Malas untuk berdebat lagi, Gavin memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Ia menarik Sabil untuk keluar dari rumah keluarganya meninggalkan kekacuan yang ia buat.
Sesampainya di depan rumah Gavin, Sabil menepis genggaman tangan Gavin dengan kasar. Kini mereka berdiri saling berhadapan.Plakk..Sabil melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Gavin, ia benar-benar tidak terima dengan kelancangan Gavin tadi."Menikah bulan depan kata lo? Bisa-bisanya ngomong kaya gitu? Udah gila ya lo?" bentak Sabil berapi-api, ia tidak peduli jika ada yang mendengar."Bil kita bukan orang asing," ujar Gavin dengan santainya."Ya terus? Kalau bukan orang asing bisa seenaknya ngajak nikah gitu? Vin, lo serius sama yang lo bilang tadi? Lo cuma mau meredam keluarga lo aja kan supaya ngga lanjutin perjodohan?" Sabil berbicara dengan sedikit halus kali ini."Engga, aku serius mau menikah sama kamu." Gavin masih dengan santainya menjawab pertanyaan Sabil."Udah gila nih orang," ucap Sabil menatap sinis pria di depannya."Sebenarnya ini syarat yang aku bilang ke kamu tadi siang.""APA? Jadi gue harus nikah sama lo buat dapatin sponsor?" Sabil terkejut dengan rencana licik Gavin."Lo jebak gue ya Vin?" tanya Sabil lagi."Aku ngga jebak, aku cuma kasih pilihan.""Lo tau kalau gue kesulitan cari sponsor dan memanfaatkan itu. Jahat lo Vin," ucap Sabil dengan lemah."Bil." Gavin mencoba mendekati Sabil, ia maju selangkah."Lo tau Vin gimana putus asanya gue akhir-akhir ini, gue berasa dibanting berkali-kali karena selalu menemui kesulitan kaya gini setelah diberi harapan. GUE SELALU DIBERI HARAPAN PALSU." Sabil berbicara dengan sangat pelan di awal, dan di kalimat terakhir ia benar-benar mengeluarkan emosinya.Gavin yang melihat itu pun merasa hatinya ikut hancur, ia bisa merasakan keputusasaan Sabil. Ini memang rencananya sejak awal, saat mendengar kabar bahwa Sabil kesulitan mendapat sponsor, ia pun berencana untuk memberinya sponsor dengan memberikan syarat Sabil harus menikah dengannya. Ia tidak mau menyianyiakan kesempatan."Emang ya semua orang kaya tuh sama aja, bisa berbuat seenaknya karena punya uang dan kekuasaan. Gue ngga akan mau ya nikah sama lo, lo pikir gue akan tunduk sama lo karena lo kasih gue sponsor?"Ketika Sabil memakinya tiada henti, Gavin justru hanya diam dan menatap Sabil dengan wajah santai."Satu tahun," ujar Gavin memotong makian Sabil, ia lalu melanjutkan "Jadi istri aku selama satu tahun."Sabil melipat kedua tanganya di dada. "Pernikahan itu mainan ya buat lo?""Yaudah kalau gitu nikah serius gimana?" tanya Gavin berunsur candaan."Kenapa sih harus gue? Sama-sama nikah mendadak sama orang yang baru aja lo temui kenapa ngga terima aja nikah sama Mikha? Dia cantik, terkenal, atau kalau ngga sama Mikha ada kan teman dekat kamu sejak bayi itu, si Stella.""Aku maunya kamu," jawab Gavin singkat.Sabil menghela nafas panjang, ia tidak tahu harus bagaimana. Semua orang hanya ingin menikah dengan orang yang dicintainya, dan Sabil tidak mencintai Gavin walaupun laki-laki itu adalah mantannya, rasa itu sudah terkubur dalam.Gavin dan Sabil berhenti berdebat, tak ada lagi makian Sabil. Ditengah kesunyian, terdengar langkah kaki seseorang yang membuat Sabil dan Gavin menoleh ke jalan depan rumah.Gavin terlihat malas saat melihat kedatangan Deva, saudara tirinya. Deva pasti datang ke rumahnya untuk membuat keributan dengannya."Ngapain lo kesini?" tanya Gavin kasar."Santai kali Vin, gue tadinya mau cari udara segar aja tapi lihat lo ya gue sapa lah. Apalagi ada calon kakak ipar." Deva menatap Sabil dari atas ke bawah membuat Gavin geram.Gavin menarik Sabil untuk menjauhkannya dari Deva."Gue kira lo ngga suka cewek, soalnya dari dulu ngga pernah kelihatan punya pacar. Ternyata punya ya, selera lo bagus juga. Yang ini ngga kalah lah sama Mikha.""Gue ngga butuh pendapat lo." Gavin menarik Sabil untuk memasuki gerbang rumahnya."Paling juga nanti dia nyerah kaya mama lo," ucap Deva yang membuat Gavin menghentikan langkahnya.Gavin sudah berusaha mengabaikan adik tirinya itu, namun jika ada yang menyebut mamanya Gavin tak bisa tinggal diam. Ia pun berjalan mendekati Deva.Gavin menarik kerah baju Deva. "Jangan berani-berani rendahin mama gue!""Gue ngga ngrendahin, gue cuma ngomong kenyataannya." Deva menyeringai."Lo ngga tahu apa-apa jadi jangan sok tahu banyak hal." Gavin masih mencengkram kerah baju Deva.Sementara itu Sabil hanya diam di tempatnya tadi, ia tak ingin melerai karena tidak mau dianggap ikut campur."Vin, apa lo ngga ada rencana buat nyusul nyokap lo ke Bali? Gue prihatin banget lo hidup disini sendirian, kesepian, apalagi lihat bokap lo yang udah bahagia sama keluarga barunya, gue akui lo kuat banget bisa bertahan sampai sekarang." Deva terus berbicara untuk memancing emosi Gavin."Lo ngomong apa sih? Mending lo itu perbaiki diri supaya terlihat pantas jadi anak konglomerat, biar ngga jadi bahan gunjingan orang masa anak konglomerat kerjaannya judi, mabuk-mabukan, suka main cewek, malu-maluin." Gavin melepas cengkramannya dari Deva.Deva tertawa medengar ejekan Gavin. "Udah ah Vin, gue niatnya mau cari udara segar malah ribut sama lo. Buruan deh lo nikah, terus lo jaga baik-baik istri lo biar ngga bernasib sama kaya Nyonya Rania."Bugg...Tanpa aba-aba Gavin melayangkan tinjuan di wajah sebelah kanan Deva, ia selalu marah setiap Deva menyebut nama mamanya dengan wajah yang terlihat mengejek. Ia tak bisa terima itu. "Sialan lo." Deva menatap Gavin dengan sorot mata penuh kebencian, ia pun balas melayangkan tinjuan di pipi kiri Gavin.Sabil masih berdiri di tempatnya, namun ia tidak setenang tadi. Ia terlihat khawatir dengan dua saudara yang bertengkar hebat itu, terutama Gavin. Dua orang itu sudah adu tinjuan lalu saling mendorong hingga darah keluar di wajah mereka.Kini Deva sudah terkapar di jalan, dan Gavin yang masih dipenuhi emosi terus menghajar adik tirinya itu. Sabil merasa ia tidak bisa diam saja, ia pun menghampiri Gavin yang masih meninju wajah Deva tanpa henti."Vin udah berhenti," jerit Sabil sembari menarik Gavin agar berdiri dan menghentikan tinjuannya.Deva dengan sisa tenaganya mendorong Gavin agar menyingkir darinya, dengan bantuan Sabil akhirnya Deva pun terbebas dari Gavin. Pria itu terduduk di jalanan, sementara Deva dengan menahan sakit yang luar biasa berusaha untuk berjalan kembali ke rumah.Sebelum pergi, Deva meludah tepat di sebelah Gavin yang masih terduduk. Melihat itu, Gavin bangkit dan bersiap menghajar Deva lagi."Vin udah Vin, jangan!!!" Sabil berusaha menahan Gavin dengan sekuat tenaga.Beruntung Sabil berhasil menahan Gavin, jika tidak Deva bisa dibuat patah tulang olehnya.Gavin menepis tangan Sabil yang melingkar di lengannya dengan kasar, lalu ia berjalan masuk ke rumahnya.Sampai di dalam rumah, Gavin duduk di sofa dan menyandarkan kepalanya sembari menutup mata. Ia berusaha menenangkan diri sampai lupa telah meninggalkan Sabil."Vin," panggil Sabil ragu-ragu.Gavin membuka matanya saat mendengar suara Sabil."Oh iya aku harus antar kamu pulang." Gavin baru saja akan berdiri namun ditahan oleh Sabil."Ngga usah Vin, lo lagi ngga baik-baik aja. Gue bisa pulang sendiri.""Ngga, aku antarin. Ayo." Gavin sudah berdiri dan berjalan untuk mengambil kunci mobil.Namun lagi-lagi Sabil menahannya. "Gue bantu obatin dulu ya.""Kotak P3K nya dimana?" tanya Sabil saat Gavin masih terdiam."Ada di rak dekat dapur," jawab Gavin berusaha menahan sakit.Sabil pun buru-buru mengambilnya, tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan apa yang ia cari. Setelah menemukannya, Sabil segera membawanya pada Gavin."Kenapa kamu ngga tanya apa-apa soal kejadian tadi?" tanya Gavin saat Sabil sedang sibuk membersihkan lukanya."Buat apa tanya?" tanya Sabil yang tetap melanjutkan aktivitasnya."Kamu sama sekali udah ngga ada rasa ke aku ya Bil?" tanya Gavin lagi yang membuat Sabil tiba-tiba berhenti.Sabil berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya, ia terus terbayang wajah Gavin. Entah mengapa wajah itu terus menganggunya."Orang udah lost contact lebih dari sepuluh tahun pakai ditanya masih ada rasa ngga? Aneh banget Gavin," ujar Sabil berbicara sendiri.Lagi-lagi Sabil terdiam menatap ke atas, ia benar-benar dibuat tidak tenang karena Gavin. Ia bingung harus menerima tawaran Gavin atau tidak, karena baginya pernikahan bukan untuk dipermainkan.Namun di satu sisi, hanya Gavin yang bisa membantunya saat ini. Jika ia tidak menerima tawaran Gavin maka ia tidak tahu harus bagaimana melanjutkan karirnya."Seorang cowok dijodohin sama cewek secantik Mikhaila Permadi ngga mau, ada yang ngga beres sama Gavin."Saat ribut dengan pikirannya sendiri, Sabil dikejutkan dengan dering ponselnya yang sangat nyaring. Masih dengan berbaring, Sabil mengambil ponselnya."Amy? Mau ngajak ribut malam-malam nih orang." Sabil menerima panggilan itu walaupun sangat malas dengan Amy."Halo
Sabil melajukan mobilnya dengan sangat kencang, di tengah perjalanan Sabil mencari-cari ponselnya namun tak kunjung menemukannya. Padahal ia akan menghubungi Gavin, untuk bertanya apakah dia punya waktu luang.Sekitar lima belas menit akhirnya Sabil sampai di XIGO, kantor Gavin. Saat menuju basement, Sabil melihat banyak wartawan terlantar di depan perusahaan. Ia tahu, ini pasti karena berita dating Gavin dengan seorang selebriti. Sabil pun tersenyum sinis saat memikirkannya.Setelah selesai memarkir mobil, Sabil segera masuk, namun ia tiba-tiba berhenti saat menyadari penampilannya yang masih memakai kaos dan celana pendek. Hal itu membuatnya ragu harus melanjutkan atau tidak."Bodo amat deh, pakai kaya gini juga masih kelihatan cantik kok gue," ucap Sabil sangat percaya diri.Kini sampailah Sabil di pintu masuk karyawan yang dijaga oleh tim keamanan."Selamat pagi mbak, maaf sebelumnya tapi saat ini yang boleh masuk ke kantor hanya karyawan saja," ucap salah satu pria muda megusir S
"Dari mana Vin?" tanya Sarah sudah duduk di sofa ruang tamu di rumah Gavin."Oma ngagetin aja." Gavin mengelus dadanya."Dari mana?" tanya Sarah lagi."Dari rumah Sabil," jawab Gavin santai, tak berusaha menyembunyikan."Kamu mau nekat nikahin dia? Ngga mau dengarin Oma?" tanya sarah mengintimidasi."Oma, Sabil perempuan baik kok. Kalau Oma udah kenal, aku yakin oma pasti suka." Gavin mengambil tempat di samping Sarah."Oma tahu dia baik, tapi baik aja ngga cukup untuk masuk ke keluarga ini. Dia harus punya keluarga yang--" ucap Sarah dipotong oleh Gavin."Keluarga terpandang maksud oma? Buat apa sih oma? Keluarga kita udah cukup baik, ngga perlu dukungan keluarga lain, sebenarnya oma mau cari apa sih?" "Vin, keluarga konglomerat baiknya menikah dengan sesama konglomerat. Agar ngga ada yang dimanfaatkan, Mikha kurangnya apa sih Vin sampai kamu ngga mau? Kalau jadi kamu, sekalipun oma sedang punya pacar terus tiba-tiba ditawarin cowok yang lebih tampan, lebih kaya, lebih terpandang, o
"Vin." Sabil kebingungan melihat Gavin yang berdiri sambil melamun dan sama sekali tak merespons panggilannya."Gavin," panggil Sabil lagi disertai dengan tepukan di lengan Gavin.Tepukan Sabil di lengan Gavin akhirnya berhasil menyadarkan laki-laki yang melamun cukup lama itu. Gavin yang tersadar merasa seolah telah terjatuh setelah terbang tinggi. Melihat Sabil memohon padanya untuk tetap melanjutkan pernikahan sampai berderai air mata tadi ternyata hanya khayalannya."Ternyata cuma khayalan ku," ujar Gavin dalam hati."Lo kenapa sih Vin? Kaya bingung gitu?" tanya Sabil penasaran."Aku dari tadi ngga ngomong apa-apa kan ke kamu Bil?" tanya Gavin memastikan apa yang ia rasakan tadi tidak terjadi, hanya khayalannya saja."Engga, dari gue datang lo berdiri terus diam aja. Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Sabil begitu perhatian."Sama sekali ngga ada kok, cuma capek aja banyak kerjaan. Oh iya kamu kenapa kesini?""Eee gue cuma mau mastiin, lo nikahin gue cuma buat meredam keluarga lo yang
Sabila Ayu Nathania adalah atlet bulutangkis nasional, ia salah satu atlet dengan prestasi yang cemerlang dalam Tim Nasional Bulutangkis Indonesia. Sabil masuk ke pelatnas pada tahun 2011 saat itu ia berusia tujuh belas tahun. Tidak butuh waktu lama baginya untuk bersinar.Sudah empat belas tahun Sabil menjadi atlet bulutangkis, dan selama empat belas tahun itu karirnya sangat gemilang dengan siapa pun pasangannya. Namun di paruh kedua 2023 secara mengejutkan Sabil dan Nadhira tidak pernah meraih gelar sekalipun sekalipun dan sering tersingkir di babak awal dan hal itu akhirnya mengakibatkan Sabil di degradasi.Sabil pun merasa ia tidak pantas jika sampai di degra hanya karena pertimbangan enam bulan, namun ia sadar tidak ada yang bisa membantunya dan ia harus menerima ini. Kini Sabil datang ke pelatnas lagi untuk mengambil barang-barangnya untuk dibawa pulang karena ia sudah tidak bisa tinggal disini lagi."Eh ada yang mau pindahan nih," ujar seseorang yang berdiri di depan pintu.Sa
Berita pengunduran diri Nadhira sudah beredar di sosial media, para pecinta bulutangkis menganggap Nadhira mengambil keputusan yang tepat. Sejak berita degradasi Sabil, para badminton lovers sudah ramai membicarakan solusi agar keduanya tetap bisa bermain yaitu dengan Nadhira harus keluar dari pelatnas.Setelah mendatangi club masing-masing, Nadhira dan Sabil memutuskan untuk berlatih di PB IGNIS club besar tempat dimana Sabil berasal. Mereka memilih berlatih di PB IGNIS karena fasilitas di club tersebut lebih lengkap dan teman sparing yang lebih berkualitas.Sabil pikir semua akan mudah setelah Nadhira keluar dari pelatnas tapi ternyata kini mereka kesulitan mendapat sponsor, banyak perusahaan menolak memberi sponsor dengan berbagai alasan padahal keduanya masih menjadi ganda putri nomor satu dunia."Nduk ada apa to? Kok sedih lagi?" tanya Winda, ibunya Sabil."Sabil ngga dapat sponsor bu," jawab Sabil dengan pandangan kosong."Sabar aja dulu, nanti pasti ada. Masa atlet hebat kaya k
"Selamat pagi oma," sapa Gavin saat melihat Sarah sudah siap di meja makan seorang diri."Pagi cucu oma yang paling tampan, tumben pagi-pagi makan kesini. Datang paling awal lagi, biasanya juga paling akhir." Sarah berbicara sambil menyeruput teh nya."Iya oma pengen makan disini aja hari ini." Gavin mengambil tempat di seberang omanya."Oh iya oma baru ingat, kamu kenapa kemarin ngga antar Mikha pulang? Dia sedih banget lho." Sarah menatap tajam pada cucunya itu."Aku ada kerjaan oma," ujar Gavin santai."Kerjaan apa? Oma lihat kemarin kamu jam sembilan sudah dirumah.""Ya kan kerjaannya emang di rumah, ngga melulu di kantor," jawab Gavin terus memberi alasan."Alasan aja kamu ini, kalau gitu nanti malam oma minta kamu luangkan waktu. Oma udah undang keluarga Mikha kesini nanti malam.""Kalau ngga bisa?" tanya Gavin yang benar-benar malas untuk memenuhi permintaan Sarah."Harus bisa, oma ngga mau tahu," sahut Sarah penuh penekanan."Oma, aku makan duluan ya mau berangkat lebih awal,"
Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit dan Gavin saat ini sedang sibuk bersiap untuk datang ke rumah keluarganya menghadiri acara yang dikatakan Sarah tadi pagi.Tok...tok...tokMendengar suara ketukan pintu, Gavin berjalan ke arah pintu kamarnya masih sambil mengancingkan kemejanya. Setelah membuka pintu ia melihat Bi Santi disana."Mas Evan sudah datang mas, sama saya sekalian mau pamit," jawab Santi dengan lembut."Oh iya bi, sudah jam delapan Bi Santi boleh pulang. Terima kasih ya bi." Gavin berbicara dengan sangat ramah dan tulus pada Santi.Setelah diizinkan pulang, Santi pun segera berjalan meninggalkan Gavin yang masih terdiam di depan kamarnya. Gavin menghela nafas beberapa kali, lalu tak lama ia menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu nya, tempat dimana Evan dan Sabil sudah menunggu.Melihat Gavin yang berjalan menuruni tangga, Evan refleks berdiri dari duduknya dan melihat itu tanpa sadar Sabil mengikutinya."Hai," sapa Gavin setela
"Vin." Sabil kebingungan melihat Gavin yang berdiri sambil melamun dan sama sekali tak merespons panggilannya."Gavin," panggil Sabil lagi disertai dengan tepukan di lengan Gavin.Tepukan Sabil di lengan Gavin akhirnya berhasil menyadarkan laki-laki yang melamun cukup lama itu. Gavin yang tersadar merasa seolah telah terjatuh setelah terbang tinggi. Melihat Sabil memohon padanya untuk tetap melanjutkan pernikahan sampai berderai air mata tadi ternyata hanya khayalannya."Ternyata cuma khayalan ku," ujar Gavin dalam hati."Lo kenapa sih Vin? Kaya bingung gitu?" tanya Sabil penasaran."Aku dari tadi ngga ngomong apa-apa kan ke kamu Bil?" tanya Gavin memastikan apa yang ia rasakan tadi tidak terjadi, hanya khayalannya saja."Engga, dari gue datang lo berdiri terus diam aja. Kenapa? Lo ada masalah?" tanya Sabil begitu perhatian."Sama sekali ngga ada kok, cuma capek aja banyak kerjaan. Oh iya kamu kenapa kesini?""Eee gue cuma mau mastiin, lo nikahin gue cuma buat meredam keluarga lo yang
"Dari mana Vin?" tanya Sarah sudah duduk di sofa ruang tamu di rumah Gavin."Oma ngagetin aja." Gavin mengelus dadanya."Dari mana?" tanya Sarah lagi."Dari rumah Sabil," jawab Gavin santai, tak berusaha menyembunyikan."Kamu mau nekat nikahin dia? Ngga mau dengarin Oma?" tanya sarah mengintimidasi."Oma, Sabil perempuan baik kok. Kalau Oma udah kenal, aku yakin oma pasti suka." Gavin mengambil tempat di samping Sarah."Oma tahu dia baik, tapi baik aja ngga cukup untuk masuk ke keluarga ini. Dia harus punya keluarga yang--" ucap Sarah dipotong oleh Gavin."Keluarga terpandang maksud oma? Buat apa sih oma? Keluarga kita udah cukup baik, ngga perlu dukungan keluarga lain, sebenarnya oma mau cari apa sih?" "Vin, keluarga konglomerat baiknya menikah dengan sesama konglomerat. Agar ngga ada yang dimanfaatkan, Mikha kurangnya apa sih Vin sampai kamu ngga mau? Kalau jadi kamu, sekalipun oma sedang punya pacar terus tiba-tiba ditawarin cowok yang lebih tampan, lebih kaya, lebih terpandang, o
Sabil melajukan mobilnya dengan sangat kencang, di tengah perjalanan Sabil mencari-cari ponselnya namun tak kunjung menemukannya. Padahal ia akan menghubungi Gavin, untuk bertanya apakah dia punya waktu luang.Sekitar lima belas menit akhirnya Sabil sampai di XIGO, kantor Gavin. Saat menuju basement, Sabil melihat banyak wartawan terlantar di depan perusahaan. Ia tahu, ini pasti karena berita dating Gavin dengan seorang selebriti. Sabil pun tersenyum sinis saat memikirkannya.Setelah selesai memarkir mobil, Sabil segera masuk, namun ia tiba-tiba berhenti saat menyadari penampilannya yang masih memakai kaos dan celana pendek. Hal itu membuatnya ragu harus melanjutkan atau tidak."Bodo amat deh, pakai kaya gini juga masih kelihatan cantik kok gue," ucap Sabil sangat percaya diri.Kini sampailah Sabil di pintu masuk karyawan yang dijaga oleh tim keamanan."Selamat pagi mbak, maaf sebelumnya tapi saat ini yang boleh masuk ke kantor hanya karyawan saja," ucap salah satu pria muda megusir S
Sabil berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya, ia terus terbayang wajah Gavin. Entah mengapa wajah itu terus menganggunya."Orang udah lost contact lebih dari sepuluh tahun pakai ditanya masih ada rasa ngga? Aneh banget Gavin," ujar Sabil berbicara sendiri.Lagi-lagi Sabil terdiam menatap ke atas, ia benar-benar dibuat tidak tenang karena Gavin. Ia bingung harus menerima tawaran Gavin atau tidak, karena baginya pernikahan bukan untuk dipermainkan.Namun di satu sisi, hanya Gavin yang bisa membantunya saat ini. Jika ia tidak menerima tawaran Gavin maka ia tidak tahu harus bagaimana melanjutkan karirnya."Seorang cowok dijodohin sama cewek secantik Mikhaila Permadi ngga mau, ada yang ngga beres sama Gavin."Saat ribut dengan pikirannya sendiri, Sabil dikejutkan dengan dering ponselnya yang sangat nyaring. Masih dengan berbaring, Sabil mengambil ponselnya."Amy? Mau ngajak ribut malam-malam nih orang." Sabil menerima panggilan itu walaupun sangat malas dengan Amy."Halo
Malas untuk berdebat lagi, Gavin memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Ia menarik Sabil untuk keluar dari rumah keluarganya meninggalkan kekacuan yang ia buat.Sesampainya di depan rumah Gavin, Sabil menepis genggaman tangan Gavin dengan kasar. Kini mereka berdiri saling berhadapan.Plakk..Sabil melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Gavin, ia benar-benar tidak terima dengan kelancangan Gavin tadi."Menikah bulan depan kata lo? Bisa-bisanya ngomong kaya gitu? Udah gila ya lo?" bentak Sabil berapi-api, ia tidak peduli jika ada yang mendengar."Bil kita bukan orang asing," ujar Gavin dengan santainya."Ya terus? Kalau bukan orang asing bisa seenaknya ngajak nikah gitu? Vin, lo serius sama yang lo bilang tadi? Lo cuma mau meredam keluarga lo aja kan supaya ngga lanjutin perjodohan?" Sabil berbicara dengan sedikit halus kali ini."Engga, aku serius mau menikah sama kamu." Gavin masih dengan santainya menjawab pertanyaan Sabil."Udah gila nih orang," ucap Sabil menatap sinis pria di d
Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit dan Gavin saat ini sedang sibuk bersiap untuk datang ke rumah keluarganya menghadiri acara yang dikatakan Sarah tadi pagi.Tok...tok...tokMendengar suara ketukan pintu, Gavin berjalan ke arah pintu kamarnya masih sambil mengancingkan kemejanya. Setelah membuka pintu ia melihat Bi Santi disana."Mas Evan sudah datang mas, sama saya sekalian mau pamit," jawab Santi dengan lembut."Oh iya bi, sudah jam delapan Bi Santi boleh pulang. Terima kasih ya bi." Gavin berbicara dengan sangat ramah dan tulus pada Santi.Setelah diizinkan pulang, Santi pun segera berjalan meninggalkan Gavin yang masih terdiam di depan kamarnya. Gavin menghela nafas beberapa kali, lalu tak lama ia menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ruang tamu nya, tempat dimana Evan dan Sabil sudah menunggu.Melihat Gavin yang berjalan menuruni tangga, Evan refleks berdiri dari duduknya dan melihat itu tanpa sadar Sabil mengikutinya."Hai," sapa Gavin setela
"Selamat pagi oma," sapa Gavin saat melihat Sarah sudah siap di meja makan seorang diri."Pagi cucu oma yang paling tampan, tumben pagi-pagi makan kesini. Datang paling awal lagi, biasanya juga paling akhir." Sarah berbicara sambil menyeruput teh nya."Iya oma pengen makan disini aja hari ini." Gavin mengambil tempat di seberang omanya."Oh iya oma baru ingat, kamu kenapa kemarin ngga antar Mikha pulang? Dia sedih banget lho." Sarah menatap tajam pada cucunya itu."Aku ada kerjaan oma," ujar Gavin santai."Kerjaan apa? Oma lihat kemarin kamu jam sembilan sudah dirumah.""Ya kan kerjaannya emang di rumah, ngga melulu di kantor," jawab Gavin terus memberi alasan."Alasan aja kamu ini, kalau gitu nanti malam oma minta kamu luangkan waktu. Oma udah undang keluarga Mikha kesini nanti malam.""Kalau ngga bisa?" tanya Gavin yang benar-benar malas untuk memenuhi permintaan Sarah."Harus bisa, oma ngga mau tahu," sahut Sarah penuh penekanan."Oma, aku makan duluan ya mau berangkat lebih awal,"
Berita pengunduran diri Nadhira sudah beredar di sosial media, para pecinta bulutangkis menganggap Nadhira mengambil keputusan yang tepat. Sejak berita degradasi Sabil, para badminton lovers sudah ramai membicarakan solusi agar keduanya tetap bisa bermain yaitu dengan Nadhira harus keluar dari pelatnas.Setelah mendatangi club masing-masing, Nadhira dan Sabil memutuskan untuk berlatih di PB IGNIS club besar tempat dimana Sabil berasal. Mereka memilih berlatih di PB IGNIS karena fasilitas di club tersebut lebih lengkap dan teman sparing yang lebih berkualitas.Sabil pikir semua akan mudah setelah Nadhira keluar dari pelatnas tapi ternyata kini mereka kesulitan mendapat sponsor, banyak perusahaan menolak memberi sponsor dengan berbagai alasan padahal keduanya masih menjadi ganda putri nomor satu dunia."Nduk ada apa to? Kok sedih lagi?" tanya Winda, ibunya Sabil."Sabil ngga dapat sponsor bu," jawab Sabil dengan pandangan kosong."Sabar aja dulu, nanti pasti ada. Masa atlet hebat kaya k
Sabila Ayu Nathania adalah atlet bulutangkis nasional, ia salah satu atlet dengan prestasi yang cemerlang dalam Tim Nasional Bulutangkis Indonesia. Sabil masuk ke pelatnas pada tahun 2011 saat itu ia berusia tujuh belas tahun. Tidak butuh waktu lama baginya untuk bersinar.Sudah empat belas tahun Sabil menjadi atlet bulutangkis, dan selama empat belas tahun itu karirnya sangat gemilang dengan siapa pun pasangannya. Namun di paruh kedua 2023 secara mengejutkan Sabil dan Nadhira tidak pernah meraih gelar sekalipun sekalipun dan sering tersingkir di babak awal dan hal itu akhirnya mengakibatkan Sabil di degradasi.Sabil pun merasa ia tidak pantas jika sampai di degra hanya karena pertimbangan enam bulan, namun ia sadar tidak ada yang bisa membantunya dan ia harus menerima ini. Kini Sabil datang ke pelatnas lagi untuk mengambil barang-barangnya untuk dibawa pulang karena ia sudah tidak bisa tinggal disini lagi."Eh ada yang mau pindahan nih," ujar seseorang yang berdiri di depan pintu.Sa