Satu langkah lebih mendekat dengan Gretta. Tak peduli dengan darah yang terus keluar dari perutnya, Sehan hanya memfokuskan pandangannya pada Gretta dengan tatapan tajam.
"Aku sudah peringatkan padamu. Sebelum kau melukai Liona, aku akan lebih dulu melenyapkanmu."Satu sudut bibir Gretta terangkat. Tersenyum mengejek, setelah mendengar ancaman Sehan barusan."Apa kau yakin akan membunuhku dengan kondisimu seperti ini? Atau, kau yang lebih dulu -"Kalimat Gretta terpotong, saat Sehan tiba-tiba mencengkram dengan erat leher wanita itu.Liona tersentak kaget melihat apa yang dilakukan sang suami, kepada Gretta. Dia segera menutup mulutnya, dan berusaha menenangkan diri."Ini yang baru saja kau lakukan pada Liona. Bagaimana rasanya?" tanya Sehan dengan nada bengis.Mulut Gretta sudah terbuka. Dia ingin menjawab ucapan Sehan, namun suara tak bisa dikeluarkan. Cengkraman Sehan di lehernya terlalu kuat, bahkan membuat Gretta"Sehan! Sehan sadarlah!" tangis Liona pecah seketika. Dia menggoncangkan tubuh Sehan dengan pelan. Berharap dengan itu bisa membuat Sehan membuka matanya kembali. Namun Sehan sama sekali tak ada respon. Laki-laki itu telah kehilangan kesadaran. "Sehan, jangan tinggalkan aku! Buka matamu. Sehan aku mohon!"Liona menangis histeris, di bawah langit malam yang semakin petang. Pandangan Liona kini mengarah pada luka di perut laki-laki itu yang terus mengeluarkan darah. Tangan Liona yang semakin gemetar, berusaha menekan luka tersebut. Berharap itu bisa membantu mencegah banyaknya darah yang keluar. Hanya itu yang bisa Liona lakukan sampai pertolongan datang. Entah, benarkah akan ada orang yang menolong mereka? Liona ingin membawa Sehan masuk ke mobil, dan membawanya ke rumah sakit. Namun Liona tak memiliki tenaga untuk mengangkat tubuh sang suami, apalagi kondisinya saat ini sedang hamil besar. "Sehan. Jika tau begini a
"Liona!"Perempuan yang sejak tadi menangis di depan ruang UGD seketika berbalik, menatap ke arah suara yang memanggil namanya barusan."Mama."Sandra langsung memeluk erat sang menantu, berusaha menenangkan. Dia juga cukup sedih telah mendapat kabar dari sang suami tentang kondisi Sehan saat ini. Tapi sebisa mungkin Sandra menahan tangisnya, agar tak membuat Liona semakin sedih."Sehan terluka, ma. Ini semua karena Liona."Sandra melepaskan pelukannya. Lalu menggeleng, tak membenarkan. "Ini bukan salahmu Liona, tapi Gretta yang telah membuat Sehan seperti ini.""Tapi, jika Sehan tidak datang untuk menyelamatkan Liona. Sehan tidak akan terluka seperti ini."Sandra mengusap pelan, bahu sang menantu. Berusaha untuk menenangkannya. "Liona, jangan menyalahkan dirimu seperti ini. Mama yakin, jika Sehan tau kamu menyalahkan diri seperti ini, pasti Sehan juga akan marah. Sekarang kita doakan saja yang terbai
Flashback on.Seorang anak kecil laki-laki berumur delapan tahun berjalan di antara material-material bangunan. Saat ini dia berada di luar kota bersama sang nenek yang sedang membangun proyek baru. Dua hari lalu adalah hari ulang tahunnya. Namun hari itu telah dia tetapkan menjadi hari terburuknya, dimana sang kakak justru menuduhnya mendorong dari atas tangga, padahal kakaknya tersebut yang berniat mendorongnya namun justru terpeleset sendiri. Dia memutuskan untuk ikut bersama sang nenek, karena tak tahan mendengar tuduhan orang-orang di rumah. "Nenek."Seorang wanita yang tengah beristirahat bersama teman-teman kerjanya menoleh ke arah anak itu. "Kenapa Sehan?""Apa nenek masih lama bekerja?"Joana tau, cucunya itu pasti bosan. Biasanya Sehan kecil itu menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk bermain. Tapi di tempat ini, Sehan hanya menyaksikan pembangunan gedung yang menurutnya sangat membosankan.
Setelah berbicara dengan sang nenek, Sehan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar sana. Joana juga harus kembali bekerja, jadi tak bisa terus menemani Sehan. Tak jauh dari tempat sang nenek bekerja, Sehan melihat ada sebuah taman. Dia kemudian duduk di ayunan, sambil memperhatikan rumput yang dia injak. Jujur dia sangat bosan, tapi tak ada cara lain yang bisa dia lakukan selain bertahan lebih lama di kota asing itu."Andai kak Galen tak menuduhku," ucap Sehan merenung."Kenapa kamu tidak masuk sekolah?"Sehan mendongak. Dia menatap anak kecil perempuan dua tahun lebih muda darinya, kini berdiri di hadapan Sehan. Anak perempuan itu tersenyum lebar, menyapa Sehan. Rambut panjangnya diikat dua. Dia memakai dress berwarna putih dengan motif bunga, dan panjang sebatas lurus. Sehan turun dari ayunan. Lalu memperhatikan perempuan itu dengan seksama, sebelum menjawab, "aku tidak ingin masuk sekolah.""Kenapa? Bu
Setelah berkenalan dengan Liona, Sehan selalu menghabiskan waktunya bersama anak perempuan itu. Sudah seminggu Sehan berada di kota asing itu, dan Liona selalu menemaninya. Mereka hanya berpisah saat hari sudah petang, karena harus kembali ke rumah masing-masing. Jika pagi tiba, Sehan dan Liona kembali bertemu di taman, atau Sehan yang kadang menunggu Liona di depan rumah perempuan itu. Bahkan jika di rumah, Sehan selalu menceritakan Liona kepada neneknya. Sehan sangat menyukai bisa memiliki teman yang menyenangkan. Bahkan kini Sehan berharap proyek yang sedang dikerjakan Joana akan lambat selesai, agar Sehan juga bisa lebih lama menghabiskan waktu bersama putri cantiknya. Hingga tiba suatu hari, setelah bermain bersama Sehan seperti hari-hari biasanya. Liona memutuskan untuk pulang sebelum hari petang. Dia tau, bundanya selalu berpesan untuk tak pulang sampai malam. Itu bisa saja membuat sang bunda khawatir. "Bunda!" Panggil Liona setelah memasuki rumah. Biasanya setelah
"Liona," panggil Gretta mulai menghampiri Liona yang masih terduduk di dekat tubuh Nada yang sudah tak berdaya.Tubuh Liona gemetar, menahan takut. Pipi bulatnya sudah basah karena air mata yang tak kunjung berhenti. Dia begitu terpukul melihat bundanya tidak membuka mata lagi, dan kini justru dibuat takut dengan keberadaan wanita yang tidak dia kenal di kamar bundanya. "Kau tau kenapa bundamu seperti ini?"Liona segera menggeleng, saat wanita itu terus memberinya pertanyaan. "Ini semua gara-gara kau! Mamamu bunuh diri gara-gara kau Liona! Kau begitu sangat menyusahkannya, anak tidak bisa diatur."Liona menggeleng tak membenarkan. Dia kembali menatap Nada yang sudah memejamkan mata. "Bunda, Liona tidak seperti itu. Liona selalu menurut dengan ucapan bunda. Liona tidak membunuh bunda! Bunda masih hidup! Liona tidak membunuh bunda!""Bundamu sudah mati. Dia bunuh diri, meminum racun karena tak sanggup mempunyai anak sepertimu. Di
Tidak seperti biasanya, Sehan sejak tadi menunggu kedatangan Liona di taman, tapi perempuan tak kunjung datang. Ini membuat Sehan penasaran. Kenapa Liona tidak menemuinya lagi?Akhirnya Sehan memutuskan untuk memberanikan diri mendatangi rumah Liona. Sesampainya di sana, Sehan mengetuk pintu rumah tersebut dengan ragu. Hingga seorang pria dewasa keluar dari sana, rautnya tampak murung. Sehan tak tau jika rumah itu masih dalam suasana duka. "Om, ayahnya Liona ya? Aku temannya Liona. Apakah boleh aku bertemu dengan Liona, aku mau mengajak Liona main, om.""Liona ... sudah tidak ada."Sehan berkedip, berusaha mencerna ucapan pria dewasa di hadapannya tersebut. "Liona ... baru saja kecelakaan. Dan dia meninggal."Mata Sehan membulat. Hatinya seketika hancur mendengar kalimat berikutnya dari Darwin. Dia menggeleng tak mempercayai. "Liona ..."Setelah mendengar kabar tentang Liona dari
"Aoura, ibu membawakanmu teman baru."Aoura yang sedang bermain ditemani ayahnya di ruang tengah rumah itu, mulai menoleh. Gretta tersenyum sambil menuntun anak perempuan yang dia bawa dari panti barusan, menghampiri Aoura dan suaminya. Gretta cukup puas saat melihat suaminya tampak terkejut menatap kedatangannya bersama anak tersebut."Aku baru saja pergi ke panti asuhan. Dan aku bertemu anak baik dan cantik, yang bersedia menjadi kakak untuk Aoura. Namanya ... Liona. Sekarang dia bagian keluarga Atharya, aku ingin nama marga keluarga kita juga dipakai di belakang namanya. Liona ... Atharya," jelas Gretta. Darwin masih menatap anak yang Gretta genggam tangannya dengan sorot tak percaya. Dia ingin menangis karena anak yang dia pikir sudah meninggal ternyata masih hidup. Namun saat menatap wajah anak itu, dia justru kembali teringat tentang istri pertamanya yang juga sudah meninggal."Kamu tau, dia siapa Gretta?"Gretta mengangguk membena