Setelah dua jam lebih akhirnya Bella dan Sean tiba di The Tamago hotel. Sebelumnya, Sean telah menghubungi pihak hotel untuk menjemputnya dan Bella, juga menderek mobilnya yang mogok. Setelah kejadian tadi malam nampak kecanggungan kembali pada keduanya.Setelah bersiap selama beberapa saat di kamar hotel, keduanya bersiap menuju bandara untuk kembali ke ibu kota. Nampak keduanya masih terdiam dan hanya berbicara sepatah dua patah kata saja untuk kepentingan perusahaan, selebihnya tak ada yang mereka bahas. Bella merasa aneh, ia sangka hubungannya dengan Sean sudah selangkah lebih dekat. Namun nyatanya pria itu tak memedulikan kejadian tadi malam. Bella pun berusaha mengabaikan perasaannya yang entah mengapa terasa berbeda saat melihat Sean.Sesampainya di ibu kota, mereka kembali ke kediaman masing-masing. Namun saat Bella baru saja sampai di apartemennya tiba-tiba terdengar bunyi bel dari luar pintunya. Setelah membuka pintu tampak Ronald berada di luar ruangan. “Nona Bella, anda h
Irena mendudukkan diri di samping Bella, ia tersenyum manis menatap Sean berharap pria itu akan bersikap ramah padanya, namun nihil, Sean justru mengabaikan Irena dan menatap tajam ke arah pamannya, Ardie, yang nampak antusias melihat situasi ini.“Selamat malam semuanya, maaf mengganggu acara makan malam kalian,” ucap Irena, “Jangan terlalu hiraukan saya, karena saya hanya memenuhi janji pada Om Ardie.”Ardie memberikan instruksi pada Irena untuk menduduki kursi yang sedang Bella duduki, “silakan duduk disitu Nona Irena, maaf Nona Bella apa anda bisa berpindah ke kursi sebelah? Saya merasa bersalah pada Nona Irena, maka dari itu untuk malam ini saya tidak ingin mengecewakan tamu saya, apakah tidak masalah?”Bella berdecak kesal, ia melirik ke arah Irena yang tampak menyeringai ke arahnya. Bella tak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Dari dulu hingga sekarang mengapa selalu ia yang harus mengalah pada Irena? Namun saat Bella akan berpindah ke kursi disampingnya, tiba-tiba Sean m
Pagi ini seperti biasa Bella sudah hadir di kantor, ia merapikan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Sean hari ini. Di sisi lain tampak Sean sudah berada di ruangan, kelihatannya ia tak pulang tadi malam pasca kejadian makan malam kemarin di kediaman utama Wiratama.Bella mengetuk pintu ruangan Sean, “Tuan, saya masuk.”Bella memasuki ruangan Sean, ia memberikan tumpukan berkas di atas meja kerja. Saat Bella akan pamit undur diri tiba-tiba seseorang memasuki ruangan.“Selamat pagi, Sean!” ucap sesosok wanita dengan penampilan sexy sambil membawa tentengan makanan.Wanita tersebut memakai rok mini dengan model A line setengah paha, lalu atasannya berupa blouse dengan bahan chiffon dipadu blazer dengan warna senada dengan rok yang dikenakan.“Irena?” tanya Bella, “Mau apa kau kesi—”“Sean! Lihatlah aku sudah membawakan sesuatu untukmu!” pekik Irena dengan nada menggoda, ia menaruh tentengan makanan itu di atas meja, menyingkirkan berkas-berkas yang sebelumnya menumpuk disana.
Bella mengerjapkan matanya beberapa kali, kepalanya masih terasa pening. Bella memandangi sekeliling ruangan yang nampak asing, ruangan itu didominasi oleh warna putih. Terlihat sebuah infus terpasang di lengan kanannya.Bella berusaha bangkit kala tubuhnya kembali terhuyung pasca kesadarannya pulih. Terlihat Sean yang memasuki ruangan dan melihat Bella yang sudah siuman.“Bella, kamu sudah sadar?” Sean mendekati Bella dan mengamati wajah wanita itu dengan seksama, “Apa ada yang sakit?”“Aku di mana? Mengapa aku bisa ada disini? Apa yang terjadi?” balas Bella, ia tak menjawab pertanyaan Sean karena merasa sulit mencernanya.“Kamu sekarang berada di rumah sakit, sudahlah istirahatkan dulu tubuhmu,” ucap Sean. “Dokter akan memeriksamu lebih lanjut.”Sean membalikkan badan untuk meninggalkan ruangan, namun saat kakinya sudah melangkah ia tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Bella. “Jaga kesehatanmu, ingat pernikahan kita kurang dari satu bulan lagi. Aku tidak mau calon mempelai wanitaku
Setelah tiga hari Bella dirawat akhirnya ia diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Dokter telah melakukan observasi pada Bella, ia dinyatakan memiliki sebuah trauma di mana ia telah mengalami amnesia pada memori traumatis masa kecilnya, hal itu yang menyebabkan kepalanya terasa nyeri dan ia kehilangan kesadaran.Bella diperingatkan untuk jangan terlalu lelah dan sering beristirahat. Saat mendengar hal itu Bella melirik ke arah Sean. “Anda sudah dengar ‘kan apa kata dokter? Saya tidak boleh terlalu lelah. Saya harap anda bisa mengurangi beban pekerjaan saya yang tak masuk akal itu!”Sean membuang muka ke arah lain, ia berpura-pura tak mendengar ucapan Bella. Akhirnya setelah dokter memberikan beberapa wejangan Bella pun bersiap untuk pulang. Sean memapah Bella menuju lobby di mana mobilnya sudah standby di sana.Saat membuka pintu terlihat Ronald berada di kursi kemudi. Akhirnya mereka berdua pun masuk ke dalam mobil dan Ronald menancapkan gasnya membelah jalanan yang cukup ramai.
Sudah tiga hari Bella diberi cuti untuk beristirahat, Bella yang merasa jenuh hanya berdiam diri di kamar saja akhirnya bisa beraktifitas kembali. Seperti biasa, pagi hari sekali Bella sudah sampai di kantor. Ia berencana untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya yang terbengkalai dan bahkan ada beberapa yang sudah mendekati deadline.“Apanya yang istirahat! Ini sama saja dengan merapel pekerjaan selama beberapa hari! Sean! Pria itu benar-benar tak berperikemanusiaan! Apa ia tak mengindahkan ucapan dokter beberapa hari lalu?!” umpat Bella, “kalau begini ceritanya, aku yang seorang sekretaris pun membutuhkan sekretaris!”Bella membuka berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari berdesis, “Ini namanya kerja rodi versi korporat! Ternyata ia disebut CEO Tiran bukan tanpa alasan!”Bella menarik nafasnya dalam dan membuangnya lewat mulut. Dengan tergesa Bella mengerjakannya, namun saat sedang fokus tanpa sadar Sean sudah duduk di depan me
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, hari pernikahan bertepatan dua minggu lagi. Namun Sean dan Bella masih saja bekerja seperti biasanya. Bahkan hari ini Sean harus pergi untuk pertemuan penting di Singapura.Bella telah mempersiapkan segala kebutuhan pekerjaan untuk pertemuan nanti. Sean pergi didampingi oleh Ronald, sementara Bella diberi tugas untuk tetap bekerja di perusahaan.Jam makan siang pun datang, akhirnya Bella bisa menikmati makan siang di cafetaria seperti karyawan lain setelah satu bulan lebih bekerja. Biasanya Bella akan menikmati makan siang dengan layanan pesan antar di sore hari, karena pekerjaannya tak membiarkannya memiliki waktu luang. Atau bahkan ia tak makan sama sekali, dan baru mengganjal perut saat sudah sampai di apartemen.“Ah, akhirnya aku bisa menikmati makan siangku dengan waktu normal! Entah mengapa mereka berdua pergi aku merasa terbebas dari penjara!” gumam Bella. “Sepertinya aku tahu alasan mengapa banyak sekretaris sebelumnya yang tak tahan be
Axel mengetuk pintu salah satu kamar kontrakan di pinggiran kota. Terlihat sosok wanita menutupi kepalanya dengan kain membuka pintu, wanita itu meminta Axel masuk ke dalam dengan tergesa sambil menengok ke kanan dan kiri.“Cepat masuk!” ucap wanita itu, “kamu sendirian ‘kan? Tidak ada orang yang tahu bahwa aku disini?”“Tidak! Tenang saja Irena.” Axel menarik penutup kepala wanita itu yang ternyata adalah Irena. Kemudian ia memeluknya dan berusaha menciumnya, namun Irena mendorong tubuh Axel hingga ia terhempas ke dinding.“Enyahlah! Jangan menyentuhku!” sentak Irena, “aku memintamu kemari bukan untuk bersenang-senang, bodoh!”Axel merapikan pakaiannya yang sedikit kusut, kemudian ia berjalan mendekati Irena, “Hey, jangan keterlaluan padaku, kamu tak ingat apa yang sudah kita lakukan berdua?”“Aku tak peduli!” balas Irena, ia mendudukan dirinya di atas kursi, kemudian Irena melemparkan sebuah map berwarna coklat ke arah Axel, “baca itu! Maka perusahaanmu akan selamat! Namun kamu haru
Malam hari sebelumnya Sean termenung di dalam kamar tidurnya, setelah menghabiskan makan malam yang tak menyenangkan bersama Viona, ia masih terngiang-ngiang atas ucapan wanita itu.“Sebetulnya, seberapa dalam rahasia yang wanita itu ketahui? Siapa dia?!” rutuk Sean kesal. Ia dihadapkan pada situasi kebingungan, masalah yang bertubi-tubi ditambah pekerjaan yang menumpuk dan project-project dalam waktu dekat membuat kepalanya terasa akan pecah. Di dalam keheningan malam, tiba-tiba ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Sean terperanjat, dengan cepat ia mencari ponselnya yang ia buang ke sembarang arah di atas kasur tadi. Sean berharap bahwa itu adalah panggilan dari Bella, namun nihil, ternyata itu adalah panggilan telepon dari kakeknya, Thomas.“Sean! Bagaimana persiapan hari jadi perusahaan? Jangan sampai gagal! Karena kakek akan mengundang media-media ternama dan juga para pejabat pemerintahan,” ucap Thomas dari balik telepon.Sean memijat pelipisnya yang nampak pe
Tanpa terasa hari pun berlalu, Bella belum memutuskan untuk kembali ke mansion, ia masih bermalam di apartemennya. Disamping itu, ia juga sibuk menyelidiki Viona bersama Ronald setelah selesai bekerja. Mulanya Bella merasa khawatir ia takut Sean akan curiga padanya dan menyusul atau bahkan mengancamnya. Namun setelah Sean mencoba melakukan panggilan padanya kemarin, tak ada lagi kabar darinya. Bahkan Sean tak masuk hari ini, Bella yang masuk kerja seperti biasanya merasa terkejut dengan ketidakhadiran Sean yang sudah tersohor Tiran dalam pekerjaan.Bella beberapa kali memberikan report pekerjaan, mengirim jadwal dan sebagainya kepada email Sean namun suaminya itu tak membalas pesannya sama sekali. “Ada apa dengannya? Dia sungguh aneh sekali. Bahkan dia tidak menanyaiku lagi tentang alasan mengapa aku tidak kembali ke mansion, apakah karena sosok Viona itu?”“Ah sudahlah! Aku harus fokus pada acara besok yaitu perayaan hari jadi Wiratama. Persiapan sudah 90%, tinggal aku memantau ke lo
Ronald membuka buku catatan usang itu, di dalamnya terlihat goresan tinta yang sudah setengah memudar. Ia memicingkan matanya kala mengeja sebuah nama yang sudah ia hafal betul, Mardie Setya. Di pojok kanan bawah terdapat goresan garis yang menampilkan sebuah tanda tangan. “Tunggu, bukankah ini tanda tangan Ayah?! Mengapa?!”Ronald membaca satu demi satu halaman pada buku itu, terlihat lokasi, tanggal dan tahun tertera di ujung kanan atas. Sementara di bawahnya terlihat catatan-catatan kecil mengenai kegiatan yang dilakukan. Mulanya Ronald hanya membacanya sekilas, namun tepat pada halaman ke sepuluh tertulis tanggal 11 Agustus tahun 2008, isi dari catatan itu mulai terasa aneh. Terlihat tulisan tangan yang sedikit berantakan seperti ditulis secara terburu-buru dan juga isi catatan yang memuat kata-kata keji, penuh umpatan dan juga dendam. Mardie menulis bahwa ia merasa sakit hati pada Chandra dan berniat memberi majikannya itu pelajaran. Kemudian satu minggu selanjutnya dalam catata
Irwan menengadah, tak terlihat raut cemas dalam wajahnya. “Kau tak tahu apa-apa, bocah! Kau tak akan pernah tahu! Hahaha!”“Kau!” Ronald menendang kursi tersebut, membuat Irwan terjengkang. “Jangan pernah macam-macam dengan Wiratama! Atau kau akan menanggung akibatnya!”“Aku tak peduli! Hahaha!” Irwan membelalakkan matanya, raut wajahnya berubah menakutkan. Urat-urat wajahnya menegang dan tawanya menggelegar ke seluruh penjuru rumah yang kosong tanpa perabotan apapun di dalamnya. “Kau! Mau membunuhku? Aku tak takut! Wiratama? Aku tak takut pada mereka! Aku tak punya apapun yang tersisa! Ambillah! Kau ambil saja nyawaku sekalian!” pekik Irwan.Ronald mengeram, ia mengepalkan tangannya hingga buku kukunya memutih. “Baiklah, jika kau tak mau membuka suara, apa aku harus menaruhkan anak dan istrimu juga?!”“Anak istriku?” ucap Irwan, “Kau sepertinya hanya orang bodoh yang tak tahu apa-apa! Istri dan anakku yang telah meninggalkanku, mereka sudah mati tiga hari yang lalu, bodoh! Hahaha! Ka
Ronald terdiam selama beberapa saat, ia menundukkan kepalanya dan menatap lantai. Jujur saja, ia tak berani memandang wajah Sean yang diselimuti amarah dan kekecewaan yang besar itu. Bagaimana tidak, Sean yang masih memiliki secercah harapan untuk Ronald kini telah sirna.“Apa alasanmu melakukan itu, Ronald?” tukas Sean, “Berani-beraninya kamu mengkhianatiku! Menusukku dari belakang!”“Bukan begitu, Sean! Tolong dengarkan dulu penjelasanku!” ucap Ronald, “sebelumnya maafkan aku yang telah menutupi semuanya darimu, jujur itu memang salahku. Namun, aku tak bermaksud selamanya menutupi fakta ini darimu. Aku hanya melakukan penyelidikan mandiri, aku ingin mengungkap faktanya!”“Fakta? Mungkin maksudmu adalah menutupi semua kesalahan ayahmu, bukan begitu?!” Sean berjalan menuju ke samping jendela, ia menatap kendaraan yang sedang berlalu lalang di jalanan yang ramai.Sementara di sisi lain Ronald tak menjawab, karena apa yang dikatakan Sean betul, bahwa Ronald menutupi fakta bahwa ayahnya
Detik demi detik terlewati, tanpa sadar sudah beberapa belas menit sosok dua anak manusia yang masih saling menutup mulutnya rapat-rapat saling memandang. Namun ada yang berbeda dari tatapan tersebut, si Pria menatap wanita dihadapannya dengan tatapan benci sementara si Wanita justru menatap si Pria dengan menggoda.Viona mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, menatap lekat-lekat ruangan besar yang hanya diisi satu orang saja. Kemudian ia kembali menatap Sean, tiba-tiba pikiran liarnya bergejolak. “Bagaimana ya rasanya jika aku bisa memiliki Sean seutuhnya? Wajahnya … tubuhnya … kekayaannya! Ah, membayangkannya saja sungguh menyenangkan!” ucap Viona dengan lantang. “Lihatlah! Putra mahkota Wiratama yang disegani semua orang! Aku dapat melihat celahnya, sesungguhnya ia hanyalah bocah kecil yang penuh luka dan kesepian. Uh malangnya!” Viona duduk di sofa di dalam ruangan Sean, sementara pria itu berdiri di dekat jendela, masih menatap Viona dengan tajam seolah macan yang akan menerka
Beberapa saat lalu, ketika Bella sedang fokus memperbaiki pekerjaanya. Dari arah berlawanan terlihat Tristan yang sedang menuju ke arahnya. Mulanya, Tristan berencana untuk mencari Ronald, namun ternyata malah Bella yang dijumpainya.Tristan berjalan perlahan, namun Bella yang sedang fokus tak mengindahkan satu-satunya sosok yang berada didepannya walau agak jauh saat ini. Bahkan mungkin jika ada pencuri pun Bella tak menyadarinya karena sedang fokus mengejar deadline.“Bulan madu? Berlibur? Apa itu? Hanya omong kosong! Buktinya saat ini aku sudah kembali bekerja rodi!” rutuk Bella, yang samar-samar terdengar oleh Tristan dari kejauhan.“Ya, walaupun gajinya besar. Namun rasanya badanku seperti remuk! Ditambah aku tak bisa tidur karena kamarku direbut oleh wanita sialan itu! Bisa-bisanya dalam dua hari ini pekerjaannya hanya makan dan tidur saja. Bahkan aku yang istrinya pun bekerja dengan keras seperti ini! Sebenarnya apa sih hubungan mereka berdua?!” Bella tak sadar saat ini Trista
Hari ini merupakan hari pertama pertemuan global untuk project Wiratama Otomotif. Mereka akan membahas mengenai project yang akan berlangsung sebentar lagi. Saat ini persiapan sudah nyaris rampung, Sean sengaja mengumpulkan mereka untuk memastikan kesiapan di berbagai lini.Dalam meeting kali ini banyak petinggi yang datang, termasuk Thomas, Ardie dan juga Arsen. Mereka telah memulai meeting sejak pukul delapan pagi. Bella tak kalah sibuknya, karena ini merupakan project pertamanya, khususnya dia melibatkan perusahaan milik ayahnya dan tentunya ia bertanggung jawab atas kelancaran project ini.Mereka akan meluncurkan mobil listrik agar masyarakat dapat memilih kendaraan ramah lingkungan. Walau masih belum menjamur di pasaran, mereka yakin akan mampu menjualnya dengan baik. Bella telah mengatur strategi untuk pemasaran, disesuaikan dengan campaign ramah lingkungan, ia menyasar para influencer yang aware dengan hal-hal tersebut. Juga fitur-fitur yang menarik dari mobil ini tentunya mena
Sean dan Bella berjalan dengan tergesa menuju ke arah pintu depan, terlihat disana Viona membawa satu koper yang disimpan disisinya. Pakaiannya tampak lusuh namun cukup terbuka, membuat yang melihatnya nampak tak nyaman.“Ada apa kau kemari?” tanya Sean. “Cepat pergi dari sini! Penjaga! Bawa dia keluar!”Kedua penjaga yang berada di sisi pintu pun memegang lengan Viona, mereka menarik lengan wanita itu agar segera meninggalkan mansion secepatnya.“Lepaskan!” Viona melepaskan pegangan tangan kedua penjaga, ia berjalan mendekat ke arah Sean, “Kau yakin akan mengusirku? Bagaimana jika aku tahu mengenai kebenaran kecelakaan belasan tahun lalu?”“Sial!” sentak Sean, ia menyeret lengan Viona untuk masuk ke dalam mansion meninggalkan Bella yang masih mematung memandang kejadian dihadapannya barusan. “Jaga ucapanmu!”“Aku tak berjanji! Asal kau menuruti semua keinginanku, maka aku akan memberitahu segalanya padamu dan menjaga semua rahasia yang ada!” Viona melepaskan cengkraman tangan Sean, k