"Jadi, Lara mengenal pria brengsek ini?" Gregory menatap Dilara lekat berusaha mencari kebenaran, "Atau jangan-jangan mereka ada hubungan makanya si brengsek mengejekku?" batinnya berkecamuk.Dilara menundukkan kepala sekedar memberi hormat. "Maaf, Papa Roy. Sudah siang dan aku harus pergi bekerja," ujarnya."Aku rasa belum. Apa kau berusaha menghindar?" Si pengejek terlihat tidak suka dengan sikap Dilara.Selama si kembar belajar di sekolah itu, selama itu pula pria itu menyukai Dilara. Berusaha keras mendekati dan merebut hati Dilara. Sayangnya, wanita itu tidak bergeming atas perhatian-perhatian yang diberikan."Tidak sama sekali. Hari ini ada reservasi penting dan seluruh karyawan diharuskan untuk datang satu jam lebih awal. Jadi ... maaf," sanggah Dilara menjelaskan."Apa karena laki-laki ini kau menolak setiap aku lamar?" Papa Roy merasa belum puas dengan jawaban yang Dilara lontarkan.Mendengar ucapan Papa Roy membuat Gregory tersentak kaget. Ternyata ada pria yang berusaha mer
Gregory menatap Shane dengan terkejut. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Tidak lupa dengan jantungnya yang berdegup kencang diiringi rasa takut. Bagaimana kalau Dilara benar-benar menyukai Jhon? Lalu, apa yang harus ia lakukan?"Apa benar yang kau katakan?" tanya Gregory memastikan."Shane rasa begitu. Soalnya setiap kali dekat dengan Uncle Jhon, Mommy selalu terlihat bahagia. Bahkan dulu Shane pernah berharap kalau Uncle Jhon bisa jadi daddy kami," sahut pria mungil itu menjelaskan."Iya, Shine juga," kata Shine menimpali sambil mengangguk.Jika bukan karena Jhon, mungkin mereka tidak akan diizinkan menempati sebuah meja di tengah ramainya pengunjung di setiap harinya. Meja itu seolah sudah Jhon siapkan untuk si kembar agar Dilara merasa aman dan nyaman meski wanita itu sibuk bekerja di dapur."Apa yang membuat kalian berharap pria itu menjadi ayah kalian?" tanya Gregory sambil menggertakkan gigi. Sepolos itukah kedua putranya?Tidak disangka, obrolan pertama dengan kedua putran
"Tidak.""Ya."Si kembar menyahut secara bersamaan dengan nada tegas. Shine menjawab tidak dan Shane iya. Jantung Gregory berdegup kencang. Separuh merasa lega dan separuhnya lagi merasa kecewa. Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang. Menyunggingkan senyuman sambil membelai rambut kedua putranya."Alasannya apa? Kenapa Shine tidak dan Shane iya?" tanyanya penasaran."Kau saja dulu yang jawab," kata Shane pada kembarannya."Untuk apa Shine berharap Uncle Jhon menjadi ayah kami kalau sudah ada Daddy di sini," sahut pria mungil itu tersenyum bahagia menatap ayahnya.Dulu, ia berharap Jhon menjadi ayahnya karena memang ingin sekali memiliki seorang ayah sama seperti teman-teman di sekolah. Setidaknya ia tidak akan diolok-olok karena hanya memiliki ibu. Dan sekarang, ia sudah memiliki ayah kandung. Jadi, tidak butuh Jhon lagi untuk menjadi ayahnya."Terima kasih, Sayang " Gregory mengecup puncak kepala Shine. Lalu, beralih menatap Shane, "Kalau Shane, kenapa?" tanyanya lebih penasara
"Kalau iya, memangnya kenapa?" Jhon menanggapi pertanyaan Gregory dengan santai, "Aku hanya ingin menunjukkan padamu kalau aku jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Jadi, jangan coba-coba menerobos masuk dan menghancurkan usaha kerasku beberapa tahun ini," imbuhnya menggebu.Dulu, Dilara sulit sekali didekati. Wanita itu selalu bersikap dingin dan selalu menghindar ketika Jhon berusaha mendekat. Selalu menolak ketika diajak berbicara berdua dan melibatkan karyawan lain.Setiap tiga bulan sekali, Jhon membuat acara di restoran dan Dilara selalu menolak ikut. Padahal, acara itu dibuat demi mendekatinya. Pokoknya apa pun yang Jhon lakukan tidak pernah membuahkan hasil. Sampai pada akhirnya, Dilara meminta izin pada Jhon agar si kembar diizinkan menunggunya selagi bekerja. Saat itulah, hubungan Jhon dan Dilara mulai berkembang dan menjadi dekat."Kuakui kau memang jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Tapi satu hal yang harus kau tahu, darah lebih kental daripada air. Meski kami belu
"Brengsek! Siapa yang berani memukulku?" Pria berkepala pelontos menyentuh kepalanya sambil menoleh ke belakang.Pengunjung lain mulai memusatkan atensinya pada pria pelontos dan Gregory. Sementara Gregory sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan pria itu. Ia melangkah maju dan bergegas berlutut mengangkat tubuh Shane agar berdiri."Mana yang sakit, Sayang?" tanya Gregory khawatir."Lutut Shane sakit, Daddy," sahutnya dengan wajah yang sudah bersimbah air mataManik mata Gregory bergerak meneliti lutut putranya dan melihat goresan dengan cairan merah. Sontak, kekesalannya meningkat pesat."Oke. Sebentar ya, Sayang," kata Gregory mengulas senyuman."Tapi, Daddy. Shane ... Shane pipis di celana dan takut Mommy akan marah," ujar Shane takut-takut.Belum sempat membalas ucapan putranya, kerah bagian belakang jasnya ditarik. Sontak, ia menoleh ke belakang dan mengangkat pandangan. Terpampang sosok garang pria kepala pelontos itu. Gregory tersenyum menyeringai untuk sesaat dan
Di sudut ruangan, Jhon menggertakkan gigi sambil mengepal tangan. Melihat betapa kompak dan serasinya Gregory dan si kembar membuatnya marah. Ia takut Dilara akan melihat semuanya di mulai dari kejadian Shane dengan pria pelontos. Ya, ia melihat semuanya dan Gregory terlihat sangat keren."Tidak boleh. Lara tidak boleh melihat kejadian ini."Jhon bergegas keluar dari ruangannya hendak menghampiri Dilara. Berharap wanita itu sedang sibuk bekerja di dapur dan tidak melihat kejadian apa pun di luar. Langkahnya terlihat sangat besar dengan raut serius."Hai, Lara," sapa Jhon setelah sampai di dapur. Wajah tampannya menunjukkan senyum terbaik.Saat ini, Dilara sedang mengayun spatula dan membolak-balik fish cake. Mendengar sapaan, ia hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk. Meskipun demikian, bola matanya sempat digerakkan ke atas sambil berpikir. Sikap Jhon benar-benar aneh menurutnya."Ada apa Pak Jhon?" tanya Dilara."Sejak tadi kau di sini 'kan? Ah, maksud aku ... sejak kau melihat ana
"Aku tahu, tapi aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ...." Gregory terlihat kebingungan harus bagaimana menjelaskannya."Kalau kau tahu, lalu untuk apa kau membelikan pakaian untukku? Apa aku ini lelucon bagimu?" tanya Dilara geram.Ia sudah mengatakannya sejak awal kalau mereka berdua hanya sebatas orang tua dari Shine dan Shane. Selain itu, tidak ada status lain dan tidak perlu bersikap di luar batas."Oke, aku minta maaf. Tapi setidaknya dengarkan dulu penjelasanku," sahut Gregory dengan raut memohon."Penjelasan apa? Menurutmu apa yang perlu dijelaskan? Bukankah tujuanmu memang ingin mendekatiku?" tanya Dilara nyalang diakhiri senyuman sinis.Meski belum pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun, tetapi Dilara tahu ciri-ciri pria yang hendak merebut hatinya. Sama seperti Jhon, ia tahu kalau Gregory berusaha merayunya secar perlahan. Jika orang lain, ia hanya perlu bersikap bersikap abai. Menunjukkan perisai bahwa mereka tidak akan bisa menembus pertahanannya. Begitu p
"Shine, Shane. Kalian baik-baik saja 'kan?" tanya Gregory khawatir."Iya, Shine baik-baik saja.""Shane juga Daddy. Hanya sedikit pusing saja.""Syukurlah." Gregory menghembuskan napas lega.Beberapa saat yang lalu terdengar suara debuman cukup keras. Kepala Gregory terbentur setir dan anak-anak pun tubuhnya terdorong ke depan. Beruntung, pria itu berhasil menginjak pedal rem tepat waktu. Jika tidak, mungkin akan terjadi kecelakaan besar. Akan tetapi, suara debuman keras apa itu?"Lara." Gregory terlihat sangat terkejut mengingat Dilara. Menoleh ke belakang dan melihat posisi mobil mereka berdekatan. Baru saja hendak turun, terdengar suara klakson saling bersahutan. Sepertinya kondisi mobilnya yang berhenti benar-benar mengganggunya jalannya lalu lintas."Sial!" umpat Gregory dalam hati. Lalu, ia bergegas melajukan mobilnya dan segera menepi. "Kalian tunggu di sini sebentar, ya, Sayang. Daddy mau lihat kondisi Mommy dulu."Belum sempat mendapat jawaban dari kedua putranya, Gregory la
Dilara seolah menerima perlakuan Gregory, padahal ia berusaha menahan. Awalnya ia ingin mendorong tubuh pria itu menjauh, tetapi takut tekanan yang dibuat akan membuat ayah kedua anaknya kesakitan.Meskipun demikian, lama-kelamaan ia mulai terlena. Tanpa sadar meresapi dan membuka mulutnya secara perlahan memberi akses Gregory untuk menjelajahi setiap rongga mulutnya.Ketika napas keduanya memburu, keringat gairah menyelimuti, Gregory menjauhkan kepalanya. Bola mata berkabutnya menatap netra cantik Dilara yang sama berkabutnya dengannya."Bisakah kita melakukannya?" tanya Gregory dengan suara serak."Hah? Apa?" Dilara tersentak kaget mendengar pertanyaan Gregory. Ia sampai melangkah mundur dengan tidak seimbang."Tidak, tidak ada." Gregory menggeleng sambil tersenyum.Bisa lebih banyak interaksi dan sampai berciuman saja sudah membuat Gregory sangat bahagia. Jadi meski ingin, ia tidak boleh terlalu terburu-buru. Sedikit menahannya tidaklah sulit, sementara selama ini ia bisa menunggu
"Pagi, Sayang," sapa Gregory dengan suara renyah.Semalam setelah mengetahui Satya mengatakan tentang kondisinya pada Dilara, Gregory tidak bisa tenang. Sekedar untuk menutup mata dan tidur saja kesulitan. Pikirannya kacau takut membuat anak-anaknya khawatir. Jadi tepat pukul tiga pagi, ia meminta Satya agar mengantarnya pulang. Kini, di sanalah pria dua anak itu berada. Berdiri di depan pintu ruang meja makan menatap tiga orang tercintanya.Sontak, semua orang yang ada di meja makan menoleh ke asal suara. Manik mata si kembar terlihat berbinar-binar. Mereka beranjak berdiri dan mendorong kursi ke belakang."Daddy!" teriak si kembar bersamaan sambil berlari mendekat.Melihat betapa antusias kedua putranya, muncul guratan khawatir di wajah Dilara. Ia ingat betul luka yang Gregory alami ada di dada kiri. Kemudian, lekas beranjak mengejar Shine dan Shane berusaha melindungi Gregory dengan cara berdiri membentangkan kedua tangan tepat di depan tubuh pria itu."Mommy, Shine mau peluk Daddy
Satu minggu kemudian.Waktu menunjukkan pukul delapan malam dan saat ini si kembar sedang berbaring mengapit ibunya di kamar tamu, tempat Dilara menghabiskan malam selama tinggal di rumah Gregory."Mommy, Shine rindu Daddy," rengek Shine."Shane juga, Mommy," kata Shane menimpali."Iya, Sayang, mommy tahu." Dilara menatap kedua putranya sendu secara bergantian.Ia tahu betul bagaimana perasaan Shine dan Shane. Setiap saat mereka akan mempertanyakan perihal ayahnya. Tidak berhenti menatap ponsel dengan gelisah hanya menunggu ayah mereka menelepon atau melakukan panggilan video. Tidak fokus dalam bermain dan terlihat lesu. Tidak nafsu makan, bahkan lebih sering melamun."Bukankah sudah waktunya Daddy pulang? Tapi kenapa sudah semalam ini belum juga sampai?" Shine mengangkat kepala menatap sang ibu.Sejak pertama kali Gregory pergi, pria mungil itu sibuk menghitung hari. Rasanya tidak sabar ingin berkumpul bersama sang ayah dan bermanja-manja."Iya, benar. Seharusnya Daddy pulang sejak p
"Menjauh, menjauh dariku!" Dilara menggerak-gerakkan kepalanya tidak sudi."Diam atau kau akan menyesal, Lara!" ancam Gregory.Sontak, Dilara langsung terdiam. Sementara itu, Gregory merapikan rambutnya yang berantakan. Pada kesempatan ini, Dilara menyentuh dada bidang Gregory dan mendorongnya. Tidak bisa dibayangkan kalau sampai pria itu berbuat nekat. Bahkan ia sendiri tidak berani membayangkannya."Aku memang bilang begitu, tapi kau tidak mau menurut. Jadi, jangan salahkan aku." Gregory mendekatkan wajahnya setelah tersenyum menyeringai. Ia tidak bisa menahan lagi untuk tidak mengecup bibir merah Dilara."Oke-oke, aku mengaku salah. Sekarang berbaringlah dan aku akan menemanimu tidur dengan tenang," ujar Dilara menyerah.Selain mengalah, tidak ada yang bisa Dilara lakukan. Posisinya tidak ada yang menguntungkan dan justru ia akan menyesal jika salah bertindak."Tidak. Aku tidak bisa mempercayaimu begitu saja," tolak Gregory tanpa bergerak sedikit pun."Astaga, Om Greg. Berbaringlah
"Lepas, turunkan aku! Turunkan aku, Om Greg!" teriak Dilara histeris. Tangannya bergerak memukuli Gregory dan kakinya diayun kuat-kuat.Tanpa menghiraukan pergerakan Dilara, Gregory masuk ke dalam kamar mandi. Meletakkan wanita itu di wastafel dan tersenyum lembut."Sebentar ya, mommy-nya anak-anak. Daddy-nya anak-anak akan menyiapkan air hangat agar kau bisa berendam dengan nyaman."Dengan napas yang memburu, Dilara merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Mengingat pikiran kotornya membuat pipinya memerah. Padahal Gregory tidak melakukan apa pun selain membawanya ke kamar mandi."Tidak perlu. Aku tidak ingin berendam. Lebih baik kau keluar sekarang," sanggah Dilara ketus."Ya sudah, terserah kau saja. Kalau begitu, aku keluar dulu," pamit Gregory.Pria itu langsung keluar dengan jantung yang berdegup kencang. Ingin sekali melakukan hal liar dengan Dilara di kamar mandi, tetapi belum berani. Jadi, ia hanya bisa membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil membayangkan ma
"Apa yang kau lakukan, Om Greg?! bentak Dilara panik. Ia bergegas duduk dan menjauh sedangkan Gregory tetap berbaring.Raut wajahnya menunjukkan rasa takut yang teramat. Bagaimana tidak? Pria itu memintanya untuk menemani tidur. Pria dan wanita dewasa di dalam kamar di malam hari, kalau bukan untuk melakukan hal itu lalu apa lagi?"Astaga, Lara! Sikapmu ini seolah aku memintamu untuk melayaniku," ujar Gregory menggeleng tidak habis pikir."Lalu, apa lagi? Bukankah itu yang ada di isi kepalamu?" tanya Dilara nyalang."Astaga." Gregory mendesah keras sambil mencengkeram rambutnya frustasi.Kalau boleh, memang ia ingin melakukannya. Namun, tidak sekarang melainkan nanti setelah Dilara benar-benar mau menerima dan menikah dengannya."Kemarilah!" Gregory menepuk-nepuk kasur sebelahnya."Tidak!" tolak Dilara tegas. Duduk bersandar kepala ranjang sambil memeluk lututnya."Mau ke mari atau aku paksa?" ancam Gregory.Dilara menggeleng cepat. Napasnya bergerak cepat dengan tubuh bergetar yang s
Tidak ingin membiarkan Gregory berbuat lebih dan mempermalukannya, Dilara menyentuh dada bidang pria itu dan mendorongnya menjauh. Menatap si kembar bergantian sebelum memusatkan atensinya pada pria tidak tahu malu itu. Dengan napas yang tersengal dan dada yang bergerak naik turun, bola matanya memerah juga membola. "Apa yang Om Greg lakukan?" tanya Dilara berbisik sambil menggertakkan gigi menahan amarah."Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya melakukan sesuatu yang memang ingin aku lakukan," sahut Gregory malas.Ia berkata tidak melakukan apa-apa, tetapi mengatakan sesuatu yang memang ingin sekali dilakukan."Lakukan apa pun sesuka hatimu dan jangan lakukan itu padaku," ujar Dilara geram. Wanita itu mengusap bibirnya kasar berusaha menghapus jejak bibir lembab ayah kedua anaknya. Ia benar-benar tidak menyangka Gregory akan berbuat tidak tahu malu seperti itu padanya."Tidak bisa. Aku tipe pria setia dan tidak bisa menyentuh wanita lain yang tidak aku cintai," tolak Gregory tegas."Cu
["Jangan gila, Om Greg!""Ya sudah, aku bangunkan anak-anak dan langsung menjemputmu."["Tidak, jangan."Tidak mungkin ia membiarkan Gregory membangunkan Shine dan Shane yang sedang tidur. Apalagi sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Akan tetapi, ia juga tidak bisa membiarkan dirinya menginap di rumah pria itu. Kalau tidak menginap, anak-anak akan marah karena tidak ada ibunya di sana setelah bangun nanti."Jadi, aku harus bagaimana sekarang?" tanya Gregory berpura-pura bingung.["Oke. Kau suruh supir saja untuk menjemputku.""Lalu? Kau akan menginap di sini atau mau diantar pulang?" Gregory berusaha menekan kuat-kuat kebahagiaannya dengan bersikap datar. Pasalnya ia sudah tahu pilihan apa yang akan Dilara ambil. Jika bukan memilih menginap, lalu apa lagi?["Aku akan menginap, tapi kau tidak boleh macam-macam.""Tidak akan. Ya sudah, akan kukirim supir untukmu."Sepersekian detik, Dilara mengakhiri panggilan. Saat ini, Gregory berusaha menekan rasa bahagianya. Melip
["Hari ini aku tidak bisa pulang tepat waktu karena rekan kerja lawan shift-ku tidak masuk. Jadi, bisakah kau mengurus anak-anak untuk malam ini saja?""Tidak masalah. Bukankah sebelumnya aku sudah bilang kalau--."["Aku tahu. Untuk masalah ini, kita bicarakan nanti malam saja setelah pekerjaanku selesai."Awalnya, Dilara memang ingin membicarakan tentang hal itu. Namun, kejadian yang tak disangka-sangka justru terjadi dan ia terpaksa harus meminta tolong pada Gregory sebelum membahasnya."Baiklah. Jadi, apa aku perlu membawa anak-anak pulang sekarang atau nanti?"Gregory pikir, apa bedanya sekarang dan nanti pukul lima. Lagi pula, si kembar akan tetap ikut bersamanya pulang ke rumah selama beberapa jam.["Terserah kau saja, tapi menurutku sekarang lebih baik karena anak-anak terlihat sangat kelelahan.""Oke. Kalau begitu, aku dan anak-anak pulang dulu. Kau kabari saja satu jam sebelum pulang agar aku tidak terlambat menjemput."["Ya. Titip salam buat anak-anak. Aku tidak bisa ke depa