Gregory menatap Shane dengan terkejut. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Tidak lupa dengan jantungnya yang berdegup kencang diiringi rasa takut. Bagaimana kalau Dilara benar-benar menyukai Jhon? Lalu, apa yang harus ia lakukan?"Apa benar yang kau katakan?" tanya Gregory memastikan."Shane rasa begitu. Soalnya setiap kali dekat dengan Uncle Jhon, Mommy selalu terlihat bahagia. Bahkan dulu Shane pernah berharap kalau Uncle Jhon bisa jadi daddy kami," sahut pria mungil itu menjelaskan."Iya, Shine juga," kata Shine menimpali sambil mengangguk.Jika bukan karena Jhon, mungkin mereka tidak akan diizinkan menempati sebuah meja di tengah ramainya pengunjung di setiap harinya. Meja itu seolah sudah Jhon siapkan untuk si kembar agar Dilara merasa aman dan nyaman meski wanita itu sibuk bekerja di dapur."Apa yang membuat kalian berharap pria itu menjadi ayah kalian?" tanya Gregory sambil menggertakkan gigi. Sepolos itukah kedua putranya?Tidak disangka, obrolan pertama dengan kedua putran
"Tidak.""Ya."Si kembar menyahut secara bersamaan dengan nada tegas. Shine menjawab tidak dan Shane iya. Jantung Gregory berdegup kencang. Separuh merasa lega dan separuhnya lagi merasa kecewa. Meskipun demikian, ia tetap berusaha tenang. Menyunggingkan senyuman sambil membelai rambut kedua putranya."Alasannya apa? Kenapa Shine tidak dan Shane iya?" tanyanya penasaran."Kau saja dulu yang jawab," kata Shane pada kembarannya."Untuk apa Shine berharap Uncle Jhon menjadi ayah kami kalau sudah ada Daddy di sini," sahut pria mungil itu tersenyum bahagia menatap ayahnya.Dulu, ia berharap Jhon menjadi ayahnya karena memang ingin sekali memiliki seorang ayah sama seperti teman-teman di sekolah. Setidaknya ia tidak akan diolok-olok karena hanya memiliki ibu. Dan sekarang, ia sudah memiliki ayah kandung. Jadi, tidak butuh Jhon lagi untuk menjadi ayahnya."Terima kasih, Sayang " Gregory mengecup puncak kepala Shine. Lalu, beralih menatap Shane, "Kalau Shane, kenapa?" tanyanya lebih penasara
"Kalau iya, memangnya kenapa?" Jhon menanggapi pertanyaan Gregory dengan santai, "Aku hanya ingin menunjukkan padamu kalau aku jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Jadi, jangan coba-coba menerobos masuk dan menghancurkan usaha kerasku beberapa tahun ini," imbuhnya menggebu.Dulu, Dilara sulit sekali didekati. Wanita itu selalu bersikap dingin dan selalu menghindar ketika Jhon berusaha mendekat. Selalu menolak ketika diajak berbicara berdua dan melibatkan karyawan lain.Setiap tiga bulan sekali, Jhon membuat acara di restoran dan Dilara selalu menolak ikut. Padahal, acara itu dibuat demi mendekatinya. Pokoknya apa pun yang Jhon lakukan tidak pernah membuahkan hasil. Sampai pada akhirnya, Dilara meminta izin pada Jhon agar si kembar diizinkan menunggunya selagi bekerja. Saat itulah, hubungan Jhon dan Dilara mulai berkembang dan menjadi dekat."Kuakui kau memang jauh lebih mengenal Lara dan anak-anak. Tapi satu hal yang harus kau tahu, darah lebih kental daripada air. Meski kami belu
"Brengsek! Siapa yang berani memukulku?" Pria berkepala pelontos menyentuh kepalanya sambil menoleh ke belakang.Pengunjung lain mulai memusatkan atensinya pada pria pelontos dan Gregory. Sementara Gregory sendiri, ia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan pria itu. Ia melangkah maju dan bergegas berlutut mengangkat tubuh Shane agar berdiri."Mana yang sakit, Sayang?" tanya Gregory khawatir."Lutut Shane sakit, Daddy," sahutnya dengan wajah yang sudah bersimbah air mataManik mata Gregory bergerak meneliti lutut putranya dan melihat goresan dengan cairan merah. Sontak, kekesalannya meningkat pesat."Oke. Sebentar ya, Sayang," kata Gregory mengulas senyuman."Tapi, Daddy. Shane ... Shane pipis di celana dan takut Mommy akan marah," ujar Shane takut-takut.Belum sempat membalas ucapan putranya, kerah bagian belakang jasnya ditarik. Sontak, ia menoleh ke belakang dan mengangkat pandangan. Terpampang sosok garang pria kepala pelontos itu. Gregory tersenyum menyeringai untuk sesaat dan
Di sudut ruangan, Jhon menggertakkan gigi sambil mengepal tangan. Melihat betapa kompak dan serasinya Gregory dan si kembar membuatnya marah. Ia takut Dilara akan melihat semuanya di mulai dari kejadian Shane dengan pria pelontos. Ya, ia melihat semuanya dan Gregory terlihat sangat keren."Tidak boleh. Lara tidak boleh melihat kejadian ini."Jhon bergegas keluar dari ruangannya hendak menghampiri Dilara. Berharap wanita itu sedang sibuk bekerja di dapur dan tidak melihat kejadian apa pun di luar. Langkahnya terlihat sangat besar dengan raut serius."Hai, Lara," sapa Jhon setelah sampai di dapur. Wajah tampannya menunjukkan senyum terbaik.Saat ini, Dilara sedang mengayun spatula dan membolak-balik fish cake. Mendengar sapaan, ia hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk. Meskipun demikian, bola matanya sempat digerakkan ke atas sambil berpikir. Sikap Jhon benar-benar aneh menurutnya."Ada apa Pak Jhon?" tanya Dilara."Sejak tadi kau di sini 'kan? Ah, maksud aku ... sejak kau melihat ana
"Aku tahu, tapi aku tidak ada maksud apa-apa. Aku hanya ...." Gregory terlihat kebingungan harus bagaimana menjelaskannya."Kalau kau tahu, lalu untuk apa kau membelikan pakaian untukku? Apa aku ini lelucon bagimu?" tanya Dilara geram.Ia sudah mengatakannya sejak awal kalau mereka berdua hanya sebatas orang tua dari Shine dan Shane. Selain itu, tidak ada status lain dan tidak perlu bersikap di luar batas."Oke, aku minta maaf. Tapi setidaknya dengarkan dulu penjelasanku," sahut Gregory dengan raut memohon."Penjelasan apa? Menurutmu apa yang perlu dijelaskan? Bukankah tujuanmu memang ingin mendekatiku?" tanya Dilara nyalang diakhiri senyuman sinis.Meski belum pernah menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun, tetapi Dilara tahu ciri-ciri pria yang hendak merebut hatinya. Sama seperti Jhon, ia tahu kalau Gregory berusaha merayunya secar perlahan. Jika orang lain, ia hanya perlu bersikap bersikap abai. Menunjukkan perisai bahwa mereka tidak akan bisa menembus pertahanannya. Begitu p
"Shine, Shane. Kalian baik-baik saja 'kan?" tanya Gregory khawatir."Iya, Shine baik-baik saja.""Shane juga Daddy. Hanya sedikit pusing saja.""Syukurlah." Gregory menghembuskan napas lega.Beberapa saat yang lalu terdengar suara debuman cukup keras. Kepala Gregory terbentur setir dan anak-anak pun tubuhnya terdorong ke depan. Beruntung, pria itu berhasil menginjak pedal rem tepat waktu. Jika tidak, mungkin akan terjadi kecelakaan besar. Akan tetapi, suara debuman keras apa itu?"Lara." Gregory terlihat sangat terkejut mengingat Dilara. Menoleh ke belakang dan melihat posisi mobil mereka berdekatan. Baru saja hendak turun, terdengar suara klakson saling bersahutan. Sepertinya kondisi mobilnya yang berhenti benar-benar mengganggunya jalannya lalu lintas."Sial!" umpat Gregory dalam hati. Lalu, ia bergegas melajukan mobilnya dan segera menepi. "Kalian tunggu di sini sebentar, ya, Sayang. Daddy mau lihat kondisi Mommy dulu."Belum sempat mendapat jawaban dari kedua putranya, Gregory la
"Apa maksudmu berkata seperti itu? Apa kau berusaha merebut anak-anak dariku secara perlahan?" tanya Dilara nyalang.Wanita itu menggertakkan giginya dengan suara rendah. Jika posisinya saat ini sedang berdua saja dengan Gregory. Mungkin tangannya sudah dilayangkan dan menampar wajah tampan pria itu. Jadi, kalo ini Gregory benar-benar beruntung.Gregory bergegas menepikan mobilnya. Ia takut wanita itu salah paham. "Jangan salah paham dulu, Lara. Aku hanya--.""Aku hanya apa? Sudah kubilang kalau aku tidak akan pernah mempercayai kata-katamu," potong Dilara menggebu."Aku tahu itu, bahkan kau sudah sering sekali mengatakannya. Aku hanya akan menjaga anak-anak selagi kau bekerja dan tidak lebih dari itu," jelas Gregory tidak kalah mwnggebu.Yah. Ia sudah merasa lebih dari cukup hanya dengan diakui sebagai ayah anak-anak. Sudah bisa menghabiskan waktu bersama saja membuatnya merasa sangat bahagia. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya untuk merebut si kembar dari tangan Dilara.