Sabil melajukan mobilnya dengan sangat kencang, di tengah perjalanan Sabil mencari-cari ponselnya namun tak kunjung menemukannya. Padahal ia akan menghubungi Gavin, untuk bertanya apakah dia punya waktu luang.
Sekitar lima belas menit akhirnya Sabil sampai di XIGO, kantor Gavin. Saat menuju basement, Sabil melihat banyak wartawan terlantar di depan perusahaan. Ia tahu, ini pasti karena berita dating Gavin dengan seorang selebriti. Sabil pun tersenyum sinis saat memikirkannya.Setelah selesai memarkir mobil, Sabil segera masuk, namun ia tiba-tiba berhenti saat menyadari penampilannya yang masih memakai kaos dan celana pendek. Hal itu membuatnya ragu harus melanjutkan atau tidak."Bodo amat deh, pakai kaya gini juga masih kelihatan cantik kok gue," ucap Sabil sangat percaya diri.Kini sampailah Sabil di pintu masuk karyawan yang dijaga oleh tim keamanan."Selamat pagi mbak, maaf sebelumnya tapi saat ini yang boleh masuk ke kantor hanya karyawan saja," ucap salah satu pria muda megusir Sabil secara halus."Aduh selain karyawan ngga boleh masuk ya mas?" tanya Sabil memastikan."Iya mbak.""Tapi saya ada urusan penting sama Pak Gavin, boleh ya masuk. Saya jamin dia juga ngga akan marahin kok kalau mas biarin saya masuk." Sabil memeperlihatkan wajah memohonnya."Mbak wartawan ya?" tuduh security tiba-tiba."Astaga, bukan mas bukan," jawab Sabil sedikit terkejut."Kok maksa banget mau masuk?" tanya security itu tak lagi ramah."Ya saya ada urusan penting," jawab Sabil yang tak terima karena security itu membentaknya."Dari tadi banyak wartawan yang mencoba menerobos masuk dengan berbagai cara, saya udah hafal mbak. Silahkan keluar,""Coba telepon resepsionisnya Pak Gavin deh, bilang saya mau ketemu pasti diizinin masuk.""Kenapa ngga mbak aja yang telepon Pak Gavin?""Saya ngga bawa hp mas," ucap Sabil sudah gemas dengan drama ini."Tuh kan bohong pasti.""Ya Allah mas, tinggal tap in kartunya aja biar saya bisa masuk. Sumpah deh saya ngga macam-macam," ucap Sabil semakin frustasi.Tak menjawab lagi, security itu menarik pelan tubuh Sabil agar segera pergi."Mas, saya ada urusan penting sama calon suami saya," ucap Sabil yang membuat security itu menghentikan gerakannya."Calon suami?""Iyaaa," jawab Sabil nge-gas."Siapa calon suaminya?" tanya security itu polos."Gavin," jawab Sabil singkat."Ah yang benar?" tanya security itu disertai tawa tidak percaya."Ngga percaya?" tantang Sabil."Soalnya yang ramai diberita bukan mbak deh.""Yang digosipin itu cuma hoax,""Jadi Pak Gavin ngga pacaran sama artis itu?" tanya security dengan tampang penasaran."Engga lah, pacarnya yang benar itu saya," ucap Sabil membanggakan diri."Sabil."Sabil dan pria muda itu menoleh saat mendengar suara Gavin."Ngapain disini?""Ada yang mau aku bicarain sama kamu," jawab Sabil sambil melirik-lirik security yang berdiri di sampingnya."Kenapa ngga masuk aja?" tanya Gavin."Maaf pak, saya kira mbak ini wartawan jadi saya ngga izinin masuk," sahut pria itu takut-takut."Kenapa ngga coba tanya saya dulu sih? Udah lama kamu Bil?""Udah gapapa Vin, harusnya kamu kasih pujian ke mas ini. Luar biasa lho penjagaannya. Aku juga belum lama kok.""Sekali lagi saya minta maaf pak, bu." Pria itu membungkukkan badannya kepada Gavin dan Sabil."Hahaha santai aja mas," ucap Sabil yang sedikit merasa kasihan."Kenapa Bil? Mau kasih jawaban?" tanya Gavin setelah securitynya sudah menjauh."Lo mau keluar?""Engga, tadi mau jalan ke kantin tapi lihat kamu disini ya aku samperin.""Yaudah lo makan dulu aja, gue bisa tunggu disini." Sabil merasa tidak enak menganggu waktu makan siang Gavin."Ikut ke kantin aja," ajak Gavin.Sabil terdiam, jujur sebenarnya ia sangat lapar saat ini namun mengingat pakaiannya saat ini ia sedikit malu."Udah ayo." Gavin menarik tangan Sabil tanpa aba-aba."Vin tapi pakaian ku kaya gini," ucap Sabil sambil terus mengikuti Gavin."Kenapa? Ngga ada yang salah kok."Sampailah mereka di kantin, dan Sabil melepas genggaman tangan Gavin karena merasa gugup."Pak silahkan duluan," ucap salah satu karyawan."Gapapa, lanjutin aja antriannya," jawab Gavin yang membuat Sabil kagum."CEO ngga keberatan buat antri, hmm beda dari yang lain" gumam Sabil yang bisa didengar oleh Gavin."Udah biasa, aku malah ngga suka diperlakukan bak raja," jawab Gavin yang direspon Sabil dengan anggukan kepala.Lima menit kemudian, mereka mendapatkan makanannya dan mengambil tempat di dekat kaca agar jauh dari yang lain.Saat sudah duduk, keduanya makan dengan tenang. Tak bicara apapun sejak sampai di tempatnya. Sabil makan sambil melihat sekitar, dan ia baru sadar banyak yang memperhatikannya.Seketika ia merasa sangat malu karena pakaiannya yang tidak pantas, ia berusaha untuk mengabaikan namun tetap terganggu."Vin, gue mau nikah sama lo," ucap Sabil tiba-tiba yang membuat Gavin sangat terkejut hingga tersedak.Buru-buru Gavin meminum air putihnya, sementara Sabil yang duduk di depannya merasa tidak enak karena membuatnya tersedak."Lo udah ngga minat ya karena berita dating lo sama Mikha udah kesebar?" tanya Sabil saat melihat reaksi Gavin."Ngga, bukan gitu. Kamu serius Bil?" Gavin berusaha tidak memperlihatkan kegembiraannya."Serius, gue akan lakuin apapun demi karir gue." Sabil berusaha menyembunyikan alasan sebenarnya ia menerima lamaran Gavin."Gue pasti kaya cewek gampangan kan?" ucap Sabil lagi dengan wajah sendu.Mendengar Sabil mengatakan itu, rasa bersalah tiba-tiba mendatangi Gavin. Yang ia lakukan saat ini jelas melukai harga diri Sabil..."Heh ngapain lo disini?" tanya Stella saat bertemu Sabil di depan lift."Hallo Stella, apa kabar?" Sabil mencoba bersikap ramah pada Stella."Ngga usah sok friendly deh lo, gue tanya lo ngapain disini pakai baju ngga jelas lagi." Stella melihat penampilan Sabil dari bawah ke atas."Oh gue? Gue kesini ketemu sama calon suami gue.""Calon suami?" tanya Stella sangat terkejut."Eh santai aja dong, ngga usah teriak-teriak." Sabil memutar pandangan ke sekitar."Siapa yang lo maksud calon suami?" Stella mencengkram lengan Sabil."Orang yang lagi lo pikirin sekarang, itu jawabannya.""Maksud lo Gavin?" Stella mencengkram semakin keras."Yaaap," jawab Sabil santai."Ngga, ngga mungkin. Kalian udah ngga pernah berhubungan masa tiba-tiba mau nikah, lo pikir gue percaya?""Bahkan setelah gue pergi bertahun-tahun lo belum berhasil dapatin Gavin?" Sabil memasang wajah mengejek...Matahari sudah tenggelam, langit mulai gelap dan Sabil dengan perasaan kacaunya berada di depan pelatnas. Kemarahannya lah yang membawanya sampai kesini.Namun saat sudah berdiri di tempat yang ia pikirkan sejak tadi, ia merasa tidak berdaya. Ingin meluapkan amarah namun Sabil takut jika hal itu membuat semua orang percaya bahwa yang dikatakan oleh pelatihnya memang benar, ia memiliki attitude yang buruk."Gue harus bisa tahan diri, jangan buat kekacauan yang akan bikin gue kelihatan lebih buruk," ucap Sabil pelan."Bil," panggil seseorang yang baru saja keluar dari asrama putra."Ngapain disini?" tanya pria itu sambil menghampiri Sabil."Gapapa Ran, mampir aja." Sabil memasang senyum untuk menyembunyikan kekacauannya."Ehm Bil, soal berita yang beredar tadi siang, gue tahu kok itu semua ngga benar," ucap Randy berusaha memberi dukungan untuk Sabil."Lo ngga perlu ngomong kaya gitu kalau cuma mau hibur gue Ran, lo sendiri juga tahu di masa-masa akhir gue disini gue sering debat sama Coach Teo mungkin itu sebabnya gue dibilang ngga punya attitude.""Kita semua tahu lo debat sama Coach Teo juga bukan tanpa alasan, gue ngga berusaha hibur lo tapi gue tahu semua kenyataannya dan karena itu gue yakin kalau apa yang dibiliang Coach Teo itu sama sekali ngga benar. Bahkan anak-anak juga ngerasa kaget sama berita itu, semua percaya sama lo Bil, tapi kita juga ngga bisa nglakuin apa-apa."Mendengar semua yang dikatakan Teo, seketika air mata Sabil menetes. Ia merasa sangat beruntung karena ternyata masih banyak yang percaya padanya."Kalian percaya sama gue aja udah bikin gue merasa lebih baik," ucap Sabil sambil menghapus air matanya yang tak bisa berhenti mengalir."Kok malah nangis sih Bil." Randy tertawa dan menepuk-nepuk pundak Sabil...Malam hari saat jam menunjukkan pukul delapan, Sakha mengetuk pintu kamar Sabil dengan semangat menggebu-gebu. Membuat Sabil yang baru terlelap sebentar, langsung terbangun."Kenapa sih Kha?" tanya Sabil dengan setengah sadar."Ada tamu tuh," jawab Sakha terlihat sangat senang."Tamu siapa?""Pacar mu mbak,""HAHH???!""Kenapa deh kaget gitu?" tanya Sakha heran."Mau ngapain sih Gavin?" gumam Sabil yang membuat Sakha penasaran.Tanpa merapikan penampilannya, Sabil keluar dan menuju ke ruang tamu dan benar saja Gavin sudah duduk disana menghadap ibunya."Nduk, kamu kok ngga pernah bilang kalau punya pacar?" tanya Winda saat Sabil sudah sampai.Sabil mengambil tempat di samping Winda."Di datangin pacarnya kok ngga dandan-dandan dulu to nduk, malah pasang wajah ngantuk begitu," ucap Winda menggoda anaknya."Saya ngga kasih kabar juga bu, jadi Sabil ngga ada persiapan. Gimanapun penampilannya tetap terlihat cantik," jawab Gavin yang langsung membuat Sabil malu-malu."Cie cieee ihiw," goda Sakha sangat kegirangan."Emang udah cantik dari sananya anak Bu Winda, ngomong-ngomong kalian udah berapa tahun?" tanya Winda yang membuat Gavin dan Sabil refleks saling menatap."Baru satu tahun kok bu," jawab Sabil akhirnya setelah berdiskusi melalui kontak mata dengan Gavin."Oh lumayan udah lama, udah ada rencana menikah?" tanya Winda dengan mata berbinar."Rencananya bulan ini bu," jawab Gavin tegas.Jawaban Gavin sontak membuat Winda dan Sakha sangat terkejut."Nduk kamu hamil to?" tanya Winda tanpa basa-basi yang gantian membuat Sabil dan Gavin yang terkejut."Astagfirullah engga bu engga," jawab Sabil membantah keras yang ditertawakan oleh Gavin dan Sakha."Dari mana Vin?" tanya Sarah sudah duduk di sofa ruang tamu di rumah Gavin."Oma ngagetin aja." Gavin mengelus dadanya."Dari mana?" tanya Sarah lagi."Dari rumah Sabil," jawab Gavin santai, tak berusaha menyembunyikan."Kamu mau nekat nikahin dia? Ngga mau dengarin Oma?" tanya sarah mengintimidasi."Oma, Sabil perempuan baik kok. Kalau Oma udah kenal, aku yakin oma pasti suka." Gavin mengambil tempat di samping Sarah."Oma tahu dia baik, tapi baik aja ngga cukup untuk masuk ke keluarga ini. Dia harus punya keluarga yang--" ucap Sarah dipotong oleh Gavin."Keluarga terpandang maksud oma? Buat apa sih oma? Keluarga kita udah cukup baik, ngga perlu dukungan keluarga lain, sebenarnya oma mau cari apa sih?" "Vin, keluarga konglomerat baiknya menikah dengan sesama konglomerat. Agar ngga ada yang dimanfaatkan, Mikha kurangnya apa sih Vin sampai kamu ngga mau? Kalau jadi kamu, sekalipun oma sedang punya pacar terus tiba-tiba ditawarin cowok yang lebih tampan, lebih kaya, lebih terpandang, o
"Vin." Sabil kebingungan melihat Gavin yang berdiri sambil melamun dan sama sekali tak merespons panggilannya."Gavin," panggil Sabil lagi disertai dengan tepukan di lengan Gavin.Tepukan Sabil di lengan Gavin akhirnya berhasil menyadarkan laki-laki yang melamun cukup lama itu. Gavin yang tersadar merasa seolah telah terjatuh setelah terbang tinggi. Melihat Sabil memohon padanya untuk tetap melanjutkan pernikahan sampai berderai air mata tadi ternyata hanya khayalannya."Ternyata cuma khayalan ku," ujar Gavin dalam hati."Lo kenapa sih Vin? Kaya bingung gitu?" tanya Sabil penasaran."Aku dari tadi ngga ngomong apa-apa kan ke kamu Bil?" tanya Gavin memastikan apa yang ia rasakan tadi tidak terjadi, hanya khayalannya saja."Engga, dari gue datang lo berdiri terus diam aja. Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Sabil begitu perhatian."Sama sekali ngga ada kok, cuma capek aja banyak kerjaan. Oh iya kamu kenapa kesini?""Eee gue cuma mau mastiin, lo nikahin gue cuma buat meredam keluarga lo yang
Sabila Ayu Nathania adalah atlet bulutangkis nasional, ia salah satu atlet dengan prestasi yang cemerlang dalam Tim Nasional Bulutangkis Indonesia. Sabil masuk ke pelatnas pada tahun 2011 saat itu ia berusia tujuh belas tahun. Tidak butuh waktu lama baginya untuk bersinar.Sudah empat belas tahun Sabil menjadi atlet bulutangkis, dan selama empat belas tahun itu karirnya sangat gemilang dengan siapa pun pasangannya. Namun di paruh kedua 2023 secara mengejutkan Sabil dan Nadhira tidak pernah meraih gelar sekalipun sekalipun dan sering tersingkir di babak awal dan hal itu akhirnya mengakibatkan Sabil di degradasi.Sabil pun merasa ia tidak pantas jika sampai di degra hanya karena pertimbangan enam bulan, namun ia sadar tidak ada yang bisa membantunya dan ia harus menerima ini. Kini Sabil datang ke pelatnas lagi untuk mengambil barang-barangnya untuk dibawa pulang karena ia sudah tidak bisa tinggal disini lagi."Eh ada yang mau pindahan nih," ujar seseorang yang berdiri di depan pintu.Sa
Berita pengunduran diri Nadhira sudah beredar di sosial media, para pecinta bulutangkis menganggap Nadhira mengambil keputusan yang tepat. Sejak berita degradasi Sabil, para badminton lovers sudah ramai membicarakan solusi agar keduanya tetap bisa bermain yaitu dengan Nadhira harus keluar dari pelatnas.Setelah mendatangi club masing-masing, Nadhira dan Sabil memutuskan untuk berlatih di PB IGNIS club besar tempat dimana Sabil berasal. Mereka memilih berlatih di PB IGNIS karena fasilitas di club tersebut lebih lengkap dan teman sparing yang lebih berkualitas.Sabil pikir semua akan mudah setelah Nadhira keluar dari pelatnas tapi ternyata kini mereka kesulitan mendapat sponsor, banyak perusahaan menolak memberi sponsor dengan berbagai alasan padahal keduanya masih menjadi ganda putri nomor satu dunia."Nduk ada apa to? Kok sedih lagi?" tanya Winda, ibunya Sabil."Sabil ngga dapat sponsor bu," jawab Sabil dengan pandangan kosong."Sabar aja dulu, nanti pasti ada. Masa atlet hebat kaya k
"Selamat pagi oma," sapa Gavin saat melihat Sarah sudah siap di meja makan seorang diri."Pagi cucu oma yang paling tampan, tumben pagi-pagi makan kesini. Datang paling awal lagi, biasanya juga paling akhir." Sarah berbicara sambil menyeruput teh nya."Iya oma pengen makan disini aja hari ini." Gavin mengambil tempat di seberang omanya."Oh iya oma baru ingat, kamu kenapa kemarin ngga antar Mikha pulang? Dia sedih banget lho." Sarah menatap tajam pada cucunya itu."Aku ada kerjaan oma," ujar Gavin santai."Kerjaan apa? Oma lihat kemarin kamu jam sembilan sudah dirumah.""Ya kan kerjaannya emang di rumah, ngga melulu di kantor," jawab Gavin terus memberi alasan."Alasan aja kamu ini, kalau gitu nanti malam oma minta kamu luangkan waktu. Oma udah undang keluarga Mikha kesini nanti malam.""Kalau ngga bisa?" tanya Gavin yang benar-benar malas untuk memenuhi permintaan Sarah."Harus bisa, oma ngga mau tahu," sahut Sarah penuh penekanan."Oma, aku makan duluan ya mau berangkat lebih awal,"
Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit dan Gavin saat ini sedang sibuk bersiap untuk datang ke rumah keluarganya menghadiri acara yang dikatakan Sarah tadi pagi.Tok...tok...tokMendengar suara ketukan pintu, Gavin berjalan ke arah pintu kamarnya masih sambil mengancingkan kemejanya. Setelah membuka pintu ia melihat Bi Santi disana."Mas Evan sudah datang mas, sama saya sekalian mau pamit," jawab Santi dengan lembut."Oh iya bi, sudah jam delapan Bi Santi boleh pulang. Terima kasih ya bi." Gavin berbicara dengan sangat ramah dan tulus pada Santi.Setelah diizinkan pulang, Santi pun segera berjalan meninggalkan Gavin yang masih terdiam di depan kamarnya. Gavin menghela nafas beberapa kali, lalu tak lama ia menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu nya, tempat dimana Evan dan Sabil sudah menunggu.Melihat Gavin yang berjalan menuruni tangga, Evan refleks berdiri dari duduknya dan melihat itu tanpa sadar Sabil mengikutinya."Hai," sapa Gavin setela
Malas untuk berdebat lagi, Gavin memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Ia menarik Sabil untuk keluar dari rumah keluarganya meninggalkan kekacuan yang ia buat.Sesampainya di depan rumah Gavin, Sabil menepis genggaman tangan Gavin dengan kasar. Kini mereka berdiri saling berhadapan.Plakk..Sabil melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Gavin, ia benar-benar tidak terima dengan kelancangan Gavin tadi."Menikah bulan depan kata lo? Bisa-bisanya ngomong kaya gitu? Udah gila ya lo?" bentak Sabil berapi-api, ia tidak peduli jika ada yang mendengar."Bil kita bukan orang asing," ujar Gavin dengan santainya."Ya terus? Kalau bukan orang asing bisa seenaknya ngajak nikah gitu? Vin, lo serius sama yang lo bilang tadi? Lo cuma mau meredam keluarga lo aja kan supaya ngga lanjutin perjodohan?" Sabil berbicara dengan sedikit halus kali ini."Engga, aku serius mau menikah sama kamu." Gavin masih dengan santainya menjawab pertanyaan Sabil."Udah gila nih orang," ucap Sabil menatap sinis pria di d
Sabil berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya, ia terus terbayang wajah Gavin. Entah mengapa wajah itu terus menganggunya."Orang udah lost contact lebih dari sepuluh tahun pakai ditanya masih ada rasa ngga? Aneh banget Gavin," ujar Sabil berbicara sendiri.Lagi-lagi Sabil terdiam menatap ke atas, ia benar-benar dibuat tidak tenang karena Gavin. Ia bingung harus menerima tawaran Gavin atau tidak, karena baginya pernikahan bukan untuk dipermainkan.Namun di satu sisi, hanya Gavin yang bisa membantunya saat ini. Jika ia tidak menerima tawaran Gavin maka ia tidak tahu harus bagaimana melanjutkan karirnya."Seorang cowok dijodohin sama cewek secantik Mikhaila Permadi ngga mau, ada yang ngga beres sama Gavin."Saat ribut dengan pikirannya sendiri, Sabil dikejutkan dengan dering ponselnya yang sangat nyaring. Masih dengan berbaring, Sabil mengambil ponselnya."Amy? Mau ngajak ribut malam-malam nih orang." Sabil menerima panggilan itu walaupun sangat malas dengan Amy."Halo
"Vin." Sabil kebingungan melihat Gavin yang berdiri sambil melamun dan sama sekali tak merespons panggilannya."Gavin," panggil Sabil lagi disertai dengan tepukan di lengan Gavin.Tepukan Sabil di lengan Gavin akhirnya berhasil menyadarkan laki-laki yang melamun cukup lama itu. Gavin yang tersadar merasa seolah telah terjatuh setelah terbang tinggi. Melihat Sabil memohon padanya untuk tetap melanjutkan pernikahan sampai berderai air mata tadi ternyata hanya khayalannya."Ternyata cuma khayalan ku," ujar Gavin dalam hati."Lo kenapa sih Vin? Kaya bingung gitu?" tanya Sabil penasaran."Aku dari tadi ngga ngomong apa-apa kan ke kamu Bil?" tanya Gavin memastikan apa yang ia rasakan tadi tidak terjadi, hanya khayalannya saja."Engga, dari gue datang lo berdiri terus diam aja. Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Sabil begitu perhatian."Sama sekali ngga ada kok, cuma capek aja banyak kerjaan. Oh iya kamu kenapa kesini?""Eee gue cuma mau mastiin, lo nikahin gue cuma buat meredam keluarga lo yang
"Dari mana Vin?" tanya Sarah sudah duduk di sofa ruang tamu di rumah Gavin."Oma ngagetin aja." Gavin mengelus dadanya."Dari mana?" tanya Sarah lagi."Dari rumah Sabil," jawab Gavin santai, tak berusaha menyembunyikan."Kamu mau nekat nikahin dia? Ngga mau dengarin Oma?" tanya sarah mengintimidasi."Oma, Sabil perempuan baik kok. Kalau Oma udah kenal, aku yakin oma pasti suka." Gavin mengambil tempat di samping Sarah."Oma tahu dia baik, tapi baik aja ngga cukup untuk masuk ke keluarga ini. Dia harus punya keluarga yang--" ucap Sarah dipotong oleh Gavin."Keluarga terpandang maksud oma? Buat apa sih oma? Keluarga kita udah cukup baik, ngga perlu dukungan keluarga lain, sebenarnya oma mau cari apa sih?" "Vin, keluarga konglomerat baiknya menikah dengan sesama konglomerat. Agar ngga ada yang dimanfaatkan, Mikha kurangnya apa sih Vin sampai kamu ngga mau? Kalau jadi kamu, sekalipun oma sedang punya pacar terus tiba-tiba ditawarin cowok yang lebih tampan, lebih kaya, lebih terpandang, o
Sabil melajukan mobilnya dengan sangat kencang, di tengah perjalanan Sabil mencari-cari ponselnya namun tak kunjung menemukannya. Padahal ia akan menghubungi Gavin, untuk bertanya apakah dia punya waktu luang.Sekitar lima belas menit akhirnya Sabil sampai di XIGO, kantor Gavin. Saat menuju basement, Sabil melihat banyak wartawan terlantar di depan perusahaan. Ia tahu, ini pasti karena berita dating Gavin dengan seorang selebriti. Sabil pun tersenyum sinis saat memikirkannya.Setelah selesai memarkir mobil, Sabil segera masuk, namun ia tiba-tiba berhenti saat menyadari penampilannya yang masih memakai kaos dan celana pendek. Hal itu membuatnya ragu harus melanjutkan atau tidak."Bodo amat deh, pakai kaya gini juga masih kelihatan cantik kok gue," ucap Sabil sangat percaya diri.Kini sampailah Sabil di pintu masuk karyawan yang dijaga oleh tim keamanan."Selamat pagi mbak, maaf sebelumnya tapi saat ini yang boleh masuk ke kantor hanya karyawan saja," ucap salah satu pria muda megusir S
Sabil berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya, ia terus terbayang wajah Gavin. Entah mengapa wajah itu terus menganggunya."Orang udah lost contact lebih dari sepuluh tahun pakai ditanya masih ada rasa ngga? Aneh banget Gavin," ujar Sabil berbicara sendiri.Lagi-lagi Sabil terdiam menatap ke atas, ia benar-benar dibuat tidak tenang karena Gavin. Ia bingung harus menerima tawaran Gavin atau tidak, karena baginya pernikahan bukan untuk dipermainkan.Namun di satu sisi, hanya Gavin yang bisa membantunya saat ini. Jika ia tidak menerima tawaran Gavin maka ia tidak tahu harus bagaimana melanjutkan karirnya."Seorang cowok dijodohin sama cewek secantik Mikhaila Permadi ngga mau, ada yang ngga beres sama Gavin."Saat ribut dengan pikirannya sendiri, Sabil dikejutkan dengan dering ponselnya yang sangat nyaring. Masih dengan berbaring, Sabil mengambil ponselnya."Amy? Mau ngajak ribut malam-malam nih orang." Sabil menerima panggilan itu walaupun sangat malas dengan Amy."Halo
Malas untuk berdebat lagi, Gavin memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Ia menarik Sabil untuk keluar dari rumah keluarganya meninggalkan kekacuan yang ia buat.Sesampainya di depan rumah Gavin, Sabil menepis genggaman tangan Gavin dengan kasar. Kini mereka berdiri saling berhadapan.Plakk..Sabil melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Gavin, ia benar-benar tidak terima dengan kelancangan Gavin tadi."Menikah bulan depan kata lo? Bisa-bisanya ngomong kaya gitu? Udah gila ya lo?" bentak Sabil berapi-api, ia tidak peduli jika ada yang mendengar."Bil kita bukan orang asing," ujar Gavin dengan santainya."Ya terus? Kalau bukan orang asing bisa seenaknya ngajak nikah gitu? Vin, lo serius sama yang lo bilang tadi? Lo cuma mau meredam keluarga lo aja kan supaya ngga lanjutin perjodohan?" Sabil berbicara dengan sedikit halus kali ini."Engga, aku serius mau menikah sama kamu." Gavin masih dengan santainya menjawab pertanyaan Sabil."Udah gila nih orang," ucap Sabil menatap sinis pria di d
Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit dan Gavin saat ini sedang sibuk bersiap untuk datang ke rumah keluarganya menghadiri acara yang dikatakan Sarah tadi pagi.Tok...tok...tokMendengar suara ketukan pintu, Gavin berjalan ke arah pintu kamarnya masih sambil mengancingkan kemejanya. Setelah membuka pintu ia melihat Bi Santi disana."Mas Evan sudah datang mas, sama saya sekalian mau pamit," jawab Santi dengan lembut."Oh iya bi, sudah jam delapan Bi Santi boleh pulang. Terima kasih ya bi." Gavin berbicara dengan sangat ramah dan tulus pada Santi.Setelah diizinkan pulang, Santi pun segera berjalan meninggalkan Gavin yang masih terdiam di depan kamarnya. Gavin menghela nafas beberapa kali, lalu tak lama ia menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu nya, tempat dimana Evan dan Sabil sudah menunggu.Melihat Gavin yang berjalan menuruni tangga, Evan refleks berdiri dari duduknya dan melihat itu tanpa sadar Sabil mengikutinya."Hai," sapa Gavin setela
"Selamat pagi oma," sapa Gavin saat melihat Sarah sudah siap di meja makan seorang diri."Pagi cucu oma yang paling tampan, tumben pagi-pagi makan kesini. Datang paling awal lagi, biasanya juga paling akhir." Sarah berbicara sambil menyeruput teh nya."Iya oma pengen makan disini aja hari ini." Gavin mengambil tempat di seberang omanya."Oh iya oma baru ingat, kamu kenapa kemarin ngga antar Mikha pulang? Dia sedih banget lho." Sarah menatap tajam pada cucunya itu."Aku ada kerjaan oma," ujar Gavin santai."Kerjaan apa? Oma lihat kemarin kamu jam sembilan sudah dirumah.""Ya kan kerjaannya emang di rumah, ngga melulu di kantor," jawab Gavin terus memberi alasan."Alasan aja kamu ini, kalau gitu nanti malam oma minta kamu luangkan waktu. Oma udah undang keluarga Mikha kesini nanti malam.""Kalau ngga bisa?" tanya Gavin yang benar-benar malas untuk memenuhi permintaan Sarah."Harus bisa, oma ngga mau tahu," sahut Sarah penuh penekanan."Oma, aku makan duluan ya mau berangkat lebih awal,"
Berita pengunduran diri Nadhira sudah beredar di sosial media, para pecinta bulutangkis menganggap Nadhira mengambil keputusan yang tepat. Sejak berita degradasi Sabil, para badminton lovers sudah ramai membicarakan solusi agar keduanya tetap bisa bermain yaitu dengan Nadhira harus keluar dari pelatnas.Setelah mendatangi club masing-masing, Nadhira dan Sabil memutuskan untuk berlatih di PB IGNIS club besar tempat dimana Sabil berasal. Mereka memilih berlatih di PB IGNIS karena fasilitas di club tersebut lebih lengkap dan teman sparing yang lebih berkualitas.Sabil pikir semua akan mudah setelah Nadhira keluar dari pelatnas tapi ternyata kini mereka kesulitan mendapat sponsor, banyak perusahaan menolak memberi sponsor dengan berbagai alasan padahal keduanya masih menjadi ganda putri nomor satu dunia."Nduk ada apa to? Kok sedih lagi?" tanya Winda, ibunya Sabil."Sabil ngga dapat sponsor bu," jawab Sabil dengan pandangan kosong."Sabar aja dulu, nanti pasti ada. Masa atlet hebat kaya k
Sabila Ayu Nathania adalah atlet bulutangkis nasional, ia salah satu atlet dengan prestasi yang cemerlang dalam Tim Nasional Bulutangkis Indonesia. Sabil masuk ke pelatnas pada tahun 2011 saat itu ia berusia tujuh belas tahun. Tidak butuh waktu lama baginya untuk bersinar.Sudah empat belas tahun Sabil menjadi atlet bulutangkis, dan selama empat belas tahun itu karirnya sangat gemilang dengan siapa pun pasangannya. Namun di paruh kedua 2023 secara mengejutkan Sabil dan Nadhira tidak pernah meraih gelar sekalipun sekalipun dan sering tersingkir di babak awal dan hal itu akhirnya mengakibatkan Sabil di degradasi.Sabil pun merasa ia tidak pantas jika sampai di degra hanya karena pertimbangan enam bulan, namun ia sadar tidak ada yang bisa membantunya dan ia harus menerima ini. Kini Sabil datang ke pelatnas lagi untuk mengambil barang-barangnya untuk dibawa pulang karena ia sudah tidak bisa tinggal disini lagi."Eh ada yang mau pindahan nih," ujar seseorang yang berdiri di depan pintu.Sa