Share

03. Darah Perawan

Author: Emma Shu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tok tok…

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Husein.

“Hm. Masuk!” gumam Husein.

Sosok wanita berusia tiga puluh tahun masuk. Tak lain pembantu yang sudah dua tahun bekerja di sana.

Selain Fatona, Fara membantu memasak di rumah itu. sedangkan Fatona bertugas membereskan rumah, menyapu, mengepel, mengurus kebutuhan Inez dan Husein.

Semenjak Fatona sakit, Fara lah yang menggantikan pekerjaan Fatona saat pagi hari. Sebab Habiba hanya bisa menggantikan pekerjaan ibunya setelah pulang dari jam kuliah.

“Permisi, Tuan Husein. Apakah saya sudah bisa membersihkan kamar? Nona Inez tadi menyuruh saya membereskan kamar Tuan,” ucap Fara dengan sungkan.

Husein adalah sosok yang selalu jaga jarak dengan asisten rumah tangga, dia disegani.

Dahi Husein mengernyit menatap kedatangan Fara, ibu satu anak itu.

“Bu Fatona mana? Bukankah biasanya dia yang urus kamarku?” tanya Husein.

“Maaf Tuan. Bu Fatona sudah beberapa hari terakhir ini tidak masuk kerja karena sakit. Sudah ijin sama nyonya besar. Sementara saya yang menggantikan saat pagi hari. Mulai siang sampai malam, tugas Bu fatona digantikan oleh putrinya. Tuan bisa minta tolong kepada putrinya Bu Fatona jika ada keperluan,” jelas Fara dengan kepala tertunduk.

“Ya sudah. Bereskan saja sekarang!” Husein masih duduk di pinggir kasur. Raganya terasa lelah dan ia masih ingin duduk santai sebentar meluruskan punggung.

Fara mulai mengutipi barang yang berserakan, menyusun ke tempat semula. Buku- buku yang berjatuhan di lantai dikembalikan ke susunannya. Gelas dan botol dikumpulkan. Baju kotor dikumpulkan.

Lalu merapikan kasur. Matanya membelalak saat menarik selimut, niatnya ingin melipat selimut dan menaruh lipatan di ujung kasur, tapi malah pemandangan aneh yang dia saksikan saat ini.

Bercak darah yang tidak sedikit mengotori sprei, juga bercak warna lain yang membuatnya mendadak teringat pada mantan suaminya dulu. Kepalanya berkelana.

Husein tak kalah kaget saat mengikuti arah pandang Fara. Noda apa itu?

“Tt tuan, kenapa ada darah?” Fara terlihat sanksi, juga gugup saat menanyakannya. Ia sadar bahwa itu bukan darah dari tubuh Husein yang terluka.

Husein berusaha mengingat-ingat. Samar-samar bayangan gadis berwajah ayu itu menari di kepalanya, juga permainan yang membuatnya merasa puas.

Apakah itu bukan mimpi? Separuh ingatannya masih bisa menangkap kejadian itu. namun separuh ingatannya entah hilang kemana.

Kembali pandangan Husein tertuju pada noda yang mengotori sprei. Merah putih.

Ah, jelas ini ada yang tidak beres.

“Cepat kemas sprei ini dan ganti dengan yang baru! Jangan bengong!” titah Husein tegas.

“Ba baik, tuan!” Fara buru- buru melepas sprei dengan gemetaran. Pikirannya melayang-layang mempertanyakan kasus sprei yang dinodai.

Husein mulai panik. Berjalan hilir mudik. Berakhir menabrak tembok. Yang akhirnya tembok ditepuk dengan kesal. Tembok jadi korban, tapi malah disalahkan.

Apakah benar Husein berhubungan dengan seorang gadis? Tapi siapa gadis yang dimaksud?

“Fara!” panggil Husein membuat Fara yang tengah mengganti sprei itu menghentikan kegiatannya.

“Ya, Tuan?”

“Jangan sampai ada yang tahu masalah ini. Cukup kau saja yang mengetahuinya. Kalau sampai masalah ini bocor, kau lah yang pertama aku cari! Paham?”

Fara mengangguk, takut atas ketegasan majikannya. Apa lagi tatapannya seperti elang, penuh dengan tekanan.

“Cepat selesaikan pekerjaanmu!” titah Husein.

“Ya, Tuan.” Perintah Husein yang mendominasi membuat Fara terbesa-gesa mengerjakan pekerjaannya.

Husein masuk ke kamar mandi sesaat setelah menyambar handuk.

***

Langkah Husein tegas menginjak lantai kantor. Beberapa karyawan menunduk dan menganggukkan kepala ketika berpapasan dengannya.

Husein Brata Raksa, sosok yang disegani karena kewibawaannya, yang kerap menerapkan kedisiplinan dan peraturan keras di perusahaan.

Meski demikian, peraturan tidak menyimpang dari undang-undang dan kesepakatan yang telah ditentukan. Sudah bertahun- tahun ia memimpin perusahaan milik papanya.

Selain perusahaan farmasi yang kini ia kelola, ia juga sedang fokus membangun sebuah rumah sakit besar miliknya, yang kemungkinan akan beroperasi dalam waktu dekat.

Husein tidak langsung memasuki ruang kerjanya. Dia langsung menekan handle pintu ruangan Amir, asisten pribadinya.

“Hei, kau mengejutkanku saja. Tumben, pagi-pagi sekali sudah berkunjung ke ruanganku?” Amir yang tengah berdiri menikmati kopi panas itu meletakkan gelas ke meja. Ia mengawasi ekspresi wajah sahabatnya yang kelihatan tegang. “Sepertinya serius sekali?”

Husein mengusap wajahnya. Menunduk sebentar dengan mata terpejam untuk menenangkan diri. Kemudian kembali mengangkat wajah. “Amir, katakan padaku, apa sebenarnya yang telah terjadi kemarin?”

“Hei, ada apa dengan kemarin?” Amir tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.

“Common, berpikirlah dangan cepat. Kemarin kau bersamaku.”

“Oh, maksudmu kejadian di kamarmu saat kita minum waktu itu?” tanya Amir.

“Aku mabuk. Kesadaranku hilang. Aku mabuk. Dan… aku tidak ingat apa-apa. tapi aku yakin telah terjadi sesuatu.”

Amir memutar mata. Ia kini paham kemana arah pembicaraan.

“Kau bersamaku waktu itu. apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau mengajak wanita ke kamarku dan memberikan wanita itu kepadaku?” tebak Husein.

Amir enggan bicara.

“Amir, bicaralah! Jangan diam! Oh… atau jangan-jangan kau mengajak wanita ke kamarku untuk kau tiduri bersama-sama denganku. Kau memanfaatkan aku dan ingin bersenang-senang dengan model aneh.” Husein mulai menerka-nerka. Dia benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi.

“Tidak, Husein. Kau jangan menduga yang tidak- tidak.”

“Lalu apa? Apa yang telah terjadi?” Husein kesal sejak tadi tidak mendapatkan jawaban.

“Seorang gadis asing datang ke kamarmu membawakan susu. Setelah itu, aku mendengar teriakannya.”

“Lalu?”

“Aku pergi.”

“Kau mendengar teriakan gadis itu tapi kau malah pergi meninggalkan rumah, begitu?” Wajah Husein makin menegang.

Amir terdiam. Dia pasti salah lagi.

“Kenapa kau tidak berbuat sesuatu?” hardik Husein panik.

“Kau memintaku mencegahmu, begitu?”

“Tentu saja.”

“Aku tidak berani berbuat apa-apa. Aku takut salah. Kau pasti marah jika aku mencegahmu saat itu.”

Husein mengusap rambut kasar. “Ini fatal, Amir. Semua salahmu.”

Nah kan, Amir juga yang salah. Jelas-jelas Husein yang meniduri seorang gadis, tapi tetap saja Amir yang salah.

Amir hanya diam, menerima kemarahan sahabatnya. Husein sedang frustasi, maka wajar dia bersikap begitu.

“Tapi siapa gadis asing itu? apakah asisten rumah tangga baru di rumahku? Kenapa dia mengantarkan susu untukku? Bukankah itu tugasnya Bu Fatona? Oh ya, aku baru ingat, Fara bilang kalau Bu fatona sedang sakit dan putrinya menggantikannya untuk sementara waktu. Itu artinya gadis itu adalah anaknya Bu fatona. Ya ampun!” Husein kembali mengusap wajah frustasi.

Amir berpikir, ingin mencari solusi.

“Apakah menurutmu gadis itu hanya memanfaatkan situasi?” tanya Husein menerka-nerka.

“Maksudmu?” alis Amir terangkat.

“Dia sengaja pasrah saat aku dekati karena dia ingin uang dariku. Dia bisa saja memerasku, atau bahkan ingin menjadi bagian dari keluargaku dengan dalih sudah aku sentuh. Bisa jadi dia mengancamku setelah ini.”

Comments (6)
goodnovel comment avatar
berta surbakti
ok bagus sekali
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
Husein,kok kamu berpikiran begitu kepada Habiba.apa yang terjadi pada dirimu dan Habiba itu bukanlah rencana Habiba
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
Amir..Amir..wajar saja Husein menyalahkan dirimu.karena pada saat kejadian dirimu mengetahuinya, tapi malah kabur membiarkan keadaan itu terjadi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   04. Harus Tutup Mulut

    “Dia itu hanya gadis biasa. Dia tidak punya nyali untuk melakukan hal itu.” “Bisa jadi dia gadis liar. Kau belum tahu siapa dia.” Pikiran Husein melayang-layang. Menerka-nerka sosok seperti apa gadis yang dia renggut kesuciannya itu.“Kau mengenal Bu Fatona kan? tentu kau lebih tahu jenis seperti apa putrinya itu. buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sifat Bu fatona pasti mengalir dalam diri putrinya. Jika Bu Fatona ini orang lempeng dan baik, maka anaknya juga tidak akan jauh dari seputaran itu. tapi kalau sebaliknya, maka kau harus berhati-hati.”Husein menggelengkan kepala, merasa pusing.“Menurutku, gadis itu adalah gadis polos. Kau sendiri yang bilang bahwa kau merenggut kesuciannya. Artinya dia masih perawan. Mana mungkin ada gadis liar yang masih perawan. Kemudian, aku mendengar pemberontakannya waktu itu, dia berteriak ingin pergi, artinya dia memang ingin melepaskan diri darimu, tapi tidak berdaya.”Husein mulai lega, meski gurat kecemasan itu masih menyel

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   05. Kembali ke Rumah Husein

    Mobil akhirnya berhenti di depan rumah besar bernuansa putih kuning. Paduan warna yang manis. Halamannya luas dikelilingi pagar tinggi. Habiba menatap rumah seperti ingin menelan mangsa. Di rumah itulah Husein menggagahinya. Jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Apakah ia akan sanggup menjaga mental disaat bertemu dengan pria itu? "Biba, apa kau mau ikut denganku? Kenapa tidak turun?" tanya Emran menyadarkan lamunan Habiba."Oh i iya." Habiba gegas turun dari mobil. "Sayang, aku tidak bisa ikut turun. Kalau aku terlalu sering ke rumahmu, aku takut orang tuamu akan curiga dengan hubungan kita. Mereka belum mengijinkanmu berhubungan dekat dengan lelaki. Aku langsung pulang saja. See you!" Emran menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan kepada Inez. Dibalas dengan senyum dan lambaian tangan pula oleh Inez.Sejoli itu terlihat begitu dekat dan mesra."Ayo masuk!" ajak Inez pada Habiba.Mereka memasuki rumah. Kebetulan mereka berpapasan dengan Amira, ibunya Inez di ruang tam

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   06. Disiram Air Comberan

    Sambil membawa ember berisi air bekas pel dan tongkat pel, gegas Habiba membuka pintu hendak keluar. Deg! Jantungnya nyaris copot saat berpapasan dengan lelaki berpakaian rapi berdiri di ambang pintu. Tak lain Husein. Inilah yang sejak tadi ditakuti oleh Habiba, bertemu dengan Husein. Lelaki itu tampak tampan mengenakan kemeja putih dan dasi hitam, jas warna senada digantung di pundak. Satu kancing kemeja atas terbuka, menampilkan bulu halus di dada bidang yang gagah.Oh tidak. Habiba tidak mengatakan lelaki ini gagah. Untuk kali ini ia terpaksa harus mengkhianati pandangan matanya sendiri.Husein tidak sendiri, ada Amir di belakangnya. Amir sedikit kikuk saat melihat keberadaan Habiba. Dia adalah saksi kunci saat Habiba memasuki kamar Husein dan bahkan mendengar teriakan gadis itu. Namun ia malah kabur, membuatnya kini merasa seperti seorang terdakwa di persidangan.Tatapan Habiba dan Husein bertukar. Detik berikutnya manik mata Husein beralih ke ember dan pel yang ditenteng di t

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   07. Pengakuan Habiba di Depan Tuan Besar

    Husein melenggang menuju ke ruang makan tanpa bertegur sapa atau berminat untuk mengatakan sesuatu kepada Habiba. Hanya lirikan singkat saja yang dia berikan untuk memastikan seperti apa eskpresi wajah gadis itu, yang ternyata marah dalam diam.Husein menyantap makan di meja makan seorang diri. Malam itu, anggota keluarga sudah makan semua. “Fara, mama kemana?” tanya Husein pada Para yang tengah sibuk menyusun piring bersih ke rak.“Nyonya katanya tadi mau arisan sama geng sosialitanya, Tuan.”“Sejak siang tadi?”“Iya, benar.”Husein mengangguk. Kebiasaan mamanya memang begitu jika sudah berkumpul dengan geng sosialitanya. Wanita itu akan disibukkan dengan segudang kegiatan yang tidak putus bersama teman-temannya. Berfoto rame- rame dengan berbagai pose, belanja ke mall, membeli perhiasan sama-sama ke toko perhiasan. Bahkan kalau sudah punya kegiatan jalan-jalan ke luar negeri bersama dengan gengnya itu, maka ia tidak ingat pulang.Berbeda dengan Alka, papanya Husein yang ter

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   08. Uang Tutup Mulut

    Byur!Sisa kuah berwarna kemerahan yang sudah dicampur sambal itu tumpah ke kemeja Husein sesaat setelah kaki Habiba tersandung kaki Husein yang terayun maju. Ini adalah kesialan yang kedua kalinya bagi Husein setelah tadi tersiram air bekas pel. Tidak ada yang dilakukan Habiba setelah kuah itu tumpah mengenai kemeja Husein. Gadis itu diam saja. lidahnya berat mengucapkan maaf pada lelaki ini. Kepalanya mendunduk.“Argkh..! Menjijikkan!” Husein menatap kesal pada kemejanya, kemudian beralih menatap Habiba.Habiba melengos pergi membawa mangkuk dan menaruhnya ke westafel, dia menghilang saat berbelok ke ruangan lain.Entahlah, Habiba nekat melengos pergi meski dengan rasa takut yang membaur dengan kekesalan. Dia merasa kacau setiap kali berdekatan dengan Husein, sehingga dia memilih untuk kabur saja.Husein hanya bisa menghela napas. Menahan kekesalan tanpa mau melampiaskannya. Ingat, ia harus mengikuti alur. Jangan sampai membuat Habiba menjadi marah dan akhirnya membongkar kejadian k

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   09. Kembalikan Uangmu

    Habiba hanya orang kecil. Dia tidak akan mungkin sanggup melawan seorang Husein yang memiliki banyak uang dan kekuasaan. “Biba! Kamu sedang apa?”Habiba terkejut mendengar seruan dari arah belakang. Suara Fatona. Cepat-cepat Habiba memasukkan amplop ke balik jaketnya. Dia peluk benda itu di perut seolah sedang memeluk lengan sendiri karena merasa kedingingan. Habiba mengayunkan langkah mendekati ibunya, menyalami tangan ibunya dan mencium punggung tangan itu penuh takzim, tanpa melepaskan pelukan pada amplop di balik jaket dengan tangan lainnya.“Kok, termenung di sana? Ngapain?” tanya Fatona.Habiba mengulas senyum tipis. “Tuh, kamu kedinginan kan? Makanya lain kali cepat masuk rumah,” imbuh Fatona.“Ya, Bu.”“Bagaimana kuliahmu hari ini?”“Smeuanya baik, Bu.”“Terus, pekerjaanmu di rumah Bu Amira gimana? Tidak ada masalah kan?”“Tidak ada, Bu. Semuanya baik.” Habiba menatap wajah pucat ibunya, pipinya makin tirus. Kurus. Penyakit telah menggerogotinya hingga kondisinya terlihat me

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   10. Usapan Tangan Husein di Pipi Habiba

    Husein mengangkat alis. Kemudian balik badan untuk duduk. Pertanggung jawaban apa maksud Habiba? Husein mikir panjang. Kepalanya mendadak seperti ditampar berkali-kali. Otak rasanya penuh dan sesak. Pagi-pagi disaat nyawanya belum sempurna terkumpul, ia sudah diserang dengan kalimat membingungkan.“Itu uang Anda, bukan?” Habiba menunjuk amplop.Husein ingat betul bahwa ia mengambil uang dari brankas dan menyerahkannya kepada Amir, memerintahkan supaya mengantarnya kepada Habiba sesuai rencana. Amplopnya masih sama seperti yang tadi malam. “Ambil uang itu!” ucap Habiba lagi dengan suara yang hampir tidak kedengaran karena tercekat. “Anda tidak bisa membayar saya. Jangan anggap Anda berbuat hal itu lalu memberi bayaran kepada saya. Anda keliru, saya tidak seburuk itu.”“Kamu salah paham, Biba. Itu bukan bayaran. Itu uang…”“Uang tutup mulut?” potong Habiba lemah. Padahal ia sudah mengumpulkan nyali dan kekuatan untuk dapat menghadapai Husein, tapi tetap saja di dalam san

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   11. Wanita Misterius

    "Ada orang baik datang kemari dan memberikan uang itu. Katanya, kebetulan keluarganya juga dirawat di sini. Dia pasti kaya sekali dan berhati mulia. Tidak memikirkan dunia, akhirat saja yang dipikirkan. Bahkan menyedekahkan hartanya sebanyak itu pun dia rela karena kasian pada ibu." Tomy bicara panjang lebar. Sudut bibir tertarik mengenang momen pertemuannya dengan sosok yang katanya orang baik."Tapi siapa? Ini bukan uang sedikit, Mas.""Dia juga tidak mau menyebut namanya. Begitulah kalau orang baik, kebaikannya tidak perlu diumbar. Cukup tangan kanan yang tau, dan tangan kiri dilarang ikut campur."Habiba menelan saliva dengan sulit. Mulai cemas. "Mas, satu miliar. Uang yang kita butuhkan itu satu miliar. Apakah mungkin orang itu menyerahkan hartanya begitu saja pada orang tidak dikenal?" "Tidak perlu suudzon. Mas yakin Tuhan memang sedang membukakan pintu hati manusia dermawan yang hartanya sudah berlebih itu kepada kita. Jika untuk kesembuhan ibu, kenapa harus berpikir dua kali

Latest chapter

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   335. Akhir Dari Segalanya

    Husein menyentil ujung dagu Habiba. "Aku mencintaimu.""Jangan terus- terusan ucapkan kalimat itu, aku bisa terharu. Lihatlah air hidungku meleleh jadinya." Husein mengernyit. "Air mata, sayang. Kenapa jadi air hidung?""He hee...""Aku boleh menciummu?" bisik Husein."Jangan nakal. Ini di tempat umum, bukan di kamar.""Ini masih terlalu pagi, belum ada yang bangun." Husein mengecup singkat bibir Habiba."Cie cieeee....."Husein dan Habiba serentak menoleh ke sumber suara. Ada Qasam dan Qansha yang berdiri di ambang pintu. "Papa cium mama nih yeee..." Qasam terkekeh.Habiba membelalak kaget. Bukan kaget karena Qasam meledeknya, tapi kaget karena Qasam menggendong Wafa. Sedangkan Qansha memegangi kaki Wafa yang masih mengenakan piyama tidur lengkap dengan pampers tebal yang isinya sudah sangat berat dengan air kecil."Ya ampun. Qasam, jangan gendong Wafa. Nanti bisa jatuh. Kamu belum saatnya menggendong dia, Nak." Habiba menghambur dan mengambil alih tubuh Wafa dari gendongan Qasam.

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   334. Selamat Dari Ancaman

    Habiba tak bisa tidur. Malam itu sampai jam lima pagi, ia terjaga. Pikirannya menerawang pada kejadian yang baru saja dia saksikan. Ia berharap tidak akan terjadi apa pun pada Husein, dan tentu saja pada Amir juga. Jika sampai drama penahanan terjadi lagi pada Husein, Habiba tak tahu lagi harus berbuat apa. “Habiba!” Habiba terkejut mendengar suara yang memanggilnya. Suara Tomy.Habiba yang tengah duduk di kasur itu pun menghambur keluar kamar.“Mas Tomy!” Habiba menghampiri Timy yang berdiri di tengah- tengah ruang tamu. “Ada apa pagi buta begini Mas Tomy ke sini?”“Aku mendengar Irzan meninggal, kena tembak. Husein sedang mengurus masalah ini di kantor polisi. Maksudnya, kena tembak kenapa?” Tomy bingung.“Mas Tomy dapat kabar dari siapa?” “Dari polisi yang meneleponku dan menanyakan beberapa hal terkait Irzan, aku dianggap sebagai teman dekat yang mungkin mengetahui sesuatu tentang Irzan. Katanya, Husein yang melaporkan kematiannya. Aku ke sini karena ingin tahu hal ini. Ak

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   333. Dia Mati

    "Tidak!" Habiba menjerit keras sekali. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Tangisnya pecah. Bruk. Tubuh yang tertembak itu terjatuh dan ambruk ke tanah. Tembakan tepat mengenai sasaran. Habiba ambruk menjatuhkan lutut ke tanah sambil sesenggukan."Mama!" Qasam berlari mendekat pada Habiba. Cepat Habiba membuka wajah dan memeluk Qasam erat. "Papamu, Nak!""Itu papa, Ma!" Qasam menunjuk Husein. “Jangan lihat!” Habiba memaksa wajah Qasam supaya menatap ke arahnya, jangan melihat Husein.“Ayo kita mendekat pada papa, Ma!” rengek Qasam.Pelan, kepala Habiba menoleh ke arah Husein meski ia tak sanggup bila harus menyaksikan suaminya terkapar bersimbah darah. Loh, kok Husein masih berdiri tegap? Pria itu dalam keadaan baik- baik saja. Dan saat Habiba menoleh pada Irzan, justru ia melihat tubuh Irzan tergeletak di tanah bersimbah darah. Dari punggung pria itu mengeluarkan darah segar. Senjata api di tangannya terlepas.Habiba menutup mata Qasam dengan telapak tangannya. Qas

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   332. Tembakan

    "Lepaskan dia!" seru Husein."Ya, tentu aku akan melepaskan anakmu ini. Asalkan kau bersedia mati di tanganku. Tak peduli setelah itu aku akan masuk penjara, yang jelas kau harus mati. Aku dendam padamu. Aku muak padamu. Biarkan semua orang mengataiku kejam, yang penting aku puas. Ha ha haaa..."Setan apa yang merasukinya. Loh itu kan lirik lagu. Kok Husein malah nyanyi? Entah kenapa lagu itu main templok saja di otaknya. Irzan yang dulu terlihat kalem, kini berubah seperti kerasukan setan hanya karena keinginannya untuk bisa hidup bersama dengan orang yang dia cintai tidak terwujud. Otaknya seperti sudah geser satu ons. Jika disebut sebagai orang baik, jelas Irzan dulu adalah orang baik. Dia selalu melakukan hal- hal baik pada semua orang. Tapi saat dia merasa patah hati, dia berubah menjadi sosok yang berbeda. yang isi di hatinya hanyalah merasa tersakiti. Harapannya dipatahkan berkali- kali."Kau sudah gila. Apa kau pikir Habiba akan bersedia menikah dan hidup bersamamu setel

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   331. Terancam Oleh Irzan

    "Setiap melakukan kesalahan, kau selalu bersembunyi. Begini cara seorang pengecut, hm?" Husein melangkah maju.Irzan melangkah mundur. "Setelah kau berusaha melecehkan istriku, maka aku tidak akan mengampunimu. Kau sudah menginjak- injak marwahku." Husein mencengkeram lengan Irzan, namun dengan gesit Irzan menangkisnya. Segera Irzan melayangkan tinju, namun dengan cepat Husein mengelak, matanya dengan mudah menangkap gerakan lawan hingga tendangan Irzan hanya mengenai udara.Irzan kembali melayangkan serangan tinju namun kalah cepat dengan gerakan tangan Husein yang dengan cepat menangkap lengan Irzan dan memelintirnya ke belakang. "Aku tidak bisa melupakan Habiba," ucap Irzan dengan suara terbata menahan sakit di tangan yang dipelintir."Itu karena obsesimu yang terlalu tinggi. Kau telah merusak moralmu sendiri dengan hal ini. Jika kau menjalani kehidupan lain, tanpa harus terus- terusan mengenang Habiba, tentu kau tidak akan terus kepikiran dia.""Sudah sejak lama aku mengharapkan

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   330. Bertemu Irzan si Pengkhianat

    "Paman itu siapa, Pa?" tanya Qansha menatap Panjul dengan tatapan heran."Namanya Paman Panjul," jawab Husein."Jelek sekali namanya," ceplos Qansha sekenanya, membuat semua orang tertawa."Jelek- jelek tapi orangnya tampan," sahut Panjul berusaha menyikapi dengan manis."Iya tampan. Cocok sama tante Inez." Qasam menyahuti.Muka Inez mendadak memerah. Malu."Mm.. rasanya aku tidak nyaman di sini. Bagaimana kalau aku ajak adikmu ke meja lain?" tanya Panjul meminta ijin pada Husein."Oh, bukankah gerak- gerik kalian justru akan terpantau olehku saat kalian bersamaku? kalau kau membawa adikku pergi, apa kau menjamin bahwa kau bisa menjaganya?”“Aku jamin, aku yang membawanya, tentu aku bertanggung jawab atas dia,” jawab Panjul meyakinkan.Padahal Husein hanya berseloroh saja, namun Panjul menanggapi dengan serius. Husein tertawa kemudian mengangguk. “Baiklah, bawalah adikku bersamamu. Tapi kau akan berhadapan denganku jika kau macam- macam padanya," tegas Husein. "Ya, aku tahu siapa

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   329. Jodoh Untuk Adik

    Setelah itu, ustaz Adi Hifayah mendapatkan kesempatan untuk memberikan tausiah.“Sebuah kehormatan besar saya bisa berada di sini. Dan di sini saya selaku penceramah, pembimbing, dan orang tua bagi Shaka El Qasam, ingin menyampaikan sedikit hal tentang besarnya peranan anak laki- laki bagi keluarga. Dia akan bertanggung jawab merawat orang tua ketika orang tuanya sudah berumur. Menanggung nafkah orang tuanya ketika orang tua sudah berusia lanjut. Dia juga menjadi pelindung bagi istri, adik perempuan dan kakaknya.”“Laki- laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Tuhan melebihkan kondisi fisik lelaki dari wanita. Dan di sini, ada banyak anak laki- laki yang akan menjadi generasi penerus bangsa, menjadi pemimpin negeri ini, demikian juga Qasa yang akan menjadi calon penerus negeri ini. jadilah sosok yang bertaqwa, beriman dan tangguh.”Ustaz Adi menelan saliva. “Baiklah, mari kita berdoa, tundukkan kepala. Semoga Nak Qasam menjadi anak yang berbakti dan bermanfaat

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   328. Jangan Buli Lagi

    Tak disangka, Qasam yang dulu terlihat penakut, pendiam dan tak banyak tingkah, kini terlihat gagah berani melangkah maju tanpa rasa gentar. Di hadapan banyak orang, di hadapan para gurunya, serta di hadapan teman- temannya yang sering membuly nya sebagai anak aneh, ia tampak penuh percaya diri."Qasam, kau tahu kenapa mama dan papamu bangga terhadapmu?" tanya Irfan Sadim sambil memegang pundak Qasam yang sudah berdiri di sisinya."Karena aku anak yang pintar," jawab Qasam lantang, menggunakan mikrofon yang diberikan oleh Irfan Sadim."Benar. Dan satu lagi, kau pemberani."Qasam tersenyum bangga."Dulu, ketika Om Irfan masih seusiamu, Om punya cita- cita sebagai pemain sepak bola. Om berasal dari keluarga sederhana yang untuk makan pun sulit, bagaimana Om bisa menjadi pesepak bola?""Om bermimpi, terus bermimpi. Om mengumpulkan uang jajan yang sedikit demi sedikit. Tak Lain uang logam. Rela tidak jajan demi mengumpulkan uang untuk membeli sepatu bila. Dan akhirnya, siapa sangka uang

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   327. Pertunjukkan

    "Kalau begitu Qasam sudah bisa dibawa ke acara itu?" tanya Qasam penuh percaya diri."Tentu sudah bisa. Kita semua sudah siap, bukan?" jawab Husein."Kalau Qansha bagaimana, Pa? Sudah cantik?" Qansha memutar badannya. Memperlihatkan pakaian mengembang warna kuning yang dia kenakan. Rambutnya diikat satu. Make up di wajahnya minimalis. Sendal putih hak tinggi melapisi kakinya. "Beautiful. Perfect!" Husein tersenyum menatap putrinya. "Yeey!" Qansha menjingkrak. "Yang ini bagaimana? Apakah sudah kelihatan cantik?" Habiba mengayunkan Wafa di gendongannya."Seperti mamanya," sahut Husein sekenanya. Habiba pura- pura sebal melihat tingkah suaminya. Berakhir dengan hidung yang dijepit oleh Husein.Fara berdiri di pintu menatap keluarga yang sudah siap dengan pakaian serba bagus. Ia gigit jari. Kepingin ikutan."Mbak Fara, jaga rumah ya!" pesan Habiba."Iya." Fara mengangguk pasrah. Membayangkan pesta besar, isi kepalanya mendadak ambyar. "Ya sudah, kita berangkat sekarang! Let's go!" Hu

DMCA.com Protection Status