Di sudut ruangan, Jhon menggertakkan gigi sambil mengepal tangan. Melihat betapa kompak dan serasinya Gregory dan si kembar membuatnya marah. Ia takut Dilara akan melihat semuanya di mulai dari kejadian Shane dengan pria pelontos. Ya, ia melihat semuanya dan Gregory terlihat sangat keren."Tidak boleh. Lara tidak boleh melihat kejadian ini."Jhon bergegas keluar dari ruangannya hendak menghampiri Dilara. Berharap wanita itu sedang sibuk bekerja di dapur dan tidak melihat kejadian apa pun di luar. Langkahnya terlihat sangat besar dengan raut serius."Hai, Lara," sapa Jhon setelah sampai di dapur. Wajah tampannya menunjukkan senyum terbaik.Saat ini, Dilara sedang mengayun spatula dan membolak-balik fish cake. Mendengar sapaan, ia hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk. Meskipun demikian, bola matanya sempat digerakkan ke atas sambil berpikir. Sikap Jhon benar-benar aneh menurutnya."Ada apa Pak Jhon?" tanya Dilara."Sejak tadi kau di sini 'kan? Ah, maksud aku ... sejak kau melihat ana
"Aku tahu, tapi aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ...." Gregory terlihat kebingungan harus bagaimana menjelaskannya."Kalau kau tahu, lalu untuk apa kau membelikan pakaian untukku? Apa aku ini lelucon bagimu?" tanya Dilara geram.Ia sudah mengatakannya sejak awal kalau mereka berdua hanya sebatas orang tua dari Shine dan Shane. Selain itu, tidak ada status lain dan tidak perlu bersikap di luar batas."Oke, aku minta maaf. Tapi setidaknya dengarkan dulu penjelasanku," sahut Gregory dengan raut memohon."Penjelasan apa? Menurutmu apa yang perlu dijelaskan? Bukankah tujuanmu memang ingin mendekatiku?" tanya Dilara nyalang diakhiri senyuman sinis.Meski belum pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun, tetapi Dilara tahu ciri-ciri pria yang hendak merebut hatinya. Sama seperti Jhon, ia tahu kalau Gregory berusaha merayunya secar perlahan. Jika orang lain, ia hanya perlu bersikap bersikap abai. Menunjukkan perisai bahwa mereka tidak akan bisa menembus pertahanannya. Begitu p
"Shine, Shane. Kalian baik-baik saja 'kan?" tanya Gregory khawatir."Iya, Shine baik-baik saja.""Shane juga Daddy. Hanya sedikit pusing saja.""Syukurlah." Gregory menghembuskan napas lega.Beberapa saat yang lalu terdengar suara debuman cukup keras. Kepala Gregory terbentur setir dan anak-anak pun tubuhnya terdorong ke depan. Beruntung, pria itu berhasil menginjak pedal rem tepat waktu. Jika tidak, mungkin akan terjadi kecelakaan besar. Akan tetapi, suara debuman keras apa itu?"Lara." Gregory terlihat sangat terkejut mengingat Dilara. Menoleh ke belakang dan melihat posisi mobil mereka berdekatan. Baru saja hendak turun, terdengar suara klakson saling bersahutan. Sepertinya kondisi mobilnya yang berhenti benar-benar mengganggunya jalannya lalu lintas."Sial!" umpat Gregory dalam hati. Lalu, ia bergegas melajukan mobilnya dan segera menepi. "Kalian tunggu di sini sebentar, ya, Sayang. Daddy mau lihat kondisi Mommy dulu."Belum sempat mendapat jawaban dari kedua putranya, Gregory la
"Apa maksudmu berkata seperti itu? Apa kau berusaha merebut anak-anak dariku secara perlahan?" tanya Dilara nyalang.Wanita itu menggertakkan giginya dengan suara rendah. Jika posisinya saat ini sedang berdua saja dengan Gregory. Mungkin tangannya sudah dilayangkan dan menampar wajah tampan pria itu. Jadi, kalo ini Gregory benar-benar beruntung.Gregory bergegas menepikan mobilnya. Ia takut wanita itu salah paham. "Jangan salah paham dulu, Lara. Aku hanya--.""Aku hanya apa? Sudah kubilang kalau aku tidak akan pernah mempercayai kata-katamu," potong Dilara menggebu."Aku tahu itu, bahkan kau sudah sering sekali mengatakannya. Aku hanya akan menjaga anak-anak selagi kau bekerja dan tidak lebih dari itu," jelas Gregory tidak kalah mwnggebu.Yah. Ia sudah merasa lebih dari cukup hanya dengan diakui sebagai ayah anak-anak. Sudah bisa menghabiskan waktu bersama saja membuatnya merasa sangat bahagia. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya untuk merebut si kembar dari tangan Dilara.
Mendengar pertanyaan yang Gregory lontarkan membuat Dilara mengangkat kepala dengan terkejut. Ia pikir, pertanyaan macam apa itu?"Jangan berpikir sesuatu yang tidak-tidak," ujar Dilara mengingatkan.Wanita itu tahu dengan jelas apa isi kepala Gregory. Sampai sekarang belum menikah itu karena pilihannya. Jika ia menikah, otomatis fokusnya akan terbagi. Di mulai dari anak-anaknya, pekerjaan, dan suaminya. Yang paling penting, ia tidak ingin menjadi lalai. Lalai terhadap anak dan suaminya nanti."Memangnya kau pikir apa yang sedang aku pikirkan?" tanya Gregory sinis."Apa pun itu, aku tidak peduli. Satu hal yang harus kau tahu kalau aku tidak butuh pria lain dalam hidupku kecuali Shine dan Shane," sanggah Dilara menggebu.Ibu dua anak itu tidak memiliki pengalaman apa pun terhadap pria. Tidak pernah dihianati atau sebagainya. Hanya pernah mengejar dua pria dengan membabi buta yang membuatnya terluka dalam."Mungkin kau tidak butuh, tapi anak-anak. Bukankah mereka butuh sosok ayah?" Greg
"Maaf, aku tahu ini salahku." Akhirnya tangan Gregory terulur dan meremas jemari Dilara pelan.Sumpah demi apa pun, pria dua anak itu sungguh-sungguh menyesal. Rasanya sangat menyakitkan mendapat kebencian yang begitu dalam dari Dilara."Lepas, lepaskan tanganku, Om Greg," geram Dilara berusaha melepaskan diri."Beri aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya, Lara." Alih-alih melepaskan tangan Dilara, Gregory justru semakin erat menggenggamnya."Lepas atau aku teriak," ancam Dilara.Meski enggan, tetapi mendapat ancaman seperti itu membuat Gregory melepaskannya. Tidak mungkin ia membiarkan Dilara berteriak di tempat umum. Terlebih di sana ada kedua anaknya."Aku sudah melepaskan tanganmu. Jadi, tenanglah dan jangan membuat orang lain salah paham. Kalau sampai anak-anak melihat bagaimana?" ucap Gregory sambil mengangkat kedua tangan.Sontak, Dilara menoleh ke arah dua putranya berada. Memikirkan kedua putranya sudah melalui banyak hal berat membuatnya menyesal. Kenapa harus dirinya da
"Kalau begitu, tidak perlu kau tanyakan," kata Dilara ketus."Tapi aku ingin menanyakannya padamu," balas Gregory bersikeras."Ya sudah, tanyakan saja. Jangan melarangku untuk tidak marah karena itu hakku," ujar Dilara sedikit meninggikan suaranya.Ya, benar. Entah marah atau tidak, itu sudah menjadi hak Dilara. Hal itu tergantung dengan apa yang akan Gregory tanyakan. Kalau pertanyaannya tidak menyinggung perasaan, maka permintaan Gregory untuk Dilara tidak marah akan dikabulkan."Jadi begini, aku ingin memberi kebahagiaan lengkap untuk anak-anak." Gregory berusaha setenang mungkin."Lalu?" Dilara meminta Gregory untuk melanjutkan ucapannya. Entah mengapa, ia merasa curiga dengan apa yang akan Gregory katakan."Kalau hanya status ayah dan ibu, tetapi tidak tinggal bersama membuat mereka bertanya-tanya dan berpikir yang tidak-tidak. Jadi--." Gregory cukup tersentak karena tiba-tiba Dilara memotong ucapannya."Jadi maksudmu, kau ingin aku menerimamu dan menikah denganmu?" tanya Dilara
"Anak-anak sedang apa, sih?" gumam Dilara menatap heran kedua putranya.Wanita itu melihat si kembar duduk saling berseberangan dengan tubuh lesu. Lalu, ia bergegas mendekat dan memastikan."Ya ampun, Shine, Shane." Dilara terkejut dengan mulut dan mata yang terbuka lebar.Untuk pertama kalinya bagi wanita itu melihat kedua anaknya tertidur di sana. Merebahkan kepala di meja dengan manik mata yang terpejam."Bagaimana bisa? Sebelumnya mereka tidak pernah tertidur di sini?" tanya Dilara pada dirinya sendiri.Ibu dua anak itu berkacak pinggang. Menggerakkan bola matanya bingung tidak tahu harus berbuat apa. Sesaat kemudian, ia memutuskan untuk membangunkan Shine dan Shane."Shane, Shine, bangun, Nak." Dilara berusaha membangunkan dengan mengusap kepala putranya bergantian."Sayang-sayangnya mommy, bangun, Nak."Si kembar terlihat membuka mata secara perlahan. Menggeliat sambil menguap seolah mereka benar-benar tertidur. Padahal mereka sedang melakukan rencana yang telah ayahnya buat."A