Sean kembali mengendarai mobilnya membelah jalan, Bella masih terdiam duduk di sisinya. Selang beberapa menit kemudian Bella membuka suara."Tuan, saya tadi sudah mencatat hal-hal penting mengenai pengembangan Wiratama Otomotif, saya rasa kita dapat mempercepat evaluasinya setelah membicarakan lebih lanjut dengan tim," ucap Bella."Sampaikan pada Ronald, biar dia yang menyiapkannya," balas Sean, "lalu jangan lupa adakan rapat dengan pihak pengembangan dari Singapura dalam waktu dekat.""Baik, Tuan."Sean melihat sinyal fuel tangki bensinnya memerah, namun saat hendak melanjutkan ternyata jalanan sedang ditutup karena ada insiden kecelakaan, dengan terpaksa Sean memutar balik stir mobil dan mencari jalan alternatif."Ah, sial!" ucap Sean, "carikan alternatif jalan lain.""Sebentar, Tuan," Bella membuka ponselnya dan mencari jalan via aplikasi maps yang ditujukan pada hotel The Tamago.Tak terasa hari semakin gelap. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam keduanya merasa ada yang ane
Niat hati ingin tidur lebih cepat, namun sial keduanya tampak tak bisa mengatur debaran jantung masing-masing. Bella merasa canggung saat tubuhnya tidur saling berdekatan dengan Sean, ia belum lama mengenal lelaki itu. Ditambah Sean orang yang sangat tertutup dan Bella tak mengetahui apapun tentang Sean selain pamornya yang disebut CEO Tiran.Bella bangkit dari kasur, ia melirik arlojinya yang bertengger di tangan dengan jarum jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Bella bersiap keluar kamar, sepertinya malam ini ia akan begadang saja. Ia merapikan pakaiannya dan berencana untuk menuju teras. Bella ingin menghirup udara segar untuk malam ini.Saat Bella hendak keluar rupanya Sean menarik lengannya, “Kamu mau kemana?”“Saya mau keluar, Tuan. Apa ada yang anda perlukan?” balas Bella.“Tidak,” ucap Sean, “Saya juga akan keluar.”Tiba-tiba Sean berjalan terlebih dahulu menyusul Bella, ia kemudian mendudukkan diri di dalam sebuah gazebo di atas kolam ikan yang berada di sisi kanan l
Setelah dua jam lebih akhirnya Bella dan Sean tiba di The Tamago hotel. Sebelumnya, Sean telah menghubungi pihak hotel untuk menjemputnya dan Bella, juga menderek mobilnya yang mogok. Setelah kejadian tadi malam nampak kecanggungan kembali pada keduanya.Setelah bersiap selama beberapa saat di kamar hotel, keduanya bersiap menuju bandara untuk kembali ke ibu kota. Nampak keduanya masih terdiam dan hanya berbicara sepatah dua patah kata saja untuk kepentingan perusahaan, selebihnya tak ada yang mereka bahas. Bella merasa aneh, ia sangka hubungannya dengan Sean sudah selangkah lebih dekat. Namun nyatanya pria itu tak memedulikan kejadian tadi malam. Bella pun berusaha mengabaikan perasaannya yang entah mengapa terasa berbeda saat melihat Sean.Sesampainya di ibu kota, mereka kembali ke kediaman masing-masing. Namun saat Bella baru saja sampai di apartemennya tiba-tiba terdengar bunyi bel dari luar pintunya. Setelah membuka pintu tampak Ronald berada di luar ruangan. “Nona Bella, anda h
Irena mendudukkan diri di samping Bella, ia tersenyum manis menatap Sean berharap pria itu akan bersikap ramah padanya, namun nihil, Sean justru mengabaikan Irena dan menatap tajam ke arah pamannya, Ardie, yang nampak antusias melihat situasi ini.“Selamat malam semuanya, maaf mengganggu acara makan malam kalian,” ucap Irena, “Jangan terlalu hiraukan saya, karena saya hanya memenuhi janji pada Om Ardie.”Ardie memberikan instruksi pada Irena untuk menduduki kursi yang sedang Bella duduki, “silakan duduk disitu Nona Irena, maaf Nona Bella apa anda bisa berpindah ke kursi sebelah? Saya merasa bersalah pada Nona Irena, maka dari itu untuk malam ini saya tidak ingin mengecewakan tamu saya, apakah tidak masalah?”Bella berdecak kesal, ia melirik ke arah Irena yang tampak menyeringai ke arahnya. Bella tak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Dari dulu hingga sekarang mengapa selalu ia yang harus mengalah pada Irena? Namun saat Bella akan berpindah ke kursi disampingnya, tiba-tiba Sean m
Pagi ini seperti biasa Bella sudah hadir di kantor, ia merapikan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Sean hari ini. Di sisi lain tampak Sean sudah berada di ruangan, kelihatannya ia tak pulang tadi malam pasca kejadian makan malam kemarin di kediaman utama Wiratama.Bella mengetuk pintu ruangan Sean, “Tuan, saya masuk.”Bella memasuki ruangan Sean, ia memberikan tumpukan berkas di atas meja kerja. Saat Bella akan pamit undur diri tiba-tiba seseorang memasuki ruangan.“Selamat pagi, Sean!” ucap sesosok wanita dengan penampilan sexy sambil membawa tentengan makanan.Wanita tersebut memakai rok mini dengan model A line setengah paha, lalu atasannya berupa blouse dengan bahan chiffon dipadu blazer dengan warna senada dengan rok yang dikenakan.“Irena?” tanya Bella, “Mau apa kau kesi—”“Sean! Lihatlah aku sudah membawakan sesuatu untukmu!” pekik Irena dengan nada menggoda, ia menaruh tentengan makanan itu di atas meja, menyingkirkan berkas-berkas yang sebelumnya menumpuk disana.
Bella mengerjapkan matanya beberapa kali, kepalanya masih terasa pening. Bella memandangi sekeliling ruangan yang nampak asing, ruangan itu didominasi oleh warna putih. Terlihat sebuah infus terpasang di lengan kanannya.Bella berusaha bangkit kala tubuhnya kembali terhuyung pasca kesadarannya pulih. Terlihat Sean yang memasuki ruangan dan melihat Bella yang sudah siuman.“Bella, kamu sudah sadar?” Sean mendekati Bella dan mengamati wajah wanita itu dengan seksama, “Apa ada yang sakit?”“Aku di mana? Mengapa aku bisa ada disini? Apa yang terjadi?” balas Bella, ia tak menjawab pertanyaan Sean karena merasa sulit mencernanya.“Kamu sekarang berada di rumah sakit, sudahlah istirahatkan dulu tubuhmu,” ucap Sean. “Dokter akan memeriksamu lebih lanjut.”Sean membalikkan badan untuk meninggalkan ruangan, namun saat kakinya sudah melangkah ia tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Bella. “Jaga kesehatanmu, ingat pernikahan kita kurang dari satu bulan lagi. Aku tidak mau calon mempelai wanitaku
Setelah tiga hari Bella dirawat akhirnya ia diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Dokter telah melakukan observasi pada Bella, ia dinyatakan memiliki sebuah trauma di mana ia telah mengalami amnesia pada memori traumatis masa kecilnya, hal itu yang menyebabkan kepalanya terasa nyeri dan ia kehilangan kesadaran.Bella diperingatkan untuk jangan terlalu lelah dan sering beristirahat. Saat mendengar hal itu Bella melirik ke arah Sean. “Anda sudah dengar ‘kan apa kata dokter? Saya tidak boleh terlalu lelah. Saya harap anda bisa mengurangi beban pekerjaan saya yang tak masuk akal itu!”Sean membuang muka ke arah lain, ia berpura-pura tak mendengar ucapan Bella. Akhirnya setelah dokter memberikan beberapa wejangan Bella pun bersiap untuk pulang. Sean memapah Bella menuju lobby di mana mobilnya sudah standby di sana.Saat membuka pintu terlihat Ronald berada di kursi kemudi. Akhirnya mereka berdua pun masuk ke dalam mobil dan Ronald menancapkan gasnya membelah jalanan yang cukup ramai.
Sudah tiga hari Bella diberi cuti untuk beristirahat, Bella yang merasa jenuh hanya berdiam diri di kamar saja akhirnya bisa beraktifitas kembali. Seperti biasa, pagi hari sekali Bella sudah sampai di kantor. Ia berencana untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya yang terbengkalai dan bahkan ada beberapa yang sudah mendekati deadline.“Apanya yang istirahat! Ini sama saja dengan merapel pekerjaan selama beberapa hari! Sean! Pria itu benar-benar tak berperikemanusiaan! Apa ia tak mengindahkan ucapan dokter beberapa hari lalu?!” umpat Bella, “kalau begini ceritanya, aku yang seorang sekretaris pun membutuhkan sekretaris!”Bella membuka berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari berdesis, “Ini namanya kerja rodi versi korporat! Ternyata ia disebut CEO Tiran bukan tanpa alasan!”Bella menarik nafasnya dalam dan membuangnya lewat mulut. Dengan tergesa Bella mengerjakannya, namun saat sedang fokus tanpa sadar Sean sudah duduk di depan me