Anak diam tak bergeming. Dia keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar Gio. Ana mengelus singkat wajah mungil dan menggemaskan itu. Ana terlihat melamun beberapa saat, memikirkan semua perkataan dari Arka. “Ucapannya tidak bisa dipegang,” ucap Ana bergeming. Wajahnya terlihat memerah. Dia hanya ingin fokus dengan kuliahnya. Tapi sudah diberi cobaan lagi dan lagi. Mirna mengendap-endap di depan kamar Gio. Dari tadi dia menguping semua pembicaraan Arka dan Ana. Dia tampak menyembunyikan sebuah rencana buruk. “Nak, boleh ibu masuk?” panggil Mirna sambil mengetuk pintu dengan pelan. Ana tak menjawab. Dia hanya terbangun dari baringnya. Sementara Bu Mirna tak menunggu persetujuan Ana. Dia langsung nyelonong masuk ke dalam. “Kenapa Bu?” tanya Ana dengan tatapan kesal. “Ibu cuma mau lihat kamu. Oh iya, kamu belum makan. Ayo makan dulu, nanti sakit loh,” ujar Mirna sambil memijat lengan Ana kembali. “Aku masih kenyang,” ucap Ana. Dia kembali berbaring lagi di sebelah Gio. “Ibu tau ka
Prang!! Sebuah guci besar terjatuh di sebelah televisi. Hiasan ruangan itu tampak hancur di lantai dan sudah berantakan. “Ada apa?” tanya Ana menghampiri kejadian itu. “Ibu tidak sengaja menjatuhkan gucinya, nak,” keluh Mirna dengan membungkuk dan membersihkan pecahan guci itu. “Sudah Bu, tak apa. Biar bi Sri saja yang membersihkan,” ucap Ana membantu Mirna berdiri. Sementara Mirna langsung menampilkan senyuman terhangatnya. “Kamu memang anak yang baik. Kamu bahkan sangat baik. Kamu juga sangat berbakti kepada orang tua, nak. Sungguh mulia kamu,” puji Mirna terus menerus. Dia mengelus pipi Ana yang begitu halus dan putih bersih. “Sudah Bu, jangan berlebihan,” ucap Ana. Sementara Ana langsung memanggil bi Sri untuk membereskan kejadian itu. Bi Sri langsung patuh pada suruhan nona mudanya itu. “Itu pasti sangat mahal ya, nak. Ibu takut kalau nanti suami kamu marah sama ibu. Ibu juga tidak sengaja. Kamu tau sendiri kan kalau ibu ini penglihatannya sudah tidak sejelas dulu,” ujar Mir
Fatah dan Kemal saling pandang. Keduanya sama-sama menggaruk kepalanya. Terlihat raut kebingungan terpancar pada keduanya.“Tuh kan, bingung. Nyatanya orang itu hanya pintar menasehati, tapi juga bingung dengan dirinya sendiri,” ucap Fahri menyindir kedua saudara kembarnya.“Aku sama Alya gak ada hubungan apapun bang. Ya kalau emang aku berada di posisi bang Fahri, pastinya udah aku perjelas tuh hubungan yang seperti apa. Soalnya yang namanya cewekpaati butuh kepastian,” ungkap Fatah menyorot serius pada Fahri.Mereka bertiga sedang duduk di kasurnya masing-masing. Dan ketiga saling berhadapan. Kamar mereka memang sangat luas untuk ukuran tiga orang.“Sama juga sih bang, aku sama Nazila juga gak ada apa-apa. Kami hanya sebatas saling mengagumi. Ngomong aja jarang, beda sama kamu dan Adiva. Udah dikenalkan ke ummah malah, kurang deket apa coba!” ucap Kemal mengembalikan perkataan Fahri lagi.“Ngomong sama kalian mah gak ada bedanya, iya nanti tak kasih paham ke Adiva. Tak tanyain juga
Fahri dan Adiva begitu terkejut mendengar penuturan dari Ashraf. “Abah, tidak bercanda kan? tanya Fahri mendekati sang Abah.“Buat apa bercanda, Fahri. Menikah itu hal yang serius, bukan untuk bercandaan,” ucap Ashraf.Seketika Fahri langsung memeluk sang Abah. “Makasih Abah, Fahri seneng banget,” ucap Fahri memeluk erat sang Abah.“Sudah sudah, fokus sama kuliahnya dulu tapi. Setelah lulus langsung menikah juga tak apa. Jaga diri masing-masing dan jangan tinggalkan pendidikan dulu,” peringat Ashraf. Pada Fahri dan Adiva.“Iya nak, dua tahun itu waktu sebentar kok. Ummah yakin kalian pasti bisa,” ucap Balqis tersenyum keoada Fahri dan Adiva.“Siap bos,” ucap Fahri berdiri lalu seperti memberi hormat kepada kedua orang tuanya. Ashraf dan Balwis hanya tersenyum dibuatnya.“Terima kasih banyak, Kyai, dan Bu Nyai,” kata Adiva membelas senyum mereka.“Dan mulai sekarang, kamu harus memanngil kami sama seperti Fahri memanggil kami. Dan untuk semua kebutuhan kamu, saya yang akan menanggung m
Sore harinya, terlihat Nazila sudah berada di kawasan asrama putri Al Muhajirin. Dia juga sedang berbicara dengan Adiva. Keduanya saling akrab satu sama lain.“Ayo, aku antar ke Bu Nyai Balqis,” ajak Adiva.Nazila masih melihat ke sekitar, dia mengharap kedatangan seseorang. Dan sudah menunggunya dari tadi.“Nazila, kok diem aja. Cari siapa?” tanya Adiva ikut menoleh ke sekitar. Yang ada hanya beberapa santri dan pengurus yang sedang melaksanakan aktivitas masing-masing.“Eh, nggak kok. Eumm, Gus Kemal gak kesini ya?” tanya Nazila sedikit ragu. Dia masih berharap kedatangan Kemal. Karena tadi Kemal sempat memberitahu akan menemaninya untuk pergi ke Ummahnya.“Kurang tau yah soalnya Gus kemal emang jarang kesini sih. Yang sering kesini tuh Gus Fahri sama Gus Fatah,” jawab Balqis.Nazila mengangguk paham. Keinginannya sirna. Padahal dia berharap banyak agar bisa bertemu dengan Kemal. Dia ingin tau dengan reaksi Kemal setelah diberi buku catatan diary miliknya.“Ouh, iya deh, ayo!” setel
Seorang laki-laki tersenyum mendatangi Adiva. Dia terlihat sangat akrab dengan Adiva. Dia tampak senang bertemu dengan Adiva.“Adiva, kamu lagi apa disini?” tanya laki-laki yang bernama Fathoni itu.“Lagi kunjungan pesantren, aku dari pesantren Al Muhajirin Semarang,” ucap Adiva.Fahri ingin meninggalkan tempat itu namun keburu terlihat oleh Jihan. Akhirnya Jihan memanggil Fahri. “Loh, Kaka Fahri mau kemana?” teriak Jihan dengan sengaja. Fahri kembali menoleh ke arah Adiva lagi.Adiva juga tersenyum melihat Fahri. Lalu Fahri ke arah mereka. Sementara Fathoni juga tersenyum melihat terus ke arah Adiva.“Kak Fahri mau kemana, ini loh ada pacarnya Adiva. Namanya ustadz Fathoni. Dia udah ngajar disini sangat lama. Alumni santri Al Fatah juga. Keren kan, pantes Adiva juga suka,” ucap Jihan semakin memanas-manasi Fahri.“Maaf ya Ning Jihan. Fathoni ini teman saya waktu di Madrasah Aliyah di Jatim. Kami cuma berteman kok,” ucap Adiva terus saja tersenyum.“Iya, kami cuma teman yang satu pesa
Setelah satu tahun pernikahan Fahri dan Adiva. Kini pesantren Al Muhajirin semakin mengibarkan sayapnya ke manca negara. Banyak santri yang memenangkan lomba dan bisa meneruskan ke perkuliahan kampus luar negeri. Al Muhajirin semakin dikenal banyak pihak. Bahkan banyak santri yang berasal dari luar kota hingga luar pulau Jawa.Ini tak luput dari usaha Ashraf dan kedua putranya yaitu Fahri dan Kemal. Mereka berdua turut membantu memaksimalkan semua kesempatan yang mereka punya. Relasi demi relasi mereka cari untuk membuat Al Muhajirin semakin maju dan terkenal.“Kakak,” panggil Adiva membawa masakan spesial di sore hari ini. Adiva bersemangat dengan gamis pink dan jilbab senada.“Iya adek sayang. Wuihh, masak apa nih, pasti enak banget!” seru Fahri menerima makanan yang Adiva beri.“Ikan patin pedas balado, ini kesukaan kak Fahri. Sini aku suapin,” pinta Adiva lalu mengambilkan Fahri sepiring nasi dan beberapa menu lauk andalannya.“Pasti enak banget masakan istri tercinta, jadi pengen
Zela dan Alfa sedang membersihkan taman belakang sekolah. Mereka mencabuti beberapa rumput yang sudah memanjang. Zela terlihat kepanasan. Sementara Alfa keseringan duduk sambil melihat ponselnya.“Al, ayo cepet cabutin, biar hukumannya cepet beres,” peringat Zela pada Alfa.Alfa membuang nafasnya kasar. “Gue capek, Zel. Si Andre ngasih hukuman gak ngira- ngira. Mana gue geram ketemu musuh bebuyutan,” gerutu Alfa menatap ke langit yang sangat cerah di pagi ini.“Ya gak boleh gitu, harus tetep profesional. Eh, btw cowok tadi siapanya Lo?” tanya Zela sedikit penasaran dibuatnya.“Musuh, udah lah jangan bahas tuh orang. Gue harus laporin ke bokap buat keluarin tuh orang dari sekolah ini,” ucap Alfa sambil terus mengotak atik ponselnya.Setelah selesai, keduanya pun kembali ke kelasnya masing-masing. Alfa terlihat sangat lelah dan langsung menuju ke kelas.“Kabar bahagia, sekarang jam kosong karena para guru sedang mengadakan rapat,” ucap seorang ketua kelas. Semuanya pun bersorak bahagia.
Sore ini tepat jam dua siang, Arsya menginjakkan kakinya kembali di pesantren modern. Dia berniat untuk mendaftar kuliah disana. Sebenarnya pendaftaran jam sembilan tadi, cuma karena Arsya ada urusan lain, jadi dia ikut tahap dua untuk hari ini. Arsya sudah membawa syarat dan data yang harus dipenuhi.Arsya berjalan dari parkiran, dia menggunakan motor CBR berwarna merah dengan sedikit polesan warna putih. Wajahnya yang tampan dan bersih, sangat terlihat jelas meskipun dari kejauhan.Tak kalah dengan Abidzar, sosok Arsya juga karismatik. Meskipun jarak umur kedua saudara itu cuma terpaut empat tahun. Dengan memakai setelan jas dan celana hitam, Arsya melewati area parkiran umum. Dimana disana juga ada tamu atau pendaftar kuliah. Ada beberapa perempuan yang juga sedang memarkirkan motornya.Sejenak pandangan mereka teralihkan ketika melihat kedatangan Arsya. Tanpa Arsya sadari, kini dirinya jadi pusat perhatian beberapa orang.Naum Arsya yang juga tidak kalah cueknya dengan sanga kak
"Maksud Mas Abi, hak yang bagaimana?" Tanya Layla dengan ragu-ragu."Hak suami atas istrinya. Seperti melayani suami. Bisa dengan menyiapkan baju, memasak untuk suami, menjaga harta dan menyayangi suami." Jawab Abidzar dengan tersenyum hangat.Layla bernafas lega. Ternyata hak yang dimaksud Abidzar adalah suatu kewajiban nya juga sebagai istri."Itu sudah pasti aku lakukan Mas."Abidzar tersenyum senang. Sebenarnya dia ingin mengutarakan keinginannya namun Abidzar tahu jika Layla belum siap untuk melakukan hal yang lebih.***Pagi itu seperti biasanya, Abidzar sudah datang di pesantren modern. Hari ini akan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Abidzar. Karena hari ini merupakan hari terakhir mengajar di semester gasal."Gimana kabarmu Bi? Sudah baikan atau masih abu-abu." Tanya Aldo yang tiba-tiba muncul di ambang pintu ruangan Abidzar."Alhamdulillah. Berkat saranmu semuanya sudah beres. Tinggal tunggu kelanjutannya saja." Jawab Abidzar sambil fokus mengerjakan tugasnya."Gi
"Iya, Pabrik anak. Masa gak tau?" Usil Abidzar sudah semakin nakal."Yang bener Mas. Mada ada pabrik anak. Emangnya kita mau ke panti asuhan kah atau ke tempat bermain anak-anak.""Bukan itu Layla. Kita membuat suatu pabrik yang berisi anak-anak dengan usaha dan doa kita yang sungguh-sungguh." Ucap Abidzar sambil tersenyum."Gak jelas!""Iya iya, Mas gak jelas. Ya udah, besok kita bertemu dengan Jihan. Mas akan selesaikan semuanya besok. Jadi kamu harus ikut biar gak ada salah paham lagi, oke?""Kita, Mas?""Iya.""Maksudnya gimana Mas?" Tanya Layla sedikit loading."Iya kita. Aku dan kamu!""Insya Allah. Kalau tidak ada kegiatan yang lebih penting.""Gak usah cari alasan lagi. Kamu sendiri yang mau Mas tegas. Pokok besok kamu harus ikut. Jangan membantah hmm?""Oke, Mas." Ucap Layla sambil mengangkat jempol tangan kanan nya.Ini waktu yang Layla tunggu-tunggu. Sedikit demi sedikit masalahnya akan selesai. Setelah ini dia berharap semuanya berjalan dengan baik.***Cuaca di siang itu
"Jihan, sedang apa kamu di pesantren modern?" Tanya Aldo."Dimana Abidzar, aku ada urusan dengan nya?" Tanya Abidzar sambil memperhatikan Arsya dengan lekat."Perempuan ini siapa Bang?" Tanya Arsya sedikit berbisik kepada Aldo."Biasalah, netizen nya Abidzar." Jawab Aldo.Arsya yang mendengar jawaban Aldo hanya bisa menahan senyumnya. Ternyata Bang Abi nya Arsya punya netizen, bening lagi."Abidzar lagi sibuk ngajar. Jangan diganggu. Kalau mau ada urusan tunggu selesai jam ngajarnya saja." Jawab Aldo kepada Jihan."Ouh oke, tapi emang kamu gak bisa sampaikan ke dia. Ini kan lagi jadwalnya makan siang.""Jadwal makan siang baru selesai. Ini sudah waktunya mengajar lagi."Akhirnya Jihan memilih di ruang tunggu asrama putri. Dia akan menunggu Abidzar sampai selesai ngajar."Bang, siapa sih sebenarnya?" Tanya Arsya lagi."Dia tuh ngejar-ngejar Abidzar. Udah tau kalau Abidzar sudah punya pawang. Eh, mau nerobos saja dia.""Ya udah Bang, Bang Aldo sama dia aja. Cocok kek nya." Sahut Arsya t
Layla tidur dengan membelakangi Abidzar, bahkan Layla tetap memakai Jilbab nya. Dia tidak ada keinginan untuk menghadap ke suaminya. Abidzar yang menyadari perubahan sikap Layla hanya pasrah akan perubahan yang terkadang banyak badmoodnya itu."Dosa loh, kalau tidur sampai membelakangi suaminya. Hadap sini dong Humaira." Ucap Abidzar namun Layla tetap terdiam dan berpura-pura tidur.Abidzar yang mengetahui kalau Layla pura-pura tidur lalu mendekat dan memeluk Layla dari belakang. "Jangan lama-lama ya ngambeknya, Mas gak tenang kalau kamu lagi ngambek begini. Rasanya tuh pikiran Mas jadi kacau, kalau bisa besok udah gak ngambek lagi biar Mas bisa lihat senyuman kamu, ya Humaira." Layla yang mendengar kebucinan Abidzar hanya tersenyum malu, bisa-bisa nya Abidzar berkata manis seperti itu disaat mood Layla sedang tidak baik-baik saja."Humaira, hadap sini ya, Mas gak mau diginiin. Mas gak bisa tidur sayang, tolong hadap sini, Mas akan kabulin semua permintaan kamu asal jangan makan yang
Namaku Abidzar, biasa dipanggil Abi atau Bi. Aku memutuskan untuk menuntut ilmu di salah satu pesantren besar yang ada di kota Jakarta. Namanya Pesantren Modern.Dari masa Tsanawiyah aku sudah disana, bahkan hingga masa Aliyah. Aku sangat ingin menjadi salah satu ustadz di pesantren modern.Setiap hari aku berusaha untuk tekun belajar, terutama belajar ilmu keagamaan. Cita-cita mulia ini juga berawal dari Abah ku, yang menjadi salah satu guru besar di dunia pendidikan terkemuka.Tapi aku ingin mengajar di pesantren saja, dimana aku bisa juga sambil mengabdi di pesantren tersebut.Setiap hari ku lalui hari ini dengan semangat, tanpa lelah dan selalu ingin belajar. Aku harap dimasa depan semua ini dapat terbayar, semoga lelah ku ini menjadi Lillah. Insya Allah.Hingga tiba setelah kelulusan tes, dimana namaku terpampang paling atas. Sebagai ustadz, iya aku dapat mengajar di pesantren modern. Pesantren yang pernah mengajarkan ku banyak ilmu dan banyak pengalaman.Sembari mengabdi, aku ju
Malam yang begitu hening. Layla semakin kebingungan akan sikap Abidzar. Terkadang Abidzar begitu meyakinkan untuk dirinya. Tapi di hati itu Abidzar masih meragukan lagi. 'Mas, kenapa kau menghadirkan diriku jika dihatimu masih ada dia. Ternyata sakit, apa boleh aku mengeluh?' Layla membatin dalam kesendirian nya.Setelah kejadian di dapur itu, Layla memilih untuk kembali ke kamarnya. Dia lebih baik membawa tubuhnya beristirahat. Sudah terlalu lelah untuk semua kejadian di hari itu.Di kamar sebelah, tepatnya di kamar tamu. Abidzar termenung. Dia terdiam kaku, pikirannya berkecamuk. Memikirkan semua yang telah terjadi.Abidzar sadar jika dia salah, selama ini dia tidak tegas akan semuanya. Harusnya jika dia memang masih mencintai Jihan, dia bisa membatalkan perjodohan nya dengan Layla.Tapi Abidzar malah membuat kedua wanita itu sama-sama kecewa. Jihan yang kecewa terhadap sebuah janji yang telah diucapkan Abidzar. Sedangkan Layla yang telah kecewa sebab Abidzar tidak bisa memusatkan
Semenjak kejadian pagi ini, Layla tidak banyak bicara. Dia semakin banyak diam. Pikiran nya kalang kabut. Tidak mungkin hal semacam itu tidak sengaja. Abidzar pun menyadari tentang sikap Layla yang tidak seperti biasanya. Abidzar berpikir keras, siapa kira-kira yang berani melakukan hal tidak baik itu kepada Layla.Padahal Abidzar sejauh ini tidak mempunyai musuh. Atau sedikit pun dia tidak bermasalah dengan teman-teman nya sekalipun.Eh, tapi tunggu. Abidzar mengingat dengan jelas kata-kata itu. Sebuah ancaman kepada Layla untuk menjauhi dirinya. Berarti orang itu tidak suka dengan Layla. Berarti dia salah satu yang pernah dekat dengan Abidzar.Jihan? Tapi menurut Abidzar, seorang Jihan tidak mungkin bertindak seperti itu. Abidzar sangat tahu jika Jihan bukanlah sosok yang seperti itu. Tidak mungkin Jihan bertingkah berlebihan seperti ini.Terus siapa kalau bukan Jihan. Atau ada seseorang yang sangat tidak suka dengan hubungan rumah tangga nya dengan Layla. Hingga dia mau mengancam
"Gak apa-apa Mas, cuma belum siap aja. Kalau udah siap nanti juga dibuka tanpa disuruh." Ucap Layla sedikit menjelaskan."Ouh, gitu, bukan karena kamu punya mata ninja kan?" Tanya Abidzar sedikit menggoda."Ish, apa sih Mas, ya nggak lah. Aku normal, masa punya mata ninja." Ucap Layla.Setelah itu mereka pun terlelap untuk beberapa saat. Hingga sampai waktu sholat Dzuhur, Layla terbangun terlebih dahulu. Sedangkan Abidzar masih begitu terlelap.Layla hendak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dikarenakan Abidzar masih tertidur. Layla membuka cadarnya ke kamar mandi.Keluar dari kamar mandi dia langsung sholat Dzuhur, usai sholat Dzuhur dia hendak keluar kamar untuk memasak.Abidzar terbangun, dia terkejut Layla sudah tidak ada di kamarnya. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah satu. Dia langsung melaksanakan sholat Dzuhur sendirian.Ternyata Layla lagi memasak bersama Ratna- ibu mertuanya. Mereka sambil bercanda gurau menceritakan Abidzar semasa waktu kecilnya. Layla lup