“Kadang saya iri melihat kehidupan orang-orang.”Kinar menoleh seraya menghentikan dorongan pada troli belanjaannya. Menatap sejenak wajah Yosi, seseorang yang Kinar panggil ‘Teteh’ lewat telepon beberapa menit yang lalu.“Teteh ada masalah?” Kinar hanya bisa mengajukan tanya seperti itu dulu sebelum memberi komentar panjang lebar. Tabu jika langsung merespons tanpa tahu apa permasalahannya lebih dulu.“Tidak juga.” Ada keraguan yang tersirat di balik jawabannya. Kaki Yosi melangkah ke depan dan Kinar mengikutinya. Menyusuri rak-rak makanan ringan seperti yang Kinar mau. “Tapi hidup jika tidak ada masalah bukan hidup namanya, ‘kan?”Siapa pun akan setuju mendengar ini bahkan Kinar sudah mengangguk sebagai pembenaran. Dan masalah hadir tanpa ada yang bisa menebak mau pun memprediksi. Masalah dalam hidup hadir bak kembang api yang menimbulkan euforia kehebohan sebelum berakhir dengan solusi. Tergantung apa jenis masalahnya maka si pemilik masalah itulah yang akan menentukan jalan keluar
Sekarang tinggal Kinar seorang diri. Setelah memberi banyak penjelasan panjang lebar kepada Yosu, wanita itu telah pulang dengan di jemput sang suami. Tersisa Kinar dengan banyak kantong belanjaan yang terpaksa membuatnya menghubungi Anan. Beruntungnya, pria itu dengan gesit mau menjemputnya meski Kinar tetap harus menunggu. Salahnya juga meminta tolong pada orang yang super sibuk.Namun alih-alih menikmati masa menunggu kedatangan Anan sebelum nantinya beradu mulut, Kinar malah mengizinkan otaknya berdebat dengan batinnya sendiri. Nasihat yang Yosi tinggalkan masih membekas di benak Kinar. Meski bukan menyalahkan keputusannya, Kinar tahu maksud baik Yosi. Toh tidak ada salahnya juga mendengarkan pendapat orang lain terlebih Yosi sudah menelan asam asinnya garam kehidupan.Masalahnya adalah Kinar Dewi sendiri. Merasa bimbang sekali lagi, Kinar meneguk minuman dinginnya meski di sore itu gemuruh mendung sudah melukis kota kembang tersebut. Kopi dingin yang tidak biasanya Kinar nikmati
Hanya Anan Pradipta yang terlihat bodoh di sini. Tidak bisa menyimpulkan apa yang ada di dalam benaknya dan lebih-lebih daripada itu, Kinar memberinya clue yang membuat kepalanya migrain. Harusnya Kinar cukup mengatakan apa yang diketahuinya agar Anan tidak seperti sapi ompong. Sayang, wanita memang meresahkan dengan berbagai keruwetan di pikirannya. Mereka itu makhluk paling aneh yang ingin Anan musuhi seumur hidupnya. Namun sesaat menyadari ucapannya, bahwa fakta kita para pria membutuhkan wanita untuk berada di sampingnya, maka Anan urungkan niatannya.“Jadi saya harus bertanya kepada Ivana, begitu?” Kinar mengangguk dengan mulut penuh mengunyah salad sayurnya. “Setelah kita akan bercerai? Yang benar saja!” Anan mendengkus dengan anggukan yang Kinar berikan. “Kamu sengaja mengerjai saya atau memang ini rencana kalian dari awal?”“Jika Bapak butuh jawaban itu …” Kinar hentikan ucapannya dan menelan saladnya setelah mengunyahnya dengan asal. “Toh itu bukan sesuatu yang penting. Intin
Surat cerai itu sudah keluar. Ivana berdiri termenung memandangi surat ditangannya dan tersenyum segaris. Berbesar hati adalah kuncinya. Ini aneh. Harusnya Ivana bahagia terlepas dari jeratan Anan tapi kenapa rasanya menyedihkan, ya? Kenapa Ivana merasa di buang bak barang rongsokan yang tak bisa di pakai lagi? Kenapa Ivana merasa dirinya seperti sampah yang tak bisa didaur ulang lagi? Kenapa Ivana menyesali segala keputusannya untuk melepaskan Anan padahal perasaan untuk mantan suaminya itu saja sudah lebur entah sejak kapan atau malah Ivana sebenarnya sangat mencintai Anan?“Terima kasih.”Vokal di belakang tubuh Ivana membuat punggungnya menegang sejenak. Ivana tarik napasnya dalam-dalam serta mengatur ekspresi wajahnya senormal mungkin. Dan membalikkan tubuhnya diirngi senyuman yang menandakan jika Ivana tidak meninggalka gurat sesal di wajahnya.“Untuk?” jawaban serta pertanyaan atas ucapan Anan Ivana respons. Meski suaranya sedikit bergetar, ivana menjamin Anan tidak akan curiga
Kinar meringis. Bukan karena menahan rasa sakit melainkan memberikan ekspresi untuk mengejek ucapan Banyu. Pria itu tidak tahu malu sekali dan menyimpulkan yang hanya menurutnya saja. Tidak mengetahui kebenaran mau pun seluk-beluk aslinya. Kinar ingin tertawa setelah menatapi wajah Banyu lekat dan lama. Namun urung dan hanya menggelengkan kepala.“Kamu tahu, kamu hanya alat pencetak anak untuk Anan. Ke depannya, aku menjamin kamu tidak akan pernah mendapatkan kebebasan. Aku tahu Anan seperti apa dan setiap detail rencana yang Ivana siapkan. Kamu mau tahu? Kamu akan terbuang dengan sendirinya setelah tidak berguna.”Sekali lagi Kinar menggelengkan kepalanya dan mendengkus kesal. Apa yang Banyu ucapkan tidak akan Kinar sangkal apa lagi membenarkan atau apa pun itu istilahnya. Kinar tidak akan memusingkan perkara ucapan tidak penting yang jelas-jelas sudah Kinar ketahui kebenarannya.“Saya berterima kasih sekali dengan informasi yang kamu berikan. Tapi yang harus kamu tahu, yang sebenarn
Setiap manusia, tidak ada yang benar-benar tahu perihal kisah hidupnya seperti apa atau akan menjadi apa. Sebagai manusia, kita hanya bisa merencanakan hal baik untuk masa depan, melangitkan doa-doa baik yang tak berkesudahan namun satu yang harus selalu diingat jika rencana yang indah yang telah kita persiapkan masih ada skenario Tuhan sebagai hasil akhirnya. Bukan artinya tidak dikabulkan jika melenceng dari harapan tapi percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.Contoh kecilnya saja hubungan Kinar dengan Banyu di masa lalu. Menyangka tidak jika Kinar pernah berpikir jika Banyu adalah pilihan dari Tuhan yang paling terbaik untuk dirinya? Kinar pernah sebodoh itu. Merasa dicintai dan mencintai, merasa ditemukan dan menemukan. Harapan Kinar terlalu tinggi sehingga Tuhan hanya melihatnya sejenak sebelum berakhir dengan sia-sia. Waktu yang Kinar jalani bersama Banyu lebur seketika bersamaan dengan bubarnya hubungan mereka. Kenyataan yang tidak berjalan mulus, rencana hanya tinggal renc
Martabak manis dan kopi hitam pahit memang perpaduan yang tepat. Walau baru beberapa jam menjadi istri Anan, Kinar tahu selera suaminya itu. Walau rasa lelah mendera tak berkesudahan di acara resepsi pernikahan sederhana keduanya, tetap saja tamu yang datang melebihi dari ekspektasi.Bagaimana perasaan Kinar? Malu, tentu saja tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah keputusan yang Kinar ambil. Malu mau pun tidak, Kinar harus menemui semua tamu yang hadir guna memberinya selamat.“Dari siang belum makan?” tanya Anan dengan nada yang cukup terkejut, maksudnya khawatir. Lantaran rasa canggung masih menyelimuti, Anan tidak tahu bagaimana cara bereaksi yang baik. “Kenapa diam saja? Kamu harusnya bilang biar bisa aku ambilkan. Kamu lupa kalau punya magh akut?”“Lebay, deh!” cibir Kinar dengan suara merendah. Melirik sekilas ke sisi kirinya di mana Anan tengah mencemberutkan wajahnya. “Kant ahu sendiri keadaan tamu bagaimana. Lucu kalau tiba-tiba ditinggal makan.”“Itu wajar. Kamu manusia dan buka
Pagi itu, Zahra di buat terkejut dengan informasi yang di bawa oleh asistennya. Ada masalah di kantor cabang meski tidak terlalu serius. Namun cukup membuat Zahra tertegun sejenak karena ini rasanya tumben sekali.“Apa ada sesuatu yang membuatnya bocor dan pihak klien mengetahui kelemahan kita?” tanya Zahra seraya mempelajari dokumen yang bermasalah itu. Tidak ada yang mecurigakan sejauh ini tapi bagaimana bisa, ya?“Saya rasa ada yang tidak beres, Bu. Akan saya selidiki lebih dalam lagi. Sementara hanya dugaan kecil dengan adanya penyusup ke dalam kantor kita.”“Kamu yang kecolongan atau tim manajemen yang bekerja tidak becus? Hal sekecil ini, saya rasa sudah menjadi bagian dari tanggung jawab kamu. Menyeleksi calon karyawan yang akan bergabung dengan kita dan tidak setahun dua tahun kamu membantu keluarga saya.”Pria itu menunduk dalam dengan gumaman maaf. Pertama kalinya selama bekerja di bawah keluarga Zahra, ini adalah kemarahan Zahra yang cukup mengejutkan. Purba, nama sang asis