Lima bulan kemudian ...
Pintu kamar terbuka, seorang laki-laki yang sudah berpakaian rapi keluar dari kamar. Dia mengukir senyum manis saat melihat sang istri duduk di ruang tengah sambil memakan semangkuk buah-buahan yang sudah dipotong. Dia lalu berjalan menghampiri, dan duduk di sampingnya sang istri."Kamu mau berangkat kerja?" tanya Liona penasaran saat sadar kini Sehan sudah tampak lebih rapi. Tidak seperti saat sarapan tadi.Sehan mengangguk membenarkan. "Interior harmony mendapat proyek baru. Kemungkinan proyek itu akan mulai dilaksanakan bulan depan. Tapi aku ingin semakin mempercepatnya, agar tidak bersamaan di hari kamu melahirkan nantinya."Liona memperhatikan tangan Sehan yang mulai mengusap perutnya yang sudah membesar. Liona mengangguk paham, lalu tersenyum. "Aku hanya bisa mendoakan, semoga proyeknya lancar.""Terimakasih sayangku," ucap Sehan sambil mengacak rambut Liona dengan gemas. Pandangan Sehan kini mengarah pada sSetelah sang suami berangkat bekerja, Liona mulai siap-siap dan juga memutuskan untuk keluar rumah. Dia sudah meminta ijin sebelumnya kepada Sehan, hari ini dia bersama Darwin akan mengunjungi perusahaan Atharya. Hingga sampai di rumah sang ayah, Liona masuk begitu saja ke dalam rumah tersebut. Dia melihat ayahnya sedang duduk di ruang tengah sambil menikmati secangkir kopi. Liona mengukir senyum lebar dan mulai menghampiri."Ayah."Pandangan Darwin kini mengarah ke asal suara. Dia balas tersenyum hangat saat melihat kedatangan sang putri. "Liona, pagi sekali kamu datang. Ayah belum bersiap-siap."Liona mulai duduk di sofa seberang meja sang ayah. Dia lalu menjawab, "tidak apa-apa ayah. Liona sengaja datang lebih pagi ke sini supaya bisa istirahat dulu di rumah ayah, lagi pula di rumah Liona juga bosan sendirian. Sehan sudah berangkat kerja lebih dulu."Darwin mengangguk paham. Dia kemudian menatap putrinya yang mulai mengusap
Ke esok harinya.Sebuah ponsel yang berada di atas meja, berdering sangat nyaring. Membuat perempuan yang masih terlelap di atas kasurnya mulai terusik. Kelopak matanya akhirnya terbuka, namun nyawanya belum sepenuhnya terkumpul.Tangan Liona mulai terulur, berusaha meraih ponsel di atas meja tersebut. Namun belum sempat seseorang justru mengambilnya lebih dulu. Liona mengernyit, lalu mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di samping kasurnya. "Halo ma," jawab Sehan setelah menempelkan ponselnya ke telinga. Liona berkedip sesekali, lalu kembali memperhatikan wajah sang suami sambil menunggu nyawanya terkumpul semua."Sehan belum berangkat kerja. Sehan masih menunggu Liona bangun, dia masih tidur." Sehan melirik sang istri yang masih berbalut selimut tebal di atas kasur tersebut.Mendengar ucapan Sehan, mata Liona membulat tak terima. Dia mulai beringsut duduk. Jika Sandra tau kebiasaan buruk menant
Sehan terus mengemudikan mobilnya menyusuri jalanan pagi itu yang mulai ramai.Mendadak ponselnya berdering, awalnya Sehan mengira jika yang meneleponnya tersebut adalah Sandra lagi. Namun dugaannya salah, panggilan tersebut dari pihak kepolisian. Membuat Sehan jadi penasaran. Dia kemudian segera mengangkat telepon tersebut sambil memperhatikan jalanan."Halo," jawab Sehan setelah menempelkan ponselnya ke telinga. Dia kemudian diam sesaat, membiarkan seseorang di dalam telepon tersebut berbicara. Tak lama, setelah mendengar penjelasan lawan bicaranya. Mata Sehan seketika membulat, jantungnya mendadak berdebar cemas. "Apa? Gretta kabur dari penjara?"Pikiran Sehan mendadak kembali teringat pada sang istri. Tentu dia tidak akan bisa tenang membiarkan Liona berada di rumah sendiri, mengingat ucapan Gretta terakhir kali saat bertemu dengannya. 'Ingat ucapanku ini, suatu saat nanti aku akan berhasil membuatmu menangis di depan tubu
Perlahan kelopak mata Liona terbuka. Dia berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Tubuh Liona terasa kaku dan berat, bahkan dia merasa perutnya sedikit kram. Liona kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Hanya ruangan kosong yang sangat berdebu. Sesekali Liona terbatuk, saat debu masuk ke tenggorokannya.Tentu saja Liona masih ingat, siapa yang telah membawanya ke tempat itu. "Sehan ..." panggil Liona lirih, nyaris terdengar seperti bisikan. Dia berharap Sehan bisa mendengarnya, walaupun itu tidak mungkin. Bahkan Liona yakin, Sehan tidak tau dimana keberadaannya saat ini. "Perutku ..."Liona menatap perut buncitnya sesaat, dia sangat takut Gretta akan melakukan hal macam-macam pada janin di perutnya. Saat ini Liona duduk di kursi kayu, dengan kedua tangannya diikat kebelakang. Kakinya pun juga diikat ke kaki kursi, membuat Liona sedikitpun tak bisa bergerak. 'Aku harus per
Kalimat Liona tertahan. Mendadak kepalanya berdenyut sakit. Liona sudah lama tidak merasakan ini lagi, terakhir saat diawal kehamilannya. 'Kenapa kepalaku tiba-tiba sakit?'Namun Gretta tak mempedulikan raut wajah Liona yang terlihat menahan sakit. Dia justru mengambil satu tablet di dalam botol yang dia pegang itu. "Bukalah mulutmu Liona."Liona kembali menatap wajah Gretta. Dengan menahan denyutan hebat di kepalanya, dia lalu menggeleng lemah. "Ibu, aku mohon jangan lakukan semua ini padaku. Tolong biarkan bayiku lahir ke dunia ini Bu, biarkan dia bernafas dan merasakan kehidupan di dunia ini. Aku mohon Bu. Sehan dan aku telah lama menunggu kehadirannya."Gretta menghentikan usahanya yang ingin memasukkan obat tersebut ke mulut Liona. Setelah mendengar ucapan Liona, sebuah ide baru tiba-tiba muncul di kepalanya. "Benar juga," ucap Gretta sambil tersenyum lebar. Air mata Liona terhenti. Mata Liona berbinar penuh har
Sandra berjalan bolak-balik di hadapan Joana dan Bram. Dia sangat khawatir dengan Liona, di tambah dia juga sekarang tak mengetahui keberadaan Sehan. Membuat pikirannya semakin tak bisa tenang. "Seharusnya aku ikut dengan Sehan tadi," ucap Sandra menyesal. "Pikiran Sehan sedang kacau. Dan aku justru membuatkannya pergi sendiri mencari Liona.""Sandra duduklah," pinta Joana yang juga ikut merasa khawatir. Dia justru semakin pusing melihat menantunya berjalan mondar-mandir di depannya. Pandangan Joana kini mengarah pada Bram. "Bram, kau sudah minta polisi untuk menghubungimu kembali jika bertemu dengan Sehan atau Liona kan?"Bram mengangguk membenarkan. "Salah satu polisi itu adalah teman Sehan. Mereka juga yang telah membantu Sehan menangkap Gretta di apartemen saat itu, aku yakin jika saat ini Sehan mencari Liona, pasti anak itu juga akan meminta bantuan kepada temannya itu lagi. Tapi untuk saat ini, polisi itu mengatakan Sehan belum ada menelponnya lagi
Sebuah mobil putih terus melaju, menyusuri jalanan dengan kecepatan penuh. Hari sudah senja, namun Sehan belum juga menemukan sang istri. Tentu pikirannya semakin tak bisa tenang. "Bagaimana keadaan Liona saat ini? Bagaimana jika Gretta melakukan hal macam-macam padanya?" Tangan Sehan mencengkram setir mobilnya dengan erat. Dia frustasi dan juga marah. Mengingat Liona saat ini sedang hamil, jika Gretta melukai Liona sudah pasti janin dalam kandungan perempuan itu juga akan ikut kenapa-kenapa. Saat ini ada dua nyawa yang sangat Sehan khawatirkan. "Ingat Gretta, aku akan menyiksamu hidup-hidup jika sampai Liona dan janinnya terluka!" Sehan semakin menambah laju mobilnya. Dia tak mempedulikan sekitar, bahkan juga tak peduli dengan keselamatannya. Pikirannya saat ini hanya tentang Liona saja. Sehan benar-benar frustasi. Hingga tak sengaja, seekor anak anjing menyeberang jalan. Mata
Hari sudah gelap, akhirnya Sandra kembali pulang. Saat baru keluar dari mobil, Sandra sudah disambut oleh Bram dan juga Joana di teras rumah. "Sandra." Joana menghampiri sang menantu dengan raut khawatir. Dia lalu bertanya, "apa kamu menemukan Sehan atau Liona?" Sandra menjawab pertanyaan Joana dengan sebuah gelengan lemah. "Aku tidak menemukan mereka Bu." "Sandra sebaiknya kita tunggu di rumah saja. Aku sudah meminta polisi untuk menambah personil mereka yang diturunkan ke lapangan untuk mencari Liona. Dan semoga mereka juga bertemu dengan Sehan dalam perjalanan mencari Liona nantinya." Sandra mengangguk menurut. Joana kembali berucap, "kalau begitu kita tunggu informasi selanjutnya di dalam rumah saja. Kamu juga belum makan Sandra, kondisimu pasti akan melemah." "Sandra tidak nafsu makan Bu, Sandra hanya khawatir dengan kondisi Sehan dan Liona." Tentu saja, seorang ibu mana yang bisa tenang j