Gretta langsung menginjak rem mobilnya seketika, saat sebuah mobil lain tiba-tiba menyalip dan berhenti di depan mobilnya. Dia berdecak kesal.
"Sialan. Siapa yang menghalangi jalan mobilku? Apa dia tidak bisa menyetir?"Gretta kemudian keluar dari mobil, dan berniat untuk menghampiri pemilik mobil yang berhenti di depannya.Liona hanya memperhatikan di dalam mobil, apa yang akan dilakukan Gretta? Tak lupa, dia masih berusaha melepaskan ikatan di pergelangan tangannya.Baru beberapa langkah keluar dari mobilnya, pemilik mobil yang ada di depan Gretta justru keluar. Mata Gretta membulat, langkahnya seketika terhenti.Galen keluar bersamaan dengan sang supir. Dia memberikan tatapan dingin pada wanita di hadapannya, yang terlihat begitu takut padanya."Galen?""Lama tidak bertemu, Gretta?" sapa Galen masih dengan raut datar.Gretta sama sekali tak mempedulikan sapaan laki-laki itu. Dia melangkah mundur secara perPandangan Gretta kini kembali mengarah pada Liona. Dia menghampiri, dan berniat untuk menutup pintu mobil di samping Liona tersebut. Namun dengan segera Galen merangkak, lalu menahan kaki Gretta. Membuat wanita itu tak bisa berjalan. "Apa yang kau lakukan padaku Galen?"Gretta berusaha melepaskan kakinya dari pegangan Galen, namun sayangnya kekuatan laki-laki itu terlalu kuat untuk dia kalahkan.Sorot mata Galen kini mengarah pada Liona yang masih berada di dalam mobil. Dia lalu memberikan perintah, "Liona. Segeralah masuk ke mobilku!""A-apa yang kak Galen maksud?" ucap Liona tak paham."Aku akan menahan wanita ini. Kamu bisa mengemudikan mobil kan? Cepat masuklah ke mobilku, dan pulanglah ke rumah. Ada nenek di sana, dan juga keamanan sangat ketat di rumah Wiratama. Kamu pasti aman di sana, dia tidak bisa mengejarmu sampai sana!" jelas Galen berusaha membuat Liona paham.Namun mendengar hal itu, Gretta melotot protes
Darah segar keluar, bercucuran dari kaki kanan Galen. "Arghh!" Galen teriak tertahan saat sebuah pisau menghujam tepat di kaki kanannya. Gretta mencabutnya lagi, dan memasukan pisau itu ke balik bajunya seperti semula. Dia sudah cukup puas melihat Galen tak berdaya saat ini."Itulah akibatnya jika kau terlalu ikut campur urusan orang lain!"Setelah mengatakan itu, Gretta kembali menginjak dengan kasar kaki Galen yang terluka. Membuat Galen semakin teriak kesakitan. Setelah cukup puas, Gretta bergegas masuk ke mobilnya. Wanita itu mulai mengejar Liona yang sudah cukup jauh.Galen ingin menahannya lagi, namun kekuatannya sudah terkuras. Dia tak punya cara lain, selain pasrah melihat Gretta pergi. Di tengah jalanan sunyi malam itu, Galen hanya bisa menahan sakit yang menjadi di kedua kakinya. Dia ingin merayap meraih tongkatnya, namun sepertinya juga mustahil dia bisa berdiri lagi. Sorot matanya kini kembali m
Wajah Galen semakin pucat. Dia telah banyak kehilangan darah. Galen hanya pasrah, jika sebentar lagi dia akan menyusul supir pribadinya ke surga.Namun sebuah mobil akhirnya datang, dan berhenti di hadapannya. Sepasang suami istri keluar dari mobil tersebut. Dengan raut panik, mereka langsung menghampiri Galen. "Galen!"Bram dan Sandra berjongkok di samping Galen, memperhatikan kondisi sang anak dengan seksama."Apa yang terjadi padamu?" tanya Bram khawatir. Belum sempat Galen menjawab pertanyaan Bram. Perhatian Sandra justru teralihkan pada sang supir yang sudah tergeletak kaku tak jauh dari mereka. "Papa, liat itu!"Bram menoleh, dan mendapati jasad sang supir. Matanya membelalak tak menyangka. "Apa yang telah terjadi pada kalian Galen?""Gretta yang melakukan semua ini. Kami ingin menolong Liona, tapi hal itu membuat Gretta marah. Dan inilah yang terjadi."Sandra menggeleng tak percaya.
Tangan yang sejak tadi sudah gemetar, terus mencengkram setir mobil dengan erat.Liona masih terisak, karena takut. Walau pandangannya sedikit buram karena genangan air mata, namun dia masih bisa melihat dari spion mobil jika mobil Gretta kini mengikutinya dari belakang. Liona menginjak pedal gas mobilnya, menambak laju kecepatan mobil yang dia tumpangi itu. Sedikitpun tak memberi celah untuk Gretta yang ingin menyalipnya. 'Sehan kamu di mana?'Liona semaki takut. Dia tak mau nyawanya berakhir hari ini. Namun usaha Liona untuk menghindar justru berakhir sia-sia. Mobil yang sejak tadi membuntutinya, kini berhasil menyalip Liona dan menabrak mobil yang dikendarai Liona dari samping. Membuat Liona terpaksa untuk membanting setir ke kanan, dan membuat mobilnya akhirnya berhenti karena menabrak pembatas jalan. Liona tau, jalanan malam itu sangat sunyi. Tidak mungkin ada seseorang lewat yang bisa dia mintai tolong.
Satu langkah lebih mendekat dengan Gretta. Tak peduli dengan darah yang terus keluar dari perutnya, Sehan hanya memfokuskan pandangannya pada Gretta dengan tatapan tajam."Aku sudah peringatkan padamu. Sebelum kau melukai Liona, aku akan lebih dulu melenyapkanmu."Satu sudut bibir Gretta terangkat. Tersenyum mengejek, setelah mendengar ancaman Sehan barusan. "Apa kau yakin akan membunuhku dengan kondisimu seperti ini? Atau, kau yang lebih dulu -"Kalimat Gretta terpotong, saat Sehan tiba-tiba mencengkram dengan erat leher wanita itu. Liona tersentak kaget melihat apa yang dilakukan sang suami, kepada Gretta. Dia segera menutup mulutnya, dan berusaha menenangkan diri."Ini yang baru saja kau lakukan pada Liona. Bagaimana rasanya?" tanya Sehan dengan nada bengis. Mulut Gretta sudah terbuka. Dia ingin menjawab ucapan Sehan, namun suara tak bisa dikeluarkan. Cengkraman Sehan di lehernya terlalu kuat, bahkan membuat Gretta
"Sehan! Sehan sadarlah!" tangis Liona pecah seketika. Dia menggoncangkan tubuh Sehan dengan pelan. Berharap dengan itu bisa membuat Sehan membuka matanya kembali. Namun Sehan sama sekali tak ada respon. Laki-laki itu telah kehilangan kesadaran. "Sehan, jangan tinggalkan aku! Buka matamu. Sehan aku mohon!"Liona menangis histeris, di bawah langit malam yang semakin petang. Pandangan Liona kini mengarah pada luka di perut laki-laki itu yang terus mengeluarkan darah. Tangan Liona yang semakin gemetar, berusaha menekan luka tersebut. Berharap itu bisa membantu mencegah banyaknya darah yang keluar. Hanya itu yang bisa Liona lakukan sampai pertolongan datang. Entah, benarkah akan ada orang yang menolong mereka? Liona ingin membawa Sehan masuk ke mobil, dan membawanya ke rumah sakit. Namun Liona tak memiliki tenaga untuk mengangkat tubuh sang suami, apalagi kondisinya saat ini sedang hamil besar. "Sehan. Jika tau begini a
"Liona!"Perempuan yang sejak tadi menangis di depan ruang UGD seketika berbalik, menatap ke arah suara yang memanggil namanya barusan."Mama."Sandra langsung memeluk erat sang menantu, berusaha menenangkan. Dia juga cukup sedih telah mendapat kabar dari sang suami tentang kondisi Sehan saat ini. Tapi sebisa mungkin Sandra menahan tangisnya, agar tak membuat Liona semakin sedih."Sehan terluka, ma. Ini semua karena Liona."Sandra melepaskan pelukannya. Lalu menggeleng, tak membenarkan. "Ini bukan salahmu Liona, tapi Gretta yang telah membuat Sehan seperti ini.""Tapi, jika Sehan tidak datang untuk menyelamatkan Liona. Sehan tidak akan terluka seperti ini."Sandra mengusap pelan, bahu sang menantu. Berusaha untuk menenangkannya. "Liona, jangan menyalahkan dirimu seperti ini. Mama yakin, jika Sehan tau kamu menyalahkan diri seperti ini, pasti Sehan juga akan marah. Sekarang kita doakan saja yang terbai
Flashback on.Seorang anak kecil laki-laki berumur delapan tahun berjalan di antara material-material bangunan. Saat ini dia berada di luar kota bersama sang nenek yang sedang membangun proyek baru. Dua hari lalu adalah hari ulang tahunnya. Namun hari itu telah dia tetapkan menjadi hari terburuknya, dimana sang kakak justru menuduhnya mendorong dari atas tangga, padahal kakaknya tersebut yang berniat mendorongnya namun justru terpeleset sendiri. Dia memutuskan untuk ikut bersama sang nenek, karena tak tahan mendengar tuduhan orang-orang di rumah. "Nenek."Seorang wanita yang tengah beristirahat bersama teman-teman kerjanya menoleh ke arah anak itu. "Kenapa Sehan?""Apa nenek masih lama bekerja?"Joana tau, cucunya itu pasti bosan. Biasanya Sehan kecil itu menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk bermain. Tapi di tempat ini, Sehan hanya menyaksikan pembangunan gedung yang menurutnya sangat membosankan.