Fatah dan Kemal saling pandang. Keduanya sama-sama menggaruk kepalanya. Terlihat raut kebingungan terpancar pada keduanya.“Tuh kan, bingung. Nyatanya orang itu hanya pintar menasehati, tapi juga bingung dengan dirinya sendiri,” ucap Fahri menyindir kedua saudara kembarnya.“Aku sama Alya gak ada hubungan apapun bang. Ya kalau emang aku berada di posisi bang Fahri, pastinya udah aku perjelas tuh hubungan yang seperti apa. Soalnya yang namanya cewekpaati butuh kepastian,” ungkap Fatah menyorot serius pada Fahri.Mereka bertiga sedang duduk di kasurnya masing-masing. Dan ketiga saling berhadapan. Kamar mereka memang sangat luas untuk ukuran tiga orang.“Sama juga sih bang, aku sama Nazila juga gak ada apa-apa. Kami hanya sebatas saling mengagumi. Ngomong aja jarang, beda sama kamu dan Adiva. Udah dikenalkan ke ummah malah, kurang deket apa coba!” ucap Kemal mengembalikan perkataan Fahri lagi.“Ngomong sama kalian mah gak ada bedanya, iya nanti tak kasih paham ke Adiva. Tak tanyain juga
Fahri dan Adiva begitu terkejut mendengar penuturan dari Ashraf. “Abah, tidak bercanda kan? tanya Fahri mendekati sang Abah.“Buat apa bercanda, Fahri. Menikah itu hal yang serius, bukan untuk bercandaan,” ucap Ashraf.Seketika Fahri langsung memeluk sang Abah. “Makasih Abah, Fahri seneng banget,” ucap Fahri memeluk erat sang Abah.“Sudah sudah, fokus sama kuliahnya dulu tapi. Setelah lulus langsung menikah juga tak apa. Jaga diri masing-masing dan jangan tinggalkan pendidikan dulu,” peringat Ashraf. Pada Fahri dan Adiva.“Iya nak, dua tahun itu waktu sebentar kok. Ummah yakin kalian pasti bisa,” ucap Balqis tersenyum keoada Fahri dan Adiva.“Siap bos,” ucap Fahri berdiri lalu seperti memberi hormat kepada kedua orang tuanya. Ashraf dan Balwis hanya tersenyum dibuatnya.“Terima kasih banyak, Kyai, dan Bu Nyai,” kata Adiva membelas senyum mereka.“Dan mulai sekarang, kamu harus memanngil kami sama seperti Fahri memanggil kami. Dan untuk semua kebutuhan kamu, saya yang akan menanggung m
Sore harinya, terlihat Nazila sudah berada di kawasan asrama putri Al Muhajirin. Dia juga sedang berbicara dengan Adiva. Keduanya saling akrab satu sama lain.“Ayo, aku antar ke Bu Nyai Balqis,” ajak Adiva.Nazila masih melihat ke sekitar, dia mengharap kedatangan seseorang. Dan sudah menunggunya dari tadi.“Nazila, kok diem aja. Cari siapa?” tanya Adiva ikut menoleh ke sekitar. Yang ada hanya beberapa santri dan pengurus yang sedang melaksanakan aktivitas masing-masing.“Eh, nggak kok. Eumm, Gus Kemal gak kesini ya?” tanya Nazila sedikit ragu. Dia masih berharap kedatangan Kemal. Karena tadi Kemal sempat memberitahu akan menemaninya untuk pergi ke Ummahnya.“Kurang tau yah soalnya Gus kemal emang jarang kesini sih. Yang sering kesini tuh Gus Fahri sama Gus Fatah,” jawab Balqis.Nazila mengangguk paham. Keinginannya sirna. Padahal dia berharap banyak agar bisa bertemu dengan Kemal. Dia ingin tau dengan reaksi Kemal setelah diberi buku catatan diary miliknya.“Ouh, iya deh, ayo!” setel
Seorang laki-laki tersenyum mendatangi Adiva. Dia terlihat sangat akrab dengan Adiva. Dia tampak senang bertemu dengan Adiva.“Adiva, kamu lagi apa disini?” tanya laki-laki yang bernama Fathoni itu.“Lagi kunjungan pesantren, aku dari pesantren Al Muhajirin Semarang,” ucap Adiva.Fahri ingin meninggalkan tempat itu namun keburu terlihat oleh Jihan. Akhirnya Jihan memanggil Fahri. “Loh, Kaka Fahri mau kemana?” teriak Jihan dengan sengaja. Fahri kembali menoleh ke arah Adiva lagi.Adiva juga tersenyum melihat Fahri. Lalu Fahri ke arah mereka. Sementara Fathoni juga tersenyum melihat terus ke arah Adiva.“Kak Fahri mau kemana, ini loh ada pacarnya Adiva. Namanya ustadz Fathoni. Dia udah ngajar disini sangat lama. Alumni santri Al Fatah juga. Keren kan, pantes Adiva juga suka,” ucap Jihan semakin memanas-manasi Fahri.“Maaf ya Ning Jihan. Fathoni ini teman saya waktu di Madrasah Aliyah di Jatim. Kami cuma berteman kok,” ucap Adiva terus saja tersenyum.“Iya, kami cuma teman yang satu pesa
Setelah satu tahun pernikahan Fahri dan Adiva. Kini pesantren Al Muhajirin semakin mengibarkan sayapnya ke manca negara. Banyak santri yang memenangkan lomba dan bisa meneruskan ke perkuliahan kampus luar negeri. Al Muhajirin semakin dikenal banyak pihak. Bahkan banyak santri yang berasal dari luar kota hingga luar pulau Jawa.Ini tak luput dari usaha Ashraf dan kedua putranya yaitu Fahri dan Kemal. Mereka berdua turut membantu memaksimalkan semua kesempatan yang mereka punya. Relasi demi relasi mereka cari untuk membuat Al Muhajirin semakin maju dan terkenal.“Kakak,” panggil Adiva membawa masakan spesial di sore hari ini. Adiva bersemangat dengan gamis pink dan jilbab senada.“Iya adek sayang. Wuihh, masak apa nih, pasti enak banget!” seru Fahri menerima makanan yang Adiva beri.“Ikan patin pedas balado, ini kesukaan kak Fahri. Sini aku suapin,” pinta Adiva lalu mengambilkan Fahri sepiring nasi dan beberapa menu lauk andalannya.“Pasti enak banget masakan istri tercinta, jadi pengen
Zela dan Alfa sedang membersihkan taman belakang sekolah. Mereka mencabuti beberapa rumput yang sudah memanjang. Zela terlihat kepanasan. Sementara Alfa keseringan duduk sambil melihat ponselnya.“Al, ayo cepet cabutin, biar hukumannya cepet beres,” peringat Zela pada Alfa.Alfa membuang nafasnya kasar. “Gue capek, Zel. Si Andre ngasih hukuman gak ngira- ngira. Mana gue geram ketemu musuh bebuyutan,” gerutu Alfa menatap ke langit yang sangat cerah di pagi ini.“Ya gak boleh gitu, harus tetep profesional. Eh, btw cowok tadi siapanya Lo?” tanya Zela sedikit penasaran dibuatnya.“Musuh, udah lah jangan bahas tuh orang. Gue harus laporin ke bokap buat keluarin tuh orang dari sekolah ini,” ucap Alfa sambil terus mengotak atik ponselnya.Setelah selesai, keduanya pun kembali ke kelasnya masing-masing. Alfa terlihat sangat lelah dan langsung menuju ke kelas.“Kabar bahagia, sekarang jam kosong karena para guru sedang mengadakan rapat,” ucap seorang ketua kelas. Semuanya pun bersorak bahagia.
Zela terburu-buru melepas seragamnya. Hari ini dia pulang telat lagi. Sebab di bus tadi ada sedikit keributan dengan preman jalan. Alhasil Zela sempat pindah ke bus lain.“Zela,” panggil Bagas- Papa Zela.“Hmm,” sahut Zela dari dalam kamar. Dia sedang berganti pakaian menjadi seragam pengantar online jasa makanan.“Papa sudah cari kerja kesana kesini tetap saja gak ada yang nerima papa,” keluh Bagas dengan raut lelahnya.“Udah lah Pa, Zela aja yang kerja. Papa fokusin dulu sama kesehatan dan mental papa. Nanti kalau ada rezekinya, papa bisa dapat kerja lagi,” ujar Zela keluar dengan pakaian rapi.“Maafin papa nak,” ucap Bagas dengan tulus. Ini murni bukan kesalahannya. Dia benar-benar merasa gagal menjadi sosok pemimpin.“Zela berangkat kerja dulu ya pa, ini sudah telat. Tadi Zela udah beliin papa nasi padang, jangan lupa dimakan ya,” ucap Zela lalu mencium tangan sang papa. Bagas pun melihat kepergian sang anak yang tengah berlari karena telat untuk bekerja.Raut sedih di wajah laki-
Zela meurutuki dirinya. Dia bersembunyi di belakang Alfa. “Mampus Gue,” keluh Zela.“Jangan sembunyi kamu, Zela!” kata laki-laki itu menghampiri Zela.“Ampun, Kak Boy,” mohon Zela. “Santay bro, jangan sentuh cewek gue!” hardik Alfa menghalangi Boy yang hendak menyentuh Zela.“Duh, ngurusin bocil, capek. Udah ya Zel, gaji Lo, gue potong,” putus Boy akhirnya meninggalkan Zela yang masih terdiam.“Ish, ini gara-gara Lo, Alfa,” pekik Zela melangkahkan kaki meninggalkan Alfa seorang diri.“Loh, gue salah apaan dah,” keluh Alfa mengejar kepergian Zela. Jadilah mereka main lari-lari an di dalam mall.***Pagi ini tak begitu cerah. Langit terlihat mendung dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Alfa memasuki kawasan sekolah diiringi oleh teman gengnya. Seperti biasa, Geng The Alfarez selalu disambut baik dan ditakuti oleh siswa manapun.“Beri jalan, yuhu, The Alfarez mau jalan!” teriak Gabriel menyoraki beberapa siswa yang sedang berkerumun di lorong kelas.“Woahh, Alfa makin hari makin
Balqis dan Ashraf menuju ke rumah sakit, didampingi oleh Gibran dan istrinya. Mereka langsung menemui dokter yang menangani kemal.“Keadaan saudara Idris tidak baik-baik saja, Dia mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya. Saudara juga mengeluarkan cukup banyak darah. Kami sedang mengusahakan yang terbaik untuknya,” ujar dokter laki-laki itu.“Apakah anak saya akan baik-baik saja dok?” tanya Ashraf begitu khawatir.“Insya Allah. Doakan selalu untuk saudara Idris,”“Terima kasih, dok,” ucap Ashraf menjabat tangan dokter itu.“Sudah Humairah, jangan sedih berlarut seperti ini. Anak kita selamat, Alhamdulillah,” Ashraf mendengarkan sang istri dengan memeluknya erat.“Tapi Mas, Kemal itu cengeng kalau luka sedikit. Terakhir waktu dia masih Mts, disuntik aja dia nangis-nangis semalaman,” kata Balqis sambil sesenggukan. Tangisnya pecah semenjak mendengar anak keduanya kecelakaan.“Humairah, dia sudah dewasa. Kamu lupa ya, dia sudah kuliah semester empat. Dia sudah jadi anak kuat, sab
Fahri tersenyum penuh arti. Akhirnya keinginannya dapat terwujud. “Gus Fahri , kenapa senyum-senyum sendiri?”Suara Adiva menyadarkan lamunan Fahri. “Alhamdulillah kamu sudah menerimanya,” ujar Fahri menunduk malu.“Maksudnya menerima apa ya Gus,” ucap Adiva kebingungan. Padahal sedari tadi dia hanya minat Fahri yang melamun menatap lurus ke depan.“Loh, barusan kamu ngomong apa emang,” “Lah, ga ngomong apa-apa kok, Gus, justru Gus Fahri itu yang bengong. Lagi ngelamunin apaan coba!” gelak Adiva. Fahri memukul-mukul kepalanya pelan. Bisa-bisanya dia berkhayal sampai kesitu. Karena sudah terlanjur malu, akhirnya Fahri meninggalkan meja itu dan menuju ke mejanya sendiri. Nasib sudah, harapannya hanya sebatas khayalan saja.***Setelah hampir dua minggu- an, pesantren Al Muhajirin pasca berduka. Kini aktivitas belajar mengajar di pesantren Al Muhajirin kembali konsisten lagi. Jadwal kegiatan santri dan santriwati sudah seperti biasanya.Terlihat dua perempuan memakai jilbab pasmina den
Tujuh belas hari berlangsung semenjak kecelakaan, Kemal belum tersadarkan juga dari komanya. Yang biasanya menangis dengan histeris, namun sekarang berbeda. Balqis terduduk di samping sang putra dengan tatapan kosong, bahkan sudah dua hari ini dia tidak mau menyentuh makanan sedikitpun.“Humairah, Ayo makan, kamu jangan seperti ini sayang. Disini ada mas, kamu harus kuat. Anak kita pasti baik-baik saja, percaya sama mas,” Ashraf selalu saja membujuk sang istri. Namun tak ada respon. Sang istri hanya termenung dengan tatapan kosong dengan sesekali air matanya mengalir. Dengan setia sang ibu menemani putra keduanya itu.“Abah,” panggil Fahri.“Coba kamu bujuk ummah kamu, dia nanti bisa sakit kalau gak mau makan kayak gini, Fahri,” “Baik Abah, Fahri coba,”Fahri mendekati Ummahnya, Fahri menangis memeluk sang ummah. “Ummah, ayo makan. Ummah udah dua hari loh belum makan. Nanti ummah sakit, nanti siapa yang mau jaga Kemal lagi kalau ummah sakit. Kemal pasti sedih banget liat ummah kaya
Fahri memarkirkan motornya di parkir perpustakaan. Dia baru selesai jam mata kuliahnya dan sekarang mau mencari beberapa buku untuk rujukan tugasnya. Terlihat Adiva yang baru keluar dari perpustakaan. Fahri pun menghampiri Adiva yang mau menuju ke parkiran untuk mengambil motornya.“Adiva, ada salam dari ustadzah Ratna. Nanti jam empat sore ada tambahan jam mengajar untuk kamu,” kata Fahri.“Iya,” jawab Adiva lalu menyalakan motornya.“Adiva tunggu! Saya mau bicara sama kamu. Ini penting,” Adiva mematikan motornya, laku membuka Helm yang sudah dia kenakan. “Kenapa Gus?” tanyanya.“Ada yang perlu saya bicarakan sama kamu,” kata Fahri.“Maaf Gus, saya sedang terburu-buru, ada urusan,” kata Adiva lalu memakai kembali helmnya dan langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.Fahri hanya berdecak pelan melihat Adiva yang sepertinya menjauhi dirinya. Sementara dari belakang tiba-tiba ada yang menepuk bahu Fahri dengan pelan.“Gimana Gus?” Farhan terlihat tersenyum miring menatap Fah
Balqis menggeleng cepat. “Nak, kamu anak ummah sama Abah. Maafin Abah ya, Abah lagi emosi. Abah cuman gak mau kamu kenapa-kenapa, kamu sangat berharga untuk kami,” ucap Balqis sambil mengelus pipi Fatah.“Humairah, jangan selalu dibela dan dimanja. Dia sudah dewasa, bukan anak kecil lagi,” larang Ashraf kembali ke tempat duduknya.Sementara Fahri dan Kemal masih berdiri mematung. Mereka tak ada hak untuk membela sang kembaran, mereka hanya terdiam melihat semua hal yang telah terjadi.“Mas, sudah mas, dia anak kita. Dan anak itu titipin, gak ada yang sempurna. Mungkin ini kekurangan Fatah, aku yakin kalau dia bisa berubah,” kata Balqis terus saja mengelus pipi sang anak yang sudah kemerahan.“Tidak ummah, Fatah bukan anak baik. Fatah gak pantas berada disini, ummah,” kata Fatah menatap sang ummah yang begitu tulus menyayanginya.“Jangan seperti itu nak, ummah mengandung kamu selama sembilan bulan. Menyusui kamu, merawat kamu sampai sebesar ini. Setelah itu kamu merasa karena kekuranga
Fahri dan Fatah berlari secepat mungkin melewati lorong rumah sakit. Mereka berdua sangat panik saat mendengar kabar kalau saudara kembarnya mengalami kecelakaan. Hari ini mereka tidak memegang ponsel, ponsel keduanya sama-sama tertinggal di pesantren entah kenapa bisa berbarengan seperti itu.Hingga sore hari seorang santri menghampiri kampus dan menemui keduanya untuk memberitahu keadaan kemal yang sedang berada di rumah sakit. “Astaghfirullah, hp Fahri sama Fatah ketinggalan. Abah, Ummah, bagaimana keadaan Kemal?” tanya fahri dengan nafas memburu.“Bang Kemal baik-baik aja kan, Abah, Ummah,” begitupun dengan Fatah. Badannya terasa sakit setelah bercosplay menjadi hokage ke tujuh.Tertinggal suara tangisan balqis yang terus-menerus. Dari sang comments tak ada jawaban melahirkan air mata yang terus aja mengalir deras. “Insya Allah. Saudara kalian akan baik-baik saja,” terang Ashraf sambil terus mengelus bahu sang istri.“Ummah,” panggil Fahri yang langsung memeluk sang ummah dengan
Beberapa penonton yang mendengar ucapan Alya langsung tertawa dan berbisik. Fatah terlihat semakin kesal dibuatnya. Perempuan disampingnya ini benar-benar membuatnya merasa tak nyaman.“Sudah gagal jadi juara satu, ditambah berurusan sama perempuan kek gini, astaghfirullah,” ucap Fatah meninggalkan Alya.“Eh, tunggu, Fatah? Kamu mau kemana!” kata Alya sambil berlari kecil mengejar Fatah.“Aelah, bang, tolongin dong!” ucap Fatah memelas pada kedua saudaranya.Fahri dan Kemal saling berpandangan, adik ketiganya memelas memohon perlindungan dari perempuan disampingnya itu.“Maaf ya mbak, kembaran saya ini belum pernah dekat dengan perempuan. Jadi jangan bersikap seperti itu,” ucap Kemal dengan ramah.Alya mengerjap beberapa kali, “Ouhh, alergi perempuan atau gimana?” tanya Alya menatap ketiga Gus kembar itu secara bergantian.Kemal dan Fatah menepuk jidatnya bersamaan. “Astaghfirullah, kenapa harus seperti ini,” ucap Fatah merutuki kejadian sekarang yang menimpanya- lagi.Setelah itu, ke
Sementara di luar pintu ruangan itu, Kemal sedang tertawa geli. Idenya berjalan juga meskipun tidak tau gagal atau berhasil. Lalu Kemal pun memasuki ruangan itu dengan senyuman khasnya. Dia berjalan dengan sangat santai.“Gus Kemal!” sapa ustadz Ridho.“Sudah sampai mana diskusinya?” tanya Kemal berderham berpura-pura tidak tau sambil melihat berkas yang dipegang ustadz Ridho.“Ini Gus, pembacaan tugas masing-masing,” kata Ustadz Ridho menunjukkan pada bagian atas nama-nama dan tugasnya.“Oalah, silahkan lanjut saja,” katanya lalu duduk diantara kedua saudara kembarnya.“Baik Gus. Bagaimana Gus Fahri, apa mau diubah atau tetap begini saja?” tanya ustadz Ridho pada Fahri.“Mungkin diubah saja, Ustadz. Masih ada ustadz yang lain yang bisa menjalankan tugas itu,” ucap Fahri dengan cuek.“Kenapa harus diubah? Biarkan saja seperti itu, sepertinya sudah lengkap kan dengan tugasnya masing-masing,” sanggah Kemal dengan cepat.“Ubah saja!” Kedua saudara itu saling sanggah. Para ustadz dan ust
Adiva hanya tersenyum dibuatnya, lain dengan Fahri yang sudah semrawut. Rambutnya sudah acak-acakan karena dia yang mengajaknya sendiri. Mungkin dia terlalu malu dan tak enak dengan candaan sang ummah yang berlebihan, apalagi di depannya sedang ada Adiva.“Ummah,” peringat Fahri pada sang ummah agar tak melancarkan lagi bercanda yang berlebihan.“Saya izin kembali ke ruangan dulu Bu Nyai,” pamit Adiva.“Silahkan nak, kamu jangan risih ya kalau saya becandain kayak barusan. Dibalik bercanda saya itu ada yang kata-kata serius juga,”“Iya Bu nyai,” pamit Adiva mencium tangan Balqis.Adiva meninggalkan ruangan itu. Barulah Fahri bisa leluasa memprotes sang ummah yang bercanda tak habis-habisnya. “Ummah, biar apa coba, kayak gitu waktu ada Adiva,” kata Fahri.“Loh, emangnya salah ya, ummah cuma mau bercanda kok,” ucap Balqis sambil menahan tawanya.“Fahri mau ke asrama putra aja deh,” Fahri langsung meninggalkan sang ummah. Balqis geleng-geleng melihat sang anak sedang badmood akan dirinya