Semua penjaga tak bisa berkutik saat pasukan the Alfarez menyerbu gedung kosong tanpa ampun. Mereka semua dilumpuhkan ditempat. Dion memang paling bisa dalam urusan mengepung orang.“Nih ketiga pelakunya,” Dion membawa ke empat perempuan. Kaca mata mereka semua dibuka. Dihadapkan kepada ketiga Gus kembar.“Astaghfirullah, kenapa harus kalian, dan kamu siapa?” ucap Fahri dibuat kaget. Begitupun kemal dan Fatah yang tambah kaget.“Woahh, kalau Ning kembar mah gak kaget, dari kemarin suka buat masalah. Ya buat Jihan sedikit kaget lah, dendam kamu ke Adiva?!” geram Fatah.“Kenapa emang? Hahaha, kasian Adiva dikurung seharian di gedung kosong dan gelap. Paling setelah ini dia bakal depresi,” ucap Hajar tertawa keras.“Benar, mampus lah cewek pengganggu, gak jelas, miskin lagi!” imbuh Jihan dengan lirikan mematikan.“Astaghfirullah, jahat banget kalian!” tegur Fahri masih tak habis pikir dengan kelakuan ketiga orang itu.“Kamu siapa?” tanya Fahri pada seorang perempuan yang tak dia kenali d
Semua menoleh ke arah sumber suara berasal. Adiva menutup mulutnya, dia barusan sadar dengan suaranya yang begitu keras barusan. Nazila menyenggol bahu Adiva.“Maaf Zil,” ucap Adiva. Nazila langsung menepuk dahinya. Beruntungnya di ruangan itu hanya ada Gus kembar dan beberapa pengurus senior.“Asih, Adiva, kok keras banget sih suara kamu!” tegur Nazila dengan ekspresi takut.“Aduh, beneran maaf loh, aku saking terkejut soalnya,” ujar Adiva menggigit bibirnya. Dia memang benar-benar tak sengaja.“Gimana ini dong,” lirih Nazila. Dia seperti malu dan ketakutan.“Ya udah kabur aja yuk,” ajak Adiva. Nazila pun mengangguk. Mereka berdua sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari meninggalkan ruangan itu. Namun ada seseorang yang menghentikannya.“Loh, mau kemana kalian?” tanya Fatah. Ketiga Gus kembar pun menghampiri kedua perempuan yang sama-sama sedang ketakutan itu.“Ini Gus, mau ke asrama putri,” jawab Adiva. Sementara Nazila menunduk dalam. “Loh, sebentar dulu Nazila. Ini bang Kemal
Adiva mencoba melihat ke arah pintu, cahaya yang remang dan tak terlalu jelas. Adiva dapat mendengar suara itu dengan sangat jelas. “Kamu siapa?” tanya Adiva sedikit berteriak.Sosok perempuan itu semakin mendekat. Dia sekarang berada tepat di depan Adiva. Namun Adiva tak bisa melihatnya secara jelas. Sebab terbatasnya penerangan yang ada. “Kamu tidak perlu tau siapa aku,” ujar perempuan itu dengan suara lantang.Adiva mencoba membuka lagi tapi yang mengikat tangannya. Namun tetap saja itu percuma. Tapi itu terasa semakin erat mengikat tangannya. “Cepat lepaskan aku, ini sangat sakit,” keluh Adiva. Meringis kesakitan. Mana rasa lapar mulai mendesaknya. Dia bahkan tidak makan sedari pagi tadi.“Mimpi kamu, jauhin Fahri dulu, baru aku akan melepaskan kamu!” ancam perempuan itu memberi pilihan pada Adiva.Adiva menggeleng dengan cepat. “Nggak, aku gak mau, kenapa harus menjauhi Fahri? Memangnya kamu siapanya dia?” tanya Adiva dengan nafas memburu. Suaranya pun sudah mulai melemah. Dia se
Fatah menatap Jihan dan Hajar, dengan tatapan tak suka. Sedari awal dia memang tak suka dengan kedua orang itu.“Eh, Gus Fatah, ini kelakuan dia dulu Gus. Saya tiba-tiba disiram dari arah samping. Setelah itu dia gak mau tanggung jawab,” ungkap Hajar dengan perasaan takut.“Ya kan gak sengaja, kak Fatah,” ucap Jihan. Masih tetap saja membela dirinya.“Kalian berdua salah, terutama kamu Jihan. Cepet bersihkan kekacauan ini. Kalau gak mau ya pergi aja kalian dari Al Muhajirin,” sungut Fatah. Terlihat kesal dengan tingkah laku kedua perempuan itu.“Eeh, jangan gitu dong Gus, iya iya saya tanggung jawab,” ujar Hajar. Hana juga ikut hendak membereskan.Jihan terlihat sangat sombong sekali untuk sekedar mengakui kesalahannya. Dia nampak sewot.“Jihan!” peringat Fatah.“Iya iya,” sahut Jihan. Lalu mereka pun membersihkan lantai dan juga membereskan kekacauan yang telah terjadi.Adiva terlihat bahagia sekali dibuatnya. Dia senang akhirnya dua orang yang selama ini selalu membully- nya, dapat
Jihan menatap Fahri tak percaya. “Kak, kok jahat banget sih,” lirih Jihan.“Kamu yang jahat Jihan, kamu sudah membuat Adiva sakit hati. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali. Mulai sekarang kamu jangan ganggu saya lagi, dan jangan buat Adiva sakit hati. Atau saya akan membalas juga pada kamu,” ancam Fahri menatap serius pada Jihan.Jihan beralih menatap ke arah Balqis yang juga terdiam. “Ummah, kak Fahri jahat banget,” ucap Jihan mendekati Balqis dan memeluknya.“Jangan beranggapan seperti itu, Jihan. Apa yang kak Fahri ucapkan itu ada benarnya. Gak semua hal itu bisa kamu dapatkan, dan gak semua hal itu harus sesuai yang kamu mau. Tolong lebih dewasa lagi ya nak,” pinta Balqis menghapus air mata Jihan.“Nggak nggak, kak Fahri jahat. Kaka Fahri berubah gak seperti kak Fahri yang dulu. Aku kecewa sama kak Fahri. Ini pasti gara-gara wanita itu kan,” geram Jihan melirik Adiva dengan penuh rasa benci.Adiva menunduk, dia bingung harus berucap apalagi. Meskipun dirinya selalu dijatuhkan, t
Fatah dan Kemal saling pandang. Keduanya sama-sama menggaruk kepalanya. Terlihat raut kebingungan terpancar pada keduanya.“Tuh kan, bingung. Nyatanya orang itu hanya pintar menasehati, tapi juga bingung dengan dirinya sendiri,” ucap Fahri menyindir kedua saudara kembarnya.“Aku sama Alya gak ada hubungan apapun bang. Ya kalau emang aku berada di posisi bang Fahri, pastinya udah aku perjelas tuh hubungan yang seperti apa. Soalnya yang namanya cewekpaati butuh kepastian,” ungkap Fatah menyorot serius pada Fahri.Mereka bertiga sedang duduk di kasurnya masing-masing. Dan ketiga saling berhadapan. Kamar mereka memang sangat luas untuk ukuran tiga orang.“Sama juga sih bang, aku sama Nazila juga gak ada apa-apa. Kami hanya sebatas saling mengagumi. Ngomong aja jarang, beda sama kamu dan Adiva. Udah dikenalkan ke ummah malah, kurang deket apa coba!” ucap Kemal mengembalikan perkataan Fahri lagi.“Ngomong sama kalian mah gak ada bedanya, iya nanti tak kasih paham ke Adiva. Tak tanyain juga
Fahri dan Adiva begitu terkejut mendengar penuturan dari Ashraf. “Abah, tidak bercanda kan? tanya Fahri mendekati sang Abah.“Buat apa bercanda, Fahri. Menikah itu hal yang serius, bukan untuk bercandaan,” ucap Ashraf.Seketika Fahri langsung memeluk sang Abah. “Makasih Abah, Fahri seneng banget,” ucap Fahri memeluk erat sang Abah.“Sudah sudah, fokus sama kuliahnya dulu tapi. Setelah lulus langsung menikah juga tak apa. Jaga diri masing-masing dan jangan tinggalkan pendidikan dulu,” peringat Ashraf. Pada Fahri dan Adiva.“Iya nak, dua tahun itu waktu sebentar kok. Ummah yakin kalian pasti bisa,” ucap Balqis tersenyum keoada Fahri dan Adiva.“Siap bos,” ucap Fahri berdiri lalu seperti memberi hormat kepada kedua orang tuanya. Ashraf dan Balwis hanya tersenyum dibuatnya.“Terima kasih banyak, Kyai, dan Bu Nyai,” kata Adiva membelas senyum mereka.“Dan mulai sekarang, kamu harus memanngil kami sama seperti Fahri memanggil kami. Dan untuk semua kebutuhan kamu, saya yang akan menanggung m
Sore harinya, terlihat Nazila sudah berada di kawasan asrama putri Al Muhajirin. Dia juga sedang berbicara dengan Adiva. Keduanya saling akrab satu sama lain.“Ayo, aku antar ke Bu Nyai Balqis,” ajak Adiva.Nazila masih melihat ke sekitar, dia mengharap kedatangan seseorang. Dan sudah menunggunya dari tadi.“Nazila, kok diem aja. Cari siapa?” tanya Adiva ikut menoleh ke sekitar. Yang ada hanya beberapa santri dan pengurus yang sedang melaksanakan aktivitas masing-masing.“Eh, nggak kok. Eumm, Gus Kemal gak kesini ya?” tanya Nazila sedikit ragu. Dia masih berharap kedatangan Kemal. Karena tadi Kemal sempat memberitahu akan menemaninya untuk pergi ke Ummahnya.“Kurang tau yah soalnya Gus kemal emang jarang kesini sih. Yang sering kesini tuh Gus Fahri sama Gus Fatah,” jawab Balqis.Nazila mengangguk paham. Keinginannya sirna. Padahal dia berharap banyak agar bisa bertemu dengan Kemal. Dia ingin tau dengan reaksi Kemal setelah diberi buku catatan diary miliknya.“Ouh, iya deh, ayo!” setel