Share

Bab 147 Kesal

Penulis: Pena_yuni
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-16 16:51:15

Hei, pertanyaan macam itu? Kenapa tiba-tiba dia menuduhku?

Apa gara-gara dia melihatku dan Reyhan di kafe tadi?

"Ngaco, kamu Malika. Mana mungkin aku selingkuh," sanggahku.

Malika menyeringai seraya melipat kedua tangannya di perut.

"Jangan membodohiku, Raya. Kamu pikir, aku akan menganggap kamu dan laki-laki di kafe tadi hanya sebatas teman? Tidak ada pertemanan bagi wanita yang sudah menikah, dengan laki-laki di luar rumah. Kecuali ... wanitanya memang mu ra han."

"Tutup mulutmu!" kataku menekankan kata seperti dia yang mengeja ucapan terakhirnya barusan.

Aku sungguh tersinggung dengan kata yang merendahkan diriku sebagai seorang wanita. Rasanya ingin aku membungkam mulut Malika dengan lap kotor agar dia mengerti, tidak pantas kata itu keluar dari bibirnya.

Namun, kutahan emosi dengan mengepalkan tangan. Aku maju satu langkah lebih dekat dengan dia, mengikis jarak seraya menatapnya tak biasa.

"Jangan sesekali mengucapkan kata yang mencerminkan kepribadianmu sendiri. Emang gak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Zubaidah Zubaidah
ngobrol Raya ngobrol dong...biar jelas
goodnovel comment avatar
Zidan Ramadhan
tanya dong raya ...itu kenapa parfum bisa ada di saku suami kamu...masa jalan sendiri...pasti ketemuan kan ,gemessss banget jadinya
goodnovel comment avatar
maria jo
yaa gt itu klo tinggal ama mertua yg emank suka seenaknya..up lg dunk thor ...️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 148 Kata Cinta Sang Pujangga

    Aku tidak sama sekali menjawab pertanyaan Mas Raffi. Semakin erat dia memelukku, semakin pecahlah tangisku ini. Seperti anak kecil, aku menangis tersedu mengeluarkan rasa sesak di dalam dada. "Sebenarnya aku tahu, kalau kamu itu marah sama aku. Iya, kan?" ujar Mas Raffi. Tangan yang sedari tadi memeluk, kini beralih mengusap pipi yang basah oleh air mata. Kecupan singkat pun dia berikan di kepala yang masih tertutup hijab. Aku membisu. Meskipun hati membenarkan pertanyaan Mas Raffi, tapi lidah enggan bergerak mengatakan isi hati. "Aku juga tahu, kemarin malam kamu menemukan sesuatu yang mencurigakan dari bajuku. Kenapa gak nanya? Aku nunggu kamu nanya, loh."Suara tangis mulai mereda. Telinga kutajamkan agar mendengar jelas apa yang suamiku ucapakan. Katanya dia tahu, tapi kenapa tidak menjelaskan? Kenapa harus nunggu ditanya, sih? "Pikiranmu padaku, terlalu kejauhan, Ra. Jika dalam kepalamu aku ini selingkuh, itu enggak benar. Tidak ada wanita yang mampu menggetarkan hatiku, s

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 149 Ke Mana Syakila?

    "Mas, kita dilihatin orang, tahu. Mereka sangka, kita durhaka karena membiarkan Mama mengasuh Rayyan, dan kita malah ongkang-ongkang kaki di sini."Mataku melirik sekitar. Lebih tepatnya pada beberapa pasang mata yang menatapku tak suka. "Sudahlah, biarkan saja. Mereka itu tidak tahu apa-apa. Makan lagi pentolnya," ujar Mas Raffi. Tanganku menyuapkan pentol ke dalam mulut, tapi mataku masih memperhatikan mereka yang berada di sekitarku. Saat ini, aku dan Mas Raffi memang sedang berada di luar rumah. Kami pergi ke taman, menyusul Mama yang membawa Rayyan ke sani. Sebenarnya Mama tidak mengajak kami, tapi karena aku cemberut di rumah, Mas Raffi pun mengajakku pergi. Anggap saja liburan gratis, katanya. Selain tempatnya yang dibuka untuk umum dan tidak dipungut biaya, kami juga tidak akan kerepotan oleh anak. Karena ada Mama yang sudah seperti pengasuh putraku. Memang durhaka menganggap ibu sendiri pengasuh, tapi ungkapan itu hanya becandaan Mas Raffi saja padaku. Mana berani dia m

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-17
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 150 Keributan di Saat Langit Masih Gelap

    "Gimana, Fi? Syakila mana?" Mama menyambut kepulangan kami dengan pertanyaan. Sayangnya, baik aku maupun Mas Raffi tidak bisa menjawab. Hanya gelengan kepala yang membuat Mama menekuk wajah. Sepulang dari sekolah Syakila, tadi aku dan Mas Raffi berkeliling mencari keberadaan anak itu. Bahkan kami pergi ke tempat hiburan malam untuk mencari keberadaan Syakila. Namun, nihil. Anak itu dan Pak Tarmin tidak kami temui. Nomornya pun tak aktif, tidak bisa memberikan petunjuk apa pun."Ya Allah ... ke mana Syakila?" ujar Mama seraya memijit kening. Papa yang sedari tadi diam di kamar, kini menghampiri menanyakan cucu pertamanya. Seperti pada Mama, aku dan Mas Raffi pun menjawabnya sama. Dan itu membuat Papa marah. Bukan marah padaku, tapi pada Syakila yang entah di mana. "Telepon Daffa!" titah Papa dengan nada cukup tinggi. Untunglah Rayyan sudah tidur. Kalau dia mendengar suara tinggi Papa, pasti akan menangis karena terkejut. "Nomornya gak aktif, Pah. Mungkin masih di rumah sakit,"

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 151 Badutnya Mas Raffi

    "Matikan listrik," kataku berbisik. "Syakila pasti akan keluar karena AC-nya mati."Mama berdecak. "Kamu, tuh enggak mikir dua kali kalau ngasih ide. Kalau listrik dimatikan, otomatis anakmu juga bangun, Ra. Gimana, sih kamu." Aku bengong seraya melihat Mama yang berlalu meninggalkan aku. Benar juga, sih kata Mama. Yang kepanasan bukan hanya Syakila, tapi Rayyan juga, yang sekarang sudah bergantung dengan pendingin ruangan. Ah, ternyata usulanku kali ini tidak masuk akal dan tidak diterima oleh ibu mertua. Alhasil, aku hanya bisa menggaruk tengkuk, meninggalkan kamar Syakila yang tertutup rapat. "Ekhem!" "Eh!" kataku terkejut saat Mas Raffi berdehem seraya menatapku lekat. "Semalam aku nungguin kamu. Eh, kamunya malah enggak datang-datang. Tahunya tidur di kamar Rayyan." Suamiku menggerutu dengan wajah yang ditekuk. Aku mengulum senyum melihat wajahnya yang menggemaskan. Jika dilihat sedang cemberut seperti itu, dia mirip boneka beruang yang banyak dijual di toko mainan.Namun,

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 152 Pawang Rayyan

    "Ra, sebagai orang tua Syakila, Mas minta maaf. Tidak seharusnya ini terjadi, dan kami menyesali kejadian ini."Aku hanya mengangguk lemah menanggapi permintaan maaf dari Mas Daffa. Yang aku pikirkan sekarang adalah, kondisi putraku yang masih belum sadar setelah ditangani dokter. Iya, saat ini kami sedang berada di rumah sakit setelah tadi Mama menelepon dan mengabarkan putra kami yang terjatuh hingga keningnya robek dan mengelurkan banyak darah. Kaget? Tentu saja. Ibu mana yang santai saat tahu keadaan anaknya cidera. Dan yang membuatku kesal bukan main, Rayyan celaka karena ulah Syakila yang sengaja mendorong putraku dari sofa hingga ia jatuh dan keningnya berbenturan dengan patahan mainan. Aku dan Mas Raffi pun langsung bergegas ke rumah sakit di mana putraku berada. Telat, memang. Aku tidak ada di saat-saat putraku ditangani karena terjebak macet. Hingga akhirnya kami datang saat Rayyan sudah tertidur pulas efek obat tidur. "Semuanya sudah terjadi, Mas. Aku dan Raya, memang

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 153 Memikirkan Perasaan Sendiri?

    "Gimana keadaan Rayyan sekarang?" Aku menatap wajah wanita berhijab yang ada di seberangku. Di tengah-tengah kami, dua cangkir teh manis mengepul mengeluarkan asap serta aroma melati yang harusnya menenangkan hati. Namun, tidak untuk hatiku. Perasaan sedih karena putraku kecelakaan, bertambah dengan kenyataan jika Rayyan lebih nyaman dengan Mama dibandingkan aku, ibu yang telah melahirkan dia. "Kenapa, Ra?" tanya wanita itu lagi. "Emh, tidak apa-apa, Mbak. Rayyan sudah lebih baik dari sebelumnya. Sekarang sudah tenang, sudah anteng." Aku tersenyum kecut. Mbak Cindy. Dia mengembuskan napas kasar, lalu menyeruput tehnya. Tadi, aku dan Mbak Cindy bertemu di koridor rumah sakit. Dia yang hendak melihat keadaan putraku, mengurungkan niat dan malah ikut denganku yang hendak ke kantin. Dan sekarang di sinilah kami berada. Duduk berdua di kantin, seraya menikmati teh manis yang terasa kecut di lidahku. "Syukurlah kalau lebih baik. Tapi ... wajahmu tidak mencerminkan ketenangan, Ra. Apa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 154 Dua Ipar

    "Mah, tadi kronologisnya gimana, sih saat Rayyan didorong sama si Kakak?" Mama menoleh sebentar pada cucunya yang sekarang sedang menyusun lego, kemudian beralih melihatku yang duduk di sofa."Tadi setelah kamu dan Raffi berangkat, Syakila minta uang sama Mama. Katanya uang buat beli buku, padahal Mama tahu itu bohong. Syakila berhutang pada temannya bekas pesta yang waktu itu sampai pulang malam.""Pesta?" Aku berucap kaget seraya menyipitkan mata."Iya. Setelah Mama telusuri, dan mendengar pengakuan Pak Tarmin, Syakila mengadakan pesta di kafe. Katanya untuk merayakan temannya yang ulang tahun. Kebangetan, gak, tuh? Orang lain yang ulang tahun, dia yang modalin buat pesta. Bodoh, mau aja dimanfaatin orang," ujar Mama menggerutu. Aku diam mencerna ucapan Mama yang lumayan membuatku kaget. Kok, mau-maunya Syakila berkorban untuk temannya itu? Sedekat apa mereka hingga Syakila sampai rela keluar uang, bahkan harus bohong pada semua orang untuk mendapatkan biaya pesta? "Temannya lak

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-22
  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 155 Siapa yang Memberikan Selimut?

    "Belum tahu. Tanya besok sama Papa aja."Mbak Kinara manggut-manggut. Kini kakak iparku itu menjauh dari tempat tidur Rayyan, lalu menghampiriku dan Mbak Kinanti. "Ra, maafkan Mbak waktu itu, ya? Jujur, Mbak menyesal telah mengatakan hal demikian. Karena ternyata, apa yang ada dalam pikiran Mbak, tidak benar adanya. Mama masih sayang sama cucu-cucunya yang lain."Seperti ada mata air yang mengaliri hatiku saat Mbak Kinara berucap demikian. Aku merasa lega, juga bahagia dengan perkataan yang menenangkan perasaanku. Akhirnya anakku tidak lagi dicemburui, atau dianggap sebagai perebut Mama dari cucu-cucunya yang lain. "Tidak usah minta maaf, Mbak. Aku sama sekali tidak marah sama Mbak Nara. Aku maklumi perasaan itu," tuturku dengan ketulusan hati. "Ingat, ya kalian." Aku dan kedua iparku mengalihkan pandangan pada wanita paling tua di antara kami. "Tidak ada yang namanya pilih kasih. Tidak ada yang namanya Mama berat ke cucu laki-laki dibandingkan cucu perempuan. Semua Mama perlakuan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-22

Bab terbaru

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   EXTRA PART SEASON 2

    "Raihanum." Aku menyebut nama dari bayi perempuan yang sedang menggeliat di tempat tidurnya. Bibirku tersenyum manis menatap sepasang mata yang mulai melihat dunia. "Selamat pagi, Sayang ...." Aku mengusap pelan pipinya dengan jari telunjukku. Dia menggoyangkan kepalanya seolah merasa terganggu dengan sentuhan lembutku. Bibirnya bergerak seperti mengemut sesuatu. Dan aku semakin gemas melihat itu. "Hey, princess Papa sudah bangun ternyata?" Aku menoleh pada Mas Raffi yang baru saja datang, dan langsung menghampiriku. Bukan. Bukan aku yang dia datangi, melainkan putri kecilnya. "Sepertinya dia haus, Sayang," ujarnya lagi. "Iya. Dia cari sesuatu.""Kasihlah. Kasihan dia."Aku pun mengambil bayi perempuan berusia empat puluh hari itu. Kini, dia menggeliat dalam gendongan, lalu kepalanya ke kanan dan kiri mencari sarapan paginya. Aku membuka kancing piyamaku, kemudian memberikan asupan gizi untuk putriku tercinta. "Persiapan di bawah gimana, Mas?" Aku melihat pada Mas Raffi. "

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 273 Ending Season 2 Kebahagiaan yang Sempurna

    "Sayang ... udah belum?" "Belum!" Aku berteriak menjawab pertanyaan Mas Raffi. Saat ini aku tengah mondar-mandir di kamar mandi seraya memegang testpack. Sudah lima belas menit aku di dalam sini, tapi benda kecil itu belum menyentuh urinku. Rasanya campur aduk antara takut tidak sesuai dengan ekspektasi, juga penasaran yang luar biasa. "Sayang, ayo, dong! Masa dari tadi belum terus!" Mas Raffi kembali berujar. "Iya, bentar, Mas!"Dengan tangan yang bergetar, aku memasukkan testpack ke dalam urin yang sudah aku tampung dalam wadah. Setelah beberapa detik menunggu, aku mengangkatnya dengan mata terpejam. Sebelah mata aku buka sedikit, mencari garis yang menjadi penentu aku hamil atau tidaknya. Samar-samar aku melihat garis itu, hingga akhirnya mata kubuka lebar-lebar untuk memastikan penglihatanku tidaklah salah. "Dua?" gumamku, kemudian bibir tersenyum. Aku menutup mulut dengan mata yang berkaca-kaca. Ini memang bukan kehamilan pertama, tapi rasanya masih sama seperti waktu tah

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 272 Telat

    "Pagi, Sayang ...."Sepasang tangan melingkar di pinggang, disusul dengan kecupan kecil di pipi. Aku yang tengah berkutat dengan alat masak, membalas sapaan Mas Raffi dengan usapan pelan di lengannya. Hal seperti ini bukan terjadi sekarang, tapi setiap pagi datang. Sikap Mas Raffi selalu hangat dan tambah romantis sejak kami tinggal di rumah ini. Itu mengapa, aku memperkejakan asisten rumah tangga yang pulang pergi. Aku tidak ingin melewatkan keromantisan ini karena ada orang lain di istana kami. "Sudah aku siapkan teh di atas meja. Mas duduk, sebentar lagi gorengan yang aku buat akan matang," ujarku. "Emh ... enggak mau. Aku mau tetap meluk kamu sampai gorengan itu pindah ke meja makan." Mas Raffi berucap manja. "Nanti kamu kecipratan minyak, Mas.""Biarin. Jangankan minyak, percikan api asmara dari luar pun bisa aku padamkan demi kamu.""Hah, gimana-gimana?" Aku menoleh, mencari wajah Mas Raffi yang menyusup di tengkuk leherku. Dia tidak berani mengangkat kepala. Malah semaki

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 271 Dipanggil Teteh

    "Gini aja, deh, Fi. Daripada kamu jual perhiasan Raya, mendingan kamu pinjem uang aja dari Mama." Aku yang tadi sudah berpikiran buruk, merasa lebih tenang saat mendengar suara Mama. Ternyata yang masuk tadi bukan Reyhan, melainkan Mama dan Mas Raffi yang membahas perhiasan. Oh, ya ampun. Mas Raffi ketahuan Mama akan menjual perhiasan? Aku berjalan mendekati mereka yang berada di ruang tamu. Pandanganku mengarah pada Mas Raffi yang memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Aku mengangguk kecil, lalu meraih tangan Mama dan menciumnya. "Rayyan mana, Ra?" tanya Mama tanpa melepaskan tanganku. "Lagi main di ruang tengah, Mah.""Kalau gitu, kamu duduk di sini, Mama mau bicara dengan kalian."Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu aku pun duduk di samping Mama. Begitu pun Mas Raffi. Kami mengapit Mama yang berada di tengah-tengah. "Fi, Ra, kalian ini masih punya orang tua. Ada Mama dan Papa, yang masih bisa bantu kalian. Bukan Mama mau sombong, soal uang, insya

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 270 Menjual Perhiasan

    "Semalam aku kaget banget, loh saat Mas Bayu membekap mulutku. Aku kira itu Reyhan."Aku menyeruput jus alpukat seraya memperhatikan Rayyan yang bermain. "Tadi malam, saat aku menyuruh kamu tidur, emang sudah merasakan ketidakberesan di rumah kita. Yang kata aku melihat kucing di kosan, itu sebenarnya yang aku lihat emang manusia.""Kok, gak bilang ke aku?" tanyaku. Saat ini, aku dan Mas Raffi masih membahas kejadian semalam yang membuat tubuh ini bergetar ketakutan. Kami duduk lesehan di teras depan seraya mengasuh Rayyan yang bermain di halaman. "Aku tidak mau kamu takut, Ra. Makanya aku menyuruh kamu tidur cepat. Dan setelah kami tidur, aku langsung menelepon polisi untuk datang secara diam-diam. Dan Bayu juga.""Terus, saat aku bangun dan ke lantai bawah, kamu kan tidak ada. Itu ke mana?" Aku masih bertanya karena penasaran. "Aku di luar. Secara tidak langsung, aku menggiring Reyhan masuk ke kamar tamu lewat jendela. Dan Bayu, saat itu sudah ada di dalam rumah ini. Dia aku su

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 269 Penangkapan Reyhan

    "Mas Bayu ngapain di sini?" tanyaku, saat dia melepaskan tangannya dari bibirku. "Aku diminta Raffi datang ke sini. Dan kamu tahu, yang ada di kamar itu siapa? Si Reyhan. Dia nyusup masuk ke rumahmu lewat jendela kamar yang tidak dikunci.""Apa?" Rasa terkejutku bertambah berkali lipat. Jika saja tadi aku masuk ke sana, habislah riwayatku. Reyhan pasti akan dengan mudah melakukan perbuatan jahatnya padaku. Suara gagang pintu yang diputar dari dalam kamar tamu, membuatku dan Bayu menoleh. Semakin lama, suara di sana semakin keras. Karena mungkin Reyhan sudah menyadari jika dia masuk perangkap. "Mas Raffi, mana?" tanyaku, karena tak kulihat keberadaan suamiku. "Dia di luar.""Sendirian?" tanyaku lagi. "Temenin, Mas. Aku takut Reyhan menyerang Mas Raffi. Dia belum pulih." Aku panik. Bayu hendak melangkah menjauh dariku, tapi dia urungkan saat ada bayangan yang berjalan mendekat ke arah kami. Tidak lama kemudian, lampu pun menyala membuat ruangan yang gelap menjadi terang. Aku lan

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 268 Keluargaku Dalam Bahaya

    "Mas, kenapa liatin aku terus?" Mama dan Papa, serta semua kakak Mas Raffi sudah pergi beberapa menit yang lalu. Sekarang, tinggallah kami berdua, dan Rayyan yang sudah tidur. Hari memang sudah malam. Perabot pemberian kakak-kakak Mas Raffi pun, sudah disimpan ke tempat yang semestinya. Dibantu kakak dan kakak iparku tentunya. Saat ini, aku dan Mas Raffi tengah duduk berdua di lantai dua rumah kami. Aku dan dia sedang menikmati malam, melihat bintang dan bulan yang bersinar bersamaan. Gorden kaca sengaja dibuka agar langit terlihat jelas. Di depan kami, dua cangkir teh menjadi pelengkap kebersamaanku dengan Mas Raffi. "Malu, ih diliatin terus," kataku lagi, memalingkan wajah ke arah lampu hias berbentuk hati yang berada di sudut ruangan. Mas Raffi menyentuh daguku. Menariknya sangat pelan, agar tatapanku kembali padanya. "Karena aku kagum pada kecantikan istriku ini. Makanya, aku pandang terus.""Ih, gombal, deh," ujarku. Padahal dalam hati, aku bahagia mendapatkan pujian dari

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 267 Sedang Miskin-miskinnya

    "Saat di hotel waktu itu, sebenarnya Mbak percaya jika kamu tidak melakukan apa-apa dengan Reyhan. Kalau kamu selingkuh dengan Reyhan, untuk apa kamu meminta Mbak datang? Iya, kan?"Aku mengangguk saat Mbak Kinara menjeda ucapannya. Saat ini, hanya ada aku dan dia. Kami duduk berhadapan di meja makan, setelah tadi Mbak Nara memintaku bicara berdua. "Saat kamu pergi dari hotel itu, sebenarnya Mbak masih ada di sana. Mbak menemui Reyhan setelah melihatmu benar-benar keluar dan pergi. Aku meminta Reyhan mengatakan apa yang terjadi antara kami dengannya, versi dia. Meskipun aku tidak percaya pada Reyhan, tapi aku tetap mendengarkan dan merekam pengakuannya. Kamu tahu kenapa?" Mbak Kinara melempar tanya. Aku menggelengkan kepala. Aku tidak mau menduga-duga dan mengatakan yang tidak ada dalam pikiran."Aku cemburu padamu, Ra. Aku iri melihat kedekatan kamu dengan Mama, juga perhatian Mama pada Rayyan.""Ya Allah, Mbak ...." Aku menatap sendu pada Mbak Kinara yang menunduk. "Maafkan Mbak

  • Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....   Bab 266 Kedatangan Kakak Mas Raffi

    "Ini untuk kami, Mah?" tanyaku pada Mama, yang tengah membereskan sayuran serta buah segar ke dalam kulkas. Tidak hanya itu, Mama juga membeli bermacam bumbu dapur, juga perlengkapan lainnya. "Iya, Ra. Kalau untuk Mama, tidak mungkin dikeluarkan dari mobil. Ini semua untuk kalian. Mama juga beli vitamin penambah nafsu makan untuk kamu. Tapi, Raffi enggak boleh minum vitamin ini, ya? Dia punya vitamin sendiri dari dokternya," ujar Mama. Aku mengiyakan. Meskipun malu karena keluar dari kamar dalam keadaan rambut yang basah, aku tetap menemui ibu mertua yang tengah berbenah di dapur. Sedangkan Mas Raffi, dia masih di kamar. Sedang berpakaian setelah pada akhir tadi kami mandi bersama. Untunglah, kedua mertuaku paham situasi. Dari mereka tidak ada yang mengetuk pintu kamar sejak kedatangannya. Keduanya kompak membawa bermain Rayyan agar tidak mencari keberadaan orang tuanya. Ck, malu ... aku malu. Tapi, mau gimana lagi? Semuanya gara-gara ... ah, masa iya aku harus menyalahkan Mas

DMCA.com Protection Status