Surat cerai itu sudah keluar. Ivana berdiri termenung memandangi surat ditangannya dan tersenyum segaris. Berbesar hati adalah kuncinya. Ini aneh. Harusnya Ivana bahagia terlepas dari jeratan Anan tapi kenapa rasanya menyedihkan, ya? Kenapa Ivana merasa di buang bak barang rongsokan yang tak bisa di pakai lagi? Kenapa Ivana merasa dirinya seperti sampah yang tak bisa didaur ulang lagi? Kenapa Ivana menyesali segala keputusannya untuk melepaskan Anan padahal perasaan untuk mantan suaminya itu saja sudah lebur entah sejak kapan atau malah Ivana sebenarnya sangat mencintai Anan?“Terima kasih.”Vokal di belakang tubuh Ivana membuat punggungnya menegang sejenak. Ivana tarik napasnya dalam-dalam serta mengatur ekspresi wajahnya senormal mungkin. Dan membalikkan tubuhnya diirngi senyuman yang menandakan jika Ivana tidak meninggalka gurat sesal di wajahnya.“Untuk?” jawaban serta pertanyaan atas ucapan Anan Ivana respons. Meski suaranya sedikit bergetar, ivana menjamin Anan tidak akan curiga
Kinar meringis. Bukan karena menahan rasa sakit melainkan memberikan ekspresi untuk mengejek ucapan Banyu. Pria itu tidak tahu malu sekali dan menyimpulkan yang hanya menurutnya saja. Tidak mengetahui kebenaran mau pun seluk-beluk aslinya. Kinar ingin tertawa setelah menatapi wajah Banyu lekat dan lama. Namun urung dan hanya menggelengkan kepala.“Kamu tahu, kamu hanya alat pencetak anak untuk Anan. Ke depannya, aku menjamin kamu tidak akan pernah mendapatkan kebebasan. Aku tahu Anan seperti apa dan setiap detail rencana yang Ivana siapkan. Kamu mau tahu? Kamu akan terbuang dengan sendirinya setelah tidak berguna.”Sekali lagi Kinar menggelengkan kepalanya dan mendengkus kesal. Apa yang Banyu ucapkan tidak akan Kinar sangkal apa lagi membenarkan atau apa pun itu istilahnya. Kinar tidak akan memusingkan perkara ucapan tidak penting yang jelas-jelas sudah Kinar ketahui kebenarannya.“Saya berterima kasih sekali dengan informasi yang kamu berikan. Tapi yang harus kamu tahu, yang sebenarn
Setiap manusia, tidak ada yang benar-benar tahu perihal kisah hidupnya seperti apa atau akan menjadi apa. Sebagai manusia, kita hanya bisa merencanakan hal baik untuk masa depan, melangitkan doa-doa baik yang tak berkesudahan namun satu yang harus selalu diingat jika rencana yang indah yang telah kita persiapkan masih ada skenario Tuhan sebagai hasil akhirnya. Bukan artinya tidak dikabulkan jika melenceng dari harapan tapi percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.Contoh kecilnya saja hubungan Kinar dengan Banyu di masa lalu. Menyangka tidak jika Kinar pernah berpikir jika Banyu adalah pilihan dari Tuhan yang paling terbaik untuk dirinya? Kinar pernah sebodoh itu. Merasa dicintai dan mencintai, merasa ditemukan dan menemukan. Harapan Kinar terlalu tinggi sehingga Tuhan hanya melihatnya sejenak sebelum berakhir dengan sia-sia. Waktu yang Kinar jalani bersama Banyu lebur seketika bersamaan dengan bubarnya hubungan mereka. Kenyataan yang tidak berjalan mulus, rencana hanya tinggal renc
Martabak manis dan kopi hitam pahit memang perpaduan yang tepat. Walau baru beberapa jam menjadi istri Anan, Kinar tahu selera suaminya itu. Walau rasa lelah mendera tak berkesudahan di acara resepsi pernikahan sederhana keduanya, tetap saja tamu yang datang melebihi dari ekspektasi.Bagaimana perasaan Kinar? Malu, tentu saja tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah keputusan yang Kinar ambil. Malu mau pun tidak, Kinar harus menemui semua tamu yang hadir guna memberinya selamat.“Dari siang belum makan?” tanya Anan dengan nada yang cukup terkejut, maksudnya khawatir. Lantaran rasa canggung masih menyelimuti, Anan tidak tahu bagaimana cara bereaksi yang baik. “Kenapa diam saja? Kamu harusnya bilang biar bisa aku ambilkan. Kamu lupa kalau punya magh akut?”“Lebay, deh!” cibir Kinar dengan suara merendah. Melirik sekilas ke sisi kirinya di mana Anan tengah mencemberutkan wajahnya. “Kant ahu sendiri keadaan tamu bagaimana. Lucu kalau tiba-tiba ditinggal makan.”“Itu wajar. Kamu manusia dan buka
Pagi itu, Zahra di buat terkejut dengan informasi yang di bawa oleh asistennya. Ada masalah di kantor cabang meski tidak terlalu serius. Namun cukup membuat Zahra tertegun sejenak karena ini rasanya tumben sekali.“Apa ada sesuatu yang membuatnya bocor dan pihak klien mengetahui kelemahan kita?” tanya Zahra seraya mempelajari dokumen yang bermasalah itu. Tidak ada yang mecurigakan sejauh ini tapi bagaimana bisa, ya?“Saya rasa ada yang tidak beres, Bu. Akan saya selidiki lebih dalam lagi. Sementara hanya dugaan kecil dengan adanya penyusup ke dalam kantor kita.”“Kamu yang kecolongan atau tim manajemen yang bekerja tidak becus? Hal sekecil ini, saya rasa sudah menjadi bagian dari tanggung jawab kamu. Menyeleksi calon karyawan yang akan bergabung dengan kita dan tidak setahun dua tahun kamu membantu keluarga saya.”Pria itu menunduk dalam dengan gumaman maaf. Pertama kalinya selama bekerja di bawah keluarga Zahra, ini adalah kemarahan Zahra yang cukup mengejutkan. Purba, nama sang asis
Di hari kedua pernikahan Anan dan Kinar kehebohan terjadi. Bukan berasal dari kedua pasangan pengantin anyar tersebut melainkan Mama mertua Kinar. Anan sudahlah biasa dengan tingkah unik Mamanya, tapi Kinar? Istrinya itu pasti terkejut dan menilai jika Mama mertuanya seorang pelawak.“Ini reno,” ucapnya memperkenalkan seorang bocah laki-laki berusia sekitar empat atau lima tahun. Rambutnya yang kribo dan sedikit gondrong kontras dengan wajahnya yang kecil nan imut. “Anak dari sepupu Anan. Orang tuanya meninggal.”“Jadi maksud Mama apa?” Anan yang bertanya dengan wajah menahan kantuk. Masih terlalu pagi, pukul setengah enam di saat matahari belum memanasi bumi pasundan dan Mamanya sudah serapi ini. Tak lama Ana tersadar dengan niat Mamanya membawa Reno ke sini. “Jangan bilang Mama ingin—““Benar.” Memotong secepat kilat tebakan yang akan Anan ucapkan hingga Kinar menoleh dengan mata berkedip dan ekspresi wajahnya lucu. “Karena kamu dan Kinar sudah menikah dan ingin segera memiliki ana
“Saya tetap terkejut,” kata Kinar yang sore itu bertemu dengan Ivana. Membawa serta Reno yang dibiarkan bermain sendiri dan tetap dalam pengawasannya. “Walaupun kamu sudah memberi tahu semuanya bahkan hingga ke alasan sedetail mungkin dan yang menguatkan menjadi bukti penting kenapa kamu melakukan ini. Kamu tahu, kamu bodoh. Kamu menanggung semuanya seorang diri padahal jelas-jelas ada Anan yang mampu menjadi penopang kamu.”“Apa gunanya kita memiliki pasangan, kita berstatus sebagai suami istri namun tidak ada rasa bahagia di dalamnya? Kamu tahu hambar tapi kamu memaksakan kehendak untuk terus bertahap. Aku menolak menjadi tolol dan membuang-buang waktu lebih lama lagi. Anggap saja memang kita tidak berjodoh. Hanya sekadar … belajar mungkin.”Jawaban Ivana tidak mengejutkan dirungu Kinar. Namun tetap saja membuat wanita berambut hitam legam itu mendengkus. Kekesalannya membumbung seiring penjelasan Ivana yang tidak masuk akal. Alasannya juga konyol dan Kinar masih tidak habis pikir.
Akhir-akhir ini hubungan Banyu dan Zahra sedang tidak baik. Di samping adanya masalah yang membuat Zahra mau tidak mau sibuk di kantor, Banyu lebih banyak berdebat dengan pikirannya sendiri. Lebih kepada rasa sesal yang tiba-tiba muncul tanpa permisi. Pasalnya, melihat Kinar begitu kekeuh untuk membersamai Anan, Banyu was-was tanpa alasan yang jelas.Lebih jelasnya seperti ini. Dulu, saat Kinar mencurahkan segala cintanya untuk Banyu, menyepelekan bagaikan hal lumrah yang Banyu lakukan. Sampai suatu ketika Kinar memilih pergi, yang hadir di dalam dada Banyu malah perasaan tenang dan senang. Kinar Dewi bagaikan beban yang ingin Banyu buang jauh-jauh dari muka bumi. Lalu sekarang sesal yang tidak ada gunanya itu muncul. Sial! Banyu merutuki dirinya sendiri. Pada saat dicintai bukannya menjaga dengan baik malah berbuat sesuka hati.“Ini karma, pasti. Aku yakin ini memang itu namanya. Kenapa harus ada karma, sih?!”Banyu menggerutu dengan rungsing di dalam kamarnya. Malam ini Bandung di g