumpal kedua telinganya dengan earphone bervolume tinggi. Dia tidak tau harus bagaimana, harus melakukan apa sekarang, perasaan kalutnya bercampur aduk menjadi satu.

Mungkin teriakan Ayahnya mengundang keheranan tetangga-tetangga kosnya, bahkan mungkin sebentar lagi akan gempar dan menggosipinya. Namun sekarang, Dera tidak cukup tenaga. Ia hanya ingin tidur saja karena lelah.

"Arghhhhhh! Apa-apaan! Nikah! Bahkan gue nggak pernah kepikiran bakalan punya suami! Gue pengin hidup, tapi dengan alur yang gue buat sendiri. Bukan karena paksaan siapapun!"

Mau dibawa tidur rasa lelahnya itu pun, rasanya sudah tidak ada seleranya lagi. Ketika beban skripsi dicampur dengan beban hidup lalu ditaburi dengan beban nikah, rasanya otak Dera sudah berhenti untuk berpikir jernih. Apakah ia harus bunuh diri dan mati cepat saja sekarang?

"Gue aja nggak tau masa depan gue bakalan segelap apa! Gue nggak bisa cinta sama diri sendiri! Gue nggak tau hidup gue bakalan berakhir seperti apa! Terus kenapa mereka ngenambah-nambahin beban hidup gue aja sih!"

Dera teriak-teriak tidak jelas, menyalurkan rasa emosi yang selama ini ia pendam erat. Air matanya pun akhirnya luruh membanjiri pipinya, tidak ada lagi Dera yang sekuat baja.

SEMUANYA HANYALAH TOPENG BELAKA!

"Orang-orang kenapa sih semena-mena banget sama gue! Gue salah apa sebenarnya! Kalau emang gue nggak dianggap ada, kenapa gue harus lahir!"

Karena Dera selalu dianggap tak kasat mata, akhirnya Dera mencari kebebasannya sendiri. Ia memilih hidup liar, melakukan sesuatu sesuai kehendaknya, hidup dengan semaunya sendiri. Dera memang menikmati, namun hatinya tidak.

Meskipun di lubuk hati yang paling terdalam ia merasa kesepian, Dera bisa menyalurkan rasa hampa itu dengan mengisi harinya dengan hobi-hobi ekstrim. Intinya sekali gagal, taruhannya adalah nyawa. Dan itu semua ia lakukan karena sebenarnya Dera ingin mati, tapi tidak dengan cara bunuh diri!

"Anjing! Bangsat! Gue capek!"

Setelah itu Dera terdiam cukup lama, tatapan matanya berakhir kosong. Seolah tidak terjadi apa-apa, ia memilih untuk mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Perubahan suasana hatinya bisa dikatakan cukup ekstrim, jika tadi ia teriak-teriak tidak jelas maka sekarang hanya ada Dera yang bersikap biasa-biasa aja seperti tidak pernah terjadi sesuatu.

Hampir sejam ia di kamar mandi, dan hanya ada guyuran air saja yang sayup-sayup terdengar. Namun tak lama kemudian Dera keluar, dengan badan yang lebih segar tentunya. Dengan langkah santai, ia mulai mencari baju apa yang hendak dipakainya.

"Seminggu lagi gue nikah? Hahaha, kenapa tuh anak Sultan mau-mau aja sih nikah sama gue yang katanya upik abu. Tingkah gue aja begajulan nggak jelas kayak gini."

Dera mengambil laptopnya, dan menghidupkannya. Sesegara mungkin ia harus menyelesaikan skripsinya dan diwisuda. Antisipasi jadi janda muda, Dera harus sudah sarjana ketika hari itu terjadi.

Saham yang ia pegang, mungkin sebentar lagi akan ia perjual belikan saja. Ia bisa mencari saham lain untuk menjadi pengganti saham yang ia punya, yang jelas lebih menjamin kehidupan masa depannya nanti. Dera akan mulai menyusu rencana dari sekarang.

"Gue bakalan belajar gimana jadi istri yang baik, tetapi tetap harus sadar diri juga posisinya. Gue ngerasa nggak pantes buat jadi istri dia, jadi rencana ke depannya gue bakalan tetep ngandalin diri gue sendiri tanpa campur tangan dia."

Dera tau, menikahi dirinya pasti karena dasar terpaksa. Apalagi kondisinya yang bisa dikatakan lumpuh, namun mungkin bisa sembuh jika dilakukan terapi setiap hari.

Namun Dera sudah kepalang takut, ketika orang yang akan menjadi calon suaminya kelak itu bisa berjalan normal lagi, dan menghempas Dera jauh-jauh dari kehidupannya. Dera cukup tau diri jika kriteria dan standar yang ia miliki mungkin sangat jauh dari perkiraan pria itu.

"Nggak apa-apa jadi janda muda. Asal gue punya pekerjaan tetap dan penghasilan bagus aja. Itu yang bakalan jadi misi gue ke depannya!"

Dera menyemangati dirinya sendiri. Semoga saja Tuhan masih memiliki bekas kasih untuk secuil kebahagiaan dalam dirinya. Dera masih yakin, takdirnya tidak mungkin seburuk itu.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status