Aruna menatap punggung tegap Alexei. Gadis itu kembali mendengus kasar. Dia tidak menyangka, mata laki-laki itu teramat jeli. Aruna tidak habis pikir, kamera sebesar kelereng berwarna hitam itu bisa dilihat Alexei dari jarak lebih dari 10 meter. Sedangkan ART dan tukang kebun yang setiap hari membersihkan taman tidak melihatnya.Ayahnya benar. Insting laki-laki lebih peka daripada insting perempuan mengenai hal keselamatan. Aruna semakin penasaran dengan latar belakang Alexei Yevgeny. Apakah seseorang yang ditempa mental dan fisiknya menjadi bodyguard itu harus memiliki insting setajam itu? Aruna memang sering berinteraksi dengan beberapa pengawal profesional. Pembawaan mereka kebanyakan selalu tenang, dingin, dan fokus. Seolah mata dan telinga mereka dilengkapi dengan sensor yang bisa menjangkau gerak-gerik mencurigakan dari jarak puluhan meter.Aruna bergerak mendekat. Gadis itu berdiri di samping Alexei. Aruna mendongak menatap wajah Alexei sekilas, kemudian mengikuti arah pandang
Alexei menyelonong masuk ke kamar Aruna tanpa permisi. Dia tidak memperdulikan tatapan protes dari si pemilik kamar. Alexei tampak mengecek semua jendela. Memastikan jendela telah tertutup rapat."Jangan lupa, setiap malam kunci jendela dan pintu kamarmu, Aruna. Kalau ada apa-apa, panggil saya!" ucapnya datar."Apa harus seperti ini, di dalam rumah juga?" tanya Aruna. Alexei menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Dia tidak menyukai orang yang terlalu banyak protes. Keselamatan Aruna bukan hanya sekadar tanggung jawab demi uang. Namun, juga tentang janjinya."Apa kamu tidak bisa bersikap waspada, Aruna?""Tapi kamu berlebihan, Alex. Ini rumahku. Aku mengenal setiap jengkal rumah ini beserta isinya. Kenapa kamu berlebihan begini?" protes Aruna dengan suara bergetar.Alexei menarik napas panjang. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap dalam manik hitam milik Aruna. Aruna mendongakkan dagu, menantang tatapan laki-laki itu."Tolong kerjasamanya, Nona Aruna. Menurut apa kata s
Alexei tersenyum miring melihat wajah pasrah dan ketakutan milik Aruna. Laki-laki itu menahan posisi wajahnya yang hanya berjarak beberapa inci dari Aruna.Beberapa detik tidak ada tindakan apa pun, Aruna membuka mata. Saat itulah, Alexei tertawa lirih sembari mengangkat wajahnya."Ha ha ha, ternyata kamu yang berharap aku cium!" ejek Alexei sembari melepaskan kedua lengannya dari sisi tubuh Aruna.Aruna melotot tidak terima dengan tuduhan itu. Dengan gerakan cepat dia mencubit pinggang Alexei yang terbalut kemeja panjang."Aauh, apa ini, Aruna?"Alexei mengusap-usap pinggangnya yang panas. Aruna meliriknya sekilas sembari tersenyum mengejek. Gadis itu segera membuka pintu kamarnya."Itu peringatan supaya kamu nggak semena-mena sama aku, Alex! Aku hanya nurut karena aku nggak ingin berdebat. Tapi aku nggak suka kamu bilang kalau aku berharap dicium sama kamu. Nggak ada dalam mimpiku!" Alexei tidak terpengaruh dengan ucapan Aruna. Kembali laki-laki itu tersenyum penuh arti. Aruna tert
"Alenadra?" Aruna melepaskan diri dari pelukan Alexei. Gadis itu mendongak, menatap mata Alexei yang berembun. Menyadari kesalahannya, Alexei buru-buru memalingkan wajah."Alenadra, apa dia kekasihmu?" tanya Aruna pelan.Alexei kembali menatap Aruna dengan tatapan penuh arti. "Em, sebaiknya kamu tidur, Aruna. Maaf sudah lancang," ucapnya lirih. Aruna mengangguk. Dia melangkah meninggalkan Alexei. Gadis itu menghentikan langkah di ambang pintu dan menoleh, menatap Alexei sembari tersenyum."Good night, Alex!""Ya, em, Aruna. Terima kasih, pelukannya," ucap Alexei sambil tersenyum tipis. Alexei segera menutup pintu setelah memastikan Aruna memasuki kamarnya. Laki-laki itu menyandarkan punggung di daun pintu. "Kamu benar-benar mengingatkan aku sama dia, Aruna. Sifat kalian begitu mirip. Apa ini cuma kebetulan, Tuhan?" ucapnya dengan mata kembali memanas.Pagi harinya...Aruna menggeser kursi meja makan sedikit kasar. Hal tersebut membuat Bagaskara langsung menatapnya heran. Di sebela
"Om semakin hari semakin hot, saja," goda seorang perempuan dengan bibir dipoles lipstik tebal.Kuku jarinya yang dicat berwarna merah, mengusap-usap dada Bagaskara. Bagaskara segera menyambar bibir perempuan muda tersebut. Keduanya larut dalam ciuman di sisi tempat tidur kamar hotel itu.Bagaskara yang sudah turn on, langsung mendorong tubuh perempuan muda itu sehingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Tangan laki-laki itu bergerak liar ke tubuh perempuan yang mengerang manja di bawahnya.Beberapa menit kemudian, kedua manusia itu sudah sama-sama mengarungi kenikmatan di atas tempat tidur bersprei putih itu."Aah, Om," bisik perempuan itu manja."Sebentar lagi, Dita," bisik Bagaskara dengan napas memburu.Brak!Keduanya langsung menoleh ke arah pintu yang dibuka, lalu ditutup kasar. Bagaskara menatap tajam pemuda yang berdiri di sana."Lancang sekali kamu, Gery!" bentak Bagaskara sambil mengenakan celananya.Dita segera menyambar selimut dan berlari ke kamar mandi. Di depan pintu
Aruna ternganga mendengar ucapan sinis Alexei. Gadis itu menunduk sekilas, lalu memalingkan wajah salah tingkah. Di depannya, Alexei menatap tajam gadis yang menurutnya sangatlah cerewet itu."Kenapa? Itu kan, yang kamu mau, Aruna?" tanya Alexei mengejek.Aruna langsung mendongak. Bibir gadis cantik itu mencebik meremehkan. "Nggak usah terlalu jauh mikirnya. Aku hanya ingin minta bantuan kamu, bukan mengaku sebagai pacarku!" balasnya.Terdengar kekehan kecil dari mulut Alexei. Dia menatap Aruna yang melewatinya begitu saja. Aruna menghentikan langkah ketika lengannya disambar bodyguard menyebalkan itu."Dengar, Nona Aruna!" Alexei berkata datar. "Aku hanya bertugas menjaga keselamatanmu, bukan bertugas menjadi juru bicaramu! Aku yakin, kalau aku merangkap pekerjaan itu, kamu tidak akan sanggup membayarku!" lanjutnya mengejek.Hhuuuuhh!Aruna mengerutkan bibirnya geram. Dia menghempaskan pegangan tangan kokoh Alexei. Alexei tersenyum sinis melihat Aruna kembali mati kutu di depannya."
Aruna mengambil mangkuk puding kosong itu dengan ragu. Alexei hanya tertawa kecil melihat kebingungan di wajah gadis itu."Alex, kamu merencanakan sesuatu?" tanya Aruna curiga.Alexei mengangguk pelan. "Tentu. Mereka merencanakan sesuatu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Setiap hari, kamu ambil puding itu. Tapi ingat. Jangan kamu makan!" pesannya tegas. Aruna mengangguk mengerti. "Terima kasih, Alex!" ucap gadis itu kemudian berlalu.Alexei segera keluar dari kamarnya setelah memastikan jendela telah terkunci. Dengan langkah tegap dan sikap dingin, laki-laki jangkung itu menuruni anak tangga. Alexei meletakkan tas ransel miliknya di kursi meja makan.Laki-laki itu membelokkan langkah ke dapur hendak mengisi tumbler dengan air hangat. Dia segera mundur selangkah ketika mendengar suara samar-samar. Suara itu terdengar ketakutan dari dalam ruang laundry. "Sepertinya Nona Aruna membawa puding itu ke kamar. Iya, baiklah. Nanti saya check di kamarnya. Baiklah, iya."Alexei segera be
Dita mengerang berkali-kali. Bagaskara memang masih begitu tangguh. Sangatlah tepat jika laki-laki itu dijuluki tua-tua keladi. Bagaskara tidak pernah mendapatkan kepuasan seperti yang Dita berikan. Belinda, istri simpanannya itu terlalu sibuk dengan dunia sosialita dan menghamburkan uang Bagaskara. Sedangkan dulu, ketika bersama Kinasih, Bagaskara enggan melakukannya. Laki-laki itu memilih sibuk dengan bisnis dan bisnis. Serta sibuk dengan para wanita di sekelilingnya. Dita mengerjap dan menyipitkan mata ketika tidak mendapati Bagaskara di sampingnya lagi. Gadis itu beringsut dan memakai pakaiannya yang berserak di bawah tempat tidur.Dita menghentikan langkah ketika mendapati Bagaskara berada di balkon sambil merokok. Bagaskara terkejut, kemudian menatap Dita sesaat. Laki-laki itu bangkit, dan mendekati sang kekasih.Melihat wajah ketakutan Dita, Bagaskara segera memeluk tubuh Dita dan menyambar bibir sensual gadis yang hanya mengenakan gaun tidur tipis itu."Ah, Dita. Kenapa kamu
Dor!Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu."Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar."Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya.Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya."Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!" teria
Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana."Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati.Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu."Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin jika
"Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara."Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!"Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia."Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's me g
Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama?Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna."Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau.Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna."Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Ruslanov tah
"Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters
"Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!""Satu ... dua ... tiga!"Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong.Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!"Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga.Tok ... tok ... tok!Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah!Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu masih sa
Mendengar tembakan itu, Bagaskara tertegun. Laki-laki itu kembali turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke tempat di mana Alenadra merengang nyawa.Di tumpukan kardus itu, Alenadra meringkuk sambil terus memegangi perutnya. "Mne zhal', chto ya ne smog zashchitit' tebya. Pozzhe rasskazhi svoyemu Angelu, kto eto s nami sdelal." (Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Kelak katakan pada malaikat, siapa yang melakukan ini pada kita.") Bibir Alenadra bergerak pelan. Suara lirih itu mampu ditangkap telinga Bagaskara."Alenadra!" Bagaskara menatap nanar ke arah gadis di depannya. Alenadra menatapnya sayu, lalu menyunggingkan senyum. "Thanks for loving me!" ucapnya lalu memejamkan mata. "Moy brat podberet menya i spaset nas," (Kakakku akan datang menjemputku, dia akan menyelamatkan kami) lanjutnya sangat lemah.Bagaskara dan anak buahnya kompak saling pandang. "Tuan, ada mobil ke sini. Kita tinggalkan tempat ini. We go now!" seru salah satu dari mereka.Bagaskara menatap sekali lagi pad
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia