Habiba menyusul Husein sambil membenahi rambut. Eh, kenapa jadi ingin terlihat rapi begini? Habiba menaiki anak tangga, memasuki kamar dimana Husien sudah lebih dulu berada di sana. "Ini kamarmu," kata Husein."Kalau begitu saya istirahat dulu. Saya lelah sekali." Habiba menaruh tubuh kecil Sakha ke kasur."Eits, jangan di situ!" tegas Husein membuat Habiba terkejut. Apa yang salah dengan menaruh bayinya di kasur? Bukankah mereka tidur di kasur itu? Tentu si bayi juga harus tidur di sana juga. Mana mungkin bayi tidur sendiri sedangkan dia masih menyusu."Memangnya Sakha harus tidur dimana? Dia masih bayi dan masih harus selalu menyusu setiap beberapa jam sekali. Tidak mungkin saya tidur terpisah dengannya," ucap Habiba dengan sopan."Lihat di sana!" Husein menunjuk ke arah lain, membuat pandangan Habiba mengikuti telunjuk itu. Dia terkesiap melihat perlengkapan bayi yang sangat bagus dan lengkap. Mulai dari kasur berukuran satu kali satu meter berkelambu putih, mainan bayi yang te
Tanpa banyak tanya, Vena menuruti perintah sang majikan besar. Dia memasukkan semua boneka tanpa sisa seperti yang diperintahkan ke dalam keranjang.Alka membuka lemari, menurunkan semua pakaian milik Habiba yang jumlahnya tidak banyak. Pakaian berhamburan di lantai. "Bawa sekalian sampah- sampah ini, jangan sampai ada yang tersisa!" titah Alka lagi."Baik, Tuan!" Vena mengambili baju- baju itu, memasukkannya ke dalam keranjang, lalu membawanya pergi keluar kamar."Aku tidak mau ada satu pun barang milik wanita itu tertinggal di sini," tukas Alka, lagi- lagi tanpa tanggapan dari Husein.Husein menuangkan air mineral dari teko kaca, kemudian meneguknya."Dimana wanita itu sekarang? Terakhir kali kudengar dia hidup bersama dengan orang tuanya," ucap Alka.Husein mengedikkan pundak seolah tak peduli. Bahkan kini Habiba bukan hanya menjadi istri rahasia dari semua orang, tapi juga dari kedua orang tua Husein sendiri."Apakah dia sudah melahirkan?" tanya Alka membuat Husein yang sedang
“Kau mencurigai orang tuaku?” tanya Husein, menatap intens ke mata Amir.“Ah, tidak. Aku jadi takut jika menatapku begini.” Amir memalingkan pandangan. “Dalam penyelidikan ini, aku tidak membutuhkan rasa sungkanmu. Aku butuh kebenaran. Jadi kau mencurigai kedua orang taku?” ulang Husein.“Dari sekian banyaknya bukti, memang mengarah kepada Tuan Alka. Tapi ini masih kemungkinan, belum bisa dipastikan karena belum ada bukti sama sekali.”“Ada nama lain selain papaku?”Amir mengernyit, berpikir. “Aku terpaut pada film ‘The Blood’. Dimana si lelaki tergila- gila pada si wanita yang ternyata memilih lelaki lain. Dia memilih untuk menyingkirkan wanitanya dari pada melihat si wanita dimiliki oleh lelaki lain. Apakah mungkin ada orang yang mencintai Habiba segila ini?”Husein teringat dengan Irzan. Tapi ia menggeleng. “Kalaupun ada psikopat yang tergila- gila seperti bayanganmu itu, tapi dia tidak mungkin bisa memfasilitasi para pelaku. Karena dia berasal dari kalangan biasa, maksu
"Jadi kalian akan menungguiku mandi sampai selesai di sini? Aturan dari mana itu?" tanya Habiba."Kami hanya menjalankan perintah," jawab Erika sopan.Habiba akhirnya melepas baju, melempar ke arah dua Erika, membuat Erika spontan menangkap baju yang melayang terbang di hadapannya itu. Berikutnya, celananya menyusul terbang, ditangkao oleh Erika. Menyusul BH, terakhir kolor. Nikmati benda- benda keramat itu! Pikir Habiba sambil mengulum senyum. Dia lalu merendam badannya di dalam bath tub yang dipenuhi busa sabun. Erika kemudian mulai menggosok punggung Habiba pelan. Dan gosokan itu enak sekali. Sepertinya Erika sudah terbiasa melakukan kegiatan itu."Apakah ini terlalu keras, Nona?" tanya Erika. "Tidak."Sedangkan pelayan satunya membersihkan kuku kaki Habiba dengan cairan aneh yang Habiba tidak ketahui, yang jelas untuk membersihkan kotoran di kuku kakinya. Dia nyaris seperti sedang berada di salon profesional. Dipijit, digosok, bahkan kuku kaki pun berasa menicure pedicure, plu
Habiba balik badan, menggendong anaknya masuk ke kamar diikuti oleh Husein. Pria itu mengawasi setiap gerakan tangan Habiba yang tengah menyiapkan peralatan bayi. Mulai dari minyak kayu putih, pampers, bedak dan lain sebagainya.Sakha tetap dalam gendongan Habiba selagi wanita itu mempersiapkan peralatan bayi, Sakha tidak mau ditaruh. Dia menangis setiap kali diletakkan.Habiba menoleh pada Husein yang berdiri di dekatnya. “Anda melihat saya kerepotan bukan?”Husein hanya mengangkat alis saja.“Bisakah Anda bantu saya?” tanya Habiba."Sakha menangis karena pampersnya sudah tebal dan belum diganti. Mungkin dia risih. Saya akan mengganti melepas pampers nya dulu," ucap Habiba sambil menempelkan badan Sakha ke badan Husein, membuat pria itu spontan langsung menangkap badan Sakha.Sebenarnya Husein ingin menolak karena dia tidak terbiasa menggendong bayi, tapi tubuh kecil sudah ditempelkan ke dadanya. Terpaksa ia mengambil tubuh itu dan menggendongnya."Biar saya lepaskan pampers nya
“Kau mendengarku?” tanya Husein.“Tidak. Eh, maksudnya iya. Saya dengar.” Habiba gelagapan ditatap seintens ini oleh Husein.“Kalau begitu sekarang coba praktikkan apa yang sudah aku ajari tadi.”Habiba mengangguk ragu. Ini adalah tugas sulit baginya. Tetap saja dia tidak berhasil mengambil pasta pakai sumpit. Ujung sumpit malah berkejar- kejaran dnegan pasta, berakhir pasta jatuh ke meja.“He heee… Aku kesulitan.” Habiba tersenyum canggung.“Nanti kau harus kursus cara makan pakai sumpit, cara makan daging dan apa saja. Semuanya harus kau pelajari. Mulai dari cara duduk, cara makan, cara berjalan dan banyak lagi, kau mesti ubah.”“Bukankah saya ini Cuma istri rahasia yang tidak akan diungkap ke publik? Tidak akan ada orang yang tahu bahwa saya ini istri Tuan muda eh popo. Lalu kenapa saya harus menyesuaikan diri?”“Karena kau istriku.”“Istri rahasia kan?”“Apa pun itu, kau tetap harus ikuti aku.”Habiba terdiam. Sebenarnya dia merasa risih dengan aturan itu. Mulai dari
Langkah kaki terdengar teratur mengetuk lantai koridor. Pria tampan yang memiliki ciri khas rapi dengan stelan jas paduan dasi itu tampak tenang sambil menempelkan hp di telinga. Dia sedang berteleponan.“Aku sebentar lagi sampai,” ucap Husein menjawab telepon Alka.Dia membuka pintu ruang kerjanya, melangkah gontai memasukinya.Sudah ada Alka yang duduk di sofa dengan wajah serius.“Kau harus cari tahu dimana keberadaan Habiba. Dia akan menjadi sumber masalah bagi kita jika kau tidak secepatnya menemukannya!” tegas Alka dengan tatapan tajam.Husein menghempas duduk di sofa tanpa menanggapi. Datar saja.“Bukankah kita sudah sepakat untuk mengakhiri semuanya setelah bayi itu lahir? Tapi mereka melanggar. Sengaja menyembunyikan Habiba dari kita. Apa makud dari semua ini?” Alka terlhat muak. “Pasti adalah rencana terselubung di balik semua ini. Jika memang tidak ada rencana buruk, tentu mereka tidak akan menyembunyikan Habiba dari kita. Mereka terlihat polos tapi ternyata lici
Husein kali ini menatap serius pada Alka, lain halnya dengan Cindy yang mengernyit kaget. Sejak tadi dia diciptakan sebagai orang yang terus- terusan kaget."Papa pikir pernikahanku bisa disetel?" ucap Husein dengan tegas."Cindy, kau boleh keluar!" titah Alka."Baik." Cindy bergegas keluar ruangan.Alka mendekati putranya, menatap tajam. "Kau dan Habiba harus berakhir. Selesaikan masalahmu dengan wanita itu dan segeralah memulai hal baru. Cindy adalah wanita yang tepat. Setelah itu, kau bisa umumkan ke publik bahwa wanita yang selama ini kau nikahi adalah Cindy. Kau juga bisa rayakan pesta pernikahanmu secara besar- besaran supaya seantero penjuru mengenal istrimu.""Aku tidak akan lakukan apa pun sebelum urusanku dengan Habiba selesai," sahut Husein."Urusanmu dengan wanita itu akan dengan mudah berakhir saat kau menceraikannya. Dan urusan perceraian bukanlah hal sulit. Kau tinggal talak dia dan urus perceraianmu ke pengadilan. Selesai! Aku tunggu secepatnya kabar baik ini. Aku yaki