Akhir-akhir ini hubungan Banyu dan Zahra sedang tidak baik. Di samping adanya masalah yang membuat Zahra mau tidak mau sibuk di kantor, Banyu lebih banyak berdebat dengan pikirannya sendiri. Lebih kepada rasa sesal yang tiba-tiba muncul tanpa permisi. Pasalnya, melihat Kinar begitu kekeuh untuk membersamai Anan, Banyu was-was tanpa alasan yang jelas.Lebih jelasnya seperti ini. Dulu, saat Kinar mencurahkan segala cintanya untuk Banyu, menyepelekan bagaikan hal lumrah yang Banyu lakukan. Sampai suatu ketika Kinar memilih pergi, yang hadir di dalam dada Banyu malah perasaan tenang dan senang. Kinar Dewi bagaikan beban yang ingin Banyu buang jauh-jauh dari muka bumi. Lalu sekarang sesal yang tidak ada gunanya itu muncul. Sial! Banyu merutuki dirinya sendiri. Pada saat dicintai bukannya menjaga dengan baik malah berbuat sesuka hati.“Ini karma, pasti. Aku yakin ini memang itu namanya. Kenapa harus ada karma, sih?!”Banyu menggerutu dengan rungsing di dalam kamarnya. Malam ini Bandung di g
Setiap paginya—sebelum Kinar dinikahi oleh Anan—segala aktivitasnya selalu berjalan dengan lancar. Tidak ribet dan banyak drama yang harus Kinar lewati. Karena tinggal seorang diri maka mengurus diri sendiri tidaklah rumit. Lalu sekarang, bak dijatuhi gemuruh meteor dari langit, hari-hari Kinar jungkir balik. Terutama di waktu pagi seperti ini. Kinar diembani tanggung jawab baru sebagai seorang istri yang harus sigap dan melayani suami kapan pun tanpa melihat waktu.“Ini masih subuh.” Kinar menggerutu dengan kedua mata masih terpejam. Anan resek sekali mengganggunya yang baru saja terlelap selama satu jam. “Kamu tidak biasanya sarapan.” Karena Anan masih terus merengek dan Kinar benar-benar mengantuk berat. Kepala Kinar pusing akibat kurang tidur.“Ke pasar, ‘kan, tidak jauh, Nar. Ayolah!”Rengekan Anan melebihi Reno. Kesal yang Kinar rasakan naik hingga ke ubun-ubun membuatnya dengan cepat membuka kedua matanya dan duduk. Amarahnya tidak bisa meluap seenak hujan mengguyur Bandung hin
‘Tidak ada yang seperti dia.’Adalah kalimat yang terus terngiang di pendengaran Kinar hingga sesi memasak di dapur apartemennya berlangsung. Anan Pradipta melontarkan kalimat yang cukup menohok dada Kinar. Tidak menaruh rasa bukan berarti bebas dari sebuah perasaan sakit. Memang sialan pria satu itu! Bedebah dan berengsek! Kalau Ivana tidak ada gantinya, kenapa harus bercerai alih-alih mempertahankan. Harusnya mereka berdua tetap bersama dan tidak perlu membuat torehan luka untuk orang lain. Sial!Kinar dan mulutnya yang terkunci namun segala kata-kata kotor berdengung di kepalanya. Hingga penuh dan siap disemburkan ke Anan. Kali ini tidak ada ampun yang ingin Kinar berikan kepada Anan. Kinar juga ingin berlaku demikian tapi meladeni Anan, bukan sesuatu yang penting untuk Kinar lakukan.“Belum matang?”Kinar membanting spatulanya keras-keras. Hingga Reno yang sedang duduk anteng di meja makan seraya memainkan mobil-mobilannya berjengit kaget. Anan membulatkan matanya tidak menyangka
“Siapa?” tanya Kinar penuh penasaran. Kinar bertanya tanpa rasa malu atau akan dicurigai oleh Anan sebagai istri yang pencemburu tepat setelah Anan mematikan sambungan nirkabel itu.“Zahra.”“Secepat itu?” Kinar sudah paham ke mana arahnya dan Anan mengangguk dengan wajah semringah. “Wah, siapa yang sangka jika Zahra bisa berpaling dari Banyu. Memang ya …” Kinar telisik Anan dari ujung rambut hingga kaki lalu berhenti tepat di wajah pria itu.”Pesona duda tiada duanya.”“Heh!” Anan tidak terima dikatai demikian. “Jangan membuat orang lain yang mendengarnya salah paham. Jelas-jelas kita sudah menikah, lupa?” Anan angkat tangan kanannya yang tersemat cincin nikah lalu mengangkat tangan Kanan Kinar yang juga tersemat cincin nikah darinya. “Jangan berani-beraninya merubah status di saat kamu milikku dan aku milikmu!”Kinar meringis menahan rasa sakit. Tangan Anan mencengkeramnya terlalu kuat sehingga Kinar kesulitan untuk memberontak.“Aku bercanda—menggoda lebih tepatnya. Ini juga bagian
Drama rumah tangga itu selalu ada. Dalam sebuah pernikahan, tidak ada jalan yang benar-benar mulus untuk dilalui. Kinar Dewi percaya itu karena pertengkaran, perdebatan dan perselisihan pendapat menjadi suatu nilai plus dalam kelanggengan hubungan.Dalam berumah tangga tidak melulu soal kata ‘I love you’, yang harus diucapkan setiap saat bahkan setiap hari. Ada yang lebih realistis daripada sekadar ucapan. Ada tindakan yang harus dilakukan dan juga ada perut yang wajib diberi makan setiap harinya. Kata ‘I love you’ saja tidak akan membuat kenyang atau memenuhi segala kebutuhan. Hidup itu realistis dan terus berjalan.Itu juga yang sedang Kinar alami saat ini. Sebagai seorang istri, Kinar memiliki peran yang tidak mudah meski terlihat sepele. Setelah menikah dengan Anan dan tahu tabiatnya, Kinar tidak pernah berhenti mendebatkan hal-hal kecil yang berujung terbentuknya interaksi.“Kenapa secepat itu?” Kinar sedang memasak di dapur. Bukan karena Anan yang meminta. Kali ini atas kehendak
Kinar hanya patuh kepada Anan karena tahu itu salah satu bentuk pengabdian istri kepada suami. Bukan karena mau di atur-atur sesuka hati apa lagi menjadi babu di rumah sendiri. Beruntungnya Anan bukan tipe suami yang menuntut istri untuk selalu berada di dapur dan melayaninya kapan pun Anan butuh. Menikah, hidup Kinar masih menjadi milik Kinar. Kinar masih bebas melakukan apa saja dan bisa berekspresi sama seperti sebelumnya. Pada dasarnya Ana tidak memberi tali kekang bak anjing bertuan.“Yakin tidak mau di sewakan saja?” Kinar mengangguk dengan kepala masih memandangi gedung apartemen yang dirinya tinggali belum ada satu bulan. “Kalau begitu, aku akan meminta orang untuk membersihkannya seminggu sekali. Kamu juga masih bisa berkunjung ke sini. Kita masih bisa menghabiskan waktu kapan pun kamu mau.”“Hm, begitu lebih baik.” Kinar menjawab dengan helaan napas panjang. Menundukkan kepalanya ke bawah, sibuk menatapi kedua tangannya yang saling terpaut. Berdebat dengan Anan perkara di ma
Hubungan Banyu dan Zahra mulai merenggang entah sejak kapan. Banyu merasakannya terlebih dahulu namun karena merasa itu tidaklah penting dan biasa terjadi di hubungan manapun, Banyu mengabaikannya. Banyu tidak mau membahas masalah ini dan merusak mood Zahra. Di samping dirinya yang sedang sibuk karena akhir bulan dan sering lembur, yang bisa Banyu lakukan adalah bersenang-senang sendiri.“Kamu yakin ini bukan masalah serius?” tanya teman kerja Banyu yang duduk di sampingnya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak mau mengambil risiko kehilangan setelah berada dijenjang serius seperti ini.”“Yang menikah saja bisa bercerai. Apalagi aku dan Zahra yang hanya masih bertunangan. Semua keinginan kita tidak harus selalu terwujud, Ndri.” Andri namanya. Banyu menatapnya sejenak lalu mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelasnya. “Jika harus berakhir, aku bisa apa? Aku tidak mau menahan langkah seseorang yang ingin menjangkau mimpi ke depan setinggi mungkin. Aku tidak suka dikekang maka
Hubungan Banyu dan Zahra mulai merenggang entah sejak kapan. Banyu merasakannya terlebih dahulu namun karena merasa itu tidaklah penting dan biasa terjadi di hubungan manapun, Banyu mengabaikannya. Banyu tidak mau membahas masalah ini dan merusak mood Zahra. Di samping dirinya yang sedang sibuk karena akhir bulan dan sering lembur, yang bisa Banyu lakukan adalah bersenang-senang sendiri.“Kamu yakin ini bukan masalah serius?” tanya teman kerja Banyu yang duduk di sampingnya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak mau mengambil risiko kehilangan setelah berada dijenjang serius seperti ini.”“Yang menikah saja bisa bercerai. Apalagi aku dan Zahra yang hanya masih bertunangan. Semua keinginan kita tidak harus selalu terwujud, Ndri.” Andri namanya. Banyu menatapnya sejenak lalu mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelasnya. “Jika harus berakhir, aku bisa apa? Aku tidak mau menahan langkah seseorang yang ingin menjangkau mimpi ke depan setinggi mungkin. Aku tidak suka dikekang maka
“Aduh lupa!”Teriakan Ara membuat Kinar yang sedang santai menikmati minuman dinginnya terpaksa harus menoleh. Ara si pemilik suara kecil agak cempreng dengan rambut berwarna merah gelap membuat Kinar geleng-geleng kepala. Bukan sekali, dua kali Ara menjadi heboh sendiri. Namun terlalu sering sehingga Kinar hafal betul dengan wanita yang lebih muda dua tahun di bawahnya itu.“Nggak kamu catat dulu?” tanya Kinar kalem.“Kamu kalem banget, sih, Nar?” Ara terkekeh dengan kepala bergoyang mirip bolo-bolo. “Padahal aku ini nggak ada kalemnya sama sekali tapi kamu sabar banget menghadapi aku yang super random ini.”“Aku juga random kok.” Kinar membela dirinya sendiri.Kinar sungkan saat ada orang lain yang menilai dirinya hanya dari covernya saja. Kinar selalu mendapat penilaian positif dan itu sedikit membuatnya sungkan. Yang sebenarnya terjadi adalah kebalikannya. Kinar juga punya momen-momen tertentu untuk meledak. Kinar juga bisa marah pada hal-hal kecil yang membuat orang sekitarnya te
Prinsip hidup yang selama ini Anan pegang cukup sederhana. Dengan tidak mencampuri urusan orang lain, arti dari ketenangan yang sebenarnya sudah Anan dapatkan. Tapi namanya manusia memang suka lupa diri dan semena-mena.Di saat Anan bersikeras tidak mau mendengar apa pun masalah dan keluh kesah orang lain, justru Tuhan mempertemukan dengan manusia-manusia yang sifatnya meribetkan. Dan Anan harus menjadi pendengar yang baik sedangkan itu tidak pernah tersemat sedikit pun di dalam dirinya.“Kita terlalu keras, ya?” tanya Kinar sembari merapikan dasi dileher Anan. “Aku terdengar kejam.”“Itu demi kebaikan mereka. Lagi pula mereka datang kepada kita sudah bentuk kesalahan fatal. Kita hanyalah saudara jauh dan yang seharusnya mereka datangi adalah keluarganya.” Anan tetap tidak mau salah dan pendapatnya adalah yang paling benar.Kinar mengembuskan napasnya. Tangan kanannya mengusap jas Anan seolah ada debu yang menempel di sana.“Kalau itu terjadi pada anakmu ….” Kinar tak kuasa melanjutka
Tentang hidup ….Kinar Dewi tidak mengharapkan apa-apa selain baik-baik saja. Maksud dari baik-baik saja di sini bukan sekadar adem ayem dengan segudang uang dan fasilitas yang telah terpenuhi. Namun jauh dari masalah walaupun itu mustahil. Namun setidaknya meminimalisir problem selalu Kinar usahakan.Seperti pagi ini contohnya. Tidak tahu dari mana datangnya. Kinar tidak mau menebak atau menyalahkan salah satu pihak. Bagi Kinar, masalah itu tercipta karena ada pihak-pihak tertentu yang terlibat. Mau dibalas penuh emosi bak kebakaran jenggot, masalah itu telah tercipta. Dan konyol kalau misalnya masalah itu muncul sendiri.“Jadi siapa yang mulai duluan?” tanya Kinar tegas dan jelas.Semua mata yang ada di ruang tamu rumahnya menatap Kinar dengan tatapan mata yang berbeda-beda. Anan yang santai sambil menarik napasnya dalam-dalam. Kinar tahu, semalaman Anan lembur karena ini awal bulan dan baru bisa memejamkan matanya subuh tadi. Sekarang pukul tujuh pagi yang artinya tidur Anan amatla
“Emang orangnya kayak gitu?” tanya Anan sambil mendorong troli belanja. Kinar mengajak Anan berbelanja sayur, buah dan kebutuhan lainnya. Mumpung sekalian dekat dengan supermarket.Anan mendengar ucapan terakhir Rika yang menurutnya amatlah nyelekit. Sedangkan Kinar memberi respons yang santai dan biasa saja. Seakan-akan memang istrinya itu sudah biasa mendengar kalimat tersebut.“Mungkin,” jawab Kinar sekenanya sambil memasukkan buah-buahan ke dalam troli. “Aku ketemu dan kenal Rika di komunitas menulis beberapa tahun yang lalu. Dan kita nggak dekat-dekat banget buat bertukar nasib hidup.”“Kamu nggak kesinggung? Minimal kamu keluarin ekspresi marahlah biar dia sungkan dan jera.”“Buat apa?” Kinar membalikkan tubuhnya ke belakang di mana Anan berdiri. “Kalau aku marah, aku nggak ada bedanya sama dia dan aku punya level yang sama kayak dia sedangkan aku paling anti buat lakuin itu.”“Kenapa?” Anan penasaran dan terus mengejar jawaban dari Kinar. “Sesekali marah nggak akan bikin kamu r
“Sebenarnya titik kehidupan masing-masing orang itu berbeda.” Kinar mengatakan sesuai pengalaman yang pernah dialaminya. “Aku berada di posisi ini karena aku pernah merasakan titik terendah dalam hidupku yang mana aku ingin mati. Tapi aku sadar, semengenaskan apa pun kehidupanku waktu itu, selalu ada takdir milik orang lain yang paling mengerikan. Dan untuk itu aku hanya bisa mensyukuri jalanku.”Rika hanya mengangguk. Rekan sesama penulis Kinar itu sedang mencurahkan isi hati dan pikirannya. Yang jika Kinar menilai itu adalah sebuah ujian yang tiap-tiap orang selalu merasakannya. Kinar enggan berkomentar panjang lebar. Toh masa-masa sulit yang pernah Kinar lalui telah lewat. Sekarang yang tersisa hanyalah secuil nasihat dan kenangan yang memang patut untuk dikenang.“Orang-orang kalau ngomong selalu enak.” Rika seruput es tehnya. “Tau kok soalnya cuma tinggal ngomong doang. Enak ya jadi kamu, seneng ya jadi kamu, nggak perlu effort berlebih hidup kamu udah kejamin. Andai mereka tau g
“Kali ini tentang apa?”Kinar menyeruput cokelat dinginnya dengan santai dan hidupnya memang sesantai itu sekarang. Setelah menjadi Nyonya Pradipta, kegiatan Kinar selain menulis adalah berkumpul bersama para kalangan atas. Yang jika Kinar jabarkan bagaimana rasanya … itu membosankan. Jujur saja, Kinar lebih suka hidupnya yang sederhana dan biasa-biasa saja. Tidak banyak kegiatan selain menulis, rebahan, menonton sendirian di bioskop dan makan nasi padang. Bonusnya jalan-jalan sore di alun-alun dan belie s krim.Dalam benak Kinar terbersit kerinduan masa lalunya yang sangat sulit untuk dirinya ulang kembali. Bukannya tidak mau kembali ke masa itu. Kinar hanya harus bertindak penuh kehati-hatian. Karena siapa, sih, yang nggak kenal sama keluarga Pradipta?Media yang tersembunyi di dalam pelosok saja tahu mereka. Maka dari itu Kinar harus menyamar terlebih dulu jika ingin menikmati masa lalunya. Agar orang-orang tidak tahu identitasnya terlebih wajahnya yang sudah tersorot oleh penjuru
“Segala sesuatu di dunia ini ada harganya. Tidak ada nilai yang tidak bisa diubah menjadi uang. Orang yang berani mengatakan cinta adalah hal tidak ternilai itu seperti pencuri yang mencuri barang gratis. Jika kamu tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang, itu karena kamu tidak punya cukup uang.”Kinar Dewi hanya memandangi Ivana dengan sungguh-sungguh. Wanita elegan itu menyeruput kopi panasnya yang masih mengeluarkan asap dengan santai. Sore hari di Bandung dan kemacetan yang terjadi di mana-mana. Semilir angin dan gulungan awan hitam bisa Kinar lihat dari kaca jendela. Tempat duduknya memiliki spot tertuju ke mana saja dan pojokan adalah favorit Kinar sejak dulu.“Uang lagi dan cinta bukan sesuatu yang harus kita khawatirkan. Aku membeli Banyu bukan dengan hatiku meski ada kontrak di atas hitam putih tapi uangku lebih berkuasa. Itulah kenapa kita perlu menjadi kaya agar bisa membeli apa pun yang kita mau. Ini terdengar egois karena tidak semua orang terlahir dengan privilege. Ya
Pada akhirnya ....Di dunia ini, ada tiga jenis manusia, yaitu, ada yang seperti makanan, selalu dibutuhkan orang lain, ada yang seperti obat, diperlukan oleh orang lain saat sakit, dan ada yang seperti penyakit, selalu dibenci oleh orang lain.Kinar membaca tulisannya sendiri dengan saksama lalu memberi penjelasan hanya dalam benaknya saja. Kinar malas untuk menjabarkan dengan mengetikkan di layar laptopnya. Selain terlalu panjang dan berbelit-belit, Kinar sedang melawan moodnya yang berantakan.Hari ini Kinar sedang mati kebosanan. Jalan satu-satunya adalah hengkang dari rumah dan berakhir di ruangan Anan. Ternyata pilihan untuk ke kantor Anan juga bukan sesuatu yang tepat. Suaminya itu sedang sibuk dan Kinar tidak punya objek untuk melampiaskan marahnya. Ugh, rasanya dongkol luar biasa.“Mau es krim, Bu?” tawar Kamila yang masuk setelah mengetuk pintu. Senyum wanita yang usianya sepantaran dengan Anan itu terukir. “Akan saya belikan.” Kamila sudah akan membawa kedua kakinya menuju
“Jika sudah tidak bisa berjuang, baiknya jangan memberi harapan kosong.” Itu hanya sepenggal saran yang bisa Anan berikan kepada Teguh. “Dia juga manusia sama seperti kamu. Pastinya saat ada harapan yang telah dia lambungkan lalu tidak bisa digapainya, rasa sakit menyerangnya. Jadi putuskan saja ingin mengambil langkah yang bagaimana. Maju atau mundur, berhenti atau bertahan.”Teguh diam. Duduk dengan wajah penuh kebingungan dan sorot mata yang lelah. Teguh belum mendapatkan keputusan hendak membawa hubungan bersama Rani ke mana. Jika tujuannya adalah pelaminan, itu sudah dari awal Teguh angankan kala hubungan ini terbentuk. Namun restu yang tak kunjung datang membuat Teguh serba galau. Harus bagaimana?“Kamu ini pria. Sejatinya kamu akan memperjuangkan apa yang menurut kamu tepat dan nyaman di hatimu. Tidak lembek seperti kerupuk terguyur air,” cibir Anan. Meski kalimatnya tidak sadis, seharusnya itu mampu menembus harga diri Teguh untuk bisa bangkit dari keterpurukannya. “Jika di aw