“Siapa?” tanya Kinar penuh penasaran. Kinar bertanya tanpa rasa malu atau akan dicurigai oleh Anan sebagai istri yang pencemburu tepat setelah Anan mematikan sambungan nirkabel itu.“Zahra.”“Secepat itu?” Kinar sudah paham ke mana arahnya dan Anan mengangguk dengan wajah semringah. “Wah, siapa yang sangka jika Zahra bisa berpaling dari Banyu. Memang ya …” Kinar telisik Anan dari ujung rambut hingga kaki lalu berhenti tepat di wajah pria itu.”Pesona duda tiada duanya.”“Heh!” Anan tidak terima dikatai demikian. “Jangan membuat orang lain yang mendengarnya salah paham. Jelas-jelas kita sudah menikah, lupa?” Anan angkat tangan kanannya yang tersemat cincin nikah lalu mengangkat tangan Kanan Kinar yang juga tersemat cincin nikah darinya. “Jangan berani-beraninya merubah status di saat kamu milikku dan aku milikmu!”Kinar meringis menahan rasa sakit. Tangan Anan mencengkeramnya terlalu kuat sehingga Kinar kesulitan untuk memberontak.“Aku bercanda—menggoda lebih tepatnya. Ini juga bagian
Drama rumah tangga itu selalu ada. Dalam sebuah pernikahan, tidak ada jalan yang benar-benar mulus untuk dilalui. Kinar Dewi percaya itu karena pertengkaran, perdebatan dan perselisihan pendapat menjadi suatu nilai plus dalam kelanggengan hubungan.Dalam berumah tangga tidak melulu soal kata ‘I love you’, yang harus diucapkan setiap saat bahkan setiap hari. Ada yang lebih realistis daripada sekadar ucapan. Ada tindakan yang harus dilakukan dan juga ada perut yang wajib diberi makan setiap harinya. Kata ‘I love you’ saja tidak akan membuat kenyang atau memenuhi segala kebutuhan. Hidup itu realistis dan terus berjalan.Itu juga yang sedang Kinar alami saat ini. Sebagai seorang istri, Kinar memiliki peran yang tidak mudah meski terlihat sepele. Setelah menikah dengan Anan dan tahu tabiatnya, Kinar tidak pernah berhenti mendebatkan hal-hal kecil yang berujung terbentuknya interaksi.“Kenapa secepat itu?” Kinar sedang memasak di dapur. Bukan karena Anan yang meminta. Kali ini atas kehendak
Kinar hanya patuh kepada Anan karena tahu itu salah satu bentuk pengabdian istri kepada suami. Bukan karena mau di atur-atur sesuka hati apa lagi menjadi babu di rumah sendiri. Beruntungnya Anan bukan tipe suami yang menuntut istri untuk selalu berada di dapur dan melayaninya kapan pun Anan butuh. Menikah, hidup Kinar masih menjadi milik Kinar. Kinar masih bebas melakukan apa saja dan bisa berekspresi sama seperti sebelumnya. Pada dasarnya Ana tidak memberi tali kekang bak anjing bertuan.“Yakin tidak mau di sewakan saja?” Kinar mengangguk dengan kepala masih memandangi gedung apartemen yang dirinya tinggali belum ada satu bulan. “Kalau begitu, aku akan meminta orang untuk membersihkannya seminggu sekali. Kamu juga masih bisa berkunjung ke sini. Kita masih bisa menghabiskan waktu kapan pun kamu mau.”“Hm, begitu lebih baik.” Kinar menjawab dengan helaan napas panjang. Menundukkan kepalanya ke bawah, sibuk menatapi kedua tangannya yang saling terpaut. Berdebat dengan Anan perkara di ma
Hubungan Banyu dan Zahra mulai merenggang entah sejak kapan. Banyu merasakannya terlebih dahulu namun karena merasa itu tidaklah penting dan biasa terjadi di hubungan manapun, Banyu mengabaikannya. Banyu tidak mau membahas masalah ini dan merusak mood Zahra. Di samping dirinya yang sedang sibuk karena akhir bulan dan sering lembur, yang bisa Banyu lakukan adalah bersenang-senang sendiri.“Kamu yakin ini bukan masalah serius?” tanya teman kerja Banyu yang duduk di sampingnya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak mau mengambil risiko kehilangan setelah berada dijenjang serius seperti ini.”“Yang menikah saja bisa bercerai. Apalagi aku dan Zahra yang hanya masih bertunangan. Semua keinginan kita tidak harus selalu terwujud, Ndri.” Andri namanya. Banyu menatapnya sejenak lalu mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelasnya. “Jika harus berakhir, aku bisa apa? Aku tidak mau menahan langkah seseorang yang ingin menjangkau mimpi ke depan setinggi mungkin. Aku tidak suka dikekang maka
Hubungan Banyu dan Zahra mulai merenggang entah sejak kapan. Banyu merasakannya terlebih dahulu namun karena merasa itu tidaklah penting dan biasa terjadi di hubungan manapun, Banyu mengabaikannya. Banyu tidak mau membahas masalah ini dan merusak mood Zahra. Di samping dirinya yang sedang sibuk karena akhir bulan dan sering lembur, yang bisa Banyu lakukan adalah bersenang-senang sendiri.“Kamu yakin ini bukan masalah serius?” tanya teman kerja Banyu yang duduk di sampingnya. “Kalau aku jadi kamu, aku tidak mau mengambil risiko kehilangan setelah berada dijenjang serius seperti ini.”“Yang menikah saja bisa bercerai. Apalagi aku dan Zahra yang hanya masih bertunangan. Semua keinginan kita tidak harus selalu terwujud, Ndri.” Andri namanya. Banyu menatapnya sejenak lalu mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelasnya. “Jika harus berakhir, aku bisa apa? Aku tidak mau menahan langkah seseorang yang ingin menjangkau mimpi ke depan setinggi mungkin. Aku tidak suka dikekang maka
Setelah hari itu, tidak ada yang banyak Kinar katakan. Bukan tidak bisa menerima dari mana asal Anan, Kinar hanya ingin menjaga perasaan sang suami. Jika Anan sudah mulai membuka diri kembali dan menceritakan perjalanan hidupnya hingga di titik ini, maka Kinar akan dengan senang hati menyambutnya. Karena katanya begini: carilah pasangan yang enak untuk di ajak mengobrol, soal apa pun itu. Karena ketika sudah menua nanti, kita hanya tinggal berdua dan tidak melakukan apa-apa selain mengobrol dan menikmati matahari dengan secangkir teh di teras rumah.“Ini serius cuma mau sama Reno?” Kinar hanya mengangguk disertai senyuman. Anan hendak menghadiri rapat dengan beberapa pemegang saham. “Zahra hadir.” Helaan napas Anan memberat dan Kinar tahu artinya apa. “Bisa saja dia berbuat yang tidak kita duga.”“Selama kamu tidak memberi respons di luar batas seperti yang kita rencanakan, aku rasa tidak masalah. Sepertinya juga hubungannya dengan Banyu mulai merenggang.”Kinar tahu karena Teguh memb
Hari-hari terus berlalu. Yang kemarin menjadi pembicaraan serius antara Anan dan Kinar bak lenyap terbawa oleh angin. Fokus yang mereka kerjakan hanyalah yang ada di depan mata saat ini dan detik ini. Sisanya telah tertutup.Udara pagi hari di Bandung masih terbilang segar. Walau tidak semuanya seperti itu, namun tempat di mana Kinar tinggal saat ini, selain suasana yang sepi sunyi, polusi udara tidak membludak bak ibu kota. Kinar senang saat subuh-subuh terbangun lalu membuka jendela di mana ruang kerjanya berada. Anan menyiapkan satu ruangan untuknya bisa menjamah setiap imajinasi menjadi rangkaian kalimat.“Jadi pergi?” tanya Anan yang entah sejak kapan berdiri di belakang tubuhnya.Kinar menoleh setelah memasok udara ke dalam paru-parunya dan melempar senyum kepada Anan.“Jadi. Kenapa? Ada sesuatu yang kamu mau?” Kinar menawarkan jikalau Anan membutuhkan sesuatu.Anan menggeleng. “Hati-hati.” Satu usapan mampir ke kepala Kinar yang membuat di empunya terdiam cukup lama. “Kabari ka
Secara acak, Kinar ingin tahu kehidupan Anan Pradipta. Mulai dari mana asalnya dan bagaimana bisa berakhir di keluarga Pradipta yang kondang itu. Pengakuan ‘diadopsi’ seperti yang Anan katakan belum cukup membuat Kinar puas. Kinar masih ingin tahu lebih dan lagi pula, mereka menikah secara resmi, tidak ada perjanjian di dalamnya maupun apa pun itu namanya. Mereka pasangan suami istri dan Kinar rasa itu memang wajar dirinya ketahui. Tapi Kinar belum menemukan waktu yang tepat. Anan masih sibuk dan Kinar takut pertanyaan yang akan dirinya ajukan justru merusak mood sang suami.“Mikirin apa?” tanya Anan yang baru saja selesai mandi. Pria itu meletakkan handuk basahnya di tempatnya dan duduk di samping Kinar. “Mau makan sesuatu?”“Ck!” decak Kinar dengan memutar kedua matanya malas. Anan tertawa kecil. “Belum genap satu bulan aku menjadi istri kamu, lihat!” Kinar tunjukkan lengannya yang sedikit membesar dari sebelumnya. “Kamu terlalu getol menawariku makan!”“Kenapa jadi aku yang disalah