Share

3. Pasangan Gila

Penulis: Alya Feliz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-29 20:51:38

Selama beberapa detik, Ajeng hanya diam di tempatnya. Mencerna perkataan Evan yang terdengar seperti dialog dalam sebuah drama.

"Apa kamu tuli?"

Bentakan Evan menyadarkan Ajeng. Dia sedikit mundur ketika melihat tatapan Evan yang dipenuhi dengan kebencian dan amarah.

"Cepat tandatangani perjanjian pranikah ini dan kita menikah. Aku nggak mau menunda-nunda pengobatan istriku lagi."

"Kamu gila, Van? Kalian memang pasangan gila. Kenapa kamu malah setuju dengan permintaan Ella?" cecar Ajeng.

"Kamu pikir aku mau menikahi kamu? Kalau bukan karena Ella yang mengancam akan membiarkan bayi kami celaka karena penyakitnya nggak diobati, aku nggak akan sudi menikahi kamu."

Ajeng tahu Evan sangat mencintai Ella. Bahkan pria itu begitu setia dan tidak mencari wanita lain hanya karena berbulan-bulan tidak dilayani di atas ranjang seperti kata Ella. Tapi tetap saja, perkataan itu menyakiti hatinya.

Seolah-olah Ajeng sengaja menawarkan diri dan memaksa Ella agar Evan mau menikah dengannya. Kalau saja dia bisa membayar hutang itu, dia akan membayarnya. Masalahnya, usaha orangtuanya lama-lama sepi karena sering tutup dan uangnya habis untuk biaya pengobatan jantung ayahnya.

"Cepat tandatangani. Jangan buang-buang waktu! Pekerjaanku sangat banyak, nggak seperti kamu," perintah Evan ketus.

Menggertakkan gigi, Ajeng menghampiri Evan dan menyambar selembar kertas A4 yang sudah berisi tulisan-tulisan hasil ketikan komputer.

Keningnya mengernyit ketika membaca perjanjian pranikah itu. Dia akan dinafkahi 50 juta per bulan, dibelikan 1 unit rumah dan mobil, harus melayani Evan dan mengasuh bayi mereka setelah lahir.

"Kalian benar-benar pasangan gila. Aku bukan pelacur ya," sergah Ajeng geram. Dia tidak masalah dengan mengasuh bayi. Tapi yang lainnya membuat dia seolah-olah menjadi wanita panggilan. Atau lebih tepatnya wanita simpanan.

Evan mengedikkan bahu. "Itu permintaan Ella. Sebenarnya dia minta kamu diberi nafkah 100 juta per bulan. Tapi aku ubah."

Ajeng menatap Evan dengan kening mengernyit. Dia kembali melanjutkan membaca surat perjanjian itu. Pernikahan mereka akan berakhir setelah Ella sembuh.

"Aku akan membawa Ella berobat ke Singapura setelah kita menikah. Aku yakin dia masih bisa disembuhkan. Setelah itu kamu bisa bebas."

Ya, itu adalah solusi terbaik. Mereka hanya harus menuruti Ella, setelah itu fokus pada kesembuhan wanita itu. Tidak perlu drama.

"Aku akan mengembalikan uang Ella dengan cara dicicil," ujarnya.

"Tidak perlu. Kamu nggak akan mampu."

Lagi, Ajeng merasa hatinya seperti tersengat. Menjadi orang kurang mampu memang sudah pasti dipandang remeh oleh orang-orang kaya seperti Evan. Ella yang dia kira adalah sahabat yang tulus berteman dengannya, ternyata malah menjebaknya.

"Kalau nggak ada yang ditanyakan lagi, silahkan ditandatangani. Setelah itu kamu cari kerabatmu yang bisa menjadi wali nikah. Ayahmu harus secepatnya berangkat ke Singapura, kan?"

"Kalau aku nggak mau menikah dengan kamu gimana?" tanya Ajeng, mencoba peruntungan.

Evan menghentikan gerakan tangannya di atas dokumen dan menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Terlihat meremehkan Ajeng.

"Bayar uang 21 milyar itu dalam waktu satu bulan. Sekaligus waktu yang terbuang sia-sia karena Ella menolak untuk melakukan kemoterapi gara-gara kamu." Evan mendengkus dan membanting pulpennya dengan kasar. "Kalian sungguh merepotkan."

Dengan sangat terpaksa, Ajeng menandatangani surat perjanjian pranikah itu di atas materai. Siapa yang mampu membayar hutang sebanyak itu dalam waktu satu bulan? Orang kaya memang selalu seenaknya.

"Sekarang, cepat keluar dari sini. Aku nggak mau diganggu."

Evan benar-benar menyebalkan. Dulu, pria itu tidak seperti ini meskipun tetap dingin. Sekarang, Evan memperlakukan Ajeng seperti kotoran.

Dengan kesal, dia membanting surat perjanjian itu dan keluar dari ruangan sambil membanting pintu. Laki-laki di mana pun memang sama saja. Entah miskin entah kaya, mereka suka berbuat seenaknya.

Sekarang, dia harus menghubungi sang ibu untuk mencari wali nikah. Tidak mungkin meminta ayahnya jauh-jauh datang ke kota ini hanya untuk menjadi wali nikah. Sementara ayahnya harus secepatnya berangkat ke Singapura untuk melakukan serangkaian pemeriksaan.

"Nasibku benar-benar sial!"

***

[Maafkan ayah ya, Jeng. Gara-gara ayah, kamu harus berada di situasi yang sulit.]

"Ayah ngomong apa sih? Yang penting ayah bisa mendapatkan jantung yang baru. Kapan mulai operasi?"

Sebisa mungkin Ajeng menahan air matanya agar tidak tumpah. Matanya mengerjap berkali-kali. Meskipun sang ayah sudah tahu dia menahan tangis, tapi mereka sama-sama saling berpura-pura tidak tahu.

[Nanti malam baru berangkat ke Singapura. Doakan operasi ayah berjalan dengan lancar biar bisa mencari uang lagi. Siapa tahu kita bisa menyicil hutang kita pada Ella.]

Kali ini, air mata Ajeng sudah tidak bisa lagi dibendung. Dia tersenyum sambil mengusap wajahnya, sedangkan sang ayah sudah menangis. Mereka akhirnya sama-sama menangis. Ajeng bahkan bisa mendengar ibunya ikut menangis.

Wajah yang dulu begitu tampan khas orang dari negara penjajah itu kini terlihat rapuh dan tua.

[Maafkan ayah, Nak. Seandainya ayah nggak dikasih penyakit seperti ini, kamu nggak harus ada di posisi sekarang.]

Ajeng mencoba untuk tersenyum. Suaranya serak. "Nggak apa-apa, Yah. Memang sudah jalan takdir Ajeng seperti ini. Mungkin setelah Ella sembuh nanti, Ajeng mau pulang kampung saja. Uang nafkah dari Evan bisa untuk menambah modal."

Lagi, ayahnya menangis. Ajeng hanya bisa menjauhkan wajahnya dari kamera ponsel agar tidak perlu memperlihatkan tangisannya yang semakin keras.

Seandainya mantan ibu mertuanya tahu, wanita itu pasti tertawa terbahak-bahak karena menertawakan nasibnya. Sudah dicerai karena mandul, sekarang harus menjadi istri simpanan suami sahabatnya sendiri.

Tapi melihat bagaimana sikap Evan tadi, Ajeng mendadak mendapatkan secercah harapan. Evan sangat mencintai Ella. Tidak mungkin pria itu akan mengkhianati sang istri dengan menyentuh Ajeng.

Ya, dia sangat yakin akan hal itu. Mereka hanya perlu menikah di depan Ella, setelah itu sahabatnya tidak perlu tahu dengan kehidupan rumah tangga Ajeng dan Evan.

Ah, kenapa juga Ajeng harus berpikir terlalu keras? Padahal tidak akan ada yang tahu tentang pernikahan keduanya nanti. Yang tahu hanya Ella, Tante Dahlia, dan Om Albert. Serta paman Ajeng satu-satunya.

[Biar mamamu yang menelpon Om Dennis. Dia kebetulan ada di kota dekat tempatmu tinggal.]

Ajeng mengangguk. "Cepat sembuh ya, Yah. Ajeng sayang sama ayah."

Setelah sambungan video call terputus, Ajeng menghela nafas panjang. Entah kenapa ia merasa gugup. Padahal seharusnya biasa saja, toh hanya menikah secara siri. Bahkan kebaya yang akan dipakainya pun dibeli secara dadakan di butik.

Ponselnya kembali berbunyi. Panggilan dari Ella. Ajeng menghela nafas panjang. Dengan malas dia menerima panggilan itu.

[Akhirnya kamu mau menikah dengan Evan. Sekarang aku menang.]

"Hah? Maksud kamu apa El?"

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    4. Akad Nikah

    "Hari ini kamu cantik banget, Jeng. Meskipun sederhana, kamu masih kelihatan seperti memakai kebaya mewah," ucap Ella dengan wajah semringah.Memang kebaya yang dia pakai harganya ratusan juta. Entahlah, Ajeng merasa Ella sengaja menyindirnya. Orang dengan ekonomi pas-pasan seperti dirinya pastilah tidak akan mampu membeli kebaya mahal hanya untuk akad nikah yang berlangsung selama beberapa menit saja."Kamu kok nggak kelihatan senang, Jeng?" tanya Ella heran.Seharusnya Ajeng yang bertanya pada Ella. Kenapa wanita itu justru terlihat bahagia padahal suaminya akan menikah dengan sahabatnya sendiri? Dunia macam apa yang ditinggali oleh Ajeng sekarang? Jangan-jangan ini semua hanyalah mimpi. Mungkin dia sudah mulai gila karena berhalusinasi."Kamu sama Evan kelihatan cocok banget. Nggak salah aku memilih kamu sebagai istrinya," lanjut Ella sambil memegang kedua tangannya dengan senyum bahagia.Ajeng semakin tidak bisa berkata-kata. Apakah Ella sudah berubah menjadi gila karena penyakitn

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    5. Khilaf

    Selama seharian, Ajeng tidak melihat Evan di mana pun. Mungkin pria itu langsung pergi ke rumah yang ditinggalinya bersama Ella. "Hah, syukurlah. Lebih bagus lagi kalau nggak usah kembali lagi ke sini. Besok, aku masuk kerja seperti biasa. Menjenguk Ella, pulang, istirahat sendirian di rumah ini. Ah, nikmatnya hidup," ucapnya menghibur diri. Setelah ini dia harus lebih sering mengunjungi Ella. Jangan sampai sahabatnya itu berpikir macam-macam. "Sudah lapar, Nyonya? Saya baru saja selesai masak." Seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan tersenyum. "Perkenalkan, saya Bi Marni. Saya ke sini di jam-jam tertentu saja Nyonya. Pagi dan sore. Nyonya mau makan sekarang? Dari tadi siang belum makan apa-apa, pasti lapar lho." Ajeng mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain dirinya dan Bi Marni. "Boleh deh, Bi. Kebetulan saya lapar banget. Panggil saya Ajeng aja, Bi. Saya masih muda kok dipanggil Nyonya." Ajeng duduk di meja makan dan mengambi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    6. Alergi

    Sepanjang perjalanan, Ajeng dan Evan saling diam. Bukan berarti sebelumnya mereka terbiasa berbincang dengan akrab. Tidak. Hanya saja, aura di dalam mobil terasa dingin karena perkataan Evan tadi.Ajeng berusaha untuk tidak menangis. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang berkaca-kaca. Lagi-lagi dia merasa seperti wanita murahan. Menurut saja ketika Evan menyentuhnya, sedangkan pria itu justru mengaku hanya sedang khilaf."Aku minta maaf," ucap Evan memecah keheningan.Ajeng tidak menjawab. Dia buru-buru membuka pintu mobil agar bisa segera menemui Ella dan menanyakan apa maksud wanita itu memintanya untuk datang ke rumah."Ajeng, tunggu." Evan mencekal lengannya, tapi Ajeng tidak menoleh. "Aku...maaf, aku pria normal. Sudah lama Ella tidak...""Tidak usah dibahas lagi. Aku sadar diri kok, menikah dengan kamu karena apa," potongnya.Tanpa menunggu balasan dari Evan, Ajeng pergi meninggalkan pria itu dan bergegas memasuki rumah Evan yang jauh lebih besar dari rumah yang dia tempati.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    7. Mantan yang Tak Diinginkan

    Dari sekian banyaknya manusia yang hidup di kota ini, kenapa Ajeng harus bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini? Ia menatap laki-laki yang dengan santainya duduk di sebelahnya itu dengan wajah tak suka. Mood-nya semakin memburuk. Setelah berburuk sangka pada Ella yang sengaja memasukkan udang ke dalam nasi goreng itu, kini ia harus bertemu dengan mantan suaminya."Kamu nungguin siapa? Bukannya kamu sendirian di kota ini?"Ajeng sengaja mengabaikan pria itu. Hatinya masih terasa sakit. Bertahun-tahun mencintai Dimas secara ugal-ugalan, bahkan Ella mengatainya bodoh karena terlalu bucin, kini Ajeng sangat menyesal.Seharusnya dulu dia tidak terlalu mencintai lelaki itu, apalagi sampai percaya sepenuhnya. Pria mana lagi yang bisa dipercaya sekarang? Bahkan Evan pun dengan mudahnya menuruti permintaan Ella untuk menikah lagi. Bukan tidak mungkin suatu saat Evan akan menikah lagi jika dia dan Ella pergi."Ajeng, aku tahu kamu masih sakit hati dengan keputusanku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    8. Telepon dari Sekretaris

    "Aku kira tadi kamu tidur," kata Ajeng tak percaya. Dia mendekati Evan yang sudah terlihat membaik. Tidak lagi kesulitan bernafas seperti tadi."Kalian berantem seperti di sinetron-sinetron. Aku yang mendengarnya saja malu." Evan mendengkus, terlihat meremehkan."Bukan salahku kalau aku menampar dia. Kamu pasti mendengar sendiri tadi dia bilang apa," ucapnya dengan wajah kesal.Ajeng sudah siap jika Evan mengolok-oloknya karena dulu pernah menjadi istri Dimas. Pasti pria itu tidak akan melewatkan kesempatan ini. Tapi di luar dugaannya, Evan justru memejamkan mata.Menghela nafas panjang, Ajeng akhirnya keluar dari ruangan itu untuk menuju ke bagian farmasi dan administrasi. Dia menoleh ke sekitar dengan was-was. Malas jika harus bertemu dengan Dimas lagi.Dari kejauhan, Ajeng melihat Dimas yang berjalan sambil memeluk pinggang Ayu. Tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya masih berdenyut nyeri ketika melihat pemandangan itu.Tentu saja Ayu bisa hamil. Berbeda sekali dengannya yang tidak ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    9. Mulai Curiga

    Ajeng buru-buru mematikan sambungan itu dengan tangan bergetar. "Mati aku. Mati aku. Bagaimana kalau Siska tahu itu suaraku? Harusnya aku nggak usah mengangkat panggilan itu."Bisa gawat kalau sampai seluruh karyawan tahu bahwa ia dekat dengan Evan. Statusnya sebagai janda saja sudah mengerikan. Apalagi ditambah dengan rumor bahwa ia tengah bersama Evan di rumah sakit. Bisa-bisa ia dicap sebagai pelakor."Bodoh kamu, Jeng! Seharusnya kamu nggak usah mengangkat panggilan itu," gerutunya.Lagi pula sejak kapan karyawan rendahan seperti dirinya tiba-tiba ada di tempat yang sama dengan sang CEO perusahaan multinasional? Dipikir secara logika saja sudah tidak masuk akal."Ya, seharusnya kamu nggak usah mengangkat panggilan itu."Tubuh Ajeng langsung membeku. Ia bahkan tidak sadar masih menggenggam ponsel Evan dengan erat."Kamu sudah biasa merogoh saku celana laki-laki tanpa ijin ya? Gimana? Nggak salah sentuh, kan?"Mendadak Ajeng merasa jengkel. Dengan kesal ia berbalik dan malah melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    10. Ella yang Mulai Aneh

    Wajah Ella langsung berubah dingin. Meskipun perutnya kembali mual dan tulang belakangnya terasa sangat nyeri, ia berusaha untuk tidak menampakannya di hadapan sang ibu."Mama kebanyakan nonton sinetron, jadinya mikir yang aneh-aneh. Ajeng tuh sahabat Ella. Dia udah biasa datang ke rumah ini. Mas Evan juga kenal dekat dengan Ajeng. Jadi nggak masalah dong, kalau Ajeng bantuin Mas Evan.""Tapi Ajeng itu janda, El. Meskipun mama sayang sama dia, tapi kamu nggak boleh membiarkan mereka terus berduaan. Banyak artis yang cerai karena ternyata suaminya selingkuh dengan sahabatnya sendiri," protes Puspa.Ella menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apapun yang terjadi nanti, jangan salahkan Ajeng. Dia nggak tahu apa-apa." Ella menutup mulutnya karena rasa mual itu kian menjadi-jadi."Lho? Kamu mau muntah? Bi! Bibi! Ambilkan wadah buat Ella! Dia mau muntah!" teriak Puspa panik.Kursi roda Ella didorong menuju ke ruang makan dan seorang pembantu tergopoh-gopoh menghampiri mereka sambil membawakan wa

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-08
  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    11. Interogasi Siska

    Mulut Ajeng menganga mendengar pertanyaan frontal dari Ella. Kenapa to the point sekali?"Kamu nggak merasa aneh bertanya soal itu? Aku ini madu kamu loh, El. Kok kamu aneh sih?" Ella justru tertawa. "Aku yakin kamu akan bersyukur suatu saat nanti karena telah menikah dengan Mas Evan. Dia itu pria yang baik banget. Kamu nggak akan sakit hati karena dia adalah pria yang setia."Ajeng semakin heran dengan perkataan Ella. Seolah-olah wanita itu bukanlah istri Evan dan sedang mempromosikan pria itu agar Ajeng mau menikah dengan Evan. Pria setia apanya? Dengan mudahnya menikahi Ajeng hanya dengan sedikit paksaan."Sekarang, kamu istirahat aja dulu. Nanti kalau Mas Evan udah pulang, biar langsung datang ke sini.""Kamu pulang aja, Jeng. Nanti mamaku ke sini kok. Tolong kamu panggilkan Rudi ya. Aku ada urusan yang harus aku bahas sama dia," pinta Ella.Meskipun Ajeng keberatan karena dia masih ingin menghabiskan waktu dengan Ella, tapi wanita itu malah keras kepala. Dengan terpaksa, ia akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-08

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 6

    H-1 sebelum pesta dilaksanakan di sebuah kapal pesiar mewah, Siska mengetuk pintu kamar Ajeng untuk menanyakan tentang kepastian acara besok. Dia lupa pesta diadakan jam berapa, karena betapa banyaknya pekerjaan di kantor yang harus dia selesaikan sebelum akhirnya naik ke kapal pesiar demi menghadiri pesta pernikahan sang sahabat."Jeng, kamu lagi sibuk nggak?" teriaknya setelah mengetuk pintu beberapa kali.Dia tadi melihat Evan bersama Dana sedang bercengkerama dengan bos besar dan nyonya besar Braun, jadi dia pikir Ajeng mungkin sedang berada di kamar untuk mempersiapkan segala sesuatu."Jeng?"Tidak ada jawaban. Dia mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci."Aku buka ya. Maaf kalau aku mengganggu," ucapnya sambil tersenyum. Tidak sabar untuk bergosip ria dengan Ajeng. "Besok pestanya jam bera...pa..."Siska langsung menganga dengan mata membelalak ketika melihat tubuh yang hanya dibalut dengan handuk di bagian bawah pinggul. Dia terengah kaget dan hal itu membuat sang pemilik

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 5

    Siska menatap mantan calon mertuanya tak percaya sekaligus geram. Padahal selama dia menjalin hubungan dengan Bayu, wanita itu begitu baik padanya. "Apa selama ini Tante hanya berpura-pura baik di depan saya? Kalau memang Bayu sudah bertunangan sejak kuliah, kenapa Tante menerima saya sebagai calon menantu?" tuntutnya.Ibu Bayu langsung gelagapan ketika Meliana mengerutkan kening, lalu menatap wanita itu curiga."Eh, ng-nggak kok Mel. Nggak usah percaya sama dia. Mama nggak kenal siapa dia. Bayu selalu setia sama kamu kok," kata ibu Bayu cepat-cepat.Hati Siska sakit sekali mendengarnya. Seandainya saja pernikahan itu sudah terlanjur terjadi, apakah dia akan ditindas oleh wanita itu? Dia jadi teringat dengan nasib Ajeng ketika menikah dengan Dimas. "Ck, ternyata memang bener ya. Orang jahat itu manipulatif dan pinter berpura-pura. Untung saya nggak jadi menikah sama Bayu. Nggak kebayang saya menjadi perempuan yang dibodohi oleh suami dan keluarganya."Siska beralih menatap Meliana.

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 4

    Siska terus menangis entah sudah berapa lama. Dadanya sesak sekali dan rasanya dia ingin menghilang dari dunia ini. Cintanya pada Bayu begitu besar. Dia sudah menyerahkan seluruh hatinya pada pria itu karena berpikir bahwa Bayu adalah belahan jiwanya."Kenapa pria yang terlihat baik dan setia seperti Bayu ternyata bajingan?" tanyanya setelah tangisnya reda, namun masih sesenggukan."Biasanya kan memang begitu," jawab Raka dengan santai.Siska langsung melotot pada pria yang telah bertahun-tahun menjadi rekan kerjanya menjadi orang kepercayaan Evan. Raka langsung mengangkat kedua tangannya."Biasanya memang begitu. Pria yang terlihat kalem dan nggak neko-neko tuh justru menyimpan banyak rahasia. Coba lihat Mr. Evan. Dia itu dingin, kelihatan nggak peduli sama perempuan. Eh tahu-tahu istrinya dua kan? Tapi kasusnya kan beda. Diam-diam dia bucin akut sama Ajeng."Siska menyeka air mata di wajahnya, tak peduli dengan make-up yang ikut luntur."Rasanya sakit banget, Ka. Kenapa aku nggak ja

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 3

    "Semua dokumen sudah lengkap?""Sudah, Mr.," jawab Siska dengan antusias. Jantungnya berdegup kencang karena sebentar lagi akan bertemu dengan tunangannya. Kesibukannya sebagai sekretaris CEO di perusahaan multinasional membuatnya begitu sibuk dan sering pulang malam, sehingga waktu untuk bertemu dengan tunangannya sangat sedikit."Semangat banget yang mau ketemu tunangan," goda Raka ketika mereka sampai di lobi perusahaan.Siska hanya tersenyum, namun debar dalam dadanya semakin kencang. Padahal mereka sebentar lagi menikah, tapi Siska merasa seperti baru saja jadian dengan sang tunangan.Mereka masuk ke dalam mobil dinas khusus CEO yang disediakan oleh perusahaan. Mobil mewah keluaran terbaru yang anti peluru, karena keselamatan Evan Braun sangatlah penting."Gimana liburannya di Malang, Pak?" tanya Raka membuka percakapan sambil fokus melihat jalanan di depannya."Menyenangkan. Istri saya pintar memilih tempat liburan yang bagus," jawab Evan sambil tersenyum.Siska yang duduk di s

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 2

    Dari sekian banyak orang yang mengenalnya, kenapa justru wanita itu yang datang menjenguknya? Bahkan orangtuanya sudah tidak peduli lagi, apalagi kekasihnya."Maaf ya baru bisa menjenguk kamu. Nih, aku bawain makanan kesukaan kamu," kata Ajeng sambil tersenyum."Kenapa?"Wanita itu mendongak. Gerakan tangannya meletakkan dua kotak makanan dan satu gelas minuman terhenti."Aku pengen bawain kamu makanan yang enak. Nggak aku kasih racun kok, udah diperiksa juga sama petugas," jawab Ajeng."Kenapa kamu mau repot-repot datang?" jelasnya.Ajeng menghela nafas panjang. Wanita itu terlihat lebih bercahaya dan tetap awet muda, persis seperti ketika dia pertama kali dikenalkan pada wanita itu oleh Ella dulu.Hanya Ajeng yang tidak pernah mengusiknya, meskipun tahu bahwa dia membawa pengaruh buruk pada sahabat wanita itu. Jadi ketika Ella ikut terjerumus ke dalam sekte sesat demi bisa menghancurkan Ajeng, Johan tidak mendukung Ella sama sekali.Baginya, Ajeng itu seperti kertas putih yang sayan

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 1

    "Kamu juga harus mati, Johan. Enak saja kamu masih hidup dengan tenang, sedangkan aku harus menjadi bulan-bulanan mereka."Johan membelalak ketika melihat Nadia mendekatinya dengan pakaian yang sama seperti terakhir kali dia melihat wanita itu. Rambut panjang Nadia acak-acakan. Perut wanita itu berlubang dan mengeluarkan banyak darah. Lalu di tangan kanan wanita itu....Janin merah yang tiba-tiba saja melihat ke arahnya dengan mata melotot. Bibir janin itu tertarik membentuk senyuman dengan gigi-gigi runcing yang terlihat tajam."Ayah."Johan menjerit ketakutan. Dia langsung berlari dengan sekuat tenaga. Nadia sudah mati, dia yakin itu. Dia sendiri yang mengatakan pada Ansel di mana keberadaan Nadia sebelum kabur ke Australia. Belum jauh dia berlari, kakinya tersandung. Membuatnya jatuh dengan keras. Dua orang berjubah hitam dan bertudung menarik tangannya dan memaksanya untuk berdiri. "Nggak! Nggak lepasin aku! Aku udah bukan bagian dari kalian lagi!""Siapapun yang menjadi pengkhi

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    166 - The End

    Pesta pernikahan Ajeng dan Evan diadakan di kapal pesiar yang mewah. Seluruh karyawan Deca di kantor pusat dan karyawan Ajeng di Otten Supermarket turut hadir dalam pesta.Banyak yang takjub dengan pesta mereka, apalagi Evan benar-benar maksimal dalam menjamu tamu. Mereka semua menikmati makanan mewah dan mahal yang biasanya hanya bisa dinikmati oleh kalangan atas."Ternyata Mr. Evan lebih bahagia bersama Ajeng ya," ucap salah satu karyawan Deca yang dulu satu divisi dengan Ajeng."Iya bener. Waktu sama Bu Ella dulu, dia nggak pernah tersenyum. Kaku banget kayak kanebo kering. Pestanya juga biasa aja nggak semewah ini," sahut yang lain."Pantesan Bu Marta langsung dipecat dan dijebloskan ke penjara begitu mencelakai Ajeng. Secinta itu orangnya sama Ajeng. Lihat aja deh, senyumnya nggak pernah luntur tuh. Benar-benar bucin akut.""Aku sih mendukung Ajeng. Dia emang baik orangnya. Bahkan meskipun sekarang udah menjadi istri konglomerat, dia nggak pernah lupa sama kita-kita.""Eh iya ben

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    165

    "Sudah tahu punya anak bayi, kenapa malah nggak pulang-pulang? Lihat nih, Dana sampai nangis ngejer kayak gini. Mbok ya diajak kalau jalan-jalan. Benar-benar nggak kasihan sama anak," omel Sekar begitu Ajeng dan Evan baru pulang setelah Maghrib.Ajeng langsung meraih Dana yang menangis sesenggukan sampai suaranya serak dan buru-buru menepuk-nepuk punggung bayi itu."Cup...cup...maaf ya mama baru pulang. Dana nyariin mama ya?" ucapnya dengan wajah bersalah.Dia langsung duduk di depan televisi dan menyusui bayi itu yang langsung diam. Perasaan bersalah kembali menyerangnya. Seharusnya mereka mengajak Dana. Siapa yang tahu bahwa anak itu mencari-carinya, padahal tadi Dana kelihatan senang ketika diajak oleh neneknya."Kalian ini kalau masih punya anak bayi, jangan sering ditinggal. Dia masih butuh perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Bayi itu peka. Jangan sampai dia merasa diabaikan," omel Sekar lagi.Kalau biasanya Ajeng menjawab, maka kali ini dia hanya diam saja. Dia jarang m

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    164

    "Sudah?" Evan langsung berdiri begitu melihat Ajeng keluar dari ruang kunjungan. "Kenapa kamu kelihatan sedih?"Ajeng hanya tersenyum tipis. Mendadak dia merasa energinya tersedot habis setelah melihat kondisi Ansel. Bagaimanapun juga, pria itu adalah adik sepupunya. Dulu, sebelum dia mengenal Ella, dia dan Ansel sudah seperti adik kakak. Mereka begitu akrab dan hangat, sampai-sampai Ajeng tidak sadar bahwa timbul rasa lain di hati Ansel.Secara agama, memang Ansel itu bukanlah mahramnya. Jadi ketika pria itu menaruh hati padanya, tidak ada yang salah, karena memang mereka halal untuk menikah. Tapi tetap saja, Ajeng merasa itu saru (tidak pantas)."Kita ke Selecta ya, Mas. Aku pengen ngadem. Pikiranku suntuk banget," pinta Ajeng sambil menggandeng lengan suaminya.Dana dititipkan ke kakek dan neneknya, dan tentu saja Sekar sangat senang sekali. Apalagi Dana tipe bayi yang tidak gampang rewel. Kecuali jika anak itu tidak suka pada seseorang yang juga tidak menyukainya. "Siap. Mas jug

DMCA.com Protection Status