“Really?”Hari berlalunya cepat sekali. Tiba-tiba sudah menginjak di penghujung hari dan baik Austin mau pun William masih sibuk dengan berkas pekerjaan. Memang tidak ke kantor, hanya duduk bersantai di ruang kerja William yang super nyaman dengan interior serba kayu. Di tambah dengan jendela kaca yang besar memperlihatkan kondisi di luar.“Siapa yang lebih frustrasi?” William membalik pertanyaan yang Austin tanyakan. “Kau pikir menjadi dewasa itu mudah!” cibir William kesal maksimal. Austin dengan segala cara pikirnya yang simple, kadang-kadang membuat William geram.“Aku tak mengatakan itu mudah. Tapi dewasa tentang sebuah proses—““Jadi siapa yang lebih frustrasi di sini?”Nah … Austin dan William walaupun berbagi rahim bersama, nyatanya otak keduanya tak bisa dianggap bisa sama. Austin yang simple berpadu dengan William yang konvensional. Tak perlu di bayangkan! Intinya mereka unik dan istimewa secara naluriah.“Belum aku temukan jawabannya siapa yang paling frustrasi di sini.” Me
I had a dream.Dan Alaina tak pernah menyangka jika mimpinya menjadi kenyataan. Kembali berhadapan dengan mama dan papanya—memang secara tidak sengaja. Namun jelas membuat Alaina yang tak pernah siap bertemu keluarganya shock. Terlebih ada Clara di sampingnya. Yang memperlihatkan ekspresi datarnya entah karena apa.Alunan musik yang sedang memenuhi ruangan di mana Alaina dan Clara menghabiskan waktu makan siangnya, mendadak terasa sangat pas. Sialan sekali, bukan?“Bagaimana kabarmu?” tanya mama Alaina dengan senyum manisnya. “Kau tak pernah pulang dan sebentar lagi natal.”Alaina menggeleng. Tersenyum miris dan meremas tangan Clara meminta bantuan.“Kita akan liburan natal dan akhir tahun bersama.” Alaina memberikan jawaban asal yang langsung diangguki oleh Clara. “Lagi pula Austin benar-benar sibuk dan sulit sekali mengajaknya untuk berkunjung.”Karena toh untuk apa Alaina harus pulang?Kehadirannya sudah cukup tak diinginkan. Dan Alaina enggan mengenalkan kedua anaknya kepada kelua
I stopped resisting the unpleasant feelins, and accepted that happiness has nothing to do with feeling good all the time. –Rupi Kaur-“Dan aku tahu: kau dengan sejuta mulut pedasmu!” William tertawa. Membayangkan ekspresi kedua orangtua Alaina yang di bantai habis-habisan oleh Clara. Dan Clara yang dengan entengnya menyampaikan segala asumsinya. Istrinya itu tak hanya cantik secara fisik. Secara keseluruhan memang sempurna plus dengan mulut pedasnya yang … wah sekali.“Karena sebagian dari mereka, mengharapkan kehidupan anak-anaknya membaik. Mereka hanya ingin apa yang pernah mereka alami tak menimpa anak-anaknya. Dan cara mereka berbeda-beda.” William akan mengatakan bahwa itu egois. Beberapa orang yang takut kehilangan cenderung melakukan hal-hal yang tak masuk akal.William hanya menyampaikan apa yang menjadi pandangannya saja. Bukan untuk membela tindakan kedua orangtua Alaina mau pun bagaimana cara Clara membuat semuanya terungkap.“Beberapa orangtua pun menganggap bahwa, anak-an
Ini malam tergalau milik Alaina. Yang tak banyak bicara seperti malam-malam biasanya. Alaina menyediakan makan malam seperti biasanya hanya tingkahnya saja yang sedikit berbeda. Membuat Austin menghela napas terus-menerus.“Papa sakit?” Sampai-sampai Kaela mengajukan tanya yang demikian. “Sebentar. Kaela ambilkan obat untuk papa.” Yang hengkang dari sana meninggalkan Michael.“Mama ke mana, pa?” Padahal Michael mendengar sendiri apa yang Alaina katakan soal badannya yang tidak enak. “Papa bertengkar?”Oh, rupanya Michael sudah besar. Sudah mengerti situasi kedua orangtuanya.“Mama sedang tak enak badan,” jawab Austin dengan suara rendah dan menerima obat yang di berikan oleh Kaela.“Dan papa ikutan sakit? Orang dewasa kalau bertengkar harus sampai sakit sama-sama ya, pa?”Konyol!Hampir-hampir Austin tersedak. Dan Kaela menyuruh Michael untuk cepat-cepat bergegas pergi ketika di lihatnya piring Michael kosong.“Papa tak seharusnya terlalu lelah bekerja. Maaf, Kaela membuat papa kesusa
Tiba waktunya.Bradley melangkah keluar. Menghirup semilir angin yang membelai wajahnya dan menghirup udara sedalam-dalamnya untuk masuk ke rongga paru-parunya. Ini yang sangat Bradley rindukan selama ini; kebebasan.Kedua kelopak matanya terkatup rapat dan Bradley masih dengan kenyamanannya menikmati udara pagi hari. Hingga seorang pria di usia 40-an menghampirinya.“Mobilmu, Nyonya,” katanya sopan. Menghadap ke depan dan menunggu respons Bradley selanjutnya.“Austin? William? Atau Lucas? Ah tak mungkin jika bocah tengil itu!”Si pria tak menjawab dan menggiring Bradley menuju mobilnya. Membukakan pintunya lalu duduk di sisi pengemudi.“Aku tak tahu jika mereka akan sebaik ini dengan mengirimkan orang untuk menjemputku. Apa mereka tak sibuk?”Tidak ada jawaban yang Bradley dapatkan dari pertanyaannya. Semuanya diam dan hanya deru mesin yang bersuara.Meninggalkan area ‘kurungan’ yang menjadi tempat Bradley selama ini, mobil melaju dengan kecepatan normal dan bergabung dengan mobil-mo
“Kopi? Minuman dingin atau yang lainnya?” tawar William santai. Sekretarisnya masih sibuk memberikan beberapa file yang harus William tanda tangani sedang Bradley terlalu cepat untuk datang ke kantornya. “Ah, aku memesankan humburger dan Coca-Cola kesukaanmu. Aku tahu, kau pasti akan meminta itu. Jadi—““Kau takut aku kabur?” potong Bradley tepat sasaran.“Benar sekali. Yeah, kau selalu menjadi yang bisa diandalkan jika itu menyangkut isi otakku. Padahal … Kau bukan ibuku dan kau tidak melahirkanku. Atau kau memang sangat menyayangiku?” cibiran yang William layangkan tak pernah tanggung-tanggung sensasinya.Mau selama apa pun Bradley tak melihat William, tak berbicara dengan William, tetap saja mulut pedasnya tak pernah berubah. Dan kali ini, Bradley merasakan yang namanya kesakitan.“Anggap saja aku baik-baik saja.” Bradley mengedikan bahu. Tak mengambil pusing apa yang William katakan. Toh terlepas dari benar dan tidaknya, William takkan peduli dengan keadaan yang Bradley alami. Wil
Tentang seks edukasi.Begitu yang sedang Clara persiapkan materinya untuk Jazzy. Karena sebentar lagi, adik iparnya itu akan hengkang dari rumahnya dan menuju ke asrama Universitas yang sudah di incarnya. Sebenarnya, tak banyak yang bisa Clara sampaikan mengenai pendidikan seks. Karena Clara, menjalani masa remajanya dengan penuh kehati-hatian.Tapi tentu itu tak bisa di berlakukan sama untuk Jazzy dan kalangan remaja lainnya. Kebanyakan, remaja yang sedang bertumbuh dalam mencari jati dirinya, rasa keingintahuannya tentang suatu hal amatlah tinggi.Dulu pun, Clara juga merasakan dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Sebagai contoh, seperti apa rasanya alkohol, vodka, sampanye dan semua jajaran minuman yang berujung dengan memabukkan. Tak sampai di situ, Clara juga mulai penasaran dengan proses hubungan intim yang terjadi pada pria dan wanita yang berujung bisa hamil. Banyak hal yang Clara ingin tahu namun hanya bisa memendamnya. Dan baru mengerti saat bersama William.“Kau meman
“Kau punya kekasih? Maaf jika ini terlalu lancang dank au merasa aku sudah mencampuri urusan pribadimu. Tapi aku ingin kau tak hanya menganggap aku sebagai kakakmu semata. Sesekali kau boleh menganggapku sebagai temanmu dan lawan bicaramu.”Seolah-olah langsung mengerti ke mana arah pembicaraan yang Clara bawa dan Clara pun mengerti bagaimana ekspresi Jazzy saat di tanya begitu. Jika sedang dalam suasana bercanda, maka Clara akan tertawa melihat betapa memerahnya wajah putih Jazzy.“It’s okay jika kamu punya seseorang yang spesial atau jika sebutanmu adalah kekasih. Aku tenang jika kau memang memilikinya. Terkadang, dalam setiap perjalanan kita tak hanya membutuhkan seorang teman namun juga dukungan untuk melewati kesenangan dan kesusahan itu secara bersama-sama.” Clara menjeda. Meminum kembali es kopinya dan meletakkan novel yang sejak tadi di pangkunya. “Aku hanya ingin sedikit memberimu masukan soal seks edukasi. Aku yakin kau sudah mendapatkannya di sekolah. Dan aku hanya ingin me