Apa yang dilakukan oleh wanita itu membuat orang-orang di sana terkejut!
Sandy sendiri langsung mencegah sang ibu. "Mama jangan seperti ini, kasihan Eliza!" ucapnya. "Kasihan kamu bilang? Wanita ini tidak becus. Dia benar-benar wanita kampung yang tidak berpendidikan. Sudah mama bilang sama kamu jangan menikahinya, kamu tetap saja menikahinya. Lihatlah mengurus satu anak pun dia tidak bisa. Lihat cucuku mati karena wanita ini. " Wati menangis dan semakin menarik kuat rambut Eliza. Namun, Eliza seperti sebongkah batu yang tidak merespon apapun. Matanya terus saja menatap tubuh mungil anaknya. "Seharusnya aku hanya memiliki menantu Mirna saja. Mirna wanita hebat, pintar, cerdas, berpendidikan dan memiliki pekerjaan yang baik tidak seperti kau benalu. Bahkan mengurus anak pun tidak bisa." Wati terus saja mengamuk dan menarik rambut Eliza sekuat tenaganya. Lagi-lagi, Eliza tetap tidak merespon perkataan Wati. Bahkan jika wanita itu ingin membunuhnya saat ini juga, dia akan mati dengan tersenyum. "Ibu tolonglah pakai perasaan sedikit. apa ibu tidak merasa kasihan dengan Eliza dia baru kehilangan anaknya."Salah satu tetangga Eliza bahkan menghentikan jambakan itu dan menasehati Mama Sandy.
Tapi, dia justru ikut diomeli!
"Kasihan kau bilang? Gak kau lihat cucu aku mati gara-gara dia? Lihat saja aku akan melaporkan kematian cucuku ke polisi. Aku pastikan kau akan dipenjara. "Ancaman wanita itu membuat tetangga Eliza mundur.
"Mama, harus tenang."
Kini, Mirna yang dielu-elukan datang dan menenangkan wanita itu.
Sedangkan kakak serta Abang ipar Sandy, hanya diam melihat perlakuan Wati terhadap adik ipar mereka.Hanya saja, tak berapa lama, kegelapan kembali menyelimuti Eliza--membuat semua orang terkejut.
Cukup lama, Eliza tertidur.
Dia baru bangun kala mendengar suara berisik dari ruang tamu.
Wanita itu melompat dari tempat tidur dan berlari keluar dari kamarnya.
"Jangan pegang anakku." Eliza mengambil bayi yang saat ini sudah digendong oleh Sandy.
"Mas mau memandikan anak kita, dek," jawab sendiri dengan air mata yang menetes melihat putranya.
"Aku akan memandikannya sendiri." Eliza memeluk erat anaknya.
Sandy hanya diam mendengar perkataan istrinya. Jika ditanya perasaannya, sungguh sangat sakti. Dia merasa bersalah dan menyesal.
Seandainya, dia tak abai akan panggilan Eliza....
Hanya saja, sang mertua tampak murka dan tak peduli akan duka yang memenuhi jiwa Eliza. "Hai, wanita kampung! Kau tidak punya hak melarang ayahnya untuk memandikan anaknya."
Wati bahkan menarik bayi yang sedang digendong Eliza.
Namun Eliza memeluk anaknya dengan kuat. Dia juga mendorong mama mertuanya tersebut.
Wati sampai mundur beberapa langkah ke belakang.
Bersyukur Sandy dengan cepat menahan tubuhnya. Hingga tubuh Wati yang gendut tidak terjatuh.
Plak!
Tiga tamparan keras langsung mendarat di pipi putih Eliza.
Wati menamparnya begitu keras, tetapi Eliza tidak merespon sedikitpun meski bibirnya berdarah.
"Kurang ajar kau, berani kau melawan aku ya. Asal kau tahu, aku tidak pernah menerima kau jadi menantu. Kau tidak selevel dengan keluarga kami." Wati mengeraskan suaranya agar didengar semua orang.
"Ini anak ku, aku yang melahirkannya. Aku yang selalu bersama dengannya, mulai dari pagi hingga pagi lagi." Eliza memandang Wati dengan mata memerah.
"Kau melahirkannya, apa kau lupa uang siapa yang membayar tagihan rumah sakit?"Emosi wanita itu semakin memuncak karena Eliza berani melawannya. "Sandy hanya punya uang 5 juta, sisanya 25 juta, aku yang membayar. Sampai sekarang Sandy masih berhutang dengan ku. Apa kau ada uang untuk membayar uang persalinan mu?"
Entah di mana hati serta rasa kasihan wanita itu?
Apakah Wati, manusia yang diciptakan tanpa hati?
Sedangkan Sandy, hanya diam seperti orang bodoh.
"Mas, sabar jangan sedih, mas harus kuat." Wanita cantik yang bernama Mirna itu menggenggam tangan Sandy. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seakan Sandy yang teraniaya.
Meskipun semua orang memandang ke arah mereka, namun Mirna tidak perduli.
Para tetangga yang tinggal di sana juga tidak tahu apa hubungan Sandy dan Mirna.
Hanya saja mereka terkejut ketika melihat perbuatan Wati.
Salah satu dari mereka bahkan menarik wanita bertubuh gendut itu ketika hendak kembali menyerang Eliza. "Apa ibu tidak kasihan melihat Eliza, bahkan di depan jenazah bayi, ibu tega memukul ibunya?" kata warga yang sudah geram melihat kelakuan Wati.
"Perempuan seperti itu wajar dipukuli, gak ada yang bisa diharapkan dari perempuan bodoh seperti dia. Merawat anak saya tidak bisa, hingga anaknya mati seperti ini. Padahal dia bisa cari di internet, solusi mengatasi anak yang sedang panas tinggi," kata kakak dari Sandy.
Eliza hanya diam dan kemudian pergi kamar mandi sambil mengendong anaknya. Meskipun kepalanya sangat sakit dan pusing, Eliza tidak menghiraukannya.
Ini adalah kesempatan terakhir untuk memandikan anak kesayangannya. Eliza mengusap dengan sangat lembut setiap kulit bayi berwajah tampan tersebut. Dia juga memperlihatkan setiap garis wajah bayinya, mata, bibir, hidung dan pipi. Eliza akan menyimpan baik-baik wajah anaknya didalam memori otaknya.
Sandy hanya diam di depan pintu melihat Eliza memandikan anaknya.
Setelah selesai memandikan, Eliza mencium putranya berulang-ulang kali. Setelah ini, dia hanya bisa memeluk bayangan sang putra. "Terima kasih sudah hadir dalam hidup ibu, maafkan ibu yang sudah tidak bisa lagi memeluk Ibnu seperti ini. Ibu mohon nak, bawalah ibu pergi. Ibu sungguh tidak sanggup." Eliza berkata dengan terisak.
Dadanya sangat sakti dan sesak melihat tubuh yang sudah tidak bernyawa. Ingin mengatakan ini mimpi, namun nyatanya ini benar-benar terjadi. Eliza menolak rasa sakit ketika Wati menarik rambutnya. Menolak rasa sakit ketika Wati menampar pipinya. Namun tetap saja dia merasakan sakit yang artinya ini mamang nyata.
Setelah berbicara dengan anaknya, Eliza membungus tubuh mungil putranya dengan handuk mandi yang biasa dipakai Ibnu. Dia kemudian mengkafani bayi Ibnu dengan tangannya sendiri.
Hanya saja, asinya kembali merembes.
Wanita itu lantas mengambil alat pompa asi dan memompa asinya. Setelah itu menyimpannya di kantong ASI dan memasukkan ke dalam kulkas.
Asi Eliza memang sangat banyak, bahkan dia bisa mendapatkan 750 mil, satu kali pompa. Badannya memang kurus namun dadanya besar karena ASI yang banyak.
"Nak, asi ibu banyak, ibu donorkan ke rumah sakit ya. Agar Ibnu punya banyak adek." Eliza menangis memandang kantong ASI yang dia simpan di dalam kulkas.
Kesedihan Eliza itu membuat banyak orang iba.
Tapi, mereka lupa bahwa sang pencipta... pastilah sudah menyiapkan sesuatu yang besar dan mungkin tak mereka duga.
Di rumah sakit, seorang pria tampan tengah berdiri menatap bayinya yang berada di dalam box inkubator.
Bayi itu lahir 2 bulan lebih awal dari tanggal yang ditentukan dokter dan beratnya hanya 1,2 ons.
"Nathan, apa kabar?" sapa dokter Rizki yang merupakan dokter spesialis anak yang menangani menangani putra dari sahabatnya Nathan Hermawan.
Pengusaha sukses yang terkenal itu hanya mengangguk. Dia hanya memerhatikan anaknya sudah berusia 1 Minggu, namun masih harus berada di dalam inkubator.
"Bayimu harus mendapatkan ASI, Nathan supaya berat badannya cepat naik. Kami sudah mencoba berbagai macam merek susu formula, hasilnya tetap sama. Bayi alergi dengan susu sapi. Saat bayi meminum susu formula, bayi mengalami muntah dan bibirnya membiru. Sedangkan susu kedelai, tidak direkomendasikan untuk bayi prematur."
"Karena bayi prematur memiliki sistem pencernaan yang belum sempurna, sehingga membutuhkan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Karena itu saya meminta agar kamu mencari ASI untuk si adek," kata dokter Rizki.
Nathan mendengar apa yang dikatakan dokter sekaligus sahabatnya itu. Apa dia harus mengumpulkan ibu menyusui dan meminta mereka agar mau menyusui anaknya?
"Kamu harus mencari pendonor Asi," saran dokter Rizky, sesuai pikirannya.
"Aku harus cari ke mana?" Pria tampan itu kebingungan mendengar perkataan dokter spesialis anak yang menangani bayinya.
Demi putranya, Nathan akan melakukan apapun. Dia bahkan tidak keberatan jika membayar dengan harga yang tinggi. Namun kemana harus mencari wanita yang sedang menyusui dan mau memberikan asi untuk anaknya.
"Siapa tahu tetangga, atau kenalan kamu ada yang mau menjadi pendonor Asi. Untuk pendonor ASI, sebaiknya wanita yang sehat tanpa ada penyakit menular. ASI nya juga subur dan banyak. Jika ASI sedikit itu artinya wanita itu tidak bisa menjadi pendonor karena harus menyusui anaknya."
"Bagaimana dengan ibu si bayi, apakah ASI nya sudah keluar?" Rizki memandang Nathan. Sejak bayi itu lahir, ibunya tidak pernah datang untuk melihatnya. Padahal kondisi ibunya sangat baik dan melahirkan juga secara normal.
Nathan diam mendengar pertanyaan dari si temannya itu. "Belum," jawabnya kemudian.
"Baiklah jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan, kamu bisa langsung menemui aku di ruang praktek, aku permisi dulu." Rizki berpamitan dan pergi.
Nathan sendiri hanya diam--memandang putranya yang begitu sangat kecil dengan kulit keriput dan terkelupas.
Pendonor ASI sesuai kriteria yang disampaikan oleh si dokter, bagaimana cara menemukan pendonor ASI yang seperti itu?
***
Nathan kini duduk di meja kerjanya.Matanya tertuju ke layar komputer namun pikirannya hanya terfokus dengan bayinya. Dia sudah mengatakan masalah ibu asi kepada maminya dan berharap sang mami bisa dengan cepat mendapatkan pendonor ASI untuk anaknya. Namun ternyata mencari pendonor ASI bukanlah hal yang mudah!Padahal, Maminya sudah mencari lewat perantara asisten rumah tangga, tetangga dekat rumah, dan teman-teman sesama sosialitanya. Namun tidak menemukan wanita yang bisa menjadi donor ASI. Karena untuk menjadi pendonor ASI ,wanita itu memang memiliki ASI yang banyak. Dan biasanya jika anak sudah berusia 1 tahun ke atas, produksi ASI pun berkurang. Kepala Nathan serasa ingin meledak ketika memikirkan ini semua.Jika tidak segera mendapatkan ibu susu untuk bayinya, dia mencemaskan tumbuh kembang anak malang tersebut. Pria itu menjangkau ponsel yang diletakkannya di atas meja dan menghubungi asisten pribadinya. Setelah berbicara dengan orang kepercayaannya itu, Nathan menutup
"Tentu saja rumah sakit ini sangat menerima donor ASI, kalau mbak ingin donor ASI langsung ke ruang perawatan bayi saja di lantai 4." Eliza tersenyum. "Baik mbak, terima kasih." Setelah administrasi selesai, ia pun pergi ke lantai 4 sesuai arahan dari wanita yang duduk di kasir tersebut. Eliza tahu di mana ruang perawatan bayi karena memang Ibnu lahir di sini. Setelah lahir, Ibnu sempat dimasukkan ke box inkubator karena sudah terlalu banyak minum air ketuban. Bahkan bayi Ibnu lahir dengan kondisi bibir biru dan tidak menangis.Jadi, Eliza selalu berkunjung ke ruang bayi sambil mengantarkan ASI untuk anaknya. Rumah sakit ini sungguh bersejarah.Tempat anaknya dilahirkan dan menghembuskan nafas terakhirnya.Dada Eliza seketika merasa sesak kala mengingat itu.Untungnya, dia sudah tiba di ruangan yang dimaksud.Jadi, Eliza berusaha tegar--membuka pintu dan melihat tiga perawat di ruang bayi. "Permisi sus." "Ya dek, ada apa?" tanya perawat yang sedang berjaga di ruang bayi.Mem
Perawat itu diam selama beberapa detik ketika melihat senyum menawan pria satu anak tersebut. "Iya mas," jawabnya kemudian. Sudah satu minggu ini selalu bertemu dengan Nathan. Namun baru kali ini perawat itu melihat senyum di wajah tampan pria itu. "Asinya juga sangat banyak mas, jadi ini cukup untuk satu minggu ke depan." "Apa ibu itu mau menjadi pendonor tetap untuk anak saya?" "Saya belum tahu mas," jawab si perawat. "Apa saya bisa menghubungi ibu itu." Nathan sangat senang, karena dia tidak perlu susah-susah untuk mencari pendonor ASI. "Maaf mas, saya juga lupa tadi meminta nomor handphone," sesal si perawat. "Apa ibu itu meninggalkan alamat, agar saya bisa datangi ke rumahnya." Tanya dengan penuh semangat. "Maaf mas, alamatnya juga tidak ada." Nathan mendengus kesal. Dia berharap wanita yang memberikan ASI untuk anaknya bisa segera dihubungi namun ternyata tidak. "Kalau saya boleh tahu nama yang mendonorkan ASI untuk anak saya?" tanyanya dengan begitu pena
Bagi semua orang, kuburan merupakan tempat yang paling menakutkan, namun tidak untuk Eliza. Wanita muda itu terlihat nyaman duduk di depan kuburan anaknya. Air mata mengalir dengan deras seakan tidak ada keringnya. Bahkan mata yang biasanya bulat dan besar, kini sudah terlihat sangat kecil dan sembab. "Nak, ibu mau cari kerjaan, biar gak suntuk di rumah. Ibu mau cari uang untuk beli kambing akikah, Ibnu. Soalnya ibu dah janji, untuk beli 2 kambing. Ibu juga akan membuatkan batu nisan yang cantik." Eliza memeluk tumpukan tanah kuburan anaknya dan berharap bisa melepaskan rasa rindu yang menyesakkan dada. Mau bagaimanapun orang mengatakan harus ikhlas, namun tetap Eliza belum bisa mengikhlaskan anaknya. "Nak, ibu pamit pulang ya soalnya sudah sore. Maafkan ibu yang tidak bisa meluk Ibnu. Andaikan waktu bisa di putar kembali, pagi itu ibu akan langsung bawa Ibnu ke rumah sakit. Agar Ibnu bisa langsung di rawat." Eliza mengusap papan nama anaknya dan kemudian memeluk papan itu cukup l
Sudah 10 hari, namun rasa sakit di kakinya tidak juga hilang, hingga Eliza kesulitan berjalan. "Eliza," panggil seorang pria.Eliza tidak yakin ketika mendengar ada yang memanggil namanya. Namun tetap saja dia menghentikan langkah kakinya serta menoleh ke belakang."Hai, bagaimana kabar kamu?" Tanya pria dengan gaya sok akrabnya. "Baik," jawab Eliza yang sedikit tersenyum."Masih ingat dengan saya?" Dokter berwajah manis itu tersenyum ramah dan bertanya. "Dokter," jawab Eliza. Meskipun malam itu kondisinya sangat buruk, namun Eliza tidak bisa melupakan sang dokter yang sudah berusaha menyelesaikan anaknya. "Iya, saya dokter Rizki, senang bisa berjumpa dengan kamu lagi. Bagaimana kondisi kaki kamu?" Dokter itu bertanya dan memandang kaki Eliza.Saat Eliza lewat di depannya, dia sangat mengingat wanita muda tersebut. Rizki memanggil Eliza karena dia melihat wanita itu berjalan sambil menyeret kakinya."Masih sakit dok, mungkin sebentar lagi sehat." Eliza tersenyum dan memandang ke a
Apa suntik mati katanya? Dokter Rizki tercengang ketika mendengar permintaan Elisa. "Saya takut suntik tapi kalau yang dikasih suntik mati, saya nggak takut." Eliza berkata dengan putus asa."Saya mengerti perasaan kamu, tapi kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus menyayangi diri kamu sendiri. Kasihan anak kamu, dia akan merasa sedih jika melihat ibunya menangis." Dokter itu beranjak dari duduknya dan berdiri di samping Eliza. Eliza dengan cepat menghapus air matanya. Dia hanya diam ketika dokter itu memeriksa detak jantung, perut dan tensi darahnya."Tensi darah rendah 90/70, asam lambung naik," kata dokter Rizky setelah melakukan pemeriksaan terhadap Eliza."Ada harapan untuk mati gak dok?" Eliza bertanya dengan antusias."Mati lagi yang di omongin." Dokter itu memandang Eliza dengan marah. "Yang sudah mati, dikubur, mereka menangis dan memohon agar bisa hidup kembali. Kamu yang masih hidup, malah sibuk ingin mati." Dokter itu berkata dengan kesal."Saya cuma nanya dok," Eli
Jantung Eliza seakan ingin lepas karena terkejut melihat sosok yang berdiri di depan pintu. Pria itu seperti hantu yang seakan bisa membuat dia mati karena serangan jantung. Eliza semakin kesal ketika melihat wajah pria itu yang seakan tidak merasa bersalah padahal sudah membuat dia hampir mati karena serangan jantung. "Maaf mas saya permisi." Eliza keluar ketika pria itu sudah memberikan jalan untuknya. Sedangkan pria itu hanya diam memandang Eliza. "Tadi siapa? "Nathan bertanya ketika dia sudah duduk di depan Rizki. Sahabatnya itu seorang dokter spesialis anak, mustahil rasanya jika Rizky memiliki pasien yang sudah dewasa seperti wanita barusan. "Oh itu, cantik kan? "Rizky tidak menjawab, justru malah balik bertanya. "Selera kamu anak kecil," ejek Nathan "Walaupun kecil-kecil kan sudah bisa buat anak. Dia itu sangat baik dan ibu yang baik. Terkadang usia tidak menjamin seseorang akan lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap anaknya sendiri. "Rizky memandang Nath
Nathan berjalan dengan langkah ringan masuk ke dalam mansion mewah milik keluarganya. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil menikmati secangkir teh hijau. Suasana hatinya sangat baik, hanya karena mendengar bahwa istrinya memberikan ASI untuk bayinya. Kemarahan yang sempat memuncak hilang dalam sekejap. "Apa kamu baru pulang dari rumah sakit?" tanya Mawar. Melihat raut bahagia yang terpancar di wajah putranya yang tampan, Mawar tahu bahwa saat ini suasana hati Nathan sedang bagus. "Iya mi," jawab Nathan dengan tersenyum. Pria itu kemudian duduk di sofa yang berbeda didepan wanita berparas cantik meskipun usianya sudah tidak muda lagi. "Bagaimana kondisi cucu, mami?" Mawar menanyakan tentang cucunya. "Tadi Rizky mengatakan bahwa kondisi anakku sudah jauh lebih baik. Berat badannya sudah bertambah 3 on." "Benarkah? mami sangat senang mendengarnya. Besok mami akan ke rumah sakit, sudah rindu pengen lihat cucu."
"Gini Om ceritanya. Kiara perawat yang bekerja di rumah sakit, akan dinikahkan sama orang tuanya. Kiara tidak mau menikah dengan orang itu. Karena itu aku menyelamatkannya dari pernikahan. Pernikahannya dua hari lagi, aku sudah membawa dia kabur." Rizky menjelaskan dengan singkat. Dia berharap Hermawan dan juga Mawar mengerti situasinya saat ini. "Kamu melarikan calon istri orang?" Mawar langsung menyahut. Ia tidak menyangka bahwa Rizky yang merupakan seorang dokter hebat dan dosen, bisa bersikap seperti ini. Padahal gadis cantik seperti apapun, bisa didapatkannya dengan mudah."Iya, Tante," jawab Rizky."Ya ampun kamu berani sekali melarikan calon istri orang," sembur Hermawan."Nggak ada jalan lain," Rizky berkata dengan nada suara lemah. Ia tidak menyangka akan menikah dengan Kiara. Gadis yang tidak pernah hadir dalam mimpinya. "Kalau kamu benar-benar ingin menikah, wanita seperti apapun yang kamu mau, bisa Tante carikan. Kalau seperti ini, nama kamu bisa rusak." Mawar menasehati
"Ya nggaklah," jawab Rizky. Ia sangat membutuhkan dokumen pernikahan. Karena itu syarat untuk mendapatkan hak asuh Yura. Setelah akad nikah, Rizky akan langsung mengurus dokumen serta syarat pernikahan. "Abang hebat, gercep, gaya lo asik," kata Elisa yang belagu sok gaul. Nathan yang sedang mengemudikan mobil tertawa melihat gaya Eliza yang sok jauh."Gercep adek?" Tanya Rizky yang tidak tahu istilah anak muda."Gerak cepat," jawab Eliza dengan sedikit tertawa. "Daripada kak Kiara dinikahi sama Pak tua mending Abang yang nikahi. Kak Kiara itu cantik banget. Terus juga orangnya baik, yang terpenting Yura sangat dekat sama kak Kiara. Oh iya apa Abang jadi mau adopsi Yura?" Tanya Eliza dengan cerewetnya."Iya, syaratnya harus nikah baru bisa adopsi Yura," jelas Rizky."Wah enak banget kalau seperti itu, nikah langsung dapat anak." Eliza berkata dengan riang. "Iya," jawab Rizky yang masih ragu dengan keputusannya."Abang itu sangat cocok sama kak Kiara. Sama-sama cantik dan juga gant
Eliza memandang Nathan yang sedang mengemudikan mobil. Nathan yang memakai kacamata tampak semakin gagah dan tampan. Entah sejak kapan Eliza memiliki hobi memandang wajah duda satu anak itu. "Apa belum puas memandang wajah Mas?" Nathan berkata tanpa menoleh ke arah Eliza yang duduk di sebelahnya. "Siapa yang pandangi Mas," elak Eliza. Wajahnya sudah memerah menahan rasa malu karena ketahuan sedang memperhatikan sang bos."Oh nggak ada ya," kata Nathan dengan sedikit tersenyum. Ia tidak mempermasalahkan jawaban Eliza yang tidak jujur. "Mas, apa masih ngantuk?" Eliza dengan sengaja mengalihkan topik obrolan. Apalagi Nathan sudah menguap berulang kali. "Lumayan, kepala juga rasanya agak pusing mungkin karena tidur pagi," kata Nathan yang tidak terbiasa tidur di pagi hari. "Kenapa nggak libur aja ke kantornya?" Eliza memberikan saran."Ada kerjaan penting, mas sudah ada janji sama klien. Nggak enak kalau cuma mengutus Dirga. Sedangkan klien datang dari Bali." Nathan sedikit te
"Kia akan mencari suami lewat media sosial. Disana pasti ada pria yang mau nikah sama Kia." Kiara tersenyum lebar.Jika tidak ada masalah dengan Rudi dan Rini, Kiara tidak akan seperti wanita yang sudah kebelet kawin seperti ini.Rizky terdiam dengan kepala berdenyut nyeri. Kiara kelewatan cantik. Jika ingin mencari suami lewat media sosial, pasti banyak pria yang bersedia. Apalagi dia menikah tidak punya tuntutan uang hantaran, mahar, uang isi kamar dan pengeluaran besar lainnya."Bagaimana jika kamu dapat suami yang jahat?" Tanya Rizky."Kia gak mikir masalah itu dok, yang penting bebas aja dulu," jawab Kiara tanpa pikir panjang.Rizky memijat kepalanya yang berdenyut nyari. Sepertinya Kiara benar-benar sudah stres. Jika mendapatkan suami asal-asalan, takutnya keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Bagaimana jika Kiara justru dijadikan psk oleh suaminya? Kepala Rizky semakin pusing ketika membayangkan hal tersebut. Lalu apa gunanya penyelamatan yang dilakukannya?Belum lag
Rizky benar-benar tercengang melihat Kiara. Di mana gadis lugu yang selama ini sering dia lihat. Dan kenapa sekarang Kiara tampak jauh berbeda. Meskipun dirinya dokter, namun dia laki-laki normal. Mana mungkin dia sanggup menahan godaan yang seperti ini."Kamu tidak risih pakai seperti itu?" tanya Rizky."Kenapa harus risih, ini baju dokter yang kasih. Lagian juga Dokter sudah lihat sendiri kan jadi buat apalagi malu." Kiara berkata dengan tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya.Rizky mengusap keringat di pelipis kepalanya. Dia tidak menyangka bahwa gadis yang selama ini lugu cukup barbar. "Dok saya lapar.""Saya akan pesan makanan." Rizky langsung memesan makanan secara online. Yang bodohnya lagi dia memesan makanan tanpa bertanya apa yang diinginkan oleh Kiara. Bukan hanya satu jenis atau tiga jenis makanan yang dipesannya tapi sudah lebih dari 10 jenis makanan. Hal ini menunjukkan bahwa sang dokter dalam keadaan grogi. Rizky meletakkan handphonenya setelah selesai memesan ma
"Ya masih ingat," jawab Rizky jujur. Bentuknya sangat indah dan menggoda, mana mungkin ia bisa melupakannya dalam waktu singkat."Tuh kan dokter masih ingat. Kalau gini Kia jadi malu." Kiara memandang Rizky sekilas kemudian menundukkan kepalanya.Rizky bingung harus berkata apa. Bagaimana jika Kiara salah paham dan menganggap dirinya sudah sudah direndahkan. Kiara diam beberapa saat dan kemudian memandang Rizky.Dokter berwajah manis itu benar-benar gugup ketika Kiara memandangnya. Ia tahu bahwa Kiara pasti marah dan kecewa. Belum lagi image nya sebagai pria baik, sopan dan pintar akan tercoreng dan dikatai pria mesum. "Dokter, sudah menyelamatkan nyawa saya serta menyelamatkan Saya dari pernikahan. Apa dokter mau menjadi suami saya?" Rizky sangat terkejut mendengar pertanyaan dari Kiara. Ia langsung melakukan pemeriksaan terhadap kepala pasiennya tersebut. "Dok, saya sadar, saya juga tahu dengan apa yang saya katakan." Kiara berkata sambil memandang wajah sang dokter yang begi
Kiara memperhatikan sosok pria yang tidur di sofa. Meskipun pria itu membelakanginya namun dari potongan rambut dan postur tubuh, ia tahu bahwa pria itu dokter Rizky. "Kepala aku pusing." Kiara memegang kepalanya sambil terus mengingat apa yang terjadi semalam. "Apakah aku pingsan? Baju aku siapa yang ganti?" Kiara panik ketika menyadari bahwa saat ini pakaiannya sudah diganti. Lalu siapa yang telah menggantinya? Ya sudahlah Kiara tidak perlu terlalu memikirkan masalah pakaian. Yang terpenting ia selamat. Kiara merasakan tenggorokannya kering. Dilihatnya di meja yang disamping tempat tidur. Tidak ada gelas ataupun air mineral kemasan. Ia ingin membangunkan Rizky, namun tidak enak. Pada akhirnya Kiara bangkit dari tidurnya dan berniat mencari air minum.Rizky tersentak ketika mendengar suara berisik dari tempat tidur. Dilihatnya Kiara yang sudah turun dari atas tempat tidur. "Suster Kiara, Kamu sudah bangun?" "Iya Dok, saya haus." Kiara berkata sambil menundukkan kepalanya. Berdu
Begitu sampai di apartemen, Rizky merebahkan tubuh Kiara di atas tempat tidur. Dilihatnya wajah Kiara yang sudah pucat. Sedangkan tangannya sudah merah dengan darah Kiara. Rizky langsung melakukan pemeriksaan terhadap Kiara. Kondisinya cukup lemah dan kekurangan darah. Ia menghubungi salah seorang dokter di rumah sakit dan meminta untuk diantarkan satu kantong darah golongan O untuk Kiara.Agar luka Kiara tidak infeksi, ia langsung memberikan suntik tetanus. Luka di kepala Kiara cukup dalam dan juga panjang. Ia membersihkan luka terlebih dahulu kemudian memotong rambut di bagian luka. Setelah itu barulah luka dijahit. Setelah menjahit luka di kepala Kiara, Rizky memasang jarum infus di tangannya. Karena kondisi Suster itu dalam keadaan lemah. "Baju kamu sangat kotor dan penuh darah. Maaf ya saya harus menggantinya." Rizki memandang baju yang melekat di tubuh Kiara. Jantungnya berdebar dengan cepat ketika membuka kancing kemeja yang dikenakan Kiara. "Tidak apa-apa, ini adalah penan
Nathan sudah sangat mengantuk. Karena menolong sahabatnya pria itu hampir tidak tidur semalaman. Ia berjalan menuju ke kamarnya dan berniat untuk langsung tidur. Namun sebelum masuk ke kamar ia terlebih dahulu pergi ke kamar Noah. Dari dalam kamar, Nathan bisa mendengar suara tertawa putranya dan juga Eliza. Mendengar suara tertawa Eliza saja sudah membuat hatinya senang. Padahal hanya tidak bertemu beberapa jam saja namun dia sudah sangat rindu. Melihat seperti apa Kondisi Kiara, Nathan merasa lega karena sekarang Eliza sudah tidak merasakan kekejaman dari mantan Ibu mertuanya. "Eliza." Nathan membuka pintu dan mengintip ke dalam kamar."Mas Nathan dari mana?" Tanya Eliza sambil memperlihatkan pakaian yang sedang dipakai Nathan. Pria itu memakai jaket kulit berwarna hitam, pertanda Dia baru saja pulang. "Tadi Rizki minta tolong," jawab Nathan. Ia membatalkan niatnya untuk ke kamar dia justru masuk ke kamar Noha dan duduk di tepi tempat tidur. "Kenapa bangunnya cepat sekali?" Nat