I stopped resisting the unpleasant feelins, and accepted that happiness has nothing to do with feeling good all the time. –Rupi Kaur-“Dan aku tahu: kau dengan sejuta mulut pedasmu!” William tertawa. Membayangkan ekspresi kedua orangtua Alaina yang di bantai habis-habisan oleh Clara. Dan Clara yang dengan entengnya menyampaikan segala asumsinya. Istrinya itu tak hanya cantik secara fisik. Secara keseluruhan memang sempurna plus dengan mulut pedasnya yang … wah sekali.“Karena sebagian dari mereka, mengharapkan kehidupan anak-anaknya membaik. Mereka hanya ingin apa yang pernah mereka alami tak menimpa anak-anaknya. Dan cara mereka berbeda-beda.” William akan mengatakan bahwa itu egois. Beberapa orang yang takut kehilangan cenderung melakukan hal-hal yang tak masuk akal.William hanya menyampaikan apa yang menjadi pandangannya saja. Bukan untuk membela tindakan kedua orangtua Alaina mau pun bagaimana cara Clara membuat semuanya terungkap.“Beberapa orangtua pun menganggap bahwa, anak-an
Ini malam tergalau milik Alaina. Yang tak banyak bicara seperti malam-malam biasanya. Alaina menyediakan makan malam seperti biasanya hanya tingkahnya saja yang sedikit berbeda. Membuat Austin menghela napas terus-menerus.“Papa sakit?” Sampai-sampai Kaela mengajukan tanya yang demikian. “Sebentar. Kaela ambilkan obat untuk papa.” Yang hengkang dari sana meninggalkan Michael.“Mama ke mana, pa?” Padahal Michael mendengar sendiri apa yang Alaina katakan soal badannya yang tidak enak. “Papa bertengkar?”Oh, rupanya Michael sudah besar. Sudah mengerti situasi kedua orangtuanya.“Mama sedang tak enak badan,” jawab Austin dengan suara rendah dan menerima obat yang di berikan oleh Kaela.“Dan papa ikutan sakit? Orang dewasa kalau bertengkar harus sampai sakit sama-sama ya, pa?”Konyol!Hampir-hampir Austin tersedak. Dan Kaela menyuruh Michael untuk cepat-cepat bergegas pergi ketika di lihatnya piring Michael kosong.“Papa tak seharusnya terlalu lelah bekerja. Maaf, Kaela membuat papa kesusa
Tiba waktunya.Bradley melangkah keluar. Menghirup semilir angin yang membelai wajahnya dan menghirup udara sedalam-dalamnya untuk masuk ke rongga paru-parunya. Ini yang sangat Bradley rindukan selama ini; kebebasan.Kedua kelopak matanya terkatup rapat dan Bradley masih dengan kenyamanannya menikmati udara pagi hari. Hingga seorang pria di usia 40-an menghampirinya.“Mobilmu, Nyonya,” katanya sopan. Menghadap ke depan dan menunggu respons Bradley selanjutnya.“Austin? William? Atau Lucas? Ah tak mungkin jika bocah tengil itu!”Si pria tak menjawab dan menggiring Bradley menuju mobilnya. Membukakan pintunya lalu duduk di sisi pengemudi.“Aku tak tahu jika mereka akan sebaik ini dengan mengirimkan orang untuk menjemputku. Apa mereka tak sibuk?”Tidak ada jawaban yang Bradley dapatkan dari pertanyaannya. Semuanya diam dan hanya deru mesin yang bersuara.Meninggalkan area ‘kurungan’ yang menjadi tempat Bradley selama ini, mobil melaju dengan kecepatan normal dan bergabung dengan mobil-mo
“Kopi? Minuman dingin atau yang lainnya?” tawar William santai. Sekretarisnya masih sibuk memberikan beberapa file yang harus William tanda tangani sedang Bradley terlalu cepat untuk datang ke kantornya. “Ah, aku memesankan humburger dan Coca-Cola kesukaanmu. Aku tahu, kau pasti akan meminta itu. Jadi—““Kau takut aku kabur?” potong Bradley tepat sasaran.“Benar sekali. Yeah, kau selalu menjadi yang bisa diandalkan jika itu menyangkut isi otakku. Padahal … Kau bukan ibuku dan kau tidak melahirkanku. Atau kau memang sangat menyayangiku?” cibiran yang William layangkan tak pernah tanggung-tanggung sensasinya.Mau selama apa pun Bradley tak melihat William, tak berbicara dengan William, tetap saja mulut pedasnya tak pernah berubah. Dan kali ini, Bradley merasakan yang namanya kesakitan.“Anggap saja aku baik-baik saja.” Bradley mengedikan bahu. Tak mengambil pusing apa yang William katakan. Toh terlepas dari benar dan tidaknya, William takkan peduli dengan keadaan yang Bradley alami. Wil
Tentang seks edukasi.Begitu yang sedang Clara persiapkan materinya untuk Jazzy. Karena sebentar lagi, adik iparnya itu akan hengkang dari rumahnya dan menuju ke asrama Universitas yang sudah di incarnya. Sebenarnya, tak banyak yang bisa Clara sampaikan mengenai pendidikan seks. Karena Clara, menjalani masa remajanya dengan penuh kehati-hatian.Tapi tentu itu tak bisa di berlakukan sama untuk Jazzy dan kalangan remaja lainnya. Kebanyakan, remaja yang sedang bertumbuh dalam mencari jati dirinya, rasa keingintahuannya tentang suatu hal amatlah tinggi.Dulu pun, Clara juga merasakan dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Sebagai contoh, seperti apa rasanya alkohol, vodka, sampanye dan semua jajaran minuman yang berujung dengan memabukkan. Tak sampai di situ, Clara juga mulai penasaran dengan proses hubungan intim yang terjadi pada pria dan wanita yang berujung bisa hamil. Banyak hal yang Clara ingin tahu namun hanya bisa memendamnya. Dan baru mengerti saat bersama William.“Kau meman
“Kau punya kekasih? Maaf jika ini terlalu lancang dank au merasa aku sudah mencampuri urusan pribadimu. Tapi aku ingin kau tak hanya menganggap aku sebagai kakakmu semata. Sesekali kau boleh menganggapku sebagai temanmu dan lawan bicaramu.”Seolah-olah langsung mengerti ke mana arah pembicaraan yang Clara bawa dan Clara pun mengerti bagaimana ekspresi Jazzy saat di tanya begitu. Jika sedang dalam suasana bercanda, maka Clara akan tertawa melihat betapa memerahnya wajah putih Jazzy.“It’s okay jika kamu punya seseorang yang spesial atau jika sebutanmu adalah kekasih. Aku tenang jika kau memang memilikinya. Terkadang, dalam setiap perjalanan kita tak hanya membutuhkan seorang teman namun juga dukungan untuk melewati kesenangan dan kesusahan itu secara bersama-sama.” Clara menjeda. Meminum kembali es kopinya dan meletakkan novel yang sejak tadi di pangkunya. “Aku hanya ingin sedikit memberimu masukan soal seks edukasi. Aku yakin kau sudah mendapatkannya di sekolah. Dan aku hanya ingin me
Alaina pernah menguatkan dirinya sendiri dengan kata-kata yang di temuinya. Begini bunyinya: Aku bangga pada diriku sendiri. Bayangkan, sakit mana lagi yang tidak pernag aku rasakan? Tentang keluarga, percintaan, pertemanan, kekecewaan, dan pengkhianatan. Mentalku di hajar habis-habisan pleh keadaan, meski kadang terlintas di pikiranku untuk menyerah, tapi akhirnya aku bersyukur mentalku tetap aman.Makanya sekarang ini Alaina hanya bisa mensyukuri tentang apa yang sudah di milikinya.Berterima kasih untuk luka dan kenangan yang pernah tercipta sehingga Alaina benar-benar menjadi manusia yang sesungguhnya. Dan berharap di lain kesempatan, setiap duri yang menyebabkan luka di hatinya bisa memberinya kekuatan.“Mama serius membuatkan ini untukku?” Kaela masih tidak percaya dengan tindakan Alaina yang mendadak berubah hangat. Padahal, beberapa hari yang lalu Alaina bak singa kelaparan: menyerang dan membiarkan Kaela begitu saja. “Mama sudah tak marah?” Ragu-ragu Kaela bertanya.“Untuk?”
William sudah berada di sana saat Austin tiba bersama Mandy. Beberapa petugas medis dari rumah sakit dan polisi sedang melihat kasus yang terjadi kali ini. Tidak banyak bukti yang di tinggalkan di lokasi kejadian atau bahkan tidak ada sama sekali.“Bagaimana?” Austin melihat berkas yang di berikan polisi untuk di bacanya dan menatap William secara tak percaya. “Aku rasa dia tak seceroboh ini untuk mengganti resep obatnya dan juga dia tak mungkin asal mengganti dokter tanpa konfirmasi atau pemeriksaan lebih lanjut. Ini …”“Pembunuhan,” kata William santai. “Kematiannya di samarkan seolah-olah ini menyangkut dengan penyakit jantungnya. Dan anehnya …” William tunjukkan satu foto yang diam-diam di ambilnya tanpa sepengetahuan petugas medis mau pun kepolisian. “Ini obat aslinya. Aku bandingkan dengan yang aku temukan di lokasi. Isinya berbeda dengan yang ada di lokasi.”“Kau yakin?” William mengedikan bahunya. “Kita perlu penyelidikan lanjutan?”“Secara pribadi. Kepolisian sudah menyebar b