Share

Bab 167 Aku Datang, Bu!

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-01 11:35:58

Perjalanan kali ini begitu menyenangkan, tapi lumayan lama. Karena kami membawa balita, jadinya sering berhenti untuk sekadar meluruskan pinggang.

Namun, meskipun begitu aku tetap merasa senang. Lelahku akan terbayarkan dengan bertemu Ibu di rumah.

Ponsel berdenting satu kali tanda ada pesan yang masuk. Aku pun meraihnya, membaca isi dari pesan tersebut.

[Sudah sampai mana, Ra? Ibu nanyain terus,] ujar Mimi.

[Sudah masuk Kota Garut, Mi. Bilang sama Ibu, mau dibelikan dodol, gak?]

"Siapa?" Mas Raffi bertanya dengan pandangan yang fokus pada jalanan.

"Mimi, Mas. Katanya Ibu nanyain kita sudah di mana. Oh, iya Mas. Bisa berhenti sebentar di tempat oleh-oleh, gak? Aku mau beli dodol Garut buat Ibu."

"Tentu, Sayang. Kita cari tempat yang luas, biar Rayyan enggak rewel, ya?" ucap Mas Raffi.

Aku mengangguk mengiyakan. Pandangan kembali kualihkan pada layar ponsel, menunggu pesan balasan dari Mimi.

Namun, tidak ada. Temanku itu bahkan belum membaca pesan yang aku kirim.

Mungkin dia s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Zidan Ramadhan
penyesalan akan segera datang
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
terlalu sibuk krj..sampai abai kabar brta..sedih banget rasa ny
goodnovel comment avatar
Zakiya Paundra
rafinya gak gerak cepat masih nunggu esok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 168 Siapa yang Harus Disalahkan?

    Mimpi. Aku harap apa yang tadi terjadi hanyalah sebuah bunga tidur. Namun, tidak. Itu nyata, ibuku memang benar-benar telah tiada. "Maafkan aku, Ra. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa mencegah kepergian Ibu. Sudah berulang kali aku bisikan di telinga dia, jika kamu akan segera tiba. Tapi ...."Mimi terisak, ia tidak mampu lagi mengucapkan kata selanjutnya. Wanita yang sehari-harinya dihabiskan mengurus ibuku, sama terpukulnya denganku. Mimi tersedu di sebelahku yang meringkuk memeluk kain jarik bekas penutup jasad Ibu. Satu jam yang lalu, Ibu sudah dikebumikan. Aku melihat dengan jelas bagaimana tubuh itu ditimbun tanah hingga tak ada celah untukku melihatnya lagi. Aku dan Ibu benar-benar sudah berpisah. "Kenapa kamu tidak membawanya ke rumah sakit, Mi?" Pertanyaan itu seperti kalimat menyalahkan, tapi tidak menurutku. Aku hanya ingin tahu awal Ibu pergi, dan tindakan yang dilakukan orang-orang di sekitarnya tadi."Demi Allah, Ra. Aku sudah membujuk Ibu untuk itu. T

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 169 Harus Ikhlas ....

    "Tekanan darahnya rendah, mungkin Mimi kelelahan," ujar bidan yang menangani Mimi. Tidak ada dokter di kampung ini. Adanya hanya mantri dan bidan yang bisa kami mintai tolong. "Tapi, Mimi akan baik-baik saja, kan Bu Bidan?" tanya ibu dari temanku itu. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan putri bungsunya. "Tidak apa-apa, sebentar lagi juga dia bangun. Kalau sudah bangun, berikan dia makan, dan obat tambah darah yang saya berikan, ya?" Bu Maeni, ibunya Mimi mengangguk paham. Aku yang tadi menemukan Mimi tak sadarkan diri, merasa bersalah sekaligus malu pada temanku itu. Harusnya aku tidak memberikan pertanyaan yang menyudutkan. Harusnya aku berterima kasih, bukan malah menyalahkan dia. Mimi sudah menjaga ibuku dengan kemampuan dia. Menggantikan aku, yang harusnya berada di sisi Ibu di saat-saat terakhirnya. Bidan tadi pamit pulang dengan diantar Mas Raffi hingga ambang pintu. Karena beliau datang dengan suaminya ke sini. Seiring dengan itu, mata Mimi mulai terbuka. Dia melihatku

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 170 Saudara Tanpa Ikatan Darah

    "Mama ...." Tangisku pecah kembali dalam pelukan ibu mertua. Aku tidak menyangka jika Mama akan datang ke sini memberikan kekuatan pada menantunya yang rapuh ini. Seperti anak kecil yang kehilangan mainan, aku meringkuk menangis di pangkuan ibu mertua yang sudah kuanggap ibu kandung sendiri. "Sabar, Sayang .... Allah lebih cinta pada ibumu, Allah lebih sayang dia, hingga membebaskannya dari rasa sakit yang diderita," tutur Mama seraya mengusap-usap pucuk kepalaku yang berbalut hijab instan. "Ibu gak pamit, Mah. Dia bilang baik-baik saja, tapi malah pergi," racauku dalam isak. "Itu kehendak Gusti Allah. Jika bisa meminta, ibumu juga inginnya pulang setelah pamit pada kita. Tapi, waktunya tidak cukup, Ra. Allah tidak mengizinkan itu."Aku semakin menangis tergugu. Kutumpahkan unek-unek dalam dada, mengabaikan orang-orangnya yang mungkin melihatku dengan iba. Mama sama sekali tidak menyuruhku berhenti menangis. Dia membiarkan menantunya ini mengeluarkan air mata hingga akhirnya aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 171 Ingin Pulang

    "Tidak ada. Ibumu tidak punya utang. Dia tidak pernah ngutang."Ini orang ke tiga yang aku tanyai tentang utang Ibu. Dan semuanya mengaku tidak pernah diutangi Ibu. Alhamdulillah, berarti Ibu tidak punya masalah piutang yang akan memberatkannya di sana. Lelah menyusuri kampung, aku pun memutuskan pulang. Aku tak sendiri. Ada Mbak Kinanti dan Mbak Cindy yang ikut menemani. "Mbak, gak bisa lama-lama di sini, Ra. Besok pagi, Mbak dan suami harus kembali ke Jakarta," tutur Mbak Kinanti padaku. "Iya, Mbak. Terima kasih, sudah menyempatkan untuk datang. Ngomong-ngomong, apa enggak ada yang mau main ke pantai dulu, gitu? Mumpung di sini, kan?" Kedua wanita itu tersenyum tipis. Aku tahu, sebenarnya mereka mau, tapi tak enak denganku. Padahal, aku sama sekali tidak akan berpikir buruk jika kakak-kakak suamiku ingin bersenang-senang dengan berliburan di sini. Itu hak mereka. Aku yang sedang berduka, bukan berarti harus melarang mereka untuk berbahagia. "Pergilah sore ini ke pantai untuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-04
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 172 Tidak Ingin Jadi Bahan Gunjingan

    "Ke rumah kita, Mas. Di sini, aku inget Ibu terus, aku mau Ibu bangun dan kembali. Padahal, aku kan gak boleh seperti ini, Mas. Aku gak mau bikin Ibu susah di sana karena sedihku ini."Mas Raffi langsung memelukku. Dia membelai kepalaku yang kini kembali tersedu. Aku benci dengan air mata ini. Kenapa sangat mudah jatuh dan membanjiri pipi? Aku ingin tegar. Aku ingin kuat dan tidak cengeng seperti sekarang ini. Kenapa? Kenapa selalu sakit jika mengingat Ibu? Tuhan .... Kenapa harus mengambil Ibu secepat ini? "Sabar, Sayang .... Ikhlas ...," tutur Mas Raffi. "Aku sudah ikhlas, aku ridho Ibu pergi, Mas. Tapi, tapi kenapa rasanya dadaku sesak mengingat Ibu, Mas? Aku merasa gagal jadi anak, aku gak bisa menemani dia dan membisikkan kalimat syahadat di telinganya. Aku bukan anak yang baik, Mas. Aku gagal.""Enggak. Kamu tidak gagal, Ra. Ini masalah waktu. Waktu yang tidak mengizinkan kita bertemu dulu dengan Ibu saat sakitnya dia. Buang rasa sesalmu, Sayang. Kamu anak terbaik, kamu su

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 173 Tidak Ikut Andil?

    "Bu Fatimah, hari ini kami akan pulang. Insya Allah, lain waktu kami akan kembali lagi ke sini. Jangan khawatirkan Raya, putri semata wayangmu. Kami akan menjaganya seperti putri kami sendiri."Aku tersenyum getir, merasakan dada yang berdenyut ketika Papa bicara di depan pusara Ibu. Hari ini keluarga suamiku akan pulang. Tapi, mereka menyempatkan diri untuk ke peristirahatan terakhir Ibu, mendoakannya seraya berpamitan. "Bu Fatimah, terima kasih sudah melahirkan Raya, mengizinkan dia berada di tengah-tengah kami. Seperti kamu yang tidak pernah menyia-nyiakan kehadirannya, begitu pun dengan kami. Ketulusan hatimu dan hatinya dalam menerima pinangan putra kami, tidak akan kami anggap sebelah mata. Jangan risau, Bu Fatimah .... Kami akan menyayanginya sampai kapan pun." Kali ini aku tersedu mendengar Mama yang berucap. Bayangan senyum Ibu saat aku jadi pengantin, hadir seperti potongan film yang mengingatkan aku akan masa itu. Pelukan serta usapan lembut di punggung Mas Raffi berika

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-05
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 174 Campur Tangan Mertua

    Tidak ikut andil dia bilang? Oh, ya ampun, ringan sekali bibir Naima dalam berucap. Aku pikir, dia sudah berubah dan lebih dewasa dari sebelumnya. Namun, pemikiranku salah. Naima masih sama seperti dulu. Bibirnya masih begitu pedas dalam berkomentar. "Raya, jangan dengerin si Nai. Sudah, mendingan kamu segera berangkat saja, itu suamimu sudah menunggu." Bibi menyenggol lengan putrinya, kemudian menyuruhku tidak meladeni ocehan Naima. Aku juga tidak punya banyak waktu itu berdebat dengan Naima. Malah akan buang-buang waktu dan tenagaku saja. Seperti permintaan Bibi, aku pun masuk lagi ke dalam mobil dengan wajah ditekuk. Mas Raffi yang menyadari perubahan wajahku, dia mempertanyakan yang terjadi antara aku dan Naima tadi. "Tidak ada apa-apa, Mas. Sebaiknya kita berangkat sekarang," kataku pada Mas Raffi. Pria penyuka warna hitam itu segera melajukan mobil meninggalkan Bibi dan Naima di teras rumah. Entahlah mereka akan tetap di sana atau tidak saat nanti kami pulang, tapi kube

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 175 Pamit Pulang

    "Masya Allah, Ra .... Mertuamu baik banget! Mau atuh dibagi mertua macam mereka itu.""Hush! Kalau ngomong suka lolos rem. Sampai mati pun, Ibu enggak akan ridho, jika kamu jadi istri keduanya Nak Raffi. Enak aja, mau jadi pelakornya teman sendiri. Ibu gantung kamu di pohon pepaya." Mia yang tadi berucap lantang, kini bersembunyi di balik tubuhku setelah Bu Maeni mengecam ucapan bernada candaan putrinya itu. Saat pulang dari restoran A Yusuf tadi, ternyata di rumah sudah ada Mia dan ibunya. Karena mereka sudah kuanggap keluarga, aku pun menceritakan tentang kebaikan ayah dan ibu mertuaku kepada mereka. Hingga akhirnya Mia menanggapi curhatanku dengan guyonan. "Canda, Bu. Aku cuma becanda doang, kok," tutur Mia, dengan bibirnya yang mengerucut. "Lagipula, anaknya mertua Raya, kan bukan cuma Raffi, Bu. Ada dua kakaknya yang dokter itu.""Mikiiiiirr .... Mereka sudah punya anak istri. Lagipula, mana mungkin mereka melepaskan istrinya yang pada pintar dan cantik demi kamu yang burik."

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06

Bab terbaru

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   EXTRA PART SEASON 2

    "Raihanum." Aku menyebut nama dari bayi perempuan yang sedang menggeliat di tempat tidurnya. Bibirku tersenyum manis menatap sepasang mata yang mulai melihat dunia. "Selamat pagi, Sayang ...." Aku mengusap pelan pipinya dengan jari telunjukku. Dia menggoyangkan kepalanya seolah merasa terganggu dengan sentuhan lembutku. Bibirnya bergerak seperti mengemut sesuatu. Dan aku semakin gemas melihat itu. "Hey, princess Papa sudah bangun ternyata?" Aku menoleh pada Mas Raffi yang baru saja datang, dan langsung menghampiriku. Bukan. Bukan aku yang dia datangi, melainkan putri kecilnya. "Sepertinya dia haus, Sayang," ujarnya lagi. "Iya. Dia cari sesuatu.""Kasihlah. Kasihan dia."Aku pun mengambil bayi perempuan berusia empat puluh hari itu. Kini, dia menggeliat dalam gendongan, lalu kepalanya ke kanan dan kiri mencari sarapan paginya. Aku membuka kancing piyamaku, kemudian memberikan asupan gizi untuk putriku tercinta. "Persiapan di bawah gimana, Mas?" Aku melihat pada Mas Raffi. "

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 273 Ending Season 2 Kebahagiaan yang Sempurna

    "Sayang ... udah belum?" "Belum!" Aku berteriak menjawab pertanyaan Mas Raffi. Saat ini aku tengah mondar-mandir di kamar mandi seraya memegang testpack. Sudah lima belas menit aku di dalam sini, tapi benda kecil itu belum menyentuh urinku. Rasanya campur aduk antara takut tidak sesuai dengan ekspektasi, juga penasaran yang luar biasa. "Sayang, ayo, dong! Masa dari tadi belum terus!" Mas Raffi kembali berujar. "Iya, bentar, Mas!"Dengan tangan yang bergetar, aku memasukkan testpack ke dalam urin yang sudah aku tampung dalam wadah. Setelah beberapa detik menunggu, aku mengangkatnya dengan mata terpejam. Sebelah mata aku buka sedikit, mencari garis yang menjadi penentu aku hamil atau tidaknya. Samar-samar aku melihat garis itu, hingga akhirnya mata kubuka lebar-lebar untuk memastikan penglihatanku tidaklah salah. "Dua?" gumamku, kemudian bibir tersenyum. Aku menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca. Ini memang bukan kehamilan pertama, tapi rasanya masih sama seperti waktu tah

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 272 Telat

    "Pagi, Sayang ...."Sepasang tangan melingkar di pinggang, disusul dengan kecupan kecil di pipi. Aku yang tengah berkutat dengan alat masak, membalas sapaan Mas Raffi dengan usapan pelan di lengannya. Hal seperti ini bukan terjadi sekarang, tapi setiap pagi datang. Sikap Mas Raffi selalu hangat dan tambah romantis sejak kami tinggal di rumah ini. Itu mengapa, aku memperkejakan asisten rumah tangga yang pulang pergi. Aku tidak ingin melewatkan keromantisan ini karena ada orang lain di istana kami. "Sudah aku siapkan teh di atas meja. Mas duduk, sebentar lagi gorengan yang aku buat akan matang," ujarku. "Emh ... enggak mau. Aku mau tetap meluk kamu sampai gorengan itu pindah ke meja makan." Mas Raffi berucap manja. "Nanti kamu kecipratan minyak, Mas.""Biarin. Jangankan minyak, percikan api asmara dari luar pun bisa aku padamkan demi kamu.""Hah, gimana-gimana?" Aku menoleh, mencari wajah Mas Raffi yang menyusup di tengkuk leherku. Dia tidak berani mengangkat kepala. Malah semaki

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 271 Dipanggil Teteh

    "Gini aja, deh, Fi. Daripada kamu jual perhiasan Raya, mendingan kamu pinjem uang aja dari Mama." Aku yang tadi sudah berpikiran buruk, merasa lebih tenang saat mendengar suara Mama. Ternyata yang masuk tadi bukan Reyhan, melainkan Mama dan Mas Raffi yang membahas perhiasan. Oh, ya ampun. Mas Raffi ketahuan Mama akan menjual perhiasan? Aku berjalan mendekati mereka yang berada di ruang tamu. Pandanganku mengarah pada Mas Raffi yang memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Aku mengangguk kecil, lalu meraih tangan Mama dan menciumnya. "Rayyan mana, Ra?" tanya Mama tanpa melepaskan tanganku. "Lagi main di ruang tengah, Mah.""Kalau gitu, kamu duduk di sini, Mama mau bicara dengan kalian."Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu aku pun duduk di samping Mama. Begitu pun Mas Raffi. Kami mengapit Mama yang berada di tengah-tengah. "Fi, Ra, kalian ini masih punya orang tua. Ada Mama dan Papa, yang masih bisa bantu kalian. Bukan Mama mau sombong, soal uang, insya

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 270 Menjual Perhiasan

    "Semalam aku kaget banget, loh saat Mas Bayu membekap mulutku. Aku kira itu Reyhan."Aku menyeruput jus alpukat seraya memperhatikan Rayyan yang bermain. "Tadi malam, saat aku menyuruh kamu tidur, emang sudah merasakan ketidakberesan di rumah kita. Yang kata aku melihat kucing di kosan, itu sebenarnya yang aku lihat emang manusia.""Kok, gak bilang ke aku?" tanyaku. Saat ini, aku dan Mas Raffi masih membahas kejadian semalam yang membuat tubuh ini bergetar ketakutan. Kami duduk lesehan di teras depan seraya mengasuh Rayyan yang bermain di halaman. "Aku tidak mau kamu takut, Ra. Makanya aku menyuruh kamu tidur cepat. Dan setelah kami tidur, aku langsung menelepon polisi untuk datang secara diam-diam. Dan Bayu juga.""Terus, saat aku bangun dan ke lantai bawah, kamu kan tidak ada. Itu ke mana?" Aku masih bertanya karena penasaran. "Aku di luar. Secara tidak langsung, aku menggiring Reyhan masuk ke kamar tamu lewat jendela. Dan Bayu, saat itu sudah ada di dalam rumah ini. Dia aku su

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 269 Penangkapan Reyhan

    "Mas Bayu ngapain di sini?" tanyaku, saat dia melepaskan tangannya dari bibirku. "Aku diminta Raffi datang ke sini. Dan kamu tahu, yang ada di kamar itu siapa? Si Reyhan. Dia nyusup masuk ke rumahmu lewat jendela kamar yang tidak dikunci.""Apa?" Rasa terkejutku bertambah berkali lipat. Jika saja tadi aku masuk ke sana, habislah riwayatku. Reyhan pasti akan dengan mudah melakukan perbuatan jahatnya padaku. Suara gagang pintu yang diputar dari dalam kamar tamu, membuatku dan Bayu menoleh. Semakin lama, suara di sana semakin keras. Karena mungkin Reyhan sudah menyadari jika dia masuk perangkap. "Mas Raffi, mana?" tanyaku, karena tak kulihat keberadaan suamiku. "Dia di luar.""Sendirian?" tanyaku lagi. "Temenin, Mas. Aku takut Reyhan menyerang Mas Raffi. Dia belum pulih." Aku panik. Bayu hendak melangkah menjauh dariku, tapi dia urungkan saat ada bayangan yang berjalan mendekat ke arah kami. Tidak lama kemudian, lampu pun menyala membuat ruangan yang gelap menjadi terang. Aku lan

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 268 Keluargaku Dalam Bahaya

    "Mas, kenapa liatin aku terus?" Mama dan Papa, serta semua kakak Mas Raffi sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sekarang, tinggallah kami berdua, dan Rayyan yang sudah tidur. Hari memang sudah malam. Perabot pemberian kakak-kakak Mas Raffi pun, sudah disimpan ke tempat yang semestinya. Dibantu kakak dan kakak iparku tentunya. Saat ini, aku dan Mas Raffi tengah duduk berdua di lantai dua rumah kami. Aku dan dia sedang menikmati malam, melihat bintang dan bulan yang bersinar bersamaan. Gorden kaca sengaja dibuka agar langit terlihat jelas. Di depan kami, dua cangkir teh menjadi pelengkap kebersamaanku dengan Mas Raffi. "Malu, ih diliatin terus," kataku lagi, memalingkan wajah ke arah lampu hias berbentuk hati yang berada di sudut ruangan. Mas Raffi menyentuh daguku. Menariknya sangat pelan, agar tatapanku kembali padanya. "Karena aku kagum pada kecantikan istriku ini. Makanya, aku pandang terus.""Ih, gombal, deh," ujarku. Padahal dalam hati, aku bahagia mendapatkan pujian dari

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 267 Sedang Miskin-miskinnya

    "Saat di hotel waktu itu, sebenarnya Mbak percaya jika kamu tidak melakukan apa-apa dengan Reyhan. Kalau kamu selingkuh dengan Reyhan, untuk apa kamu meminta Mbak datang? Iya, kan?"Aku mengangguk saat Mbak Kinara menjeda ucapannya. Saat ini, hanya ada aku dan dia. Kami duduk berhadapan di meja makan, setelah tadi Mbak Nara memintaku bicara berdua. "Saat kamu pergi dari hotel itu, sebenarnya Mbak masih ada di sana. Mbak menemui Reyhan setelah melihatmu benar-benar keluar dan pergi. Aku meminta Reyhan mengatakan apa yang terjadi antara kami dengannya, versi dia. Meskipun aku tidak percaya pada Reyhan, tapi aku tetap mendengarkan dan merekam pengakuannya. Kamu tahu kenapa?" Mbak Kinara melempar tanya. Aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau menduga-duga dan mengatakan yang tidak ada dalam pikiran."Aku cemburu padamu, Ra. Aku iri melihat kedekatan kamu dengan Mama, juga perhatian Mama pada Rayyan.""Ya Allah, Mbak ...." Aku menatap sendu pada Mbak Kinara yang menunduk. "Maafkan Mbak

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 266 Kedatangan Kakak Mas Raffi

    "Ini untuk kami, Mah?" tanyaku pada Mama, yang tengah membereskan sayuran serta buah segar ke dalam kulkas. Tidak hanya itu, Mama juga membeli bermacam bumbu dapur, juga perlengkapan lainnya. "Iya, Ra. Kalau untuk Mama, tidak mungkin dikeluarkan dari mobil. Ini semua untuk kalian. Mama juga beli vitamin penambah nafsu makan untuk kamu. Tapi, Raffi enggak boleh minum vitamin ini, ya? Dia punya vitamin sendiri dari dokternya," ujar Mama. Aku mengiyakan. Meskipun malu karena keluar dari kamar dalam keadaan rambut yang basah, aku tetap menemui ibu mertua yang tengah berbenah di dapur. Sedangkan Mas Raffi, dia masih di kamar. Sedang berpakaian setelah pada akhir tadi kami mandi bersama. Untunglah, kedua mertuaku paham situasi. Dari mereka tidak ada yang mengetuk pintu kamar sejak kedatangannya. Keduanya kompak membawa bermain Rayyan agar tidak mencari keberadaan orang tuanya. Ck, malu ... aku malu. Tapi, mau gimana lagi? Semuanya gara-gara ... ah, masa iya aku harus menyalahkan Mas

DMCA.com Protection Status