Share

4. Mendadak berubah

Penulis: Damaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 17:25:33

Pagi itu ketiga kalinya Dyra mengajak Megan jalan-jalan pagi. Selain ingin mendapatkan udara segar, mereka juga masih perlu mengenal lingkungan baru. Tinggal di perumahan elit, Dyra bersyukur memilih tetangga yang ramah. Lingkungan sehat yang membuatnya nyaman, dan tentunya tidak ada yang tahu dirinya istri kedua Ghavin Pramana.

Begitu memasuki pagar rumahnya, Dyra melihat Martin masih ada di dekat kolam ikan. Padahal matahari mulai terik untuk pria itu tetap ada di sana. Dyra segera mendorong stroller Megan mendekati sang mertua. “Papa, sudah waktunya sarapan?”

Martin yang terhenyak segera menoleh "Papa sengaja menunggu kalian," kilahnya tidak ingin Dyra tahu dirinya sedang merenung.

"Kalau begitu kita masuk sekarang." Dyra lantas membuka kunci rem pada roda di kursi roda Martin, dan setelahnya pria itu menarik tuas di atas roda kanan untuk jalan sendiri memasuki rumah.

Melihat Martin bisa dengan mudah menggerakkan kursi rodanya, Dyra menyusul bersama stroller bayinya.

“Apa dia belum bangun? Sesampainya di ruang tengah dan mengetahui meja makan masih kosong, Martin menoleh Dyra yang ada di belakangnya untuk bertanya. “Dia pergi lagi?”

“Papa tahu Mas Ghavin pulang?" Dyra balik bertanya cemas, mengingat Ghavin pulang dengan kondisi yang tidak biasa.

"Papa sempat mendengar suara mobilnya semalam. Tapi terlalu malas untuk keluar.” Martin berbohong.

Padahal faktanya lewat celah pintu yang sengaja dibuka, ia melihat Ghavin berjalan menuju kamar. Tadinya Martin ingin menyambut kedatangan putranya, tetapi saat tahu Ghavin pulang dengan kondisi marah, ia memilih menahan keinginannya.

"Biar aku pastikan dulu, dia juga bisa terlambat ke kantor kalau memang belum bangun." Setidaknya Dyra lega, menganggap Martin tidak melihat bagaimana kacaunya Ghavin semalam.

“Pergilah, biarkan Megan bersama papa." Dyra lantas menggeser stroller putrinya ke depan Martin sebelum pergi ke kamar.

Rumah yang mereka tinggali sekarang memang hanya satu lantai, tetapi dengan ukuran yang luas dan tentunya tak kalah mewah dari rumah sebelumnya. Sedangkan kamar Martin berdekatan dengan garasi, sehingga tidak heran jika pria paruh baya itu bisa mendengar suara deru mesin mobil putranya semalam.

************

“Mas tidak pergi ke kantor hari ini?” Setelah memperhatikan cukup lama wajah tenang suaminya yang masih terlelap, dan ingat obrolan mereka semalam di ruang kerja Ghavin, akhirnya Dyra bisa bersikap sedikit lunak. Ia juga membiarkan Ghavin tidur di ranjangnya. "Mas.. ."

Namun, sudah berulang kali memanggil tak juga ada jawaban. Ghavin masih tertelungkup disertai dengkuran halus. Pria itu terlihat kelelahan, Dyra jadi berpikir akan membiarkan Ghavin tetap tidur dan bangun atas keinginannya sendiri.

Tetapi setelah dipikir lagi, ia tidak ingin membuat sang mertua kecewa. Detik berikutnya ia memutuskan mencoba kembali. Kali ini dengan menggoyang bahu Ghavin. “Mas.. bangun, sudah siang—aw!”

Tanpa diduga, Ghavin malah langsung menarik tangan Dyra hingga tubuhnya jatuh ke atas dada pria itu yang sudah berubah terlentang. Sialnya lagi, tangan Ghavin dengan cepat sudah membelit pinggang Dyra yang masih sangat terkejut.

“Diamlah. Aku masih ingin tidur di hari liburku.”

Tidak tahu Ghavin sadar atau tidak siapa yang sedang didekap, tapi yang pasti Dyra dibuat mematung seketika. Tindakan spontan Ghavin telah mengingatkan Dyra pada malam dimana takdir mengujinya.

"Aku akan segera keluar." Sadar Dyra tidak bergerak di atas, Ghavin yang sudah membuka mata lantas menjatuhkan tangan ke samping.

Namun, melihat Dyra tetap bergeming, timbul rasa bersalah di hati Ghavin. "Maafkan aku, Dyra."

Tidak tahu permintaan maaf itu untuk kesalahan yang mana, tapi Dyra merasa harus segera menghindar. Ia lantas pergi keluar tanpa berniat menerima permintaan maaf Ghavin.

"Kau pasti sangat membenciku," ujar Ghavin pelan menatap kepergian Dyra.

********

"Proyek mana yang sekarang menyita waktumu, Vin?" pertanyaan sarkas Martin menarik perhatian Ghavin yang baru saja duduk di kursinya.

Sebenarnya Martin hanya ingin tahu kemana putranya sejak dua minggu terakhir. Sebab, ia ragu Ghavin pilih pulang ke rumah Marissa.

"Proyek di Singapura sedikit berkendala. Maaf, aku baru bisa mengunjungi kalian lagi setelah pindah." Ghavin bicara jujur, meski sebenarnya keberadaannya di negeri singa tersebut hanya dua hari, sisanya ia memilih menginap di hotel, dan tetap bekerja seperti biasa. Walaupun memang jarang ada di kantor.

Mengetahui Dyra masih banyak diam sejak menyiapkan makanan untuknya, Ghavin pilih menikmati sarapannya dengan tenang.

"Papa hanya tidak mau kamu terlalu sibuk. Sekarang ada Dyra yang bisa memperhatikanmu."

Sayangnya, kalimat Martin tidak bisa Dyra dengar, karena bertepatan dengan itu ia telah meninggalkan kursinya untuk menenangkan Megan yang menangis mau susu.

"Iya, Pa." Hanya jawaban singkat yang Ghavin berikan. Ternyata ia lebih fokus memperhatikan Dyra yang lebih mementingkan kebutuhan Megan dibanding kebutuhan tubuhnya sendiri.

"Wah! Wah! Benar-benar keluarga bahagia!" Bukan hanya suara, tapi juga kemunculan Marissa yang tiba-tiba dan mampu memecah ketenangan di meja makan membuat Dyra yang baru saja bisa menikmati makanannya lagi setelah membantu Megan menghabiskan setengah botol susu, jadi khawatir suara lantang Marissa akan mengejutkan putrinya.

"Ikutlah duduk dan makan jika kau mau, Risa." Martin menawarkan.

Tapi ternyata malah dibalas senyum sinis—Marissa tidak mau bergabung. “Aku tunggu kau di sofa." Mengabaikan tawaran basa-basi Martin, Marissa memberitahu Ghavin.

Ghavin mendesak nafas kesal melihat sikap Marissa yang tidak pernah bisa menjaga etika pada sang ayah. Ia yang memang sudah selesai segera menghabiskan air di gelasnya, lantas meninggalkan meja makan setelah mengusap mulut menggunakan tisu.

"Kenapa tidak pulang?"

Marissa langsung melempar nada sinis begitu tahu Ghavin pilih duduk dengan jarak cukup jauh darinya.

"Ini juga rumahku." Dengan suara pelan Ghavin mengingatkan jika saja Marissa lupa.

"Tapi seharusnya kau pulang ke rumah kita setelah dua minggu menghilang tanpa kabar!" Marissa mengkritik sikap Ghavin yang tidak biasa, sama sekali tidak memberi kabar dirinya. Padahal sebelumnya Ghavin setiap menit pasti menelpon untuk menanyakan keberadaannya. “Kau tidak berniat melanggar kesepakatan kita, bukan?” Mata Marissa memicing curiga.

Marissa tahu Ghavin tiba semalam di rumah baru itu dari petugas keamanan yang ia bayar untuk memata-matai Ghavin beserta istri barunya. Untuk itu pagi-pagi sekali ia segera menyusul, tidak peduli meski harus berkendaraan seorang diri dari kediamannya.

"Aku tidak bisa lagi pulang ke rumah yang sudah aku alihkan atas namamu---"

"----kenapa?” Marissa menyerobot cepat. “Ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba berubah? Apa karena wanita kampung itu?” Marissa yakin Dyra sengaja mencuri dengar pembicaraan mereka dengan tidak segera meninggalkan meja makan.

“Marissa, mari kita bercerai.” Kalimat tiba-tiba Ghavin tidak hanya mengejutkan Marissa, tapi juga Dyra yang sedang membereskan piring bekas mereka makan.

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   5. Tegang tapi bukan tiang

    Sesekali Dyra mengalihkan pandangan dari layar televisi untuk memastikan Ghavin apakah masih serius dengan ponselnya. Ternyata pria itu benar-benar tidak pergi kemanapun. Ghavin sepertinya memang sengaja mengambil cuti. Tapi bukan itu yang Dyra pikirkan sekarang, melainkan keputusan Ghavin yang ingin bercerai dari Marissa masih sangat mengejutkan baginya. Mengingat hubungan keduanya selama ini terlihat baik-baik saja, meski belum memiliki keturunan. Dyra malah jadi resah, menganggap sudah pasti dirinya penyebab hancurnya pernikahan Ghavin dengan Marissa yang sempat membuat iri banyak orang. Tidak hanya itu, ia juga akan tersudut lantaran keputusan itu Ghavin certuskan tidak lama setelah pernikahan mereka dilakukan. “Akan ada yang datang.” Ghavin tiba-tiba bicara untuk memberitahu Dyra, tapi sayangnya Dyra yang sedang sibuk berpikir mengabaikannya. “Ada yang mengusik pikirkanmu?” Ghavin menatap heran Dyra yang masih merenung. “Hah?” Dyra terkesiap, dan seketika berubah gugup saat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   6. Kotak hitam

    “Untuk apa mereka datang?” Martin mendesak putranya yang masih bergeming, setelah kepergian Dyra ke kamar membawa Megan. “Mengundangku dan Dyra ke acara anniversary Paman Darwin.” Ghavin menjawab apa adanya. “Ingat Ghavin! Sejak dulu papa tidak pernah menyukai wanita itu. Kau tetap harus berhati-hati." Martin mengingatkan. Curiga kedatangan Bella bukan saja karena ingin menyampaikan undangan pribadi orang tuanya, melainkan ada alasan lain. “Papa tahu dia masih sangat keras kepala untuk bisa menjadi bagian keluarga kita." “Dia sudah menjadi bagian keluarga kita setelah Galih menikahinya, Pa.” Ghavin balik mengingatkan agar sang ayah segera menyingkirkan pikiran buruk terhadap mantan kekasih kembarannya. "Aku percaya Galih bisa menjaganya." Walaupun faktanya memang benar Bella telah menjadi bagian keluarga besar Pramana setelah dinikahi sang keponakan, tetap saja Martin tidak bisa tenang. Dua kali pernah kehilangan orang tersayang membuatnya berpikir kritis terhadap keturunan Darwi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   7. Ayah pengganti

    Ghavin mendadak urung membuka pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Ia pilih mengintip Dyra yang masih menggantikan pakaian Megan setelah selesai dimandikan. Mendengar samar-samar suara Dyra menyanyikan lagu anak-anak, tanpa sadar Ghavin menyunggingkan senyum tipis. Kendati tidak jelas lagu apa yang sedang Dyra senandungkan, tapi rasanya Ghavin masih ingin lebih lama lagi mencuri dengar. Ghavin hanya masih tidak menyangka, Dyra—-wanita cerdas yang dulu pernah menjadi sekretaris pribadinya itu, sekarang memilih mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga. Benar-benar wanita rumahan yang mengurus putrinya seorang sendiri, tanpa bantuan pengasuh. Ketika dulu mendengar Ghava sering memuji Dyra, Ghavin menganggap adik yang hanya berbeda lima menit darinya itu terlalu bucin. Sehingga dengan mudah terperdaya oleh wanitanya. Tapi ternyata baru saja sehari tinggal bersama, Ghavin membuktikan sendiri perlakuan Dyra saat melayani bukan hanya dirinya, tapi juga sang ayah beserta putri kecil me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   8. Tersinggung

    “Maaf telah merepotkan. Mas bisa berangkat sekarang.” Setelah sempat dibuat panik tidak menemukan putri kecilnya di ranjang, Dyra bicara ketus saat mengambil Megan dari tangan Ghavin. Sebenarnya Dyra hanya kesal, Ghavin membawa Megan tanpa memberi tahu dirinya lebih dahulu. Sedangkan di kamar tadi, ia kebingungan mengetahui ranjang putrinya kosong. Terlalu banyak kehilangan orang-orang yang disayangi, membuat Dyra berpikir paranoid. Hanya karena tidak menemukan Megan di tempat sebelumnya, ia bisa sangat kacau—akal sehat mendadak tidak bekerja. Dyra tahu saat itu Ghavin sudah pergi ke kantor, sedangkan Martin seperti biasa berada di beranda samping, mencari udara segar setelah sarapan. “Aku bisa berangkat kapan saja.” Ghavin mengingatkan. Ia hanya tidak suka Dyra bicara ketus padanya. “Aku pemimpin mereka jika kau lupa.” Ghavin tersinggung, menganggap Dyra tidak suka ia membawa Megan. Melihat kesalahpahaman terjadi di antara putra dan menantunya, Martin berniat meluruskan. Tapi terny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   9. Serakah

    Marissa berjalan tergesa memasuki lobby perusahaan G2 Group. Semua karyawan yang berpapasan dengannya langsung menundukkan kepala. Selain dikenal sebagai supermodel, Marissa yang merupakan istri Ghavin Pramana memang tidak pernah lepas dari sorotan banyak mata. Tidak hanya memiliki body goal, paras yang cantik, tapi juga minus sombong dan arogan. Terbukti, setiap karyawan suaminya yang menyapa tidak ada satupun yang mendapat balasan. Marissa selalu menunjukkan wajah angkuh dengan tatapan lurus ke depan. “Dimana suamiku?” Marissa bertanya lugas begitu berdiri di depan meja sekretaris Ghavin. “Pak Ghavin belum datang, Nyonya. Mungkin sebentar lagi.” Mendengar itu, Marissa lantas berlalu begitu saja menuju ruangan Ghavin yang tinggal beberapa langkah lagi. Marissa merasa perlu memastikan bagaimana respon Ghavin setelah kepulangannya yang tiba-tiba semalam, sedangkan dirinya tidak ada di rumah. Kabar pernikahan kedua Ghavin dengan iparnya memang tidak dirahasiakan, sehingga sampai deti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   10. Serangan tiba-tiba

    “Wanita tidak tahu diri! Janda genit! Setelah suamimu mati sekarang kau rebut suami putriku! Kenapa! Tidak ada lagi yang menghangatkan ranjangmu, iya! Dan kau takut dibuang keluarga ini! Untuk itu kau menggoda mantan atasanmu!” Sushmita langsung melontarkan cacian sesaat pintu dibuka. Momen yang langsung dimanfaatkan begitu tahu siapa yang menyambut kedatangannya. Sushmita memang sengaja datang untuk melabrak Dyra, dan ketika wanita itu yang membuka pintu untuknya, darah Sushmita seketika mendidih panas. “Aku tidak merebut Mas Ghavin, Buk.” Dyra coba meluruskan meski sebenarnya masih sangat tidak menduga Sushmita yang datang. “Semua ini—” “---cih! Kau berani membela diri rupanya hanya karena Tuan Martin memintamu menjadi istri kedua Ghavin. Kau ingin menunjukkan padaku hanya kau menantu kebanggaannya, begitu!” Suara lantang Sushmita masih mendominasi. “Kau benar-benar membuatku muak! Sejak dulu aku sudah peringatkan Risa untuk menjaga suaminya dari betina macam dirimu! Dan ternya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   11. Menakutkan

    “Buka! Atau aku yang akan melakukannya dengan caraku!” Perintah tegas Ghavin belum juga Marissa lakukan, masih terlalu syok melihat Ghavin bisa sangat kasar padanya. Marissa juga seperti melihat sosok lain bukan lagi suaminya. “Risa! Apa kau mendadak tuli!” Suara Ghavin menggelegar memenuhi kamar pribadi pria itu. Begitu mengetahui tuntutan Marissa yang dianggap tidak masuk akal, Ghavin tiba-tiba bangkit dari kursi kerjanya lantas menyeret Marissa untuk dibawa masuk kamar pribadi yang ada di ruangan tersebut. Marissa langsung dihempaskan kasar ke atas ranjang, dan dipaksa melepas semua pakaiannya. Lantaran Marissa bersikeras menolak, Ghavin semakin murka. Si pendiam pun akhirnya menggila. Setelah membanting apa saja yang ada di dekatnya, Ghavin juga memecahkan layar televisi yang tertanam di dinding. Masih dengan nafas memburu, Ghavin menatap nyalang Marissa yang menggigil ketakutan—-tidak menduga ketika marah Ghavin bisa sangat menakutkan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   12. Tidak ingin bercerai

    “Risa?” Romi tak kalah terkejut mengetahui Marissa menunggunya dengan keadaan yang sangat kacau, pun dengan kemarahan yang siap mencabik gadis di sampingnya. “Pergilah. Kita akan bertemu lagi besok.” Romi meminta wanita muda itu untuk segera pergi, sebelum menjadi sasaran kemarahan Marissa. “Siapa dia?” Begitu mendengar pintu sudah kembali tertutup, artinya gadis itu sudah terselamatkan, Romi berjalan menghampiri Marissa dan langsung memeluknya erat. “Siapa dia! Apa dia mainan barumu?” Marissa masih berapi-api, terbakar cemburu. “Kau tahu mereka bisa melakukan apa saja demi mendapat nama besar. Aku bisa apa jika mereka terus memaksa.” Jawaban ringan yang langsung Marissa balas decakan kesal. “Dasar maniak,” cibirnya pelan. “Jangan melebihi batasanmu. Aku tahu kau juga menyukai setiap sentuhanku padamu.” Romi melonggarkan dekapannya, tapi kedua tangannya sudah bergerilya kemana-mana. “Kau selalu membuatku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   42. Dua raga dalam satu rasa

    Dyra masih bertanya-tanya saat melihat Ghavin membuka topeng setelah turun dari mobilnya, dan sepertinya tidak tahu sedang diperhatikan. Sebenarnya bukan dari mana suaminya itu pergi yang Dyra cemaskan, melainkan melihat banyaknya noda darah di jaket denim yang Ghavin kenakan memunculkan berbagai dugaan buruk di kepala.Baru ketika sudah membuka pintu kaca, Ghavin yang sejak tadi berjalan menunduk terkejut mengetahui keberadaan Dyra. “Sayang! Sejak kapan kau disini?” Ghavin berusaha tetap tenang meski sebenarnya was-was Dyra akan takut padanya.“Kenapa bisa ada banyak darah disini? Apa Mas terluka?” Alih-alih menjawab, Dyra malah melontarkan pertanyaan yang membuat Ghavin ragu untuk langsung menjawab. Terlebih ketika tahu, tidak hanya tangan Dyra yang bergetar saat meraba jaketnya yang banyak noda darah, tetapi juga disertai bulir bening yang ikut merangsek keluar. Ghavin jadi tahu Dyra sedang mencemaskan dirinya.Dyra terlalu takut membayangkan sesuatu yang buruk menimpa suaminya. M

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   41. Tiba-tiba pergi

    “Boleh aku masuk?” Dyra langsung meringis mual, dan tiba-tiba kakinya reflek bergerak mundur satu langkah. Dari jarak kurang lebih dua meter saja, aroma alkohol sudah sangat menyengat ketika Romi bicara. Tidak tahu berapa banyak pria itu menegakkan cairan perusak akal sehat. Tapi yang pasti, sekarang Dyra mendadak mual. Ia benci aroma itu. “Tidak! Kau sedang mabuk, dan aku tidak suka!” tolak Dyra tegas. Ia juga sudah akan menutup pintu tapi dengan cepat Romi menahannya. “Setidaknya hargai perjuanganku mencari tempat tinggalmu.” “Itu urusanmu!” Dyra mendorong Romi agar menjauh. Namun, ketika hendak kembali menutup pintu, Romi bisa lebih dulu menyelinap dan akhirnya berhasil masuk. “Kau!” Dyra berubah tegang sambil susah payah menelan salivanya melihat Romi terus mengikis jarang diantara mereka. “Stop! Berhenti disana! Atau aku akan memanggil pelayan untuk mengusirmu!” Tapi peringatan Dyra sama sekali tidak Romi hiraukan. Kakinya tetap melangkah maju. Sampai kemudian.. “B

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   40. Mual

    “Apa sudah merasa lebih baik?” Galih bertanya seraya menoleh Bella yang memungunginya. Seharian hanya berbaring seperti orang sakit, Galih merasa seluruh tubuhnya seperti remuk redam. Tidak tahu kenapa Bella hari itu benar-benar manja padanya, bukan hanya melarangnya pergi ke kantor, tapi juga minta ditemani berbaring. Benar-benar hanya berbaring, seperti dua orang dewasa yang tidak punya keinginan kesenangan duniawi. “Belum. Kepalaku masih pusing setiap aku membuka mata.” Jawaban yang sudah beberapa kali Galih dengar sejak siang. “Ini jelas ada yang tidak beres. Aku panggilkan dokter.” Tidak bisa menahan diri lagi, Galih bicara sambil beranjak turun dari ranjang. Kali ini Bella tidak lagi melarang suaminya meninggalkan ranjang. Setelah berjam-jam berada di situasi yang tidak biasa, ia juga mulai curiga. Tidak lama Galih kembali datang, dan langsung memberitahu Bella. “Dokter akan datang sebentar lagi.” Bella hanya mengangguk. Bahkan mengintip pun tidak dilakukan saat me

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   39. Kakak penyelamat

    “Bagaimana kau hidup sebelum datang ke kota untuk menjadi sekretarisku?” Memijat pelan punggung Dyra yang duduk di atas pengakuannya—menatap gelapnya malam lewat kaca jendela yang sudah dibuka, Ghavin masih belum percaya mereka bisa sedekat sekarang.“Dua tahun setelah pertemuan kita, ibuku meninggal. Sampai akhirnya nenek dari mendiang ayahku datang. Mengajakku tinggal bersamanya di kampung berbeda.” Dyra menghela nafas panjang lebih dulu sebelum lanjut bercerita.Setelah ibunya meninggal, Dyra sempat berhenti sekolah lantaran harus bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tidak banyak yang bisa ia lakukan, karena untuk melakukan pekerjaan berat juga tenaganya belum mampu. Dyra bekerja di warung kecil yang pemiliknya merupakan teman baik sang ibu. Ia akan mendapat makan tiga kali sehari serta sedikit uang setelah seharian bekerja.Tidak hanya mencuci piring, Dyra juga ditugaskan mengantar pesanan pelanggan yang tidak bisa datang ke warung. Berun

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   38. Pura-pura bahagia

    “Lumpuhkan anak buahnya yang paling berpengaruh. Jika dia tidak mau diajak berdamai, habisi tanpa melibatkan orang terdekatnya.” Ghavin langsung memberi ultimatum. “Mas.” Mendengar suara Dyra baru melewati pintu membawa nampan, Ghavin seketika bangkit dan langsung memutus panggilan bahkan ketika orang di seberang sana masih bicara. “Aku buatkan kopi untukmu.“ Dyra bicara sambil berjalan mendekati meja kerja suaminya. Ghavin lantas berjalan memutar setelah meletakkan ponsel ke atas meja. “Terima kasih.” Begitu sudah berdiri di depan Dyra, ia ambil alih nampan dari tangan sang istri dan memindahkanya ke atas meja kerjanya. Setelahnya membawa tubuh Dyra ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.” “Maaf untuk apa lagi?” Dyra pura-pura tidak tahu. Sambil membalas pelukan Ghavin, Dyra tengah menghirup dalam-dalam aroma maskulin lelakinya. Ia sedang berdamai dengan keadaan. Meleburkan kemarahan pada orang-orang serakah yang telah merebut miliknya lewat pelukan hangat Ghavin. Sekarang Dyr

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   37. Kabar bahagia

    Setelah pria bertopeng itu menemui dirinya dan mengatakan ada dipihaknya untuk menghancurkan G2 Group khususnya keturunan Pramana, sebenarnya Romi tidak percaya begitu saja. Sebelum mengetahui wajah dibalik topeng itu, ia merasa belum tenang. Karena selain misterius, pria itu bisa saja hanya ingin menjebaknya dengan membuat tak tik licik. Karena itu begitu mendapat informasi pria bertopeng tinggal di tengah hutan, Romi dengan beberapa anak buahnya langsung meluncur malam itu juga. Mereka tidak peduli meski harus memasuki hutan saat hari sudah pagi. Setelah melakukan pengintaian, dan tidak melihat pergerakan dari dalam rumah gubuk tersebut, Romi langsung bergerak. Naasnya, setelah melubangi pintu dengan banyak timas panas, sebelum akhirnya jebol oleh tendangan salah satu anak buah Romi, ternyata di dalam tidak ada siapapun. Rumah itu hanya gubuk reyot yang tak terawat. Sempat terkejut saat diberitahu ada mayat di dekat gubuk, Romi justru semakin terkejut saat tahu mayat itu tiba-tib

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   36. Siapa lebih tahu

    Dyra membalas tindakan kasar Marissa dengan menancapkan tumit heelsnya di kaki wanita itu yang seketika mengaduh kesakitan, sehingga cengkraman rambutnya pun terlepas.“Sayang.. apa kau terluka?” Sushmita panik memastikan kaki depan putrinya yang memerah. “Kau sangat keterlaluan! Wanita sialan! Tidak tahu diri!” Sushmita mengumpat marah pada Dyra.Tapi Dyra tidak peduli. Ia yang sudah kembali tenang hanya mengibaskan rambut ke belakang. “Seharusnya kalimat itu aku ucapkan untuk kalian!” Kali ini Dyra tidak bisa menahan diri lagi. Bahkan belum juga Marissa berdiri dengan sempurna, Dyra bergerak cepat melayangkan tamparan keras di pipi Marissa. “Itu untuk keluguan palsumu!” Plak! Tamparan kedua Dyra berikan di pipi Marissa yang lain. “ Dan itu untukmu yang sudah merebut apa yang seharusnya menjadi milikku.”Murka putrinya mendapat dua tamparan secara bersamaan, Sushmita mendorong kuat Dyra hingga terjatuh di dekat meja sofa.“Kau sadar dengan apa yang sudah kau katakan, Jalang?” Sushmit

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   35. Dua lawan satu

    Galih masih memperhatikan puluhan heels yang tersusun rapi di lemari besar di depannya, dan kedua daun pintunya sudah dibuka lebar. Kendati matanya masih menyusuri satu-persatu heels koleksi sang istri, tapi hati kecilnya terus berharap apa yang dicari tidak ada disana. Dalam kata lain pemilik heels di video itu bukanlah istrinya. Kalimat yang sering Bella katakan ketika marah melihat Ghava bersama Dyra dulu, memicu berspekulasi negatif dalam dirinya. Sehingga dugaan itu muncul mengingat heels seperti bagian hidup Bella yang glamor.“Besar harapanku bukan kau yang melakukannya. Karena sekalipun itu kau, aku pasti akan memihak mereka, dan membuatmu mendapat balasan yang sepadan.”Namun, di tengah kondisi harap-harap cemas, Galih dikejutkan dengan kemunculan Bella yang berlari menuju kamar mandi. Tadinya Galih mengabaikan, menganggap sang istri tengah terdesak oleh hajatnya, tapi ternyata ia tetap panik saat mendengar suara… “Apa kau sakit?” Galih membantu memijat tengkuk Bella yang m

  • Menjadi Istri Kedua Kembaran Suamiku   34. Sepasang kaki

    Sebagai pria sejati yang memegang teguh ucapannya, hari itu setelah lebih dari sepuluh tahun Ghavin kembali datang mencari gadis kecilnya. Namun ternyata, setelah sepuluh tahun berlalu, banyak perubahan yang membuatnya bingung, dan menganggap telah tersesat. Setelah menemukan palang pembatas yang diyakini menjadi tempat pertemuan pertama mereka dulu, Ghavin pilih mengambil jalan lurus menurut ingatannya. Akan tetapi sampai tiba di ujung jalan, Ghavin tidak menemukan lagi deretan hunian sederhana tempat tinggal gadisnya. Sekarang hanya ada satu bangunan dan menghadap jalan raya—membelakangi dirinya. Tidak tahu harus bertanya pada siapa, mengingat tidak ada siapapun disana, Ghavin akhirnya memutuskan mendatangi bangunan tersebut yang ternyata kios buah. “Permisi..” Begitu mendekat Ghavin segera bertanya pada pemilik buah yang seketika bangkit dari kursinya.“Mau buah yang mana, Dek?” Sushmita berpikir saat itu Ghavin datang untuk membeli dagangannya. Tapi ternyata kekecewaan yang ia d

DMCA.com Protection Status