Share

Part 83. Mengkhawatirkan

Suara denting jarum jam dinding seakan menyatu dalam isak tangis yang masih ke luar. Hatiku terlalu sakit, mendapati orang yang pernah kuinginkan dulu dan sekarang harus menderita karenaku.

Namun kenapa dirinya tak pernah berkata jujur sejak dulu? Andaikan ia katakan sejak awal, mungkin kisahnya tak akan serumit ini.

Sesak dada ini memikirkannya. Cinta yang selama enam tahun ia pendam belum cukupkah untuk menyiksanya? Air mataku tak kunjung surut.

"Kita ke sana sekarang, Fa!" ujarku, setelah sedikit lebih tenang.

"Iya, Na. Bang Fikri sedang dalam perjalanan ke sini. Dia juga baru tahu kondisi Bang Amar dariku," ucap Farah disela tangis.

Aku tak menjawab. Ada rasa kecewa menelusup relung hati, mendengar perkataan Farah barusan. Sebegitu teganya Tante Melia, hingga Bang Amar sampai dalam titik ini, baru ia memintaku datang. Bahkan Bang Fikri pun tak mereka beri tahu. Namun segera kutepis.

"Kamu yang kuat, Na." Sekali lagi Farah menguatkankj. Lembut ia menggenggam jemariku. "Aku ta
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status