Alexei menyelonong masuk ke kamar Aruna tanpa permisi. Dia tidak memperdulikan tatapan protes dari si pemilik kamar. Alexei tampak mengecek semua jendela. Memastikan jendela telah tertutup rapat.
"Jangan lupa, setiap malam kunci jendela dan pintu kamarmu, Aruna. Kalau ada apa-apa, panggil saya!" ucapnya datar."Apa harus seperti ini, di dalam rumah juga?" tanya Aruna.Alexei menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Dia tidak menyukai orang yang terlalu banyak protes. Keselamatan Aruna bukan hanya sekadar tanggung jawab demi uang. Namun, juga tentang janjinya."Apa kamu tidak bisa bersikap waspada, Aruna?""Tapi kamu berlebihan, Alex. Ini rumahku. Aku mengenal setiap jengkal rumah ini beserta isinya. Kenapa kamu berlebihan begini?" protes Aruna dengan suara bergetar.Alexei menarik napas panjang. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap dalam manik hitam milik Aruna. Aruna mendongakkan dagu, menantang tatapan laki-laki itu."Tolong kerjasamanya, Nona Aruna. Menurut apa kata saya. Mungkin menurut Anda, apa yang saya lakukan berlebihan dan menyiksa Anda. Tapi ketahuilah, Nona. Keselamatan gadis-gadis seperti Anda adalah tanggung jawab kami. Tapi kami tidak bisa melindungi kalian, dua puluh empat jam. Jadi, tolong kerjasamanya," ucap Alexei dengan nada pelan.Aruna tertegun. Kata-kata laki-laki itu begitu sarat permohonan. Aruna bisa melihat ada luka mendalam di manik kebiruan itu. Alexei memalingkan pandangan dari Aruna, lalu mengerjap berkali-kali.Kedua mata Alexei berkabut. Aruna mengingatkan dirinya pada Alenadra. Sama-sama keras kepala dan suka protes, tetapi sangat ceroboh. Alexei benci hal itu."Alex..." panggil Aruna lirih.Alexei meliriknya sekilas, kemudian kembali berpaling. "Selamat malam, Aruna!" ucapnya kemudian beranjak keluar kamar.Aruna mematung menatap kepergian Alexei. Gadis itu kemudian bergerak ke pintu dan menutup pintu kayu itu. Dia juga menguncinya, sesuai arahan Alexei.Di kamarnya...Alexei meringis menahan perih ketika kapas beralkohol itu menyentuh luka kecil di pahanya. Beruntung, dia mengenakan celana jeans. Jadi, lukanya tidak terlalu dalam.Alexei melemparkan celana jeans yang terkena noda darah itu ke keranjang pakaian kotor. Namun, beberapa detik kemudian dia kembali mengambil celana itu. Alexei mengambil sebuah benda dari saku celana jeans-nya.*Alexei tetap pada sikap tegasnya. Dia melarang sopir pribadi Aruna menggunakan mobil yang biasa digunakan. Meskipun diwarnai debat dan protes, Alexei tetap bergeming.Dia membuka pintu mobil untuk Aruna yang masih memberengut. Di samping Aruna, Isma tidak kalah heran dengan sikap Alexei. Selama hampir satu tahun ini Aruna selalu menggunakan mobil itu untuk beraktivitas. Aman-aman saja.Tetapi semenjak kedatangan Alexei, selalu saja ada larangan tidak masuk akal dari laki-laki itu. Seperti biasa, Pak Sopir memilih mengalah. Dia menebak, Alexei punya alasan kuat melakukan hal itu."Minta bengkel mengambil mobilmu, Aruna!" ucap Alexei dari depan tanpa menoleh.Aruna langsung mendongak. "Mobilku baik-baik saja. Kemarin Pak Amir bawa pergi kan, Pak?" tanya Aruna pada Pak Amir yang fokus mengemudi.Laki-laki paruh baya itu mengangguk membenarkan. Namun, kembali Alexei meminta hal yang sama. Hal tersebut tidak lagi bisa dibantah oleh Aruna.Tatapan mata Alexei tertuju ke luar jendela kaca mobil. Jalanan yang mereka lewati memang berbelok dan naik turun. Alexei menjadi paham mengapa penyusup itu merusak rem mobil Aruna.Alexei juga semakin yakin jika penyusup tersebut tahu betul jadwal Aruna. Laki-laki itu sedikit menoleh pada Isma yang duduk di jok belakang sopir."Isma, mulai sekarang, beritahu saya lebih awal semua schedule yang melibatkan Aruna!" pintanya tegas.Isma menatap sebentar pada Aruna yang hanya mengangguk menyetujui. Selanjutnya, Alexei melirik Pak Sopir yang masih fokus mengemudi. Dalam perjalanan itu, Alexei juga bertanya beberapa hal pada Pak Sopir."Ya dolzhen nayti etogo cheloveka," (Aku harus menemukan orang itu) ucap Alexei dalam hati. Dia semakin yakin akan kecurigaannya.*Sebagai "bos" Aruna yang harus menuruti segala aturan anak buahnya. Gadis itu pasrah dan malas berdebat terus dengan Alexei. Karena dia tahu, apa yang dikatakan Alexei adalah bentuk perintah yang tidak terbantahkan.Aruna pasrah menerima nasib yang mengharuskan bertemu dengan bodyguard kaku seperti itu. Kini dia sudah terbiasa dengan sikap Alexei yang posesif. Tidak hanya Aruna yang dibuat kesal. Para wartawan juga semakin sulit untuk mendekati sang artis."I'm just doing my job to protect her!" Begitu jawaban Alexei ketika manager Aruna menegurnya."Lagian kamu sih, Run. Kalau perlu bodyguard kenapa nggak bilang ke kita saja, sih? Pakai acara ambil dari agensi luar. Kayak di Indonesia nggak ada pengawal yang bagus. Tinggal pilih!" cibir Ery, manager Aruna."Itu bukan kemauan aku, Mas. Papa yang mengurus semua. Kayak nggak tahu sifat Papa saja," balas Aruna kesal.Ery mengangguk mengerti. "Ya sudah. Selama Alex bersikap profesional, nggak apa-apa. Dia hanya niat melindungi kamu. Ya, meskipun aku lihatnya seperti melindungi pacar!" ledeknya jahil."Huuf, bisa mati konyol aku punya pacar seperti Alexei. Kaku dan seenaknya sendiri!"Aruna melengos ketika bertemu pandang dengan orang yang tengah dibicarakan. Beberapa meter dari tempat duduknya, Alexei dengan sikap tak acuhnya tersenyum satu sudut.Semakin sore, acara jumpa fans itu semakin ramai. Dengan sabar, Aruna melayani foto bersama. Selain Alexei, ada beberapa pihak keamanan yang siaga di situ."Mbak Runa, sekali lagi.""Minta tanda tangan di sini, dong!"Aruna cukup kewalahan menghadapi permintaan ratusan fans yang mengantri. Bahkan banyak yang berkerumun. Di sampingnya, Alexei sigap melindungi gadis itu dibantu pihak keamanan yang disediakan panitia.Tidak semua fans mendapatkan tanda tangan atau bisa berfoto bersama. Alexei menahan napas dengan geram, ketika pandangan beberapa fans laki-laki justru tertuju pada tubuh molek Aruna. Saat itu, Aruna mengenakan blouse dengan kancing rendah di bagian dada.Alexei menyingkirkan lengan seorang fans yang melewati dada Aruna. Rupanya, fans itu ingin memanfaatkan momen foto berdua.Setelah acara selesai, tanpa ragu, Alexei melepas jasnya dan memakaikan ke tubuh Aruna. Hal itu jelas membuat Aruna kaget sekaligus menatapnya protes. Seperti biasa, Alexei memilih bersikap tak acuh."Kamu membuatku malu, Alex! Apa kamu mengira aku anak kecil yang kedinginan?" tanya Aruna sewot ketika sampai di rumah.Gadis itu melemparkan tasnya begitu saja ke sofa. Aruna juga melempar jas milik Alexei. Alexei mengambil jas yang tersampir di lengan sofa. Isma segera mengambil tas milik Aruna dan membawanya ke kamar. Di ruang keluarga lantai atas itu, Aruna masih melanjutkan ocehannya.Alexei menatap wajah yang cemberut itu. "Kamu terlalu sibuk menuruti keinginan mereka semua, Aruna. Tapi kamu tidak menyadari, berapa pasang mata dan tangan yang memanfaatkan momen itu?" tanyanya datar."Apa maksud kamu? Mereka hanya fans, Alex. Mereka nggak mungkin macam-macam!" sergah Aruna membela diri.Gadis itu menatap pada Isma yang mengisyaratkan untuk pamit. Alexei dan Aruna sama-sama mengangguk samar."Sudah, Mbak. Nggak capek apa, berantem terus? Daaah, Mbak, bye-bye Alex!" ucap Isma sambil nyengir, lalu menuruni anak tangga.Aruna mendengus. Sepeninggal Isma, Alexei juga beranjak ke kamarnya. Aruna tidak tinggal diam. Gadis itu mengekor di belakangnya sembari mengeluarkan kata-kata melampiaskan kekesalan.Alexei membalikkan badan tepat di depan Aruna dan menatap tajam gadis itu. "Apa kamu senang bagian tubuh tertentu kamu dilihat mata-mata lapar dan disentuh tangan jahil, Aruna?" tanyanya sinis."Jaga bicaramu, Alexei!" sentak Aruna geram. "Jangan-jangan kamu yang cari kesempatan ingin megang-megang aku!" lanjutnya mencibir.Alexei merasa tertantang. Laki-laki itu mendorong tubuh Aruna sehingga bersandar di dinding. Alexei meluruskan kedua lengan di kedua sisi tubuh Aruna. Tatapan mata laki-laki itu menghujam dalam ke wajah Aruna yang ketakutan."Al-Alex, what are you doing?" tanya Aruna lirih.Alexei tersenyum miring dan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna. Napas hangat dengan aroma papermint itu menyapu wajah Aruna yang seketika berubah pucat.Tanpa sadar, Aruna memejamkan mata antara takut dan pasrah.* * *Alexei tersenyum miring melihat wajah pasrah dan ketakutan milik Aruna. Laki-laki itu menahan posisi wajahnya yang hanya berjarak beberapa inci dari Aruna.Beberapa detik tidak ada tindakan apa pun, Aruna membuka mata. Saat itulah, Alexei tertawa lirih sembari mengangkat wajahnya."Ha ha ha, ternyata kamu yang berharap aku cium!" ejek Alexei sembari melepaskan kedua lengannya dari sisi tubuh Aruna.Aruna melotot tidak terima dengan tuduhan itu. Dengan gerakan cepat dia mencubit pinggang Alexei yang terbalut kemeja panjang."Aauh, apa ini, Aruna?"Alexei mengusap-usap pinggangnya yang panas. Aruna meliriknya sekilas sembari tersenyum mengejek. Gadis itu segera membuka pintu kamarnya."Itu peringatan supaya kamu nggak semena-mena sama aku, Alex! Aku hanya nurut karena aku nggak ingin berdebat. Tapi aku nggak suka kamu bilang kalau aku berharap dicium sama kamu. Nggak ada dalam mimpiku!" Alexei tidak terpengaruh dengan ucapan Aruna. Kembali laki-laki itu tersenyum penuh arti. Aruna tert
"Alenadra?" Aruna melepaskan diri dari pelukan Alexei. Gadis itu mendongak, menatap mata Alexei yang berembun. Menyadari kesalahannya, Alexei buru-buru memalingkan wajah."Alenadra, apa dia kekasihmu?" tanya Aruna pelan.Alexei kembali menatap Aruna dengan tatapan penuh arti. "Em, sebaiknya kamu tidur, Aruna. Maaf sudah lancang," ucapnya lirih. Aruna mengangguk. Dia melangkah meninggalkan Alexei. Gadis itu menghentikan langkah di ambang pintu dan menoleh, menatap Alexei sembari tersenyum."Good night, Alex!""Ya, em, Aruna. Terima kasih, pelukannya," ucap Alexei sambil tersenyum tipis. Alexei segera menutup pintu setelah memastikan Aruna memasuki kamarnya. Laki-laki itu menyandarkan punggung di daun pintu. "Kamu benar-benar mengingatkan aku sama dia, Aruna. Sifat kalian begitu mirip. Apa ini cuma kebetulan, Tuhan?" ucapnya dengan mata kembali memanas.Pagi harinya...Aruna menggeser kursi meja makan sedikit kasar. Hal tersebut membuat Bagaskara langsung menatapnya heran. Di sebela
"Om semakin hari semakin hot, saja," goda seorang perempuan dengan bibir dipoles lipstik tebal.Kuku jarinya yang dicat berwarna merah, mengusap-usap dada Bagaskara. Bagaskara segera menyambar bibir perempuan muda tersebut. Keduanya larut dalam ciuman di sisi tempat tidur kamar hotel itu.Bagaskara yang sudah turn on, langsung mendorong tubuh perempuan muda itu sehingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Tangan laki-laki itu bergerak liar ke tubuh perempuan yang mengerang manja di bawahnya.Beberapa menit kemudian, kedua manusia itu sudah sama-sama mengarungi kenikmatan di atas tempat tidur bersprei putih itu."Aah, Om," bisik perempuan itu manja."Sebentar lagi, Dita," bisik Bagaskara dengan napas memburu.Brak!Keduanya langsung menoleh ke arah pintu yang dibuka, lalu ditutup kasar. Bagaskara menatap tajam pemuda yang berdiri di sana."Lancang sekali kamu, Gery!" bentak Bagaskara sambil mengenakan celananya.Dita segera menyambar selimut dan berlari ke kamar mandi. Di depan pintu
Aruna ternganga mendengar ucapan sinis Alexei. Gadis itu menunduk sekilas, lalu memalingkan wajah salah tingkah. Di depannya, Alexei menatap tajam gadis yang menurutnya sangatlah cerewet itu."Kenapa? Itu kan, yang kamu mau, Aruna?" tanya Alexei mengejek.Aruna langsung mendongak. Bibir gadis cantik itu mencebik meremehkan. "Nggak usah terlalu jauh mikirnya. Aku hanya ingin minta bantuan kamu, bukan mengaku sebagai pacarku!" balasnya.Terdengar kekehan kecil dari mulut Alexei. Dia menatap Aruna yang melewatinya begitu saja. Aruna menghentikan langkah ketika lengannya disambar bodyguard menyebalkan itu."Dengar, Nona Aruna!" Alexei berkata datar. "Aku hanya bertugas menjaga keselamatanmu, bukan bertugas menjadi juru bicaramu! Aku yakin, kalau aku merangkap pekerjaan itu, kamu tidak akan sanggup membayarku!" lanjutnya mengejek.Hhuuuuhh!Aruna mengerutkan bibirnya geram. Dia menghempaskan pegangan tangan kokoh Alexei. Alexei tersenyum sinis melihat Aruna kembali mati kutu di depannya."
Aruna mengambil mangkuk puding kosong itu dengan ragu. Alexei hanya tertawa kecil melihat kebingungan di wajah gadis itu."Alex, kamu merencanakan sesuatu?" tanya Aruna curiga.Alexei mengangguk pelan. "Tentu. Mereka merencanakan sesuatu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Setiap hari, kamu ambil puding itu. Tapi ingat. Jangan kamu makan!" pesannya tegas. Aruna mengangguk mengerti. "Terima kasih, Alex!" ucap gadis itu kemudian berlalu.Alexei segera keluar dari kamarnya setelah memastikan jendela telah terkunci. Dengan langkah tegap dan sikap dingin, laki-laki jangkung itu menuruni anak tangga. Alexei meletakkan tas ransel miliknya di kursi meja makan.Laki-laki itu membelokkan langkah ke dapur hendak mengisi tumbler dengan air hangat. Dia segera mundur selangkah ketika mendengar suara samar-samar. Suara itu terdengar ketakutan dari dalam ruang laundry. "Sepertinya Nona Aruna membawa puding itu ke kamar. Iya, baiklah. Nanti saya check di kamarnya. Baiklah, iya."Alexei segera be
Dita mengerang berkali-kali. Bagaskara memang masih begitu tangguh. Sangatlah tepat jika laki-laki itu dijuluki tua-tua keladi. Bagaskara tidak pernah mendapatkan kepuasan seperti yang Dita berikan. Belinda, istri simpanannya itu terlalu sibuk dengan dunia sosialita dan menghamburkan uang Bagaskara. Sedangkan dulu, ketika bersama Kinasih, Bagaskara enggan melakukannya. Laki-laki itu memilih sibuk dengan bisnis dan bisnis. Serta sibuk dengan para wanita di sekelilingnya. Dita mengerjap dan menyipitkan mata ketika tidak mendapati Bagaskara di sampingnya lagi. Gadis itu beringsut dan memakai pakaiannya yang berserak di bawah tempat tidur.Dita menghentikan langkah ketika mendapati Bagaskara berada di balkon sambil merokok. Bagaskara terkejut, kemudian menatap Dita sesaat. Laki-laki itu bangkit, dan mendekati sang kekasih.Melihat wajah ketakutan Dita, Bagaskara segera memeluk tubuh Dita dan menyambar bibir sensual gadis yang hanya mengenakan gaun tidur tipis itu."Ah, Dita. Kenapa kamu
Alexei tersenyum sekilas, kemudian memilih bangkit. Laki-laki itu meninggalkan ruang makan dan melangkah cepat menuju kamarnya. Alexei menyibak sedikit gorden jendela ketika mendengar suara mobil Bagaskara meninggalkan rumah."Alex!" Panggilan Aruna dari depan pintu kamar, membuat laki-laki itu menoleh.."Come in!" Aruna mengangguk. Gadis itu duduk di sofa yang terletak di samping tempat tidur Alexei. Alexei kembali menyodorkan handphone. Aruna mengamati sekilas kemudian mengangkat wajahnya menatap Alexei."Apa rencanamu, Alex?" tanya gadis itu."Nanti kamu tahu sendiri, Aruna. Oh, ya, Isma bilang minggu depan kamu akan menghadiri acara ulang tahun teman kamu. Itu benar?"Aruna mengangguk pelan. "Iya, sudah masuk schedule!" jawabnya."Hati-hati, Aruna!"Kening Aruna berkerut. Sedangkan Alexei malah sibuk menyiapkan beberapa keperluan dan dimasukkan ke dalam ransel. Tidak ada sahutan dari Aruna, Alexei menghentikan kegiatan dan menoleh.Alis laki-laki itu terangkat. "Tidak biasanya kam
"Pak! Tolong antar aku ke tempat badminton, bisa?"Pak Amir terperanjat. Laki-laki yang tadi fokus pada layar handphone itu sontak memasukkan benda pipih itu ke saku celana. Aruna tersenyum melihat keterkejutan di wajah sopir yang sertia bersamanya semenjak dia kecil itu.Aruna tersenyum canggung. "Maaf, Pak. Aku ngagetin Bapak. Lagi teleponan sama istri, ya?" tebaknya."Ah, eh ... I-iya Non. Ayo. Mister Alexei tidak ikut?" tanya Pak Amir gelagapan.Laki-laki yang dibicarakan ternyata sudah berada di teras. Alexei menatap sekilas pada Pak Amir dan Aruna, kemudian mendekat.Mereka bertiga segera menuju tempat badminton. Olahraga itu sudah menjadi rutinitas mingguan Aruna jika tidak punya kegiatan lain. Maka malam ini, gadis itu mengajak Alexei bermain badminton.Ternyata Alexei tidak sejago Aruna dalam bermain badminton. Karena laki-laki itu lebih menggemari olahraga berkuda dan karate. Akhirnya Alexei menyerah dan memilih duduk menunggu bosnya bermain dengan Isma.Aruna dan Isma memil