Share

Part 83. Mengkhawatirkan

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-01 09:08:09

Suara denting jarum jam dinding seakan menyatu dalam isak tangis yang masih ke luar. Hatiku terlalu sakit, mendapati orang yang pernah kuinginkan dulu dan sekarang harus menderita karenaku.

Namun kenapa dirinya tak pernah berkata jujur sejak dulu? Andaikan ia katakan sejak awal, mungkin kisahnya tak akan serumit ini.

Sesak dada ini memikirkannya. Cinta yang selama enam tahun ia pendam belum cukupkah untuk menyiksanya? Air mataku tak kunjung surut.

"Kita ke sana sekarang, Fa!" ujarku, setelah sedikit lebih tenang.

"Iya, Na. Bang Fikri sedang dalam perjalanan ke sini. Dia juga baru tahu kondisi Bang Amar dariku," ucap Farah disela tangis.

Aku tak menjawab. Ada rasa kecewa menelusup relung hati, mendengar perkataan Farah barusan. Sebegitu teganya Tante Melia, hingga Bang Amar sampai dalam titik ini, baru ia memintaku datang. Bahkan Bang Fikri pun tak mereka beri tahu. Namun segera kutepis.

"Kamu yang kuat, Na." Sekali lagi Farah menguatkankj. Lembut ia menggenggam jemariku. "Aku ta
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 84. Berharap Akan Kembali

    Om Salim, Tante Melia, Karin, bersama seorang perempuan yang kutebak teman karin, tampak menunggu di lorong rumah sakit depan ICU. Om Salim duduk dengan tangan menutupi wajahnya, lelakinitu terlihat frustasi. Tante Melia terlihat masih saja menangis, hingga wajahnya sedikit membengkak. Karin menampakkan wajah tak jauh berbeda dengan sang mama. Sedangkan perempuan itu duduk terpaku sambil merengkuh bahu karin. Tante Melia menghambur ke arahku saat jarak kami semakin dekat. Perempuan cantik paruh baya itu menangis tersedu-sedu sambil memelukku. "Maafkan Tante, Na! Maafkan Tante! Tante mohon, jangan kau membenci tante! Apalagi sampai membenci Abang," ucap Tante Melia di sela isak tangisnya. Farah melepas genggamanku. Aku terpaku ditempat dengan tatapan lurus ke depan, menatap pintu berukuran tinggi besar di hadapanku. Air mata semakin deras mengalir tanpa suara. Tenggorokanku serasa tercekat, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Tante Melia merenggangkan pelukannya. Matanya menat

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 85. Harapan Terbesar

    Kuusap lembut bulir yang mengalir di sudut mata Bang Amar. Meski air mataku lebih deras mengalir membasahi pipi. Aku tergugu cukup lama di samping telinga Bang Amar. Bibirku kelu untuk melanjutkan kata sebagai penyemangat, karena aku pun tak jauh berbeda dengan keadaannya. Sama-sama terluka karena penolakan. "Bangun, Bang! Aku tak ingin melihatmu seperti ini. Aku juga tak ingin semua terluka lebih dalam lagi. Cukup dengan keadaanmu sekarang membuat bumiku terasa luruh.""Tahukah, Abang, jika Allah sama sekali tidak menyukai orang-orang yang berputus asa? Aku yakin Abang tahu itu. Tapi mengapa Abang melakukannya? Zana ingin Abang memperjuangkan Zana dengan gigih, bukan dengan cara begini."Kugenggam tangannya yang masih tertempel selang infus di sana. Menangkupkannya di pipiku."Bangunlah, Bang. Mari kita berjuang merajut mimpi kita menjadi nyata. Aku yakin, saat ini kau mendengar suaraku. Maka bangunlah! Aku menunggumu, akan selalu menunggumu."Aku tersentak ketika melihat mata itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 86. Keajaiban

    Ada rasa iba di hatiku, membuat aku tak memiliki alasan untuk menolak permintaan Tante Melia. Apa yang dikatakan Tante Melia memang benar, jika Bang Amar sangat membutuhkanku sekarang. Aku melirik kearah Farah yang duduk di sampingku. Ia hanya mengangguk mengiyakan isyarat dariku. Adzan magrib Baru saja berkumandang. Menyadarkan kami, agar segera berbenah untuk melakukan kewajiban sebagai muslim. Aku meminta izin pada Tante Melia untuk melaksanakan shalat di rumah Zana saja. Karena badan ini terasa begitu lengket oleh keringat. "Zana balik sebentar untuk shalat dan mandi dulu di rumah Farah, Tan. Setelah selesai, Zana akan kembali ke sini," ucapku pada Tante Melia. Perempuan itu mengangguk pelan. "Terima kasih, Na. Hati-hati di jalan." Tutup Tante Melia, saat aku mulai melepas tanganku dari jemarinya. Kuiyakan ucapannya dengan anggukan pelan. *****Dua hari sudah aku menemani Bang Amar di rumah sakit. Hari ini aku meminta izin pada Tante Melia untuk kuliah, karena kemarin sempa

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 87. Janda Mandul?

    Bukankah itu perempuan yang dua hari lalu bersama Karin? Janda mandul? Siapa yang ia maksud janda mandul? Perempuan itu terlihat tengah menelpon di samping mobil persis milik Karin. Posisi tubuhnya membelakangiku membuatku leluasa mendengar percakannya dengan berpura-pura terus merogoh tas mencari kunci motor, meski sebenarnya telah kutemukan sejak tadi. "Iya, Ma. Pokoknya Mama gak usah khawatir, Bang Atha pasti jadi milik Dira."Cepat kusingkirkan prasangka burukku pada perempuan itu, karena sepertinya bukan aku yang tengah dibicarakannya barusan. Segera aku mendekat kearah motorku yang berjarak kurang dari lima meter dari tempatnya berdiri. Lalu bergegas kupacu motorku meninggalkan pelataran rumah sakit menuju kampus. *****Pagi menyapa menggantikan pekatnya malam, menghadirkan hari baru. Haikal baru saja keluar kamar membuka pintu untuk Bik Sum. Semenjak Harry dijemput sang nenek, Bik Sum ditarik Haikal untuk bekerja di rumahnya. Mengerjakan segala keperluan Haikal. Bik Sum ak

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 88. Ingin Kembali

    Sejak Zana pergi, semua seakan terasa mati. Lebih-lebih sejak Harry pun ikut ikut pergi. Anak itu seakan hilang ditelan bumi. Semenjak hari di mana Haikal menjemput Harry di rumah Zana, Haikal bahkan tak pernah lagi bertemu Harry. Rasa rindu pada anak itu sering kali menghantui Haikal, hingga terkadang sampai terbawa mimpi. Hanya foto-foto Harry yang memenuhi memori ponselnya, yang menjadi pelepas rindu sejenak. Tak jarang ia diam-diam mengunjungi rumah Rania, untuk mencari keberadaan Harry, tapi tak pernah lagi bertemu dengan Harry atau dengan Rania sekali pun."Apa sebenarnya yang sudah terjadi? Kenapa Rania pun ikut menghilang?" gumam Haikal. Ponsel Haikal berdering. Tertera nama 'Kak Naima' di layar ponsel. Segera ia mengangkat telpon dari sang kakak. "Assalamu'alaikum," ucap Haikal sedikit canggung. Setelah sang ibu meninggal Haikal merasa ada jarak pemisah antara dirinya dan kedua kakaknya. "Wa'alaikumsalaam. Kamu ada di rumah, Dek?" Naima mampu membuat suasana terasa menca

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 89. Jangan Menyiksa Batin Sendiri

    Naima menarik napas dalam, menghembusnya ke luar. Sedih bercampur kesal kini melebur di dadanya. "Sadar, Dek! Apa kau yakin Zana akan menerimamu kembali?" tanya Naima terdengar kesal. Haikal kembali diam. Sebenarnya Haikal sendiri pun tak yakin akan keinginannya, karena ia cukup tahu seberapa dalam luka yang ia toreh di hati perempuan itu. "Bayangkan saja, pengorbanan Zana selama ini. Tiga tahun merawat almarhum Ibu dengan baik, tapi malah kau balas dengan perselingkuhan. Apa kau kira itu luka kecil?" Emosi Naima mulai naik. "Lantas aku harus bagaimana, Kak? Aku terlalu rapuh tanpa Zana. Aku benar-benar menyesal." Air mata akhirnya lolos dari pelupuk mata Haikal. Pagi ini kenangan manis tentang Zana tak ubah seperti kaset yang diputar ulang. Semuanya terekam jelas dalam memori di kepalanya."Ikhlaskan Zana! Semoga kamu diberi pengganti yang ikhlas mendampingimu dalam suka maupun duka." Pinta Naima terdengar memohon. "Aku tak akan rela Zana jadi milik siapa pun!" lirih Haikal hampi

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 90. Akhirnya Luluh

    "Ini, Kak. Katakan pada Zana, ntuk tempat usahaku yangbsekarang, aku minta waktu untuk memindahkannya," ucap Haikal dengan wajah lesu. Sebenarnya ia tak merasa keberatan memberikannya pada Zana. Dirinya sangat paham jika itu memang hak Zana. Selama ini surat itu ia tahan, berharap Zana bisa kembali padanya dengan alasan harta. Namun pemikirannya keliru. "Makasih, Dek. Nanti Kakak mampir ke rumah Zana sekalian nganter ini," ucap Naima lega. "Maafkan Kakak, kalau kamu tersinggung dengan sikap Kakak. Kakak hanya ingin yang terbaik untuk kita semua." Naima mengusap bahu Haikal lembut. Meski Haikal bukan anak kecil lagi, tapi Naima tetap menganggap Haikal adik kecilnya yang dulu. *****Semilir angin berhasil mengibarkan pashmina pich yang tengah kukenakan. Aku tengah berada di taman kota bersama Ais dan Rena. Sepulang kuliah aku memang tak langsung pulang seperti biasanya, karena Ais mengajakku untuk mengerjakkan tugas kelompok yang akan dipresentasi minggu depan, mengingat rumahku cuku

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 91. Mereka Kakak Adik

    Belum sempat kujawab pertanyaan Ais. Mataku tertuju pada dua orang yang kukenal. Keduanya baru saja keluar dari sebuah cafe yang tak jauh dari kami berdiri. "Ai, itu bukannya Dinda, ya?" tanyaku pada Ais dengan mata membulat. Telunjuk mengarah pada dua wanita yang tengah berjalan menuju mobil warna hitam yang terparkir di pinggir jalan tepat di depan cafe. "Iya, Na. Liat Dinda aja udah kayak liat apa kamu, Na," seloroh Ais."Itu satunya lagi kamu kenal, Ai?" tanyaku penasaran."Itu Kakaknya, Na. Namanya Dira. Kok kamu berubah jadi kepo sih, Na?" Kali ini Ais berbalik meledekku. Aku tak terlalu menghiraukan ucapan Ais. Aku masih fokus pada dua perempuan yang kini sudah masuk mobil. Aku tak menyangka jika dua gadis itu kakak adik, karena mereka berdua tak mirip sama sekali meski sama-sama cantik. Mobil yang membawa kakak adik itu perlahan menghilang dari penglihatanku. Dari cara berpakaian serta kendaraan yang mereka pakai terlihat jika mereka anak orang berada. "Liatin apa sih, Na

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01

Bab terbaru

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 167. Semua Dengan Jalannya Sendiri

    Aku tersenyum lalu mengangguk pelan. Ya, Rania akan menikah dengan Hendri. Lelaki itu telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Atas permintaan Rania, aku dan Bang Amar bercerita banyak tentang masa lalu beserta perubahan Rania pada Hendri, berharap Hendri bisa menerima apa adanya dan lebih mampu memahami Rania saat Hendri mengutarakan niatnya untuk serius pada Rania. Bahkan aku dan Bang Amar lah yang menjadi penyatu keduanya. Tentang Bang Haikal, kabar terakhir yang kudengar dari Kak Naima, mantan suamiku itu masih sendiri setelah Rania menolak untuk kembali. "Semoga sakinah hingga maut memisahkan." Do'a Farah. "Jujur, Na. Aku pun merasa iba pada Rania. Tapi saat mengingat wajah angkuhnya dulu, rasa itu memudar." "Semua pernah melakukan kesalahan, Fa, pun dengan Rania. Aku merasa aku masih di bawahnya. Aku tak tahu harus bagaimana jika aku yang berada di posisi Rania. Ia sangat butuh dukungan. Luka yang kurasakan karena sebuah penghianatan kurasa tak sebanding dengan luka yang ia

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 166. Akhir Kisah

    "Tak apa, aku hanya heran melihatmu yang tak seperti biasa." Amar berusaha mengalih perhatian Hendri. "Apa kau sudah jatuh cinta pada pandangan pertama?" Amar menggoda anak buahnya itu. Di luar keduanya memang terlihat tak ubah seperti teman. Amar sangat pintar menempatkan posisi. Ia tak begitu suka jika di luar kantor, Hendri atau anak buah yang lain menganggapnya seformal di kantor. Meski untuk panggilan, Hendri memanggilnya dengan embel-embel yang sama. Pak. Hendri menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia terlihat salah tingkah. Malu jika dirinya harus mengakui rasa yang tiba-tiba datang tanpa permisi. "Sudah sewajarnya kamu cari pengganti almarhumah istrimu, Hen. Kamu masih sangat muda dan memiliki seorang putri yang sangat butuh sosok ibu."Hendri begeming, hatinya membenarkan perkataan Amar barusan. Namun rasanya terlalu cepat untuk mengatakan jika dirinya menaruh hati pada perempuan bergamis hitam yang baru saja ia lihat. Ia bahkan belum tahu nama perempuan itu. "Kau menar

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 165. Usaha Haikal

    "Semakin ke sini aku semakin merasa bersalah pada Zana. Aku tak ingin terus-terusan dihantui perasaan yang sama, atau bahkan lebih. Aku yakin, hanya dengan melihatku saja, Zana masih merasakan luka yang dulu kuciptakan, jadi kumohon, jangan membuatku merasa lebih tak nyaman karena aku sangat menikmati kehidupanku sekarang. Kehidupan yang tak lepas dari peran Zana di dalamnya."Apa yang dikatakan Rania benar adanya. Ia sangat menikmati saat sekarang, saat Harry mulai bisa menerimanya, membuat hatinya dipenuhi haru. "Jika Abang sayang aku dan Harry, maka akhirilah hubungan yang menyakiti banyak pihak ini. Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku tak ingin tersiksa saat mengingat kembali caraku menghancurkan perasaan Zana dulu."Haikal membatu. Ia tak menyangka jika Rania akan mengatakan hal yang tidak pernah ia sangka seperti saat ini. "Kau tak perlu memikirkan orang lain, pikirkan saja perasaan kita berdua. Aku tau kau masih sangat mencintaiku." Haikal berusaha membujuk, berharap Rani

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 164. Kita Berpisah Saja

    Aku menatap Bang Amar yang terhalang sandaran kursi menatapnya dengan tetapan heran. "Bukankah jika Rania yang datang, Harry tak perlu merasa khawatir kalau kita akan meninggalkannya di panti?""Kita bisa mengantar Harry ke panti, Sayang. Atau bisa juga denga mempertemukan mereka berdua di mana saja. Aku hanya ingin menghargaimu, dengan tidak adanya tamu asing lawan jenis yang datang ke rumah. Abang tak ingin istri Abang merasa tak nyaman." Senyum mengembang di wajahnya. Alasan Bang Amar ada benarnya juga. Mengapa aku tak memperhatikan hal sepenting itu? "Sayang, bagaimana pun dekatnya kau dengan Harry, mereka tetaplah orang asing bagi kita dan Harry bukanlah mahrammu."Aku pun paham kemana arah pembicaraan Bang Amar. Ini hanyalah langkahku untuk menyelamatkan tumbuh kembang Harry. Memberikan hak-haknya setelah terlahir menjadi seorang anak."Abang berharap, kelak Harry akan tinggal bersama Rania secara utuh. Tak apa kau menginginkan dia seperti anak sendiri seperti sekarang, yang

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 163. Membawa Harry

    Kalimat Harry barusan menegaskan jika aku tak akan bisa pergi tanpa membawanya. "Masih betah?" bisik Bang Amar di telingaku saat aku tengah asik bercengkrama dengan Harry. Aku kembali melirik jam tangan. Pukul 05.25, kemudian beralih menatap sendu bocah tiga setengah tahun yang tengah bergelayut manja di pangkuanku. "Sayang, kita ke depan, yuk," ajakku pada Harry yang ia sambut dengan anggukan. Kaki kecil itu melangkah riang, menapaki langkah demi langkah melewati satu persatu keramik lantai menuju teras depan, di mana Rania dan Puji duduk bersama beberapa anak panti. Harry menggenggam erat telunjukku saat kami berjalan bersisian, seolah tak memberiku kesempatan untuk jauh darinya. Pertanyaan demi pertanyaan sesuatu yang baru ia lihat tak henti keluar dari bibirnya. "Ran, kami pamit dulu, ya, titip Harry, Ran," ucapku dengan berat hati. Tak rela rasanya meninggalkan Harry di sini. Namun harus bagaimana lagi, meski sedari kecil aku lah yang telah merawat Harry, hati kecilku meng

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 162. Melepas Rindu

    Beberapa menit aku bahkan tak mampu melepaskan pelukan pada Harry. Aku tergugu di tubuh mungil itu hingga Bang Amar masuk setelah Rania ke luar. Kurenggangkan pelukan di tubuh Harry, membingkai wajahnya, memindai setiap lekuk wajahnya dengan mata yang masih mengabur. Bang Amar mengusap lembut kepala hingga punggung Harry, wajahnya terlihat sendu. "Sayang, udah, ya, nangisnya. Bunda lagi sakit, lho, kasian kalau Bunda nangis terus, nanti tambah sakit," bujuk Bang Amar dengan mengusap lembut kepala Harry yang tengan membelai wajahku. Anak kecil itu mengangguk cepat."Kita ke doktel, ya, Bunda." Harry mencium kedua pipiku kemudian kedua mataku. Benar-benar tak ada yang berubah. Perlakuan Harry masih seperti dulu. Ia adalah anak pintar yang memperlakukanku dengan lembut dan penuh kasih. "Iya, sayang. Maafin Bunda, ya, kemarin nggak bisa jemput Harry. Yang penting sekarang, Harry sudah dekat Bunda," ucapku dengan senyum bercampur air mata. Air mata haru. "Sayang, jangan banyak nangis

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 161. Bertemu Kembali

    Bang Amar tak langsung menjawab, tangannya mengusap lembut perutku. "Bilang sama, Ummi, kita berangkat sekarang, Dek." Aku tertawa geli melihat ulah Bang Amar. Kini, aku seolah kehilangan sosok jual mahalnya yang dulu. "Yakin? Trus kerjaan Abang gimana?" Aku masih tak enak hati. "Tenang, Abang udah suruh Hendri buat handle. Sekarang siap-siap, gih."Hendri adalah asisten Bang Amar di kantor, duda anak satu yang istrinya meninggal saat melahirkan dua tahun lalu. "Oke, Zana siap-siap."Aku tersenyum senang menanggapi ucapan Bang Amar. Mimpi memeluk Harry akan segera menjadi nyata. *****Jantungku berdegub kencang tatkala menatap punggung mungil Harry yang tengah meringkuk di atas ranjang. "Ia tertidur setelah kelelahan menangis, Na," lirih Rania sendu. Aku duduk di sisi ranjang di belakang Harry dengan dada mulai sesak. Beban berat menahan rindu pada bocah mungil itu seakan tak mampu lagi kubendung. Rasa tak puas membuatku berpindah posisi di depan Harry untuk memindai setiap ga

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 160. Kecewa Tak Beralasan

    Haikal membuang muka. Pemandangan di hadapannya membuat hatinya meringis. Nek Rahima nyatanya begitu berarti bagi Harry setelah Zana. Harry masih terus menarik tangan Nek Rahima untuk masuk mobil, Nek Rahima mematung. Pelan ia berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh mungil Harry. "Sayang, Nenek di sini saja dulu, nanti Nenek bisa jenguk Harry di rumah Bunda atau Harry yang ke sini bersama Bunda.""Nenek ikut, kita jenguk Bunda.""Harry pulangnya sama Ayah dan Mama Rania, ya. Nanti Nenek nyusul."Harry mencebik. Ia ingin segera menjenguk bundanya, tapi ia pun tak ingin meninggalkan Nek Rahima. Dilema, itu lah yang ia rasakan. Haikal segera mendekat, Rania mengikuti dari belakang. Tak banyak yang bisa perempuan itu lakukan sekarang karena Harry masih belum menganggapnya penting. *****"Lagi ngapain?" tanya Bang Amar lewat sambungan telpon. Jam dinding baru saja menunjukkan pukul 10.15. Bang Amar memang selalu menyempatkan menghubungiku ketika dia berada di kantor di saat se

  • Menjadi Babysitter Anak Suamiku   Part 159. Akhirnya Luluh

    "Boleh Rania tanya sesuatu ke Ibu?" Nek Rahima menoleh pada Rania di sampingnya lalu mengangguk. "Nenek ikhlas melepaskan Harry bersamaku?"Beberapa saat hanya desiran angin malam yang terdengar berembus. Kedua perempuan itu saling terpaku, sibuk dengan hati dan pikiran masing-masing. "Ikhlas ataupun tidak, Harry tetaplah anakmu, Nak, Ibu tidak memiliki alasan untuk menahannya di sini."Nek Rahima sangat sadar, jika dirinya hanyalah orang yang Allah pilihkan untuk menjaga dan merawat Harry sebentar saja. Ia tak memiliki alasan untuk berontak."Ibu cuma sendirian di rumah ini?""Iya. Anak-anak Ibu tinggal di kota dan hanya akan pulang bergiliran menjenguk Ibu." Nek Rahima menerawang, rindunya pada anak-anaknya dan cucu-cucunya terobati setelah Harry hadir menemaninya. "Apa Ibu tak memiliki keinginan untuk tinggal bersama mereka?" Rania berkata dengan hati-hati. Embusan napas panjang keluar dari bibir keriput itu. Setiap berbicara tentang hal yang sama, ia merasakan dilema. Rasa r

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status