"Maaf, aku tahu ini salahku." Akhirnya tangan Gregory terulur dan meremas jemari Dilara pelan.Sumpah demi apa pun, pria dua anak itu sungguh-sungguh menyesal. Rasanya sangat menyakitkan mendapat kebencian yang begitu dalam dari Dilara."Lepas, lepaskan tanganku, Om Greg," geram Dilara berusaha melepaskan diri."Beri aku kesempatan untuk memperbaiki segalanya, Lara." Alih-alih melepaskan tangan Dilara, Gregory justru semakin erat menggenggamnya."Lepas atau aku teriak," ancam Dilara.Meski enggan, tetapi mendapat ancaman seperti itu membuat Gregory melepaskannya. Tidak mungkin ia membiarkan Dilara berteriak di tempat umum. Terlebih di sana ada kedua anaknya."Aku sudah melepaskan tanganmu. Jadi, tenanglah dan jangan membuat orang lain salah paham. Kalau sampai anak-anak melihat bagaimana?" ucap Gregory sambil mengangkat kedua tangan.Sontak, Dilara menoleh ke arah dua putranya berada. Memikirkan kedua putranya sudah melalui banyak hal berat membuatnya menyesal. Kenapa harus dirinya da
"Kalau begitu, tidak perlu kau tanyakan," kata Dilara ketus."Tapi aku ingin menanyakannya padamu," balas Gregory bersikeras."Ya sudah, tanyakan saja. Jangan melarangku untuk tidak marah karena itu hakku," ujar Dilara sedikit meninggikan suaranya.Ya, benar. Entah marah atau tidak, itu sudah menjadi hak Dilara. Hal itu tergantung dengan apa yang akan Gregory tanyakan. Kalau pertanyaannya tidak menyinggung perasaan, maka permintaan Gregory untuk Dilara tidak marah akan dikabulkan."Jadi begini, aku ingin memberi kebahagiaan lengkap untuk anak-anak." Gregory berusaha setenang mungkin."Lalu?" Dilara meminta Gregory untuk melanjutkan ucapannya. Entah mengapa, ia merasa curiga dengan apa yang akan Gregory katakan."Kalau hanya status ayah dan ibu, tetapi tidak tinggal bersama membuat mereka bertanya-tanya dan berpikir yang tidak-tidak. Jadi--." Gregory cukup tersentak karena tiba-tiba Dilara memotong ucapannya."Jadi maksudmu, kau ingin aku menerimamu dan menikah denganmu?" tanya Dilara
"Anak-anak sedang apa, sih?" gumam Dilara menatap heran kedua putranya.Wanita itu melihat si kembar duduk saling berseberangan dengan tubuh lesu. Lalu, ia bergegas mendekat dan memastikan."Ya ampun, Shine, Shane." Dilara terkejut dengan mulut dan mata yang terbuka lebar.Untuk pertama kalinya bagi wanita itu melihat kedua anaknya tertidur di sana. Merebahkan kepala di meja dengan manik mata yang terpejam."Bagaimana bisa? Sebelumnya mereka tidak pernah tertidur di sini?" tanya Dilara pada dirinya sendiri.Ibu dua anak itu berkacak pinggang. Menggerakkan bola matanya bingung tidak tahu harus berbuat apa. Sesaat kemudian, ia memutuskan untuk membangunkan Shine dan Shane."Shane, Shine, bangun, Nak." Dilara berusaha membangunkan dengan mengusap kepala putranya bergantian."Sayang-sayangnya mommy, bangun, Nak."Si kembar terlihat membuka mata secara perlahan. Menggeliat sambil menguap seolah mereka benar-benar tertidur. Padahal mereka sedang melakukan rencana yang telah ayahnya buat."A
["Hari ini aku tidak bisa pulang tepat waktu karena rekan kerja lawan shift-ku tidak masuk. Jadi, bisakah kau mengurus anak-anak untuk malam ini saja?""Tidak masalah. Bukankah sebelumnya aku sudah bilang kalau--."["Aku tahu. Untuk masalah ini, kita bicarakan nanti malam saja setelah pekerjaanku selesai."Awalnya, Dilara memang ingin membicarakan tentang hal itu. Namun, kejadian yang tak disangka-sangka justru terjadi dan ia terpaksa harus meminta tolong pada Gregory sebelum membahasnya."Baiklah. Jadi, apa aku perlu membawa anak-anak pulang sekarang atau nanti?"Gregory pikir, apa bedanya sekarang dan nanti pukul lima. Lagi pula, si kembar akan tetap ikut bersamanya pulang ke rumah selama beberapa jam.["Terserah kau saja, tapi menurutku sekarang lebih baik karena anak-anak terlihat sangat kelelahan.""Oke. Kalau begitu, aku dan anak-anak pulang dulu. Kau kabari saja satu jam sebelum pulang agar aku tidak terlambat menjemput."["Ya. Titip salam buat anak-anak. Aku tidak bisa ke depa
["Jangan gila, Om Greg!""Ya sudah, aku bangunkan anak-anak dan langsung menjemputmu."["Tidak, jangan."Tidak mungkin ia membiarkan Gregory membangunkan Shine dan Shane yang sedang tidur. Apalagi sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Akan tetapi, ia juga tidak bisa membiarkan dirinya menginap di rumah pria itu. Kalau tidak menginap, anak-anak akan marah karena tidak ada ibunya di sana setelah bangun nanti."Jadi, aku harus bagaimana sekarang?" tanya Gregory berpura-pura bingung.["Oke. Kau suruh supir saja untuk menjemputku.""Lalu? Kau akan menginap di sini atau mau diantar pulang?" Gregory berusaha menekan kuat-kuat kebahagiaannya dengan bersikap datar. Pasalnya ia sudah tahu pilihan apa yang akan Dilara ambil. Jika bukan memilih menginap, lalu apa lagi?["Aku akan menginap, tapi kau tidak boleh macam-macam.""Tidak akan. Ya sudah, akan kukirim supir untukmu."Sepersekian detik, Dilara mengakhiri panggilan. Saat ini, Gregory berusaha menekan rasa bahagianya. Melip
Tidak ingin membiarkan Gregory berbuat lebih dan mempermalukannya, Dilara menyentuh dada bidang pria itu dan mendorongnya menjauh. Menatap si kembar bergantian sebelum memusatkan atensinya pada pria tidak tahu malu itu. Dengan napas yang tersengal dan dada yang bergerak naik turun, bola matanya memerah juga membola. "Apa yang Om Greg lakukan?" tanya Dilara berbisik sambil menggertakkan gigi menahan amarah."Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya melakukan sesuatu yang memang ingin aku lakukan," sahut Gregory malas.Ia berkata tidak melakukan apa-apa, tetapi mengatakan sesuatu yang memang ingin sekali dilakukan."Lakukan apa pun sesuka hatimu dan jangan lakukan itu padaku," ujar Dilara geram. Wanita itu mengusap bibirnya kasar berusaha menghapus jejak bibir lembab ayah kedua anaknya. Ia benar-benar tidak menyangka Gregory akan berbuat tidak tahu malu seperti itu padanya."Tidak bisa. Aku tipe pria setia dan tidak bisa menyentuh wanita lain yang tidak aku cintai," tolak Gregory tegas."Cu
"Apa yang kau lakukan, Om Greg?! bentak Dilara panik. Ia bergegas duduk dan menjauh sedangkan Gregory tetap berbaring.Raut wajahnya menunjukkan rasa takut yang teramat. Bagaimana tidak? Pria itu memintanya untuk menemani tidur. Pria dan wanita dewasa di dalam kamar di malam hari, kalau bukan untuk melakukan hal itu lalu apa lagi?"Astaga, Lara! Sikapmu ini seolah aku memintamu untuk melayaniku," ujar Gregory menggeleng tidak habis pikir."Lalu, apa lagi? Bukankah itu yang ada di isi kepalamu?" tanya Dilara nyalang."Astaga." Gregory mendesah keras sambil mencengkeram rambutnya frustasi.Kalau boleh, memang ia ingin melakukannya. Namun, tidak sekarang melainkan nanti setelah Dilara benar-benar mau menerima dan menikah dengannya."Kemarilah!" Gregory menepuk-nepuk kasur sebelahnya."Tidak!" tolak Dilara tegas. Duduk bersandar kepala ranjang sambil memeluk lututnya."Mau ke mari atau aku paksa?" ancam Gregory.Dilara menggeleng cepat. Napasnya bergerak cepat dengan tubuh bergetar yang s
"Lepas, turunkan aku! Turunkan aku, Om Greg!" teriak Dilara histeris. Tangannya bergerak memukuli Gregory dan kakinya diayun kuat-kuat.Tanpa menghiraukan pergerakan Dilara, Gregory masuk ke dalam kamar mandi. Meletakkan wanita itu di wastafel dan tersenyum lembut."Sebentar ya, mommy-nya anak-anak. Daddy-nya anak-anak akan menyiapkan air hangat agar kau bisa berendam dengan nyaman."Dengan napas yang memburu, Dilara merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Mengingat pikiran kotornya membuat pipinya memerah. Padahal Gregory tidak melakukan apa pun selain membawanya ke kamar mandi."Tidak perlu. Aku tidak ingin berendam. Lebih baik kau keluar sekarang," sanggah Dilara ketus."Ya sudah, terserah kau saja. Kalau begitu, aku keluar dulu," pamit Gregory.Pria itu langsung keluar dengan jantung yang berdegup kencang. Ingin sekali melakukan hal liar dengan Dilara di kamar mandi, tetapi belum berani. Jadi, ia hanya bisa membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil membayangkan ma