Nathan kini duduk di meja kerjanya.
Matanya tertuju ke layar komputer namun pikirannya hanya terfokus dengan bayinya.
Dia sudah mengatakan masalah ibu asi kepada maminya dan berharap sang mami bisa dengan cepat mendapatkan pendonor ASI untuk anaknya. Namun ternyata mencari pendonor ASI bukanlah hal yang mudah!Padahal, Maminya sudah mencari lewat perantara asisten rumah tangga, tetangga dekat rumah, dan teman-teman sesama sosialitanya. Namun tidak menemukan wanita yang bisa menjadi donor ASI. Karena untuk menjadi pendonor ASI ,wanita itu memang memiliki ASI yang banyak. Dan biasanya jika anak sudah berusia 1 tahun ke atas, produksi ASI pun berkurang.
Kepala Nathan serasa ingin meledak ketika memikirkan ini semua.Jika tidak segera mendapatkan ibu susu untuk bayinya, dia mencemaskan tumbuh kembang anak malang tersebut.
Pria itu menjangkau ponsel yang diletakkannya di atas meja dan menghubungi asisten pribadinya. Setelah berbicara dengan orang kepercayaannya itu, Nathan menutup sambungan telepon. "Permisi bos." Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap masuk ke ruangan Nathan. "Duduk!" perintah Nathan. Pria yang bernama Dirga itu menarik kursi yang ada di depan Nathan, kemudian duduk dengan tubuh tegap. "Kumpulkan para karyawan wanita yang saat ini memiliki bayi!" Nathan memberikan perintah. "Maaf bos, untuk apa? Lalu, bayi umur berapa?" tanya Dirga bingung. "Mereka yang menyusui, aku butuh ASI," jawab Nathan. Dirga diam dengan mulut yang sedikit terbuka ketika mendengar pengakuan bosnya yang sangat mengejutkan. Apa bosnya memiliki kebiasaan aneh?Suka mengkonsumsi ASI?
ASI itu memang sangat bagus, bahkan di beberapa negara dan dikonsumsi pria dewasa.
Gizinya jauh lebih tinggi dari susu sapi. Namun tidak harus minum ASI juga.
"Apa kau mendengar apa yang aku katakan?" Nathan memandang Dirga dengan wajah dinginnya. "Dengar pak, ASI yang dibutuhkan apa langsung di konsumsi dari sumbernya atau di peras?" Dengan bodohnya pria berusia 30 tahun itu bertanya. "Langsung dari sumber," jawab Nathan. Bisa saja orang menipunya, mengatakan ASI padahal susu formula. Karena itu Nathan harus benar-benar yakin bahwa ASI yang didapat anaknya murni 100%. Dia juga akan memberikan uang untuk pendonor ASI dengan nominal yang cukup tinggi. Dirga menelan air liurnya berulang-ulang kali. "Apa istri si bos tidak marah?" "Maksudmu, apa?" Nathan memandang asistennya itu dengan penuh kemarahan. "Tidak saya bercanda, saya permisi untuk cari ASI." Dengan cepat Dirga pergi keluar untuk menyelamatkan diri. "Sudah satu Minggu ini si bos semakin garang saja, sudah seperti anak gadis datang bulan," gumam Dirga. Tak lama Dirga datang dengan semua karyawan wanita yang menyusui. "Bos, para karyawan wanita yang menyusui sudah menunggu!" "Suruh masuk satu persatu," kata Nathan. "Baik," jawab Dirga. Otaknya masih kacau apa lagi Nathan meminta masuk satu persatu. Dirga keluar dari ruangan dan memandang wajah karyawan wanita yang berjumlah 20 orang. "Pak Dirga, ada apa?" tanya salah seorang karyawan wanita. Mereka benar-benar panik karena langsung di minta untuk menemui big bos. Apakah ada undang-undang terbaru mengenai buruh dan ketenagakerjaan? Pertanyaan ini selalu saja membuat mereka panik. "Ibu Yani, langsung masuk." Dirga memanggil berdasarkan daftar nama di tangannya. Pagi ini mereka dibuat panik dengan permintaan aneh si bos. Manajer personalia dibuat tidak bernapas karena harus mengumpulkan karyawan wanita yang menyusui dalam waktu 30 menit. "Saya pak Dirga." Wanita bernama Yani itu terlihat pucat karena harus masuk ke dalam ruangan Nathan lebih dulu. Ini kali pertama wanita itu berjumpa dengan Nathan, pewaris tunggal kerajaan bisnis Hermawan. "Iya," jawab Dirga yang berdiri di depan pintu. Wanita berusia 35 tahun itu berjalan dengan lambat menuju pintu berwarna hitam di depannya. "Silahkan." Dirga membukakan pintu. Wanita itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan yang terasa dingin dan besar. Tatapan matanya tertuju ke arah pria tampan yang duduk di kursinya dengan tatapan datar. Setelah melihat sendiri, dia baru mengakui bahwa bos mereka sangat tampan dan rupawan. Sayang sedikit saja, wajahnya sanggar. "Permisi pak." "Duduk!" Perintah Nathan. Karyawan bernama Yani itu menurut dan duduk di kursi yang ada didepan Nathan. "Apa ibu sedang menyusui?" Nathan bertanya langsung pada intinya. "Iya pak," jawab wanita itu gugup. Setelah ini apakah ada pemecatan? Apakah ini hanya cara perusahaan untuk mengurangi tenaga kerja? Pertanyaan ini terus saja mencul di pikirannya. "Bayi umur berapa?" "Satu tahun setengah pak, saya sudah berencana memberhentikan asi. Karena ASI saya yang sudah mulai kering. Saya juga memberikan bayi susu formula sejak berusia 2 bulan. Karena ASI saya tidak mencukupi. "Keluar! Lanjut yang lainnya." "Baik pak," wanita itu langsung keluar dari dalam ruangan. Apakah jawabannya benar atau tidak, dia juga tidak tahu. Hal ini sungguh membingungkan. "Ibu Rima," panggil Dirga. "Iya saya pak Dirga," jawab wanita bertubuh gemuk dengan dada yang besar. "Masuk," kata Dirga. Pria muda itu menelan air ludahnya berulang-ulang kali ketika melihat tubuh subur si wanita. Memandang tubuh wanita itu, Dirga sudah bisa membayangkan bahwa si bos akan kenyang bahkan muntah. "Permisi pak Nathan." Wanita bertubuh gemuk itu berdiri di dekat meja Nathan. "Duduk!" Nathan menunjuk dengan dagunya. Mata pria itu tampak terbuka lebar ketika melihat sosok wanita yang duduk di depannya. Dia yakin wanita ini bisa menjadi ibu susu untuk anaknya. "Nama siapa?" tanya Nathan. "Saya Rima pak, bagian produksi." Wanita itu menjelaskan. "Usia?" "Usia saya 30 tahun pak." "Memiliki bayi usia berapa?" Nathan langsung memberikan pertanyaan. "Usia bayi saya 8 bulan pak," jawab si wanita. "Apa sampai sekarang masih ASI?" "Masih pak, hanya saja saya tetap memberikan anak saya susu formula karena ASI Saya tidak banyak." Nathan memandang wanita itu dengan kening berkerut. Bahkan alis matanya yang tebal saling terpaut. "Kamu mengatakan asimu tidak banyak?" Nathan masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan si wanita. "Tidak pak, ini Saya memang punya besar tapi ASI sedikit." Wanita itu menunjukkan bagian dadanya. Kepala Nathan pusing dan berdenyut ketika mendengar jawaban si wanita. Dia kemudian menyuruh wanita itu pergi dan meminta yang lain untuk masuk. Mulai dari pagi hingga sampai jam 12.00 mencari satu orang pendonor ASI ternyata sangat sulit. Setiap wanita yang masuk kedalam ruangnya mengaku bahwa mereka memberi anaknya susu formula karena ASI yang tidak cukup. Para karyawan wanita itu mengatakan, penyebab produksi ASI yang sedikit karena pengaruh suntik dan pil KB. Nathan semakin frustasi karena tidak menemukan ibu susu untuk anaknya! Tidak adakah wanita yang pas untuk sang putra?***
"Mbak, saya ingin membayar tagihan rumah sakit anak saya."
Di sisi lain, Eliza kini berada di rumah sakit.
Dia menunjukkan kuitansi pembayaran dan bukti hutang serta jaminan yang dia berikan.
Dibayarnya kekurangan biaya dan mengambil kembali cincin pernikahannya yang dititipkan waktu itu.
Wanita yang duduk di kasir--segera mengambil berkas pembayaran Eliza yang belum lunas.
Hanya saja, ucapan Eliza menghentikan proses administrasinya sejenak.
"Mbak, saya mau donor ASI, apa rumah sakit ini menerima donor ASI?"
"Asi?"
"Tentu saja rumah sakit ini sangat menerima donor ASI, kalau mbak ingin donor ASI langsung ke ruang perawatan bayi saja di lantai 4." Eliza tersenyum. "Baik mbak, terima kasih." Setelah administrasi selesai, ia pun pergi ke lantai 4 sesuai arahan dari wanita yang duduk di kasir tersebut. Eliza tahu di mana ruang perawatan bayi karena memang Ibnu lahir di sini. Setelah lahir, Ibnu sempat dimasukkan ke box inkubator karena sudah terlalu banyak minum air ketuban. Bahkan bayi Ibnu lahir dengan kondisi bibir biru dan tidak menangis.Jadi, Eliza selalu berkunjung ke ruang bayi sambil mengantarkan ASI untuk anaknya. Rumah sakit ini sungguh bersejarah.Tempat anaknya dilahirkan dan menghembuskan nafas terakhirnya.Dada Eliza seketika merasa sesak kala mengingat itu.Untungnya, dia sudah tiba di ruangan yang dimaksud.Jadi, Eliza berusaha tegar--membuka pintu dan melihat tiga perawat di ruang bayi. "Permisi sus." "Ya dek, ada apa?" tanya perawat yang sedang berjaga di ruang bayi.Mem
Perawat itu diam selama beberapa detik ketika melihat senyum menawan pria satu anak tersebut. "Iya mas," jawabnya kemudian. Sudah satu minggu ini selalu bertemu dengan Nathan. Namun baru kali ini perawat itu melihat senyum di wajah tampan pria itu. "Asinya juga sangat banyak mas, jadi ini cukup untuk satu minggu ke depan." "Apa ibu itu mau menjadi pendonor tetap untuk anak saya?" "Saya belum tahu mas," jawab si perawat. "Apa saya bisa menghubungi ibu itu." Nathan sangat senang, karena dia tidak perlu susah-susah untuk mencari pendonor ASI. "Maaf mas, saya juga lupa tadi meminta nomor handphone," sesal si perawat. "Apa ibu itu meninggalkan alamat, agar saya bisa datangi ke rumahnya." Tanya dengan penuh semangat. "Maaf mas, alamatnya juga tidak ada." Nathan mendengus kesal. Dia berharap wanita yang memberikan ASI untuk anaknya bisa segera dihubungi namun ternyata tidak. "Kalau saya boleh tahu nama yang mendonorkan ASI untuk anak saya?" tanyanya dengan begitu pena
Bagi semua orang, kuburan merupakan tempat yang paling menakutkan, namun tidak untuk Eliza. Wanita muda itu terlihat nyaman duduk di depan kuburan anaknya. Air mata mengalir dengan deras seakan tidak ada keringnya. Bahkan mata yang biasanya bulat dan besar, kini sudah terlihat sangat kecil dan sembab. "Nak, ibu mau cari kerjaan, biar gak suntuk di rumah. Ibu mau cari uang untuk beli kambing akikah, Ibnu. Soalnya ibu dah janji, untuk beli 2 kambing. Ibu juga akan membuatkan batu nisan yang cantik." Eliza memeluk tumpukan tanah kuburan anaknya dan berharap bisa melepaskan rasa rindu yang menyesakkan dada. Mau bagaimanapun orang mengatakan harus ikhlas, namun tetap Eliza belum bisa mengikhlaskan anaknya. "Nak, ibu pamit pulang ya soalnya sudah sore. Maafkan ibu yang tidak bisa meluk Ibnu. Andaikan waktu bisa di putar kembali, pagi itu ibu akan langsung bawa Ibnu ke rumah sakit. Agar Ibnu bisa langsung di rawat." Eliza mengusap papan nama anaknya dan kemudian memeluk papan itu cukup l
Sudah 10 hari, namun rasa sakit di kakinya tidak juga hilang, hingga Eliza kesulitan berjalan. "Eliza," panggil seorang pria.Eliza tidak yakin ketika mendengar ada yang memanggil namanya. Namun tetap saja dia menghentikan langkah kakinya serta menoleh ke belakang."Hai, bagaimana kabar kamu?" Tanya pria dengan gaya sok akrabnya. "Baik," jawab Eliza yang sedikit tersenyum."Masih ingat dengan saya?" Dokter berwajah manis itu tersenyum ramah dan bertanya. "Dokter," jawab Eliza. Meskipun malam itu kondisinya sangat buruk, namun Eliza tidak bisa melupakan sang dokter yang sudah berusaha menyelesaikan anaknya. "Iya, saya dokter Rizki, senang bisa berjumpa dengan kamu lagi. Bagaimana kondisi kaki kamu?" Dokter itu bertanya dan memandang kaki Eliza.Saat Eliza lewat di depannya, dia sangat mengingat wanita muda tersebut. Rizki memanggil Eliza karena dia melihat wanita itu berjalan sambil menyeret kakinya."Masih sakit dok, mungkin sebentar lagi sehat." Eliza tersenyum dan memandang ke a
Apa suntik mati katanya? Dokter Rizki tercengang ketika mendengar permintaan Elisa. "Saya takut suntik tapi kalau yang dikasih suntik mati, saya nggak takut." Eliza berkata dengan putus asa."Saya mengerti perasaan kamu, tapi kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus menyayangi diri kamu sendiri. Kasihan anak kamu, dia akan merasa sedih jika melihat ibunya menangis." Dokter itu beranjak dari duduknya dan berdiri di samping Eliza. Eliza dengan cepat menghapus air matanya. Dia hanya diam ketika dokter itu memeriksa detak jantung, perut dan tensi darahnya."Tensi darah rendah 90/70, asam lambung naik," kata dokter Rizky setelah melakukan pemeriksaan terhadap Eliza."Ada harapan untuk mati gak dok?" Eliza bertanya dengan antusias."Mati lagi yang di omongin." Dokter itu memandang Eliza dengan marah. "Yang sudah mati, dikubur, mereka menangis dan memohon agar bisa hidup kembali. Kamu yang masih hidup, malah sibuk ingin mati." Dokter itu berkata dengan kesal."Saya cuma nanya dok," Eli
Jantung Eliza seakan ingin lepas karena terkejut melihat sosok yang berdiri di depan pintu. Pria itu seperti hantu yang seakan bisa membuat dia mati karena serangan jantung. Eliza semakin kesal ketika melihat wajah pria itu yang seakan tidak merasa bersalah padahal sudah membuat dia hampir mati karena serangan jantung. "Maaf mas saya permisi." Eliza keluar ketika pria itu sudah memberikan jalan untuknya. Sedangkan pria itu hanya diam memandang Eliza. "Tadi siapa? "Nathan bertanya ketika dia sudah duduk di depan Rizki. Sahabatnya itu seorang dokter spesialis anak, mustahil rasanya jika Rizky memiliki pasien yang sudah dewasa seperti wanita barusan. "Oh itu, cantik kan? "Rizky tidak menjawab, justru malah balik bertanya. "Selera kamu anak kecil," ejek Nathan "Walaupun kecil-kecil kan sudah bisa buat anak. Dia itu sangat baik dan ibu yang baik. Terkadang usia tidak menjamin seseorang akan lebih dewasa dan bertanggung jawab terhadap anaknya sendiri. "Rizky memandang Nath
Nathan berjalan dengan langkah ringan masuk ke dalam mansion mewah milik keluarganya. Senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil menikmati secangkir teh hijau. Suasana hatinya sangat baik, hanya karena mendengar bahwa istrinya memberikan ASI untuk bayinya. Kemarahan yang sempat memuncak hilang dalam sekejap. "Apa kamu baru pulang dari rumah sakit?" tanya Mawar. Melihat raut bahagia yang terpancar di wajah putranya yang tampan, Mawar tahu bahwa saat ini suasana hati Nathan sedang bagus. "Iya mi," jawab Nathan dengan tersenyum. Pria itu kemudian duduk di sofa yang berbeda didepan wanita berparas cantik meskipun usianya sudah tidak muda lagi. "Bagaimana kondisi cucu, mami?" Mawar menanyakan tentang cucunya. "Tadi Rizky mengatakan bahwa kondisi anakku sudah jauh lebih baik. Berat badannya sudah bertambah 3 on." "Benarkah? mami sangat senang mendengarnya. Besok mami akan ke rumah sakit, sudah rindu pengen lihat cucu."
Setelah tiga hari meminum obat yang diberikan dokter Rizky, Eliza merasakan kakinya yang jauh lebih baik. Bahkan dia sudah bisa memijalkan kakinya ketika berjalan.Hanya saja efek obat yang dikonsumsi, membuat matanya begitu mudah mengantuk. Atau mungkin karena Eliza yang tidak memiliki kesibukan apa-apa. Biasanya ada Ibnu yang di urus. Ganti celana setiap kali pipis. Memandikan dan bermain bersama bayi berwajah tampan itu. Namun kini semuanya hanya tinggal kenangan. Eliza mencoba untuk mengikhalskan namun ternyata semua itu terasa sangat sulit. "Nak, ibu rindu, rindu sekali." Eliza menatap foto anaknya.Andainya Eliza memiliki ponsel android, mungkin dia bisa melihat ratusan foto bayi Ibnu di sana. Eliza juga bisa menonton video bayinya yang sedang menangis. Melihat Ibnu yang baru saja pandai telungkup. Dan tersenyum ketika melihat bayi Ibnu tertawa terbahak-bahak setiap kali bermain. Namun nyatanya Eliza tidak bisa mendokumentasikan setiap momen indah itu karena dia yang hanya m
"Rini, Apa kamu yakin membiarkan Kiara menikah dengan pak Rudi?" Seorang wanita paruh baya bertanya dengan ekspresi wajah menahan kesal."Iya," jawab Rini dengan tersenyum ramah. "Apa kamu tidak tahu gosip pak Rudi?" Wanita itu tidak habis pikir dengan apa yang lakukan Rini. Apakah wanita uItu tidak menyesal menikahkan anaknya dengan pak Rudi? "Itu cuma gosip, gak perlu di pikirkan," jawab Rini yang masa bodoh. Ia tidak akan perduli dengan gosip yang beredar. Baginya yang terpenting Kiara menikah dengan pria kaya raya."Apa Pak Rudi meminta agar Kiara memakai gaun berwarna merah di acara lamaran?" Wajah Wanita itu tampak serius ketika menanyakan hal ini. "Iya, gaunnya cantik sekali. Harganya juga sangat mahal," kata Rini bangga. Ia tidak pernah menyangka bahwa Pak Rudi akan tertarik dengan Putri sulungnya. Kalau tahu Kiara bisa menghasilkan uang sebanyak ini, pasti ia akan berbaik-baik dengan putri sulungnya itu."Apa kamu tahu Rini, setiap wanita yang dilamarnya itu selalu memak
"Jadi malam ini kakak tidak menginap di sini?" Yura berkata dengan wajah sedih. "Mama, kakak minta pulang, soalnya ada acara di rumah." Kiara berkata dengan wajah berseri-seri. Tidak bisa dipungkiri bahwa Ia begitu sangat bahagia. Mungkin Allah sudah membuka pintu hati sang mama dan mau menerima keberadaannya. "Apa kakak gak akan temani aku lagi?" Yura tampak takut ketika membayangkan Kiara sudah tidak bisa lagi bersama dengannya. Mungkin ini yang dikatakan dengan egois. Yura ingin menguasai Kiara. Ia ingin sang suster selalu bersama dengannya. Namun siapa Yura? Bukankah keinginan itu merupakan hal yang mustahil."Belum tahu." Kiara berkata dengan sedikit ragu. Apakah sang Mama akan memintanya pulang ke rumah atau hanya untuk hari ini saja."Kalau begitu kakak hati-hati ya." Gadis kecil itu tersenyum dengan sangat manis."Iya adek, besok pagi Kakak ke sini lagi. Nanti kalau Yura membutuhkan sesuatu, pencet aja tombol ini, perawat yang lain pasti akan langsung datang." Kiara berka
"Karena Anda masih mengingat saya, Saya tidak perlu lagi memperkenalkan diri. Apakah anda ingin mengetahui seperti apa Kondisi Yura saat ini?" Rizky berkata dengan sangat sopan. "Tidak!" Indra langsung menolak. Karena Yura, dia harus mendekam di penjara. Indra benar-benar kesal terhadap Yura dan Novita. Mengapa ibu dan anak itu sangat menjijikkan dan selalu membuat dia merasa repot.Seharusnya Yura mati ketika dilemparnya dari lantai 2. Dengan seperti itu tidak perlu ada urusan dengan rumah sakit dan juga pihak kepolisian. Mereka pihak keluarga hanya tinggal menguburkan jenazah. "Meskipun anda tidak ingin mengetahui kondisi Yura, namun saya tetap akan memberitahunya. Karena bagi saya Anda adalah ayahnya. Abda berhak tahu kondisi Putri, anda. Saat ini kondisi Yura sangat baik dan dalam tahap penyembuhan. Bisa dikatakan semangat hidup Yura sangat tinggi, hingga penyembuhannya tergolong cepat. Jika kondisinya semakin membaik dan bisa rawat jalan, Yura akan keluar dari rumah sakit," je
Rizky sedang sibuk memeriksa bukti kejahatan yang telah dilakukan oleh Indra. Dia juga memeriksa semua bukti-bukti yang sudah disiapkan oleh pengacara Edwin. "Dengan bukti-bukti yang kita berikan ke pihak kepolisian, Saya pastikan saudara Indra akan menjalani hukuman mati." Pengacara Edwin berkata dengan optimis. "Saya ingin dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Tapi bagaimana dengan Nita, istri pertama Indra. Apakah benar dia tidak terlibat?" Rizky berkata dengan wajah kesal. Bagaimana mungkin wanita licik itu bisa melepaskan dirinya dari tuduhan melakukan penganiayaan terhadap Yura. "Istri pertamanya tidak terlihat dalam kasus apapun. Semua tindakan kejahatan yang dilakukan Indra sendiri." Pengacara Edwin menjelaskan berdasarkan bukti yang ada.Rizky diam memandang perkataan pengacara Edwin. Jika Nita tidak terlibat dalam kasus apapun, itu artinya wanita itu akan terbebas dari hukum."Setelah menggugat Indra, saya akan fokus dengan aset yang dimiliki Indra. Kita meminta pengadi
Nathan sudah menghabiskan 3 cup puding yang dimasakkan Eliza. Mau seperti apapun rasa puding itu pasti dia akan memakannya. Apalagi puding buatan Eliza benar-benar enak. Tatapan mata pria itu memandang ke arah Eliza yang baru saja datang bersama dengan Noha. Ibu dan anak itu terlihat kompak dengan piyama tidur berwarna biru, motif Doraemon."Halo, grandpa, grandma, Daddy, om Rizky." Eliza menyapa semuanya dan kemudian duduk di sofa singgel. "Sore juga adk Eliza dan si ganteng Noha," jawab Rizky dengan ramah."Pasti baru bangun," tebak Mawar. "Iya mi, kami baru bangun," jawab Eliza dengan tersenyum. "Sini cucu grandpa." Hermawan mengembangkan tangannya agar Noha mendekat dengannya. Raut wajah pria paruh baya itu tampak kecewa Ketika Noha tidak berjalan mendekat ke arahnya. Bayi laki-laki itu justru mengejar puding yang ada di atas meja. Tangan Hermawan yang sudah terkembang terpaksa diturunkan karena Noha tidak mendekat ke arahnya."Sini Grandma yang suapin." Mawar memegang tang
Nathan fokus mendengarkan penjelasan dari sang Mami. "Aku akan menikah sama Eliza, jika pesan gaunnya sekarang kira-kira kecepatan nggak mi?" "Dapat," batin Mawar. Akhirnya Nathan masuk kedalam perangkapnya.Mawar memang sedang merancang gaun pengantin untuk Eliza. Mengingat pesta pernikahan putranya yang hanya beberapa bulan lagi. Sesuai harapannya sang putra langsung memesan gaun sesuai dengan gambar yang dibuatnya. "Kamu mau gaun ini untuk Eliza?" Tanya Mawar. "Iya mi, tapi aku mau berliannya berwarna biru, sedangkan gaunnya berwarna putih tulang." "Bisa dong." Dengan cepat Mawar menerima request dari Nathan. "Ini harga gaunnya berapa ya mi?" "Murah banget, apalagi untuk kelas pengusaha sukses seperti kamu." Mawar tersenyum kecil menatap wajah putranya. Mengapa pandangannya mendadak berubah ketika memandang wajah Nathan. Wajah putranya sudah tidak tampan lagi, tapi lebih mirip lembaran uang ratusan ribu. "Berapa mi?" Nathan semakin bersemangat mendengar jawaban dari sang ma
"Dokter mau? "Kiara mengambil satu potong pizza dan memberikan untuk Rizki. Rizki menganggukkan kepalanya dan mengambil pizza yang diberikan Kiara. Sebenarnya ia tidak tertarik untuk makan pizza, namun melihat Yura dan Kiara makan dengan lahap, Rizky jadi berselera."Apa enak?" Kiara bertanya ketika dokter itu sedang mengunyah pizza di mulutnya.Rizky menganggukkan kepalanya."Saya sudah sangat lama pengen makan pizza, akhirnya kesampaian juga." Kiara tersenyum sambil menikmati pizza di mulutnya. Begitu juga dengan Yura, mulut gadis kecil itu terisi penuh dengan pizza. "Dulu Mama sangat sering memberikan Yura pizza." Yura kembali bersedih ketika mengingat sang mama. Melihat Yura seperti ini membuat Rizki merasa semakin kasihan. Bagaimana jika nanti ia tidak bisa mengadopsi Yura dan gadis kecil itu harus tinggal di yayasan perlindungan anak?Saat ini kondisi psikis Yura, masih belum stabil. Begitu juga dengan kesehatan tubuhnya. Jika Yura diambil yayasan perlindungan anak, bukanlah
Rizky memandang Yura yang terus saja tersenyum padanya. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis kecil ini hingga selalu saja tersenyum."Kenapa senyum?" Tanya Rizky sambil mencubit hidung Yura."Om dokter, kakak Kiara cantik sekali ya." Yura berkata sambil meletakkan jari telunjuknya di dagu."Iya, semua perawat disini cantik-cantik," jawab Rizky."Semua?" Tanya Yura dengan mata melotot."Iya." Rizky menganggukkan kepalanya."Bagaimana dengan suster Maya, apa cantik?" Yura bertanya seakan sedang menguji penglihatan Rizky.Rizky diam sesaat, ia tampak ragu untuk menjawab. Pertanyaan Yuna, bagaikan jebakan yang harus diwaspadai. Meskipun usianya masih 4 tahun, namun Yura sangat cerdas. Terkadang jika berbicara dengannya, seperti sedang berbicara dengan orang besar."Pengecualian." Rizki akhirnya mengambil jalan aman. Yura mengangkat jempolnya pertanda dia setuju dengan pendapat sang dokter. "Tapi tetap aja Suster Kiara yang paling cantik." Yura kembali fokus dengan topik obrolan."Iya,
Kiara tidak menghiraukan permasalahan yang dihadapi oleh sang dokter. Sebelum keluar dari ruangan ia merapikan barang-barang sang dokter terlebih dahulu dan juga membersihkan ruang praktek. Setelah itu barulah dia keluar dari ruangan."Permisi Dok." Kiara mengetuk pintu terlebih dahulu dan masuk ke dalam ruangan setelah mendapat persetujuan dari sang dokter. "Jadi kamu tidur di sini?" Rizki memandang suster Kiara. Sebenarnya ia sudah lama tahu kalau Kiara tidur dikamar Yura, namun baru sekarang bertanya. "Iya dok nemani Yura, kasihan soalnya kalau Yura sendirian. Lagian saya di kos-kosan sendiri, suntuk juga Dok. Kalau di sini kan enak mau dinas juga nggak perlu pakai-pakai ongkos ojek. Bisa dibilang biayanya sangat irit." Kiara menjelaskan panjang lebar.Rizky menganggukkan kepalanya dan tidak mempermasalahkan "Apa Yura sudah makan?" Rizky bertanya sambil mengusap kepala Yura. Yura menggelengkan kepalanya. "Yura pengen pizza, om dokter." .Rizky melihat menu yang disediakan rumah