“Kau punya orang yang spesial?” Jazzy paham ke mana arah dan maksud yang William tanyakan. Alih-alih menjawab, Jazzy justru mendengar lanjutan William yang cukup mengejutkan. “It’s okay jika kau punya satu orang spesial yang kamu anggap benar-benar spesial. Aku tak membatasi apa pun yang kau punyai dan kau anggap spesial. Apa pun itu, aku menghargainya sebagai pilihanmu. Good job Jazzy. Kau sudah dewasa yang benar-benar dewasa. Aku tak menyadarinya selama ini.”William benarkan letak rambut Jazzy ke belakang telinga. Dan sekali lagi embusan napasnya terdengar. Kali ini sedikit lebih berat.“Aku mendadak dilemma,” ucap William. Wajahnya berubah murung entah karena fakta Jazzy yang sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja dengan kekasih hatinya atau Jazzy yang memiliki orang spesial entah itu siapa.“Aku takut memanjakanmu—pada awalnya. Sehingga aku selalu bersikap dingin padamu. Tapi aku juga salah dengan lebih memilih Kaela pada waktu itu. Aku sangat ingin menjadi temanmu, tapi aku j
Nampaknya memang hanya Alaina saja yang masih kesal—emosinya masih meletup-letup hingga kepulangan Austin di malam harinya. Wanita memang tak ada tandingannya jika perkaranya seperti ini terlebih soal anak.Sampai malam hari pun—di meja makan yang biasanya selalu hangat dan ramai, Alaina benar-benar mendiamkan Mikaela—putri kesayangan yang tak pernah Alaina marahi barang sedikit pun. Sekeras apa pun Kaela, Alaina masih memberikan toleransi. Terkecuali untuk kejadian yang satu ini.“Biarkan saja,” kata Austin melonggarkan kekesalan yang sedang menyempitkan dada istrinya. “Kaela akan membaik seiring berjalannya waktu. Dia hanya sedang penasaran dan ingin tahu bagaimana responsmu.”“Dan ini responsku; aku menentangnya. Apa itu cukup membuat Kaela mengerti?”Alaina dan emosinya adalah perpaduan yang tak terpisahkan. Austin hanya bisa memaklumi. Sebagai kepala keluarga dan pemimpin di keluarga ini, tak bisa dengan mudah untuk Austin menerima complain dari satu pihak saja. Keduanya harus Au
Mikaela Anderson seperti baru menemukan jati dirinya. Seolah-olah memang ini yang di carinya selama ini. Abaikan tentang mama dan papanya yang sedang beradu argument. Kaela ingin menjadi bebal dan mengeraskan kepalanya bahwa ini yang terbaik untuk dirinya.Mematut dirinya di depan cermin, bersama sebuah lagu yang terasa pas untuk di dengarkan, Kaela tersenyum kecil. Mengelusi ujung rambutnya yang … wah ini terasa benar dan sangat membuat dirinya bangun.Rasanya seperti terbangun dari mimpi dan … ke mana saja dirinya selama ini. Kenapa baru sekarang membuat sebuah perubahan jika dengan begini kehidupannya terasa lebih baik. Kaela mengutuk dirinya sendiri karena baru melakukannya sekarang.Dan dengan berdirinya Kaela di depan cermin, rasanya seperti di perhatikan. Seperti banyak pasang mata yang sedang memberikan atensi sepenuhnya untuk dirinya. Seperti banyak suara-suara yang menyorakinya dan Kaela merasa di puja hanya karena perubahan yang dirinya lakukan.Mikaela benar-benar merasa s
“Really?”Hari berlalunya cepat sekali. Tiba-tiba sudah menginjak di penghujung hari dan baik Austin mau pun William masih sibuk dengan berkas pekerjaan. Memang tidak ke kantor, hanya duduk bersantai di ruang kerja William yang super nyaman dengan interior serba kayu. Di tambah dengan jendela kaca yang besar memperlihatkan kondisi di luar.“Siapa yang lebih frustrasi?” William membalik pertanyaan yang Austin tanyakan. “Kau pikir menjadi dewasa itu mudah!” cibir William kesal maksimal. Austin dengan segala cara pikirnya yang simple, kadang-kadang membuat William geram.“Aku tak mengatakan itu mudah. Tapi dewasa tentang sebuah proses—““Jadi siapa yang lebih frustrasi di sini?”Nah … Austin dan William walaupun berbagi rahim bersama, nyatanya otak keduanya tak bisa dianggap bisa sama. Austin yang simple berpadu dengan William yang konvensional. Tak perlu di bayangkan! Intinya mereka unik dan istimewa secara naluriah.“Belum aku temukan jawabannya siapa yang paling frustrasi di sini.” Me
I had a dream.Dan Alaina tak pernah menyangka jika mimpinya menjadi kenyataan. Kembali berhadapan dengan mama dan papanya—memang secara tidak sengaja. Namun jelas membuat Alaina yang tak pernah siap bertemu keluarganya shock. Terlebih ada Clara di sampingnya. Yang memperlihatkan ekspresi datarnya entah karena apa.Alunan musik yang sedang memenuhi ruangan di mana Alaina dan Clara menghabiskan waktu makan siangnya, mendadak terasa sangat pas. Sialan sekali, bukan?“Bagaimana kabarmu?” tanya mama Alaina dengan senyum manisnya. “Kau tak pernah pulang dan sebentar lagi natal.”Alaina menggeleng. Tersenyum miris dan meremas tangan Clara meminta bantuan.“Kita akan liburan natal dan akhir tahun bersama.” Alaina memberikan jawaban asal yang langsung diangguki oleh Clara. “Lagi pula Austin benar-benar sibuk dan sulit sekali mengajaknya untuk berkunjung.”Karena toh untuk apa Alaina harus pulang?Kehadirannya sudah cukup tak diinginkan. Dan Alaina enggan mengenalkan kedua anaknya kepada kelua
I stopped resisting the unpleasant feelins, and accepted that happiness has nothing to do with feeling good all the time. –Rupi Kaur-“Dan aku tahu: kau dengan sejuta mulut pedasmu!” William tertawa. Membayangkan ekspresi kedua orangtua Alaina yang di bantai habis-habisan oleh Clara. Dan Clara yang dengan entengnya menyampaikan segala asumsinya. Istrinya itu tak hanya cantik secara fisik. Secara keseluruhan memang sempurna plus dengan mulut pedasnya yang … wah sekali.“Karena sebagian dari mereka, mengharapkan kehidupan anak-anaknya membaik. Mereka hanya ingin apa yang pernah mereka alami tak menimpa anak-anaknya. Dan cara mereka berbeda-beda.” William akan mengatakan bahwa itu egois. Beberapa orang yang takut kehilangan cenderung melakukan hal-hal yang tak masuk akal.William hanya menyampaikan apa yang menjadi pandangannya saja. Bukan untuk membela tindakan kedua orangtua Alaina mau pun bagaimana cara Clara membuat semuanya terungkap.“Beberapa orangtua pun menganggap bahwa, anak-an
Ini malam tergalau milik Alaina. Yang tak banyak bicara seperti malam-malam biasanya. Alaina menyediakan makan malam seperti biasanya hanya tingkahnya saja yang sedikit berbeda. Membuat Austin menghela napas terus-menerus.“Papa sakit?” Sampai-sampai Kaela mengajukan tanya yang demikian. “Sebentar. Kaela ambilkan obat untuk papa.” Yang hengkang dari sana meninggalkan Michael.“Mama ke mana, pa?” Padahal Michael mendengar sendiri apa yang Alaina katakan soal badannya yang tidak enak. “Papa bertengkar?”Oh, rupanya Michael sudah besar. Sudah mengerti situasi kedua orangtuanya.“Mama sedang tak enak badan,” jawab Austin dengan suara rendah dan menerima obat yang di berikan oleh Kaela.“Dan papa ikutan sakit? Orang dewasa kalau bertengkar harus sampai sakit sama-sama ya, pa?”Konyol!Hampir-hampir Austin tersedak. Dan Kaela menyuruh Michael untuk cepat-cepat bergegas pergi ketika di lihatnya piring Michael kosong.“Papa tak seharusnya terlalu lelah bekerja. Maaf, Kaela membuat papa kesusa
Tiba waktunya.Bradley melangkah keluar. Menghirup semilir angin yang membelai wajahnya dan menghirup udara sedalam-dalamnya untuk masuk ke rongga paru-parunya. Ini yang sangat Bradley rindukan selama ini; kebebasan.Kedua kelopak matanya terkatup rapat dan Bradley masih dengan kenyamanannya menikmati udara pagi hari. Hingga seorang pria di usia 40-an menghampirinya.“Mobilmu, Nyonya,” katanya sopan. Menghadap ke depan dan menunggu respons Bradley selanjutnya.“Austin? William? Atau Lucas? Ah tak mungkin jika bocah tengil itu!”Si pria tak menjawab dan menggiring Bradley menuju mobilnya. Membukakan pintunya lalu duduk di sisi pengemudi.“Aku tak tahu jika mereka akan sebaik ini dengan mengirimkan orang untuk menjemputku. Apa mereka tak sibuk?”Tidak ada jawaban yang Bradley dapatkan dari pertanyaannya. Semuanya diam dan hanya deru mesin yang bersuara.Meninggalkan area ‘kurungan’ yang menjadi tempat Bradley selama ini, mobil melaju dengan kecepatan normal dan bergabung dengan mobil-mo