"Em, kalau begitu, saya permisi dulu!" pamit Isma karena Alexei justru tertarik menatap luar sana.
Alexei mengangguk samar. Itu pun tanpa menoleh. Benar-benar tipikal pria sombong dan dingin. Sambil melangkah keluar dari kamar, Isma menggerutu seperti lebah boyongan.Aruna menarik napas lelah mendengar dengungan tanpa henti dari mulut mungil Isma. Gadis itu merebahkan tubuh di tempat tidur sembari menatap langit-langit kamar."Sungguh, selama dua puluh lima tahun hidupku, baru kali ini aku bertemu makhluk seangkuh Alexei!"Aruna menoleh sekilas pada Isma yang ikut merebah di sampingnya. "Memangnya dulu waktu kamu umur lima tahun, belum pernah bertemu orang seperti itu, Neng?" tanyanya malas.Isma berdecak sebal. "Ya, nggak gitu juga kali, Mbak. Tapi benar lho, si Alexei ini benar-benar bodyguard sombong!" sahutnya gemas. Namun, sejurus kemudian, Isma nyengir kecil. "Tapi ganteng, wangi, dan maskulin banget," imbuhnya."Yeee, mata kalau lihat cowok bening. Khilaf!" ejek Aruna.Isma cengengesan. Dia memiringkan badan menghadap Aruna. Gadis itu menatap dalam wajah cantik Aruna yang masih memandangi langit-langit kamar."Mbak, apa kamu nggak kangen sama Kak Diego? Bagaimana kalau di Thailand dia kecantol cewek sana?"Mendengar pertanyaan itu, kening Aruna berkerut. Gadis itu langsung menatap Isma. "Neng, aku dan Diego nggak ada hubungan khusus. Aku kan sudah jelasin waktu itu di TV!" sahutnya kesal."Oh, iya, tapi aku nggak percaya saja, sih, Mbak!""Hm, terserahlah, Neng!"Isma mengangguk-angguk. Namun, sikap jahilnya kembali muncul mengingat keberadaan Alexei. Melihat gelagat aneh asistennya, kembali Aruna mengeryit."Kamu kok aneh, sih, Neng. Nggak biasanya bahas laki-laki," selidiknya."Alexei ganteng, ya, Mbak?" tanya Isma jahil.Aruna tidak menanggapi. Meskipun dia akui, Alexei adalah pria tampan dan maskulin. Contoh nyata di depan mata. Alexei menegaskan jika Russia memang gudangnya laki-laki berwajah rupawan. Postur tubuhnya jangkung atletis dan berkulit putih bersih. Alexei juga tidak memiliki tatto. Salah satu hal yang tidak disukai Aruna tentang lawan jenis adalah tatto.Namun, sikap dingin dan kaku Alexei lebih dibenci oleh Aruna. Melebihi rasa tidak sukanya pada tubuh yang dirajah tatto.Isma mencolek lengan Aruna. "Hm, pasti terbayang wajah si manusia kaku itu, ya, Mbak?" tebaknya asal.Aruna berdecih lirih. "Iya, terbayang. Aku mikir bagaimana caranya menyingkirkan dia dariku. Aku bingung, Neng. Feeling aku benar kan, mengenai bodyguard? Kamu sih, ikutan menyetujui ide gila Papa," gerutunya kesal.Gadis itu segera bangkit dari pembaringan. Aruna melangkah cepat menuju ke pintu. Tepat bersamaan, Alexei juga keluar dari kamarnya. Keduanya saling pandang beberapa saat.Alexei dengan sikap dinginnya berdiri di depan Aruna. "Hari ini aku nggak ada acara apa pun. Jadi, kamu istirahat saja. Nanti waktunya makan malam kami panggil!" ucap Aruna panjang lebar."Aku ingin ambil air minum. Bisa tunjukkan tempatnya?" tanya Alexei datar.Aruna mengangguk. Dia turun ke lantai satu diikuti oleh Alexei. Beberapa ART menatap keduanya sembari berdecak kagum. Dalam benak mereka membenarkan jika Aruna sangat cocok dengan Alexei."Here."Aruna menunjuk dispenser. Lalu, gadis itu membuka kulkas yang berisi khusus makanan dan minuman ringan. Aruna mempersilakan Alexei mengambil apa pun yang dia mau di situ."You can eat and drink anything here!" tunjuk Aruna lagi.Alexei mengamati beberapa kaleng minuman ringan yang berjejer di pintu kulkas. Lalu, dia menatap Aruna dengan kening berkerut. Sejurus kemudian, laki-laki itu mengambil minuman bersoda tersebut.Pandangan Aruna tertuju pada kaleng minuman di tangan Alexei. "Em, sorry, we do not provide beer. If you...""No, no. I don't need beer!" sahut Alexei cepat.Laki-laki itu kembali meletakkan kaleng minuman tersebut ke tempat semula. Alexei sedikit menunduk, menatap sekilas pada Aruna."Thanks you!" ucap Alexei datar kemudian kembali ke kamarnya.Aruna menatap sebal pada Alexei sampai laki-laki itu menghilang dari pandangan.*Rumah besar berlantai dua itu selalu sepi. Seperti biasa, kebanyakan penghuninya hanyalah beberapa ART dan security yang bertugas dengan sistem shift.Malam ini, Bagaskara tidak pulang ke rumah. Laki-laki tua itu pamit pada Aruna ada keperluan bisnis ke Singapore. Isma juga pulang sejak sore tadi. Alhasil, hanya Aruna dan Alexei yang berada di ruang makan.Aruna sengaja menunggu Alexei. Gadis cantik itu sibuk dengan handphone di depannya. Dia mendongak ketika tiba-tiba handphone itu sudah berpindah tempat.Tanpa rasa bersalah dan masih dengan sikap tak acuhnya, Alexei menggeser benda pipih milik Aruna. Selanjutnya, Alexei duduk di depan Aruna dan menatap sekilas gadis itu."Apa kebiasaan kamu begitu? Makan dengan bermain ponsel?" tanya Alexei ketika mendapatkan tatapan protes dari Aruna.Aruna melengos. "Apa Anda tidak punya sopan santun?" balas Aruna sewot.Alexei menggeleng samar. Laki-laki itu mengaitkan jari-jarinya di atas meja. "Dengar, Nona. Melakukan sesuatu sambil bermain handphone, akan memecah konsentrasimu. Bagaimana kalau misalnya ini di tempat lain? Kamu sibuk bermain handphone dan ada waiters yang menaburkan garam ke makananmu, bahkan racun?" tanyanya datar.Tawa Aruna pecah mendengar ucapan Alexei yang menurutnya sangat berlebihan. Alexei tidak terpengaruh dengan tawa mengejek gadis itu. Dia justru menatap lekat pada gadis di depannya. Tatapan mata penuh arti.Aruna menutup bibirnya dengan telapak tangan. Dia benar-benar merasa geli dengan jalan pikiran Alexei."Anda terlalu berlebihan. Mana mungkin ada orang seperti itu?" tanya Aruna mengejek.Alexei tersenyum miring sekilas. "Nama saya Alexei Yevgeny, Nona. Bukan Anda," sahutnya datar. "Oh, ya, kamu jangan terlalu polos akan kebaikan orang di sampingmu, Nona. Saya datang ke sini untuk menjagamu! Tolong hargai usaha saya!" lanjutnya tegas.Aruna terdiam. Dia menatap manik kebiruan itu sekilas. Alexei langsung membuang pandangan dan mulai menikmati makan malamnya."Aku harus melindungi kamu, Aruna Fathiyah," janji Alexei dalam hati.* * *"Lindungi Aruna meskipun nyawamu taruhannya!"Alexei memejamkan mata rapat. Ingatan demi ingatan tentang permintaan untuk melindungi Aruna berdengung di kepala. Tanpa sadar, laki-laki itu mendengus kasar."Apa kamu nggak suka dengan masakan Indonesia?" tanya Aruna melunak.Alexei langsung mendongak dan menjawab dengan gelengan kepala samar. Laki-laki itu kembali menunduk. Fokus pada makanan di piringnya. Di depannya, Aruna sesekali melirik Alexei. Selain dingin dan kaku, Alexei juga misterius. Aruna heran, apa begitu sikap sebenarnya orang-orang bule? Aruna juga memiliki beberapa teman dari luar Indonesia. Mereka bersikap ramah, tidak seperti Alexei. Entahlah. Sepertinya hanya Alexei yang berbeda. Pandangan Aruna beralih pada handphonenya yang bergetar.Alexei mengikuti arah pandangan Aruna. Aruna segera menyambar benda itu kemudian beranjak dari meja makan. Tentu saja masih diikuti oleh tatapan Alexei. Aruna benar-benar kehilangan kebebasan. Alexei selalu mengikuti dan mengawasinya
Aruna menatap punggung tegap Alexei. Gadis itu kembali mendengus kasar. Dia tidak menyangka, mata laki-laki itu teramat jeli. Aruna tidak habis pikir, kamera sebesar kelereng berwarna hitam itu bisa dilihat Alexei dari jarak lebih dari 10 meter. Sedangkan ART dan tukang kebun yang setiap hari membersihkan taman tidak melihatnya.Ayahnya benar. Insting laki-laki lebih peka daripada insting perempuan mengenai hal keselamatan. Aruna semakin penasaran dengan latar belakang Alexei Yevgeny. Apakah seseorang yang ditempa mental dan fisiknya menjadi bodyguard itu harus memiliki insting setajam itu? Aruna memang sering berinteraksi dengan beberapa pengawal profesional. Pembawaan mereka kebanyakan selalu tenang, dingin, dan fokus. Seolah mata dan telinga mereka dilengkapi dengan sensor yang bisa menjangkau gerak-gerik mencurigakan dari jarak puluhan meter.Aruna bergerak mendekat. Gadis itu berdiri di samping Alexei. Aruna mendongak menatap wajah Alexei sekilas, kemudian mengikuti arah pandang
Alexei menyelonong masuk ke kamar Aruna tanpa permisi. Dia tidak memperdulikan tatapan protes dari si pemilik kamar. Alexei tampak mengecek semua jendela. Memastikan jendela telah tertutup rapat."Jangan lupa, setiap malam kunci jendela dan pintu kamarmu, Aruna. Kalau ada apa-apa, panggil saya!" ucapnya datar."Apa harus seperti ini, di dalam rumah juga?" tanya Aruna. Alexei menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Dia tidak menyukai orang yang terlalu banyak protes. Keselamatan Aruna bukan hanya sekadar tanggung jawab demi uang. Namun, juga tentang janjinya."Apa kamu tidak bisa bersikap waspada, Aruna?""Tapi kamu berlebihan, Alex. Ini rumahku. Aku mengenal setiap jengkal rumah ini beserta isinya. Kenapa kamu berlebihan begini?" protes Aruna dengan suara bergetar.Alexei menarik napas panjang. Laki-laki itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap dalam manik hitam milik Aruna. Aruna mendongakkan dagu, menantang tatapan laki-laki itu."Tolong kerjasamanya, Nona Aruna. Menurut apa kata s
Alexei tersenyum miring melihat wajah pasrah dan ketakutan milik Aruna. Laki-laki itu menahan posisi wajahnya yang hanya berjarak beberapa inci dari Aruna.Beberapa detik tidak ada tindakan apa pun, Aruna membuka mata. Saat itulah, Alexei tertawa lirih sembari mengangkat wajahnya."Ha ha ha, ternyata kamu yang berharap aku cium!" ejek Alexei sembari melepaskan kedua lengannya dari sisi tubuh Aruna.Aruna melotot tidak terima dengan tuduhan itu. Dengan gerakan cepat dia mencubit pinggang Alexei yang terbalut kemeja panjang."Aauh, apa ini, Aruna?"Alexei mengusap-usap pinggangnya yang panas. Aruna meliriknya sekilas sembari tersenyum mengejek. Gadis itu segera membuka pintu kamarnya."Itu peringatan supaya kamu nggak semena-mena sama aku, Alex! Aku hanya nurut karena aku nggak ingin berdebat. Tapi aku nggak suka kamu bilang kalau aku berharap dicium sama kamu. Nggak ada dalam mimpiku!" Alexei tidak terpengaruh dengan ucapan Aruna. Kembali laki-laki itu tersenyum penuh arti. Aruna tert
"Alenadra?" Aruna melepaskan diri dari pelukan Alexei. Gadis itu mendongak, menatap mata Alexei yang berembun. Menyadari kesalahannya, Alexei buru-buru memalingkan wajah."Alenadra, apa dia kekasihmu?" tanya Aruna pelan.Alexei kembali menatap Aruna dengan tatapan penuh arti. "Em, sebaiknya kamu tidur, Aruna. Maaf sudah lancang," ucapnya lirih. Aruna mengangguk. Dia melangkah meninggalkan Alexei. Gadis itu menghentikan langkah di ambang pintu dan menoleh, menatap Alexei sembari tersenyum."Good night, Alex!""Ya, em, Aruna. Terima kasih, pelukannya," ucap Alexei sambil tersenyum tipis. Alexei segera menutup pintu setelah memastikan Aruna memasuki kamarnya. Laki-laki itu menyandarkan punggung di daun pintu. "Kamu benar-benar mengingatkan aku sama dia, Aruna. Sifat kalian begitu mirip. Apa ini cuma kebetulan, Tuhan?" ucapnya dengan mata kembali memanas.Pagi harinya...Aruna menggeser kursi meja makan sedikit kasar. Hal tersebut membuat Bagaskara langsung menatapnya heran. Di sebela
"Om semakin hari semakin hot, saja," goda seorang perempuan dengan bibir dipoles lipstik tebal.Kuku jarinya yang dicat berwarna merah, mengusap-usap dada Bagaskara. Bagaskara segera menyambar bibir perempuan muda tersebut. Keduanya larut dalam ciuman di sisi tempat tidur kamar hotel itu.Bagaskara yang sudah turn on, langsung mendorong tubuh perempuan muda itu sehingga jatuh terlentang di atas tempat tidur. Tangan laki-laki itu bergerak liar ke tubuh perempuan yang mengerang manja di bawahnya.Beberapa menit kemudian, kedua manusia itu sudah sama-sama mengarungi kenikmatan di atas tempat tidur bersprei putih itu."Aah, Om," bisik perempuan itu manja."Sebentar lagi, Dita," bisik Bagaskara dengan napas memburu.Brak!Keduanya langsung menoleh ke arah pintu yang dibuka, lalu ditutup kasar. Bagaskara menatap tajam pemuda yang berdiri di sana."Lancang sekali kamu, Gery!" bentak Bagaskara sambil mengenakan celananya.Dita segera menyambar selimut dan berlari ke kamar mandi. Di depan pintu
Aruna ternganga mendengar ucapan sinis Alexei. Gadis itu menunduk sekilas, lalu memalingkan wajah salah tingkah. Di depannya, Alexei menatap tajam gadis yang menurutnya sangatlah cerewet itu."Kenapa? Itu kan, yang kamu mau, Aruna?" tanya Alexei mengejek.Aruna langsung mendongak. Bibir gadis cantik itu mencebik meremehkan. "Nggak usah terlalu jauh mikirnya. Aku hanya ingin minta bantuan kamu, bukan mengaku sebagai pacarku!" balasnya.Terdengar kekehan kecil dari mulut Alexei. Dia menatap Aruna yang melewatinya begitu saja. Aruna menghentikan langkah ketika lengannya disambar bodyguard menyebalkan itu."Dengar, Nona Aruna!" Alexei berkata datar. "Aku hanya bertugas menjaga keselamatanmu, bukan bertugas menjadi juru bicaramu! Aku yakin, kalau aku merangkap pekerjaan itu, kamu tidak akan sanggup membayarku!" lanjutnya mengejek.Hhuuuuhh!Aruna mengerutkan bibirnya geram. Dia menghempaskan pegangan tangan kokoh Alexei. Alexei tersenyum sinis melihat Aruna kembali mati kutu di depannya."
Aruna mengambil mangkuk puding kosong itu dengan ragu. Alexei hanya tertawa kecil melihat kebingungan di wajah gadis itu."Alex, kamu merencanakan sesuatu?" tanya Aruna curiga.Alexei mengangguk pelan. "Tentu. Mereka merencanakan sesuatu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Setiap hari, kamu ambil puding itu. Tapi ingat. Jangan kamu makan!" pesannya tegas. Aruna mengangguk mengerti. "Terima kasih, Alex!" ucap gadis itu kemudian berlalu.Alexei segera keluar dari kamarnya setelah memastikan jendela telah terkunci. Dengan langkah tegap dan sikap dingin, laki-laki jangkung itu menuruni anak tangga. Alexei meletakkan tas ransel miliknya di kursi meja makan.Laki-laki itu membelokkan langkah ke dapur hendak mengisi tumbler dengan air hangat. Dia segera mundur selangkah ketika mendengar suara samar-samar. Suara itu terdengar ketakutan dari dalam ruang laundry. "Sepertinya Nona Aruna membawa puding itu ke kamar. Iya, baiklah. Nanti saya check di kamarnya. Baiklah, iya."Alexei segera be