Karir Aruna melesat cepat di dunia hiburan karena bakat dan dukungan keluarganya yang berpengaruh di negeri ini. Namun, hal tersebut tidak hanya mengundang fans. Ada juga orang-orang yang menginginkan kematiannya. Oleh sebab itu, sang ayah mendatangkan seorang bodyguard dari agensi Russia bernama Alexei Yevgeny Aliev yang arogan, kaku, dan dingin. Lantas, bagaimana kisah keduanya? Terlebih, Alexei juga memiliki rahasia besar terkait latar belakang keluarganya yang tidak sembarangan di Russia....
View More"Mbak Runa, bagaimana tanggapan Anda tentang film baru Anda?"
"Mbak Runa, dua menit saja, Mbak. Hanya dua menit, tolong jelaskan tentang...""Mbak, tunggu, Mbak!"Suara puluhan awak media saling bersahutan. Rupanya, mereka sudah menunggu di depan lobby hotel berbintang tempat Aruna menghadiri acara gala dinner."Lewat sini, saja!" seru seorang laki-laki sambil menuntun lengan kurus Aruna.Gadis bertubuh tinggi semampai itu mengangguk. Dia segera melepas high heelsnya supaya lebih cepat berjalan menuju ke halaman parkir samping. Aruna tidak menghiraukan rasa perih di telapak kakinya yang menginjak kerikil.Pemandangan seperti itu selalu ditemui Aruna ketika dirinya keluar rumah. Apalagi, semenjak beberapa bulan terakhir, Aruna menjalin pertemanan dengan seorang atlet sepakbola. Tidak hanya tentang proyek film yang diincar para pemburu berita. Namun, juga tentang kisah asmara gadis itu.Aruna menghempaskan tubuhnya ke jok mobil. Dia memejamkan mata yang terasa penat. Sang sopir pribadi melirik sekilas dari center mirror, lalu menarik napas pelan."Setelah ini, Mbak mau mampir ke mana?" tanya Pak Sopir.Aruna membuka mata sebentar dan melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. "Langsung pulang, Pak. Sudah malam. Nanti diceramahi Papa," jawabnya sambil terkekeh pelan.Meskipun sudah menjadi artis yang karirnya tengah meroket, Aruna tidak melupakan sosok ayahnya itu. Laki-laki tua itu cenderung cerewet dan posesif memperlakukan Aruna. Bahkan tidak jarang dia selalu menganggap Aruna gadis kecil yang perlu dipantau 24 jam.Aruna memaklumi perlakuan sang ayah. Apalagi dia adalah anak perempuan satu-satunya. Kedua orang tua Aruna bercerai ketika Aruna masih berusia belum genap setahun. Sang kakak dibawa pergi oleh ibunya yang menikah lagi dengan pria warga negara asing.Ciiit!Aruna tersentak kaget. "Ah! Ada apa, Pak?" tanyanya.Sang sopir berdecak kesal. "Itu, Mbak. Biasa, anak-anak random lagi keluyuran!" jawabnya sambil menunjuk segerombolan anak baru gede yang mengendarai motor secara zig zag."Oh, ya sudah. Hati-hati saja, Pak," ucap Aruna sabar.Gadis itu ikut menoleh ke arah luar kaca jendela mobil. Dia menggeleng samar kemudian menoleh pada Isma, asisten pribadinya."Neng, sudah malam. Nggak usah pulang. Tidur saja di rumah, besok baru pulang.""Iya, Mbak. Nanti aku telepon Mama," jawab Isma kemudian memejamkan mata lelah.Setiap hari, Aruna dan Isma disibukkan dengan jadwal shooting, pemotretan, dan undangan ke stasiun televisi. Aruna melirik handphonenya yang bergetar.Aruna memutar bola mata malas mendapati beberapa pesan masuk dari ayahnya. Yang semua intinya sama. Yakni, menanyakan kapan dirinya pulang.["Sebentar lagi, sampai rumah, Pa."] Aruna membalas singkat.Pak Sopir melirik spion kiri. Laki-laki 40-an tahun itu menggeleng samar dan mempercepat laju kendaraannya. Aruna dan dan Isma yang berada di jok belakang masih tidak menyadari jika dua sepeda motor mengikuti mereka.Pak Sopir kembali menggeleng samar. "Apa maunya mereka, perasaan sering banget mengikuti mobil kami," batin laki-laki itu. Dia melirik center mirror.Di sisi kiri, Aruna sibuk dengan handphone. Sedangkan di jok kanan, Isma sudah terlelap dalam mimpi. Pak Sopir kembali melirik spion. Dua sepeda motor tadi masih membuntuti mereka."Mbak Isma!" panggil Pak Sopir.Isma langsung mengerjap kaget dan mencondongkan badan ke depan. "Ada apa, Pak?" tanyanya bingung."Kamu telepon kantor polisi, Mbak. Sepertinya ada yang membuntuti kita," titah laki-laki itu.Isma dan Aruna langsung menoleh. Benar saja, di sisi kiri mobil, pengendara motor itu tampak mengacungkan sesuatu ke arah mobil."Menunduk, Mbak Runa. Mbak Isma, cepat hubungi polisi!" seru Pak Sopir lagi.Tangan Isma bergetar memegang handphone. Di sisi kiri, Aruna meringkuk di jok. Gadis itu melirik ketakutan ketika mendengar kaca mobil digedor dengan kuat."Berhenti! Serahkan benda berharga kalian!" teriak salah seorang pengendara motor.Aruna semakin ketakutan. Sedangkan Pak Sopir tetap fokus pada kemudi. Wajah Isma tampak pucat."Pak, lemparkan tas ini keluar supaya mereka nggak ngejar kita lagi!" cetus Isma gemetaran.Isma mengulurkan tasnya ke depan setelah mengosongkan isinya. Pak Sopir berdecak dengan kepolosan gadis itu. Bukan itu yang diinginkan dua pemotor tersebut. Mereka menginginkan Aruna celaka.Entah apa yang mendasari mereka hendak mencelakai Aruna. Hal ini tidak hanya sekali. Aruna pernah mengalami insiden yang membuat lengannya cidera di lokasi pemotretan. Aruna juga sering diteror oleh paketan yang mengatasnamakan fans.Isma sedikit mengangkat wajahnya. Gadis itu memejamkan mata sejenak sembari menarik napas lega ketika mendengar suara sirine mobil polisi dari kejauhan."Sialan! Lolos lagi tuh perempuan. Kita harus segera kabur sebelum polisi menangkap kita!" seru salah satu dari mereka.Kedua motor itu hendak berbelok. Namun, salah satu dari mereka mengacungkan pistol ke arah mobil yang ditumpangi Aruna."Jangan bodoh! Kamu mau, polisi menemukan kita lewat peluru itu? Kabur! Masih banyak waktu untuk menghabisi Aruna!" teriak laki-laki berbadan tegap.Mobil polisi semakin mendekat. Pak Sopir menghentikan mobil di bahu jalan. Salah satu polisi turun dari mobil dan menatap ke dalam mobil milik Aruna."Terima kasih, Pak!" ucap Isma lega.Di sebelah kiri, Aruna masih meringkuk ketakutan meskipun kedua pemotor tadi telah kabur entah ke mana. Gadis itu mendongak pelan lalu membekap wajahnya dengan telapak tangan."Apa alasan mereka ingin mencelakai aku?" tanyanya retoris.Isma mengusap pelan lengan Aruna. "Mungkin itu hanya ulah fans yang nggak suka sama Mbak Runa. Jangan khawatir, Mbak. Kita semua pasang badan untuk Mbak," hiburnya.Aruna tidak menanggapi. Dia benar-benar frustasi. Kepopuleran yang dia gapai tidak diiringi dengan keselamatan dirinya. Jutaan fans mengidolakan Aruna, namun segelintir orang menginginkan dirinya celaka.Sesampai di rumah, Aruna langsung diinterogasi oleh ayahnya karena terlambat pulang. Mau tidak mau, Isma menjelaskan apa yang terjadi. Laki-laki tua itu mengusap kasar dahinya yang keriput."Papa harus cari bodyguard untuk kamu!" ucap sang ayah tegas.Aruna langsung mendongak dengan tatapan protes. Bodyguard? Dia tidak menyukai itu. Dia tidak ingin privasinya diganggu oleh kehadiran orang asing."Nggak usah, Pa. Ini cuma ulah fans. Nanti juga bosan sendiri!" tolak Aruna cemberut.Sang ayah berdecak kesal. "Ini bukan ulah fans, Runa! Tapi ulah orang yang ingin melihat kematianmu!" ucapnya lantang.Aruna tersentak. Begitu juga dengan Isma. Ternyata mereka tidak hanya ingin melihat Aruna celaka, tetapi ingin melihat Aruna mati?* * *Dor! Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu. "Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar. "Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya. Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya. "Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!"
Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana. "Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati. Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu. "Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin j
"Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara."Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!"Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia."Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's me g
Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama?Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna."Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau.Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna."Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Ruslanov tah
"Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters
"Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!""Satu ... dua ... tiga!"Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong.Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!"Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga.Tok ... tok ... tok!Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah!Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu masih sa
Mendengar tembakan itu, Bagaskara tertegun. Laki-laki itu kembali turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke tempat di mana Alenadra merengang nyawa.Di tumpukan kardus itu, Alenadra meringkuk sambil terus memegangi perutnya. "Mne zhal', chto ya ne smog zashchitit' tebya. Pozzhe rasskazhi svoyemu Angelu, kto eto s nami sdelal." (Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Kelak katakan pada malaikat, siapa yang melakukan ini pada kita.") Bibir Alenadra bergerak pelan. Suara lirih itu mampu ditangkap telinga Bagaskara."Alenadra!" Bagaskara menatap nanar ke arah gadis di depannya. Alenadra menatapnya sayu, lalu menyunggingkan senyum. "Thanks for loving me!" ucapnya lalu memejamkan mata. "Moy brat podberet menya i spaset nas," (Kakakku akan datang menjemputku, dia akan menyelamatkan kami) lanjutnya sangat lemah.Bagaskara dan anak buahnya kompak saling pandang. "Tuan, ada mobil ke sini. Kita tinggalkan tempat ini. We go now!" seru salah satu dari mereka.Bagaskara menatap sekali lagi pad
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments