Sudah lebih dari setahun sejak kasus Duha berakhir. Segalanya berangsur-angsur kembali tenang, meskipun bayang-bayang dari kejadian itu masih menghantui beberapa orang. Munir, kepala desa yang selama ini dihormati, ternyata terlibat dalam skenario gelap yang dijalankan oleh Ida. Semua yang terlibat kini menerima balasan atas perbuatan mereka. Namun, ada satu yang tak bisa dilupakan oleh Lisa—Yasmin. Saudari tirinya itu, yang tak hanya harus menanggung hukuman atas perbuatannya terhadap Lisa, juga harus menghadapi tuntutan di tempat kerjanya.Yasmin, yang tak hanya dihukum oleh hukum, kini dihantui oleh beban mental yang semakin berat. Tekanan itu membuatnya tak bisa bertahan lagi, dan akhirnya ia harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit jiwa.Pagi itu, di meja makan yang sunyi, Gandha menatap Lisa dengan mata yang penuh perhatian. Sambil menyantap sarapannya, dia memutuskan untuk memecah keheningan.“Sayang,” ucapnya lembut, “besok kamu ikut ke kampung, kan?”Lisa menganggu
Di tahun Ketiga pernikahan mereka, Lisa mulai berpikir tentang cara lain untuk membantu warga kampung. Dia ingin anak-anak dari keluarga di kampung ini mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Ia pun mengutarakan ide untuk mendirikan sebuah yayasan amal. Dengan yayasan ini, anak-anak berbakat dari desa dapat bersekolah di kota dengan layak.Tentu saja, apapun yang ingin dilakukan Lisa, selalu mendapatkan dukungan penuh dari Gandha. Dia sangat setuju dengan usul Lisa. Semua seperti biasanya berjalan lancar.Namun, di balik semua kebahagiaan dan kesuksesan yang mereka capai, Lisa mulai merasa gelisah. Hingga tahun keempat pernikahan mereka, ia dan Gandha belum juga dikaruniai anak. Gandha sendiri tidak pernah mempermasalahkannya, tetapi Lisa merasa ada yang kurang. Ia sering merenung dan bertanya-tanya apakah ini adalah takdir mereka.Dua bulan lagi, mereka akan masuk tahun kelima pernikahan mereka, Lisa akhirnya mengutarakan sesuatu yang selama ini dipendamnya. Ma
“Tidak! Tolong! Jangan! Jangan lukai dia! Tolong! Kumohon, kumohon, aku akan melakukan apapun juga!” teriak seorang pria dengan suara ketakutan, tubuhnya bergetar hebat, wajahnya berubah menjadi sangat pucat dan dia benar-benar menyedihkan.Jeritannya semakin menjadi tatkala silaunya cahaya kilat dan guntur yang saling bersusulan menggelegar di angkasa malam ini. Hujan masih turun dengan deras di luar.Lisa segera menghampirinya dan mencoba untuk menenangkan pria itu.“Tenang, tenanglah, ada aku di sini,” ucap Lisa padanya dengan menepuk pelan punggungnya.Namun, tiba-tiba saja, pria itu membalikkan tubuhnya dan menarik tangan Lisa lalu memeluknya dengan sangat erat.“Tolong, kumohon tolong aku!” Dia berkata lirih. Jantung Lisa berdetak cepat dan darahnya berdesir deras, pria ini memeluknya, dia bahkan belum pernah merasakan hal demikian dari pria yang bukan mahramnya, tetapi entah kenapa rasa empatinya saat ini sangat tinggi membuatnya sangat iba dengan pria ini.“Sabarlah, kamu ama
Lisa diseret masuk ke kamar Yasmin, adik tirinya itu oleh sang Ibu dengan hentakan keras dan kasar. Lalu, mendorong tubuhnya hingga membuatnya jatuh tersungkur di lantai.“Ah!” tanpa sadar Lisa menjerit.“Jangan sok-sok-an tersakiti kamu! Dasar memalukan sekali kamu! Bilang saja kalau kamu kebelet mau kawin, kan?!” ucapan itu terdengar sinis di telinga Lisa.Namun, Lisa yang sudah terbiasa diperlakukan buruk oleh ibunya ini, hanya bisa diam.“Itu!” tunjuknya ke arah pakaian yang ada di atas tempat tidur pada Lisa, “pinjam itu saja dari Yasmin untuk kamu pakai.” Yasmin sang adik tiri berjalan mendekati Lisa yang mencoba untuk berdiri. “Aku hanya bisa meminjamkan baju itu padamu, Mbak, karena badanmu yang kecil itu aku hanya punya baju itu yang layak.” Yasmin berkata dengan santai.Lisa masih diam, dia lalu mengambil pakaian itu, sebuah kebaya model lama berwarna krem, lalu kain batik tulis yang ‘bau lemari’ sangat menempel, baju ini memang cukup sederhana dan pas di badannya.“Ini ala
Entahlah, tapi yang jelas sekarang ini pikiran Lisa, benar-benar berkecamuk hebat. Kemudian dia tiba-tiba terpikir hal lain. Selain dia bisa mengucapkan namanya dengan jelas tadi, kebiasaan pria ini selama ini hanya bisa menjerit-jerit dengan nada pilu dan tidak bisa mengatakan kalimat lain dan kalimat apa pun selain minta tolong. Lalu, pandangannya hanya lurus ke depan dengan tatapan kosong seperti bukan orang yang waras.Tiba-tiba saja, dorongan dari dalam dirinya yang kuat ini akhirnya membuat Lisa diam-diam berdoa dalam hati, agar pria asing ini tidak mampu mengucapkan kalimat sakral itu di hadapan orang ramai.Namun, lantunan doa dalam hatinya itu terganggu, tatkala suara-suara lain kembali tertangkap di telinganya.“Nah, si Lisa akhirnya nikah juga!” Celetuk salah satu tetangga mereka yang dikenal Lisa sangat akrab dengan ibu tirinya ini.“Ya gak masalah juga sih nikah dengan pria ini, yang penting kan laku,” sahut yang lain dengan santai.Lisa hanya bisa diam dan menundukkan ke
“Bagaimana saksi, apa ini sah?”“Sah!” Beberapa orang menjawab dengan lantang. “Alhamdulillah,” ucap yang hadir di sana. Kini, Lisa benar-benar sudah resmi menjadi seorang wanita bersuami.Doa dipanjatkan setelah ijab kabul terdengar. Namun, Lisa masih saja sibuk dengan pikirannya sendiri, rasanya dia tidak percaya dengan banyak hal yang baru saja terjadi.Tentang kehidupannya yang akan datang bahkan tentang suaminya sendiri.Setelah doa selesai, seperti biasanya pengantin biasanya akan melakukan prosesi cium tangan suami. Kalau selama ini Lisa hanya melihatnya saat menghadiri acara sakral teman-temannya, kali ini dia adalah pengantinnya.Berat rasanya untuk melakukan hal ini, apalagi dengan orang yang tidak dicintainya, bahkan dengan pria asing yang dia tidak kenal sama sekali. Keringat keluar dari telapak tangannya, tatkala pria itu memberikan tangannya di depan Lisa.Bekas goresan luka yang cukup dalam masih terlihat jelas di punggung tangan suaminya itu, hal ini membuat Lisa men
“Mas Gandha, apa kamu paham apa yang aku katakan?” Lisa kembali mengulang tanya untuk memastikan kalau dia tidak sedang bermimpi jika suaminya bisa diajak bicara dengan normal.“Aku … aku hanya ingat namaku, aku juga ingat kalau aku belum menikah,” ucap Gandha, “tapi selebihnya, aku tidak bisa mengingat apapun, kecuali ….” Tiba-tiba Gandha menghentikan ucapannya, dia memegang kepalanya dan memejamkan mata, sekarang ekspresi wajahnya menampakkan kalau saat ini dia sedang kesakitan.“Ah … aku … aku tidak bisa mengingat apapun,” ucapnya dengan suara yang serak, matanya masih terpejam.“Sudah, Mas, cukup, tidak perlu memaksakan diri.” Lisa menenangkan suaminya, lalu kemudian dia berjalan ke arah meja, dimana di atasnya terdapat segelas air minum.“Minum dulu, tenangkan dirimu,” ucap Lisa dengan nada khawatir.Gandha melakukannya dengan bantuan Lisa.“Bagaimana rasanya? Apa sudah lebih baik?” tanya Lisa lagi.Dia mengangguk dan memberikan gelas itu pada Lisa. “Terima kasih.”“Mas, aku juga
Lisa tertegun sejenak, dia sudah terbiasa diperlakukan seperti ini oleh Ibu dan adik tirinya itu. Hanya saja selama ini dia masih diam dan tidak melawan untuk mengurangi percekcokan yang terjadi di rumah ini.Ayah dan ibunya juga kerap kali bertentangan pendapat yang ujung-ujungnya Duha akan mengalah, karena dia merasa bahwa dia sudah gagal menjadi kepala rumah tangga yang tidak bisa membuat keluarganya bahagia.Ah … andai saja ayahnya saat itu tidak ditipu, pasti keluarga mereka akan baik-baik saja saat ini. Pikiran Lisa melayang ke saat itu, karena sejak ayahnya jatuh, mereka terpaksa kembali ke kampung dan bertahan hidup dengan sangat sederhana, sangat berbalik dari kehidupan sebelumnya.“Lisa, ayah mau bicara padamu,” panggil ayahnya setelah Lisa membereskan rumahnya.“Ada apa, Ayah?” tanya Lisa pada Duha, lalu sang ayah memberikan isyarat agar anaknya duduk di sebelahnya.“Lisa, Ayah tahu kamu tidak melakukannya,” ucapnya dengan nada penuh sesal.Lisa terdiam, lalu … kenapa ayah
Di tahun Ketiga pernikahan mereka, Lisa mulai berpikir tentang cara lain untuk membantu warga kampung. Dia ingin anak-anak dari keluarga di kampung ini mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Ia pun mengutarakan ide untuk mendirikan sebuah yayasan amal. Dengan yayasan ini, anak-anak berbakat dari desa dapat bersekolah di kota dengan layak.Tentu saja, apapun yang ingin dilakukan Lisa, selalu mendapatkan dukungan penuh dari Gandha. Dia sangat setuju dengan usul Lisa. Semua seperti biasanya berjalan lancar.Namun, di balik semua kebahagiaan dan kesuksesan yang mereka capai, Lisa mulai merasa gelisah. Hingga tahun keempat pernikahan mereka, ia dan Gandha belum juga dikaruniai anak. Gandha sendiri tidak pernah mempermasalahkannya, tetapi Lisa merasa ada yang kurang. Ia sering merenung dan bertanya-tanya apakah ini adalah takdir mereka.Dua bulan lagi, mereka akan masuk tahun kelima pernikahan mereka, Lisa akhirnya mengutarakan sesuatu yang selama ini dipendamnya. Ma
Sudah lebih dari setahun sejak kasus Duha berakhir. Segalanya berangsur-angsur kembali tenang, meskipun bayang-bayang dari kejadian itu masih menghantui beberapa orang. Munir, kepala desa yang selama ini dihormati, ternyata terlibat dalam skenario gelap yang dijalankan oleh Ida. Semua yang terlibat kini menerima balasan atas perbuatan mereka. Namun, ada satu yang tak bisa dilupakan oleh Lisa—Yasmin. Saudari tirinya itu, yang tak hanya harus menanggung hukuman atas perbuatannya terhadap Lisa, juga harus menghadapi tuntutan di tempat kerjanya.Yasmin, yang tak hanya dihukum oleh hukum, kini dihantui oleh beban mental yang semakin berat. Tekanan itu membuatnya tak bisa bertahan lagi, dan akhirnya ia harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit jiwa.Pagi itu, di meja makan yang sunyi, Gandha menatap Lisa dengan mata yang penuh perhatian. Sambil menyantap sarapannya, dia memutuskan untuk memecah keheningan.“Sayang,” ucapnya lembut, “besok kamu ikut ke kampung, kan?”Lisa menganggu
"Jangan pernah bicara tentang suamiku seperti itu!" suaranya gemetar, bukan karena ragu, tetapi karena terlalu banyak emosi yang bercampur dalam dadanya.Andrian terdiam. Matanya menatap Lisa dengan luka yang tak bisa disembunyikan, tetapi kali ini, ia tahu—tidak ada kesempatan untuknya, tetapi dia tetap harus terus mencoba.Lisa mengepalkan tangannya erat, napasnya memburu. Dadanya naik-turun seiring emosi yang ia tahan sejak lama mendidih ke permukaan. Ia menatap Andrian tajam, sorot matanya menyala seperti api yang siap membakar."Mas Andrian!" suaranya melengking, membuat udara di sekitar mereka terasa lebih panas. "Jangan sekali-kali kamu mengungkit masalah pernikahanku!"Andrian tertegun, tetapi sebelum ia sempat berkata apa pun, Lisa melangkah maju. Jarak mereka semakin dekat, seakan hanya menyisakan ketegangan di antara mereka."Bukankah jika kamu mau, kamu bisa membuat pernikahanku batal waktu itu?" Lisa menatapnya penuh amarah. "Tapi apa yang kamu lakukan?!"Andrian membuka m
Andrian berusaha untuk menemui Lisa setelah mengetahui hal itu, dia hanya ingin berusaha meminta maaf atas hal yang selama ini dia lakukan, bahkan rasa tidak percaya padanya membuat hubungan mereka akhirnya makin lama makin membuat jarak yang cukup besar.Untungnya saat persidangan kali ini Andrian melihat Lisa datang, segera dia berusaha untuk menghampiri wanita itu, saat persidangan selesai.“Lisa, aku perlu bicara denganmu!” suara Andrian membuat langkah kaki Lisa yang akan berjalan ke arah mobilnya berhenti dan menoleh ke sumber suara.“Tolong, beri aku waktu sebentar," mohon Andrian, hanya saja Alisha tidak ingin lagi mendengarkan apapun dari Andrian, hingga dia kembali melangkah tanpa bicara."Aku ingin bicara denganmu.” Sekali lagi suara permohonan itu akhirnya membuat LIsa melunak. Andrian benar-benar membujuknya untuk mau berbicara dengannya.LIsa lalu menghentikan langkahnya dan saat itu kebetulan memang bersama dengan Iyam mengatakan pada wanita itu untuk masuk ke mobil le
Benar seperti yang dikatakan Andrian, pria itu menepati ucapannya untuk datang ke rumah Yasmin.Ida mengetuk kamar, Yasmin dan memanggilnya. “Yasmin sayang! Nak Andrian ada di depan.”Mendengar hal itu, Yasmin segera membuka pintunya dan berlari ke depan. Di sana Andrian sudah duduk di sofa, wajahnya memang tidak terlalu ramah, hanya saja kali ini Yasmin tidak peduli, entah dia ramah atau tidak. Yasmin tiba-tiba saja langsung memeluk pria itu dan menangis.Hal ini tentu membuat Andrian terkejut. Belum sempat dia bertanya pada Yasmin, Ida yang muncul dari belakang dengan membawa minum untuk Andrian berkata dengan suara sedih.“Nak Andrian, sepertinya Yasmin benar-benar sedih karena kamu menghindari kami setelah kejadian tempo hari.” Ida berkata dengan suara rendah dan terdengar menyayat hati. “Tapi, ucapan Lisa benar-benar sangat jahat pada kami.”Andrian diam, dia tidak memberikan respons apapun jelas sekali saat ini wajahnya tidak percaya dengan ucapan Ida. Yasmin menarik dirinya, ka
Perlahan, Yasmin menurunkan tangannya. Wajahnya basah oleh keringat, dan napasnya masih tak beraturan. Tapi matanya... bukan hanya merah. Ada kilatan lain di sana.Kilatan dingin.Ia menunduk sejenak, lalu mendongak dengan senyum kecil yang tidak seharusnya ada di momen seperti ini.“Kalau semuanya gagal, Ibu selalu menyalakan aku!” Yasmin berteriak. Suaranya menggema di seluruh ruangan.Matanya membelalak, dadanya naik turun, mencoba mengendalikan emosi yang sudah nyaris meledak.Ida benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena seperti yang dikatakan Yasmin kalau setidaknya semua ini memang berawal dari tindakannya yang terlalu terburu-buru tanpa perhitungan yang matang.“Aku udah bilang kan, tidak perlu bawa-bawa Mas Andrian dulu! Cukup cari tahu soal Lisa! Tapi Ibu—” suaranya tercekat sesaat, lalu melanjut lagi dengan nada lebih tajam, “Ibu yang nggak sabaran! Dan sekarang Ibu nyalain aku lagi?! Selalu aku!”Ida diam. Mulutnya terkatup rapat. Tidak ada balasan, karena memang
Hidup Yasmin dan Ida makin hari seperti dalam neraka. Betapa tidak? Andrian yang biasanya sangat mendukung, kini terkesan mengabaikan, biasanya Andrian setiap hari akan mampir ke rumah mereka, apalagi saat Andrian mengatakan kalau dia sudah berniat menikahi Yasmin.Persiapan pernikahan sudah jalan 90%, namun tiba-tiba saja semuanya menjadi sangat berantakan setelah pertemuannya dengan Lisa di mall itu!Usaha untuk menjebak Andrian pun sepertinya sangat terhalangi dengan menghindarnya pria itu, dan tidak hanya itu, sudah beberapa kali dia dan Ida dipanggil ke kantor polisi untuk penyelidikan lebih lanjut, Andrian tidak memberikan dukungan. Bahkan setelah persidangan pertama masalahnya dengan Lisa pun Andrian tidak menampakkan batang hidungnya.“Yasmin, apa kamu masih belum bisa menghubungi si Andrian itu?” Ida bertanya lagi saat Yasmin pulang dari tempatnya bekerja. Pertanyaan itu seolah-olah menuntut Yasmin untuk segera bertemu dengan pria itu.Akan tetapi Yasmin belum menjawab, dia h
Di tempat lain, Andrian terkejut dengan fakta yang baru saja dia terima, dia sangat tidak menyangka kalau selama ini dia benar-benar berhasil dimanupulasi sampai sejauh ini dan menuduh Lisa wanita tidak baik."Kurang ajar sekali mereka!" geramnya.Dadanya terlihat naik turun, napasnya masih tidak teratur, rasa kecewa pada dirinya sendiri sangat terlihat jelas, dia tidak mampu membayangkan bagaimana kehidupan Lisa selama ini yang dibuatnya sangat menderita."Ya Tuhan ... ternyata yang bodoh selama ini adalah aku?" Andrian tidak bisa berkata-kata lagi, rasa penyesalan bergelayut hebat di dadanya.Percuma, semuanya juga sudah terlambat, tidak mungkin dia memohon pada Lisa untuk membuatnya kembali padanya, apalagi dia juga sudah sangat menyakiti wanita itu.Teringat kembali wajah Lisa yang menatapnya dengan tatapan pahit kala itu, hanya saja, semua itu dia abaikan dan malah percaya dengan orang lain yang nyatanya orang itu adalah orang yang sangat jahat dan pandai menipu!"Lisa ... maafka
Beberapa hari berlalu, hubungan keduanya makin dekat, dan yang cukup berbeda saat ini adalah bahwa mereka sudah tidur dalam kamar yang sama. Ya, tentu saja selama ini, Gandha menghormati Lisa untuk tidak menyentuhnya sampai istrinya itu benar-benar siap, tetapi setelah kejadian waktu itu, mereka benar-benar sudah bercampur satu sama lain.“Selamat pagi, Cantik!” sapa Gandha saat melihat istrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi.Lisa hanya tersenyum mendengarnya, Gandha selalu saja bisa membuatnya jatuh cinta setiap hari. Namun, pagi ini Gandha sudah sangat rapi dengan pakaian formalnya, hal ini membuat Lisa terkejut. Pasalnya, selama ini Gandha tidak pernah berpakaian formal seperti sekarang ini.“Mas … mau kemana?” tanya Lisa.“Ah, iya, semalam aku dihubungi oleh calon klien dari luar negeri untuk membicarakan masalah kerjasama terkait produk yang mereka sukai gagasan Pak Bastari itu. Aku mau bilang dari semalam cuma kamu sudah tidur lebih dulu." Gandha berkata santai."Oh," j