"Suka gak?" Tanya Arkan padaku saat membuka pintu apartemennya.
Sebelum menikah denganku arkan sudah tinggal sendirian di apartemen ini. Alasannya hanya karena ingin mandiri saja, padahal dia itu anak tunggal.
Walaupun sebenarnya orang tuanya tidak setuju, tapi Arkan bersikeras untuk tinggal sendiri. Salah satu alasanya juga. Apartemen lebih dekat dari kantor tempatnya bekerja. Sehingga dia tidak terlalu lelah harus bolak-balik kantor dan rumah. Apalagi kalau pulang ke rumah bisa terjebak macet.
"Suka," kataku pelan. Arkan tersenyum bangga saat mendengar jawabanku.
Aku melihat ke sekeliling apartemen Arkan. Apartment-nya terlihat sangat teratur dan rapi. Apartemen ini juga terkesan laki-laki sekali, cat dindingnya saja berwarna abu-abu dan hampir semua perabotanya berwarna coklat tua.
Lemari hias ada di ruang tamu, berisi beberapa action figure. Ada sofa juga, apartemen Arkan tidak terlalu luas, dan terdapat dua kamar, tapi terlihat sangat nyaman sekali untuk ditinggali.
Aku melihat dapur yang ditata dengan rapi, berbagai alat memasak ada di sana. Aku tersenyum melihat balkon yang luas, untuk ukuran apartemen.
Balkonnya juga terdapat berbagai tanaman dan didominasi oleh kaktus. Kaktus memang perawatannya mudah, tidak harus disiram setiap hari dan tahan akan panas matahari.
"Ingin melihat kamar kita?"
Aku mengangguk kaku, bicara soal kamar otakku semakin tidak bisa berpikir jernih. Jantungku berdebar kencang dan wajahku memerah.
"Ini kamar kita. Aku berharap kamu suka pada kamar yang aku siapkan untuk kita," kata Arkan sambil meletakan koper kecilku di dekat lemari besarnya.
Kamar Arkan cukup luas, terdapat ranjang king size, lemari, dan meja rias disana. Tentu saja aku heran kenapa ada meja rias? Dia laki-laki masa, suka berdandan.
"Meja riasnya buat kamu. Gue gak dandan aja udah ganteng kok."
"Iya ganteng tapi nyebelin, buat apa?"
"Akhirnya ngaku juga kalau suami lo ini ganteng. Kemarin masih malu-malu ternyata"
Arkan berkekeh lalu melompat ke ranjangnya, aku memutar bola mataku bosan. Melihat ke sekeliling, memperhatikan setiap sudut kamar Arkan.
Hampir semua perabotan Arkan dari kayu berwarna coklat, tapi yang paling unik adalah lantai yang berwarna hitam, entah karena Arkan suka atau karena warna hitam tidak cepat terlihat kotor. Aku juga masuk dan memperhatikan kamar mandinya.
"Akhirnya tidak perlu takut kelihatan ayah atau ibu lagi," kata Arkan langsung memelukku dari belakang, aku kaget dan hampir saja oleng jika tidak di tahan oleh Arkan.
Walau aku jomblo abadi tapi ini tidak romantis sekali, berpelukan saat berada dikamar mandi. Mending kalau di balkon, pasti romantis lah. Di bawah langit cerah, hembusan angin membelai kulit, menyejukkan kulit yang hangat karena pelukan.
Lah, ini malah berpelukan di dalam kamar mandi. Saat aku ingin melihat sabun apa yang dipakai, sampo apa yang dipakai Arkan. Ini sangat tidak romantis.
"Akhirnya gue punya temen juga dan sendirian terus," Arkan berbisik tepat di telingaku.
Bulu kudukku berdiri karena geli, wajahku memanas. Ya Allah, seperti ini rasanya dipeluk laki-laki, seperti ini rasanya mendengar suaranya di telingaku tanpa takut dosa dan merasa bersalah. Kalau mau tau gimana rasanya, menikah lah.
Aku ingin melepas pelukan Arkan tapi terasa sangat nyaman. Aku saja sampai tidak rela jika pelukan ini berakhir cepat. Otak dan hatiku sangat tidak sinkron. Aku bingung harus menuruti otakku atau hatiku.
"Gue anak tunggal, tiap hari kesepian."
"Kan ada anak tetangga."
"Gak di bolehin main sama papi, maminya."
"Kenapa?"
"Mereka bilang gue bandel," kata Arkan pelan.
Aku langsung tertawa, memang tertebak sekali. Orang yang seperti arakan ini pasti kecilnya bandel dan bikin pusing tujuh keliling. Arkan tipe orang yang tidak bisa diam, tiap subuh dia itu lari.
Tentu saja aku tau karena dia pernah memberi tahu di grup. Mama juga bilang jika Arkan ini hiperaktif saat kecil sehingga butuh banyak bergerak untuk menghabiskan energinya yang besar.
Arkan juga sudah naik gunung saat SMP secara rutin. Tentu saja dengan pengawasan orang dewasa. Naik gunung bukan hanya menaklukan tinggunya gunung saja, tapi membuang energi katanya. Mama juga cerita dia sangat sedih, saat Arkan memutuskan untuk tinggal sendiri.
Kami bahkan ditawari agar tinggal dulu di rumah mama, dan pindah setelah rumah kami di renovasi. Arkan menolak dengan alasan ingin mandiri, dan langsung di ledek oleh sepupunya. Tidak mau bulan madunya terganggu, membuat wajahku memerah, tapi Arkan malah dengan santainya mengiyakan.
Arkan mulai melangkah dan aku juga ikut melangkah, tidak ku sangka dia mengambil shower dan menyemprotkannya padaku. Aku berteriak histeris saat air mulai membasahi bajuku.
"Arkan .... Apa-apa sih lo, main siram aja," protesku.
"Biar lo mandi dong, tadi kayaknya gak bersih," ledeknya.
Aku mengambil shower dan menyemprotkan air pada Arkan. Kami sama-sama basah kuyup.
"Rasain emang enak?"
"Enak dong, yang nyemprot juga istri gue."
Aku tambah kesal mendengar Arkan yang terkesan kesenangan dan terus menyemprotkan air ke badan Arkan.
Kamar mandi seperti habis terkena banjir, air menetes dari setiap sudut, sampo dan sabun berjatuhan dari tempatnya.
Air juga menetes dari tubuh kami, tapi rasanya kok tidak dingin. Badanku malah menghangat, apalagi saat tatapan kami saling beradu.
Suhu tubuhku semakin hangat dan aliran darahku semakin cepat. Harusnya wajahku pucat karena terkena air dalam waktu yang lama, tapi malah sebaliknya wajahku memerah.
Aku menunduk memutuskan pandangan kami, Arkan malah meraih daguku. Kami saling berpandangan lagi, wajah kami saling mendekat.
Aku dapat merasakan hangat nafas Arkan, aku tau Arkan juga merasakan hal yang sama. Aku tidak tau siapa yang memulai hingga bibir kami saling bertemu. Berbagi kehangatan, menjalarkan getaran yang membuat geli seluruh tubuh. Membuat perutku terasa aneh, tidak sakit tapi tidak juga enak.
Aku tidak bisa menggambar rasa ini, yang pasti aku baru pertama kali merasa hal ini. Aku baru pertama kali merasakan nafas seseorang, baru pertama kali merasakan getaran yang menggelitik sampai membuat tubuhku terasa melayang.
Kata orang kamar mandi banyak setannya dan aku yakin itu benar, buktinya kami berciuman sekarang.
Ciuman ini ciuman pertama, pertama memutuskannya adalah aku. Aku langsung berlari keluar kamar mandi. Arkan. Tidak kecewa di malah tertawa di dalam sana.
"Cie yang baru ciuman," ledeknya.
"Apaan sih, kayak gak pernah aja," kataku salah tingkah.
"Kan memang yang pertama," kata Arkan tanpa malu.
Aku langsung menutup wajahku malu, ini juga ciuman pertama Arkan. Memikirkannya membuat wajahku semakin merah.
Ya Allah, apakah aku terkena sakit jantung? Kenapa detaknya semakin kencang saja. Aduh aku harus bagaimana? Apakah ini berbahaya dan bisa mengakibatkan kematian. Seperti aku harus segera konsultasikan ke dokter untuk masalah ini.
Aku benar-benar belum terbiasa melihat Arkan yang ada di sampingku saat bangun tidur, masih kaget, tapi mampu menahan teriakan. Arkan ini unik sekali, di balik sikap jailnya dia adalah laki-laki yang mampu bersikap dewasa. Arkan tau jika aku masih belum terbiasa dengan peran baru yang kutanggung. Dia tidak memaksa dan melakukan semuanya secara perlahan. kata Arkan penting kita sudah dalam ikatan yang jelas, secara agama dan negara. Untuk kedepannya hanya perlu dilakukan secara perlahan saja. Tidak perlu buru-buru, waktu akan membuat semuanya semakin indah dan berkesan. Kalau saja dia seperti ini dari dulu, sudah pasti aku jatuh cinta. Sayangnya dulu daripada mendekati aku secara baik-baik. Arkan malah selalu mencari-cari masalah denganku. Sehari saja dia tidak berdebat denganku. Rasanya pasti me
Mama banyak bercerita tentang masa kecil Arkan. Seperti tebakanku dia memang nakal saat kecil. Sepupunya yang kebetulan berkunjung juga, membenarkan hal itu. "Tiap hari selalu ada aja tinggallah Arkan," kata mama yang duduk di sampingku. Rara, sepupu perempuan Arkan juga bercerita dengan sangat bersemangat. Bagaimana cara Arkan mengganggu mereka semua dan membuat mereka menangis. Tidak ada yang bisa mengalahkan Arkan untuk masalah bandel. Dialah nomor satunya. Tidak ada yang berani dekat-dekat dengan waktu kecil. "Setiap sepupunya selalu saja di buat nangis," kata Rara mengadu. "Sampai gak ada yang mau dekat-dekat sama mas Arkan, takut dijailin." Sambungnya lagi. "Rara itu yang selalu jadi langgan
Menikah dengan Arkan adalah kejutan yang paling besar. Kami yang tidak melewati masa pacaran, kadang sampai sekarang suka canggung. Mau meluk aja aku canggung minta ampun. Padahal udah sah, udah gak dosa kalau berbuat lebih. Bahkan jika bermesraan dengan suami sendiri. Kami Arkan mendapatkan pahala, tapi karena pernikahan kami yang terjadi bisa dibilang tiba-tiba. Kami sangat canggung. Sebenarnya hanya aku saja yang canggung. Kalau Arkan dia lebih bisa mengatakan apa yang dia inginkan. Untung arkan yang punya inisiatif. Dia mendekatkan dirinya kepadaku, dan mengenalkan tentang hidupnya padaku. Dia juga bisa mencairkan suasana, jika aku kaku dan bingung harus apa. Seperti malam ini, Arkan mengambil sisir dari meja rias dan menyisir rambutku yang setengah basah. Seperti kata Rara, Arkan ini suka s
Banyak yang bilang jatuh cinta itu berjuta rasanya. Sekarang aku yakin, karena aku sedang merasakannya. Rasanya sungguh campur aduk dan tidak bisa di lukisan dengan kata-kata. Semuanya terasa sangat luar biasa tiada duanya. Sekarang aku tau, aku tidak diserang penyakit jantung. Aku diserang penyakit yang tidak kalah mematikanya. Yaitu penyakit cinta, hanya saja bukan lagi penyakit namanya. Aku sudah menikah dengan Arkan. Mencintainya bukan lagi penyakit, tapi keharusan. Keharusan seorang istri, pada suaminya. Suami istri harus saling mencintai. Walaupun awalnya mungkin tidak saling mencinta, tapi mereka harus mencoba. Mereka harus belajar untuk saling mencintai. Sehingga rumah tangganya tidak terasa seperti neraka. Mencintai pasangan juga membuat kita yang sedang diterpa masalah menjadi lebih mudah untuk me
Untuk sekarang aku tau kelemahan Arkan. Dia akan salah tingkah jika aku mengucapkan rasa sayangku padanya. Sepertinya aku juga sudah ketularan jailnya Arkan. Aku benar-benar tidak menyangka jika itu adalah kelemahannya. Ternyata orang yang jahil seperti Arkan juga bisa ditaklukkan dengan kata-kata cinta sederhana. Sekarang aku tahu bagaimana harus membalas dendam, atas semua kejahilannya. Sekarang tinggal bilang 'Arkan gue sayang lo.' wajahnya akan langsung bersemu merah. Dia akan sangat gugup dan grogi. Sungguh tidak ku sangka menjaili Arkan semudah ini. Membuat dia gagap juga sangat mudah, tinggal peluk saja dari belakang. Aku baru mencoba yang ini tadi pagi. Aku kesal karena dia menggendongku, yang masih tidur langsung ke kamar mandi. Aku ingin mencubit atau menjambak rambutnya awalnya. Sudah pasti dia t
Rintik-rintik hujan mulai turun, membasahi bumi. Aroma tanah basah tercium sangat khas di hidungku. Hujan mulai turun dengan derasnya. Aku buru-buru menutup pintu balkon apartemen. Agar tidak air hujan tidak masuk ke dalam. Percikannya yang terlebih cepat mendahuluiku, membasahi tirai berwarna coklat kami. Arkan mendekat dan berhenti tepat di belakangku. Menahan tangan mungilku yang masih menyentuh pintu kaca kami. Dari sini terlihat jelas rintik hujan yang jatuh dengan suka cita. Pintu kaca yang kupegang mulai berembun. Suhu di sekitar kami juga mulai menjadi lebih sejuk. Bukan karena AC yang menyala, tapi karena hujan yang suka cita membasahi bumi. "Udah lama gak main hujan. Ayo kita main hujan bareng. Pasti seru banget," bisik Arkan d
Sebenarnya hari ini adalah jadwal kami mengunjungi rumah ayah dan ibu, tapi karena aku sakit. Kami membatalkan kunjungan. Aku tau ibu dan ayah mengerti dan tidak mempermasalahkannya. Mereka sangat memahami kondisiku. Ibu dan ayah juga berharap aku cepat sembuh dan menyuruhku untuk beristirahat saja. Arkan merawatku dengan sangat telaten. Dia memasak dan membersihkan rumah. Dia terlihat tidak keberatan melakukan semua pekerjaan rumah. Bahkan dia terlihat sangat senang. Melihat dia yang mengerjakan pekerjaan rumah dengan senang hati. Membuatku sangat bahagia. Ternyata aku mendapatkan suami yang sangat pengertian. "Gue udah gak apa-apa kok. Gue udah baik-baik saja," kataku saat Arkan memeriksa keningku untuk kesekian kalinya hari ini. Dia benar-
Aku dan Arkan berniat untuk belanja bulanan hari ini. Kulkas kami benar-benar kosong, semenjak pindah kami belum pernah belanja. Semua makanan ringan kami sudah habis. Harusnya kami pergi semalam, untuk belanja. Hanya saja Arkan punya agenda baru yang lebih mendesak jadi dibatalkan. Jangan tanya agenda apa? Yang pasti jomblo pasti iri. "Pakek baju yang warna hitam aja. Biar sama kayak punya aku!" Perintah Arkan padaku. Aku menuruti perintahnya, jadi kami sama-sama memakai baju berwarna hitam sekarang. Sebelum kami berangkat, Arkan sudah membuat list belanjaan kami. Katanya agar lebih mudah dan terarah saja. List belanjaan Arkan benar-benar lengkap. Dia bahkan menulis pembalut disana. Aku sampai tersipu malu saat melihat list yang telah ditulis
Melihat tante Wenda dengan wajah sembab saat meninggalkan makam papa. Membuat otakku berpikir sangat keras.Aku yakin hubungan mereka tidak ada yang istimewa. Namun saat aku melihat kejadian ini. Pemikiranku runtuh seketika.Tante Wenda tidak mungkin menangis hingga wajahnya sembab. Kalau hanya memiliki hubungan yang biasa dengan papa. Dia tidak perlu repot-repot terus menaruh bunga di makan papa tiap hari."Gua benar-benar gak tau kalau tante Wenda sering banget ke makam papa. Tante Wenda pasti sayang sekali pada papaku," kataku dengan nada sinis yang bahkan tidak bisa ku sembunyikan.Serafin mengelus rambutku dan tersenyum padaku. Matanya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi bibitnya tertutup sangat rapat.
Arkan terus memamerkan hasil usg bayi kami pada mama dan papa. Kami sekarang berada di rumah mama dan papa."Kenapa harus Zahra yang datang kesini. Harusnya mama dan papa aja yang datang ke apartemen kalian. Zahra harus banyak-banyak istirahat gak boleh sampai kelelahan," kata mama meletakan segelas teh di depanku.Aku benar-benar tidak enak pada mama. Aku ini menantunya tapi mama yang malam melayani aku. Harusnya aku yang melayani mama, bukan sebaliknya."Gak apa-apa ma, Zahra gak lelah sama sekali. Zahra juga senang bisa berkunjung ke rumah mama lagi. Selama ini Zahra kan udah lama tidak berkunjung," kataku sambil mengambil minuman yang baru diletakkan oleh mama."Tetap saja mama tidak mau kamu lelehan. Kalau nanti ada apa-apa dengan kamu dan kandunga
Hari ini aku dan Arkan berencana untuk ke dokter. Untuk memeriksa kehamilanku. Kami berdua sekarang sangat benar-benar bersemangat.Kehamilanku membuat hubungan kami semakin harmonis.Walaupun ada halangan, kami sebisa mungkin menyelesaikan. Sinta juga semakin hari semakin keterlaluan. Dia tidak segan-segan datang ke kantor Arkan dan menemui suamiku.Sinta terus diusir oleh Arkan. Namun wanita itu tidak pernah jera. Dia selalu memanfaatkan situasi yang ada. Benar-benar wanita yang membuang harga diri karena cinta."Arkan tolong dong. Tarikin resleting baju aku, tangan aku soalnya gak nyampek," kataku padanya yang sedang memilih baju di dalam lemari.Arkan dengan gesit menuju ke arahku. Dia kemudian menyentuh pundakku. Aku langsung membalikan badan padanya."Sini," katanya lembut, tapi bukanya menarik resleting ku ke atas. Dia malah menurunkan resletingku. Arkan kemudian mencium bahuku lembut. Dia memeluk tubuhku dan menghir
Aku benar-benar emosi saat melihat wajah Dinia. Dia dengan seenaknya mengatai aku dan memaki-makiku. Padahal aku sama sekali tidak bersalah. Mungkin juga karena aku sedang hamil sehingga emosiku mudah sekali tersulut."Jaga mulutmu. Aku tidak pernah mengganggu dan merugikan kamu, tapi kamu selalu menggangguku," kataku geram. Dinia selalu saja mengusik hidupku. Dia menganggap aku tidak pantas menjadi istri Arkan dan Sinta, kakaknyalah yang pantas.Padahal mereka berpisah jauh sebelum kehadiranku. Aku menikah dengan Arkan, saat hubungan Arkan dan Sinta sudah benar-benar berakhir."Kalau bukan karena lo. Kakak gue gak mungkin mencoba bunuh diri. Dasar pelakor," kata Dinia marah. Dia menunjuk-nunjuk wajahnya dengan tangan kirinya.Aku langsung menepis tanga
Aku menjelaskan kalau bang Sakti adalah saudara sepersusuanku. Mama bang Sakti saat itu sakit parah dan ibu yang merawat bang Sakti. Kebetulan usia bang Sakti dan bang Bintang tidak jauh berbeda. Sehingga dengan persetujuan tante, ibu menyusui bang Sakti. Karena itu bang Sakti sangat dekat denganku dan bang Bintang. Kami seperti saudara kandung. Tidak ada batasan di antara kami. Bang Sakti sering menggendong, mencium dan memelukku. Karena hal itu tidak berdosa. Bang Sakti bahkan lebih sering berada di rumah daripada di rumah tanteku. Bang Sakti yang dirawat seperti anak sendiri oleh ibu membuatnya merasa nyaman berada dilingkungan keluarga kami. Apalagi umur bang Sakti dan Bang Bintang tidak terpaut jauh. "Sekarang kamu boleh telponan sama abangmu itu," kata Arkan padaku. Dia lalu mengelus rambu
Arkan bilang jangan banyak berpikir tentang Sinta. Aku hanya harus fokus pada kesehatanku dan janin yang sedang tumbuh di perutku. Walaupun begitu, pikiranku tetap masih tertuju pada Sinta. Membuat aku kadang jadi bad mood sendiri. Wanita itu benar-benar sudah kelewatan. Bahkan sekarang secara terang-terangan ingin merebut Arkan dariku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Akulah istri sah Arkan, jadi bukan aku yang pengganggu tapi dia. Aku juga tau dia juga sering ke kantor Arkan padahal Arkan sudah sebisa mungkin menghindar. Sinta juga punya kesempatan karena ada kerja sama antara dua perusahaan itu. Sebenarnya Arkan ingin mundur dari kerja sama itu. Mengalihkan kerajaannya pada orang lain. Lalu ada masalah, hanya Arkan yang bisa mengatasi. Mau tidak mau, harus Arkan yang mengerjakannya.
Semenjak aku dinyatakan hamil. Aku mengalami serangan muntah dan mual yang hebat. Padahal sebelumnya biasa-biasa aja. Arkan bilang anak kami ingin perhatian lebih. Anak kami sangat menyayangi kami, jadi selalu mencari perhatian.Jujur saja pikiranku sejak hamil juga semakin berat. Apalagi Sinta semakin sering mengunjungi Arkan. Bahkan dia juga sering mengunjungi Arkan ke kantornya.Arkan beberapa kali memblokir nomor Sinta, tapi dia malah berganti-ganti nomor untuk terus menghubungi Arkan."Sinta lagi?" tanyaku. Saat arkan memeriksa ponselnya, dan meletakanya dengan kesal. Gadis itu terus berusaha mengungkit masa lalu diantara mereka dan membangkitkan benih cinta yang pernah tumbuh."Jangan dipikirkan," kata Arkan mengusap kepalaku lembut. Walaupun aku mengangguk tapi pikiran masih ada di gadis itu.Sebesar itukah cintanya pada Arkan? Sehingga menganggu Arkan yang sudah jelas-jelas memiliki istri dan menolaknya."Apa Sinta sangat
Semua keluarga sangat senang mendengar kabar kehamilanku. Walaupun kami hanya memberitahu keluarga dekat saja. Untuk yang lainnya biarlah mereka tau saat tubuhku sudah berubah saja.Arkan juga semakin posesif saja. Sedikit-sedikit dia menelpon dan menanyakan kabarku. Dia selalu mengingatkan aku untuk makan dan hati-hati. Selama dia tidak dirumah.Sekarang Arkan juga melarangku memakan, makanan yang tidak sehat. Dia sangat ektra hati-hati. Aku tidak keberatan sama sekali. Dengan sikap Arkan ini. Walaupun sedikit menyebabkan, itu karena dia sangat sayang padaku dan anak dalam kandunganku."Vitamin dan susunya jangan lupa diminum, yang," kata arkan mengingatkan. Dia baru aja mandi dan menggosok rambutnya yang masih basah dengan handuk.Sebalum bekerja tidak lupa Arkan memberikan banyak pesan padaku. Nanti saat dia bekerjapun. Dia akan menelpon dan mengulangi pesannya sebelum bekerja."Iya, nanti aku minum. Kamu tenag aja aku pasti minum vita
Saat aku bangun, yang pertama kali kulihat adalah wajah sumringah Arkan. Dia menggenggam tanganku, saat ini aku sedang berbaring di atas ranjang Arkan.Mama juga tampak tersenyum dan papa sibuk menelpon. Walaupun begitu aura diruang ini terlihat sangat bahagia. Orang yang tidak bahagia hanyalah Dinia dan Sinta."Apa yang sakit sayang?" tanya Arkan sambil mengecup pipiku."Masih pusing sedikit," aku menggenggam lembut tangan Arkan.Dia mengelus rambutku. Menciumi seluruh wajahku berkali-kali."Aku mau ke kekamar mandi." Dengan sigap Arkan membopong ke kamar mandi. Mama bahkan ikut membantu. Mama menyerahkan bungkusan sembelum kami masuk ke dalam kamar mandi."Coba di tes dulu. Dokter curiga kalau kamu sedang hamil." Arkan sangat senang sekali. Aku mengingat-ingat kapan terakhir aku haid. Jawabnya adalah sebelum menikah dengan Arkan.Ternyata saat aku pingsan. Ada dokter yang datang untuk memeriksaku. Dokter itu curiga jika kau