"Nona" Sebuah suara membuyarkan konsentrasi Gladisa saat mengerjakan laporannya, Ia mengangkat palanya dan melihat jika Asisten pribadinya yang bernama Tiara yang memanggil namanya.
"Hei, selamat pagi, kau sudah datang rupanya." Gladis melepas kacamata macanya dan kini menyapa balik Tiara. Namun bukannya menjawab, Tiara malah menatap atasannya itu dengan khawatir. "Nona, apa anda baik-baik saja? Kenapa wajah anda pucat, apa anda sakit? Mendengar pertanyaan asisten pribadinya itu, sejenak Gladis merasa ragu sebelum menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa, hanya saja mungkin aku kurang tidur kemarin malam." Kilahnya. "Benarkah?" Namun Tiara tak serta Merta langsung percaya dengan jawaban yang di berikan Gladis. "Tapi wajah anda benar-benar sangat pucat Nona, apa perlu aku belikan obat atau mungkin kita ke dokter saja??" Tanyanya seraya berjalan mendekat ke arah meja kerja Gladis. Wanita itu menggeleng seraya tersenyum lembut. "Aku benar-benar tidak apa-apa Ra. Apa agendaku hari ini?" Gladis langsung mengubah topik pembicaraan dengan membahas pekerjaan, hingga membuat Tiara tidak punya pilihan untuk memberikan dokumen yang memang ia bawa masuk ke ruang kerja wanita itu. Gladis menerimanya dengan laporan itu dengan mata yang fokus ke pada dokumen itu dan tangan yang terus membuka lembar demi lembar kertas yang berisi data rahasia perusahaan milik keluarganya. Tiara yang masih berdiri di depan meja kerja Gladis masih menatap atasannya itu dengan khawatir. "Nona, bagaimana kalau anda pulang saja untuk istirahat, dan biarkan saya yang melakukan presentasi hari ini!" Gladis kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak usah Tiara, aku bisa melakukannya sendiri. Terimakasih atas perhatianmu ya!" Ucapnya dengan tulus. Kini wanita itu nampak tersenyum dengan metap wajah asisten pribadinya itu seraya menyatukan kedua tangannya di atas meja. Bukan tanpa alasan Gladis menolak tawaran Tiara tadi. Ia merasa jika saat ini ia hanya kurang enak badan saja mungkin karena selepas sakit demam dan pengaruh dari kehamilannya yang sejak awal ingin ia sembunyikan. "Ammmm, begini saja, bolehkan aku minta tolong ambilkan aku segelas air putih hangat Ra!! Sepertinya hanya itu yang aku butuhkan saat ini." Pinta Gladis yang langsung di sambut anggukan oleh Wanita itu dengan langsung berjalan keluar menuju pantry khusus petinggi perusahaan. Selepas kepergian Tiara dari ruang kerjanya, Gladis langsung membereskan berkas-berkas dokumen pekerjaannya untuk ia bawa ke perusahaan milik suaminya. Namun sebelum itu ia akan melakukan meeting lebih dulu bersama Kliennya di lestoran yang terletak di dalam sebuah mall ya ada di pusat kota. Tok tok tok "Masuk!" Pintu terbuka dan muncul-lah Tiara dari sana. "Nona, ini air putih hangatnya!" Ucap gadis itu dengan meletakan Satu gelas Air di atas meja. "Silahkan di minum dulu Nona, mumpung masih hangat." Imbuhnya. Hati Gladis menghangat dengan perhatian yang di berikan asisten pribadinya itu, meskipun hanya berstatus sebagai bawahan Gladis, Tiara cukup kompeten dalam menghandle segala pekerjaannya. Bahkan gadis itu selalu perhatian terhadap kondisi Gladisa, contohnya saat ini. Dengan senang hati Gladisa meminum Air hangat itu beberapa teguk, ia cukup luas karena tubuhnya yang tadi sempat terasa kurang enak, kini merasa lebih baik. "Bagaimana Nona, apa sudah mendingan?" tanya gadis itu sekali lagi guna memastikan. Gladis tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, dia bahkan sudah bersiap untuk keluar dari ruangannya menuju Tempat meeting hari ini bersama Kliennya. "Ayo kita pergi sekarang Ra! Tidak enak jika klien kita harus menunggu lama di sana." Ajaknya seraya melangkah keluar dari ruangannya , dengan membawa berkas-berkas yang tadi di berikan Tiara padanya. "Biar saya bantu nona!" Tiara langsung menyambar beberapa mab yang di bawa Gladisa. Dan wanita itu tidak menolak sehingga dengan mudah Tiara mengambil alih berkas itu dari tangannya. ******* Sesampainya di pusat perbelanjaan itu, Gladis dan tiap langsung menuju ke lestoran yang mereka janjikan untuk bertemu dengan Seorang klien yang meminta jasa perusahaan mereka untuk membuat sebuah gaun pengantin. "Ah itu dia" Ucap Tiara dengan menunjuk seseorang yang tengah melambaikan tangannya ke pada mereka. Seorang wanita yang duduk di antara beberapa orang lainnya yang sepertinya juga tengah menunggu mereka untuk meeting hari ini. "Selamat siang Nona Gladisa!" Ucap wanita sekitar seusianya itu dengan kepala yang sedikit Menunduk hormat. Gladisa tersenyum ke arahnya. Kini ia dan Tiara duduk bersama tiga orang yang lainnya untuk membahas agenda hari ini. Ternyata klien yang kali ini memakai jasa mereka adalah dari jasa organizer pernikahan, mereka ingin memesan gaun untuk pengantin yang khusus meminta gaun dari butik milik Gladisa. "Bagaimana, apa anda setuju dengan desainnya?" Tanya Tiara penuh percaya diri. Ia yakin klien mereka Kali ini akan suka dengan desain gaun pernikahan itu, mengingat itu adalah desain asli buatan Nona Gladisa sendiri. "Wah ini sangat bagus nona," puji klien baru mereka itu. "Baiklah, saya akan tunjukan ini pada klien kami yang katanya juga akan sampai sebentar lagi!" Tuturnya seraya menutup desain yang baru saja di lihatnya itu Namun dari kejauhan ia tidak sengaja melihat sosok perempuan berbaju putih tengah berjalan ke arah mereka, dan itu calon klien mereka. "Ah, itu dia datang juga." Ucapnya seraya menunjuk ke arah pintu masuk, di ikuti oleh Gladisa dan juga Tiara yang langsung terbelalak lebar. Sekujur tubuh Gladisa sontak membeku, Clara berjalan dengan anggunnya menuju ke arah mereka yang duduk di bangku paling sudut lestoran itu. Sebelum Gladisa bereaksi apa-apa tiba-tiba Clara datang memeluk dirinya."Diam dan jangan banyak bicara, awas jika kakak berani bicara pada semua orang yang ada di sini maka aku tidak akan segan-segan menyakiti Mommy!" Ancamnya dengan tersenyum Smirk. "Buat asisten pribadimu ini diam selagi aku mengatur semuanya!" imbuhnya lagi. Gladisa sontak semakin membeku mendengar ancaman itu, apalagi melalui belakang tubuh Clara ia melihat dengan jelas ada seseorang yang sangat ia kenal juga berjalan ke arah mereka. Sepertinya Pria itu belum sadar jika di sana ada Gladisa dan juga Tiara yang tengah terperangah tak percaya. Setelah beberapa langkah semakin dekat, barulah Nathaniel sadar jika yang berada di depannya adalah sosok yang selama ini ia benci, sosok yang tengah berpelukan dengan wanita yang sangat ia cintai. "Gladis" Gumamnya lirih. Sedangkan Asisten Yuda terlihat biasa saja saat berdiri di belakang Atasannya itu, menurutnya cepat atau lambat Nona Gladis harus tau seberapa besar kedua orang yang selama ini ia cintai itu di belakangnya. Di tengah
"Aku tidak bisa." Jawab Nathan to do points. "Cih" decih Clara seraya tersenyum miring. "Jangan kau pikir aku tidak tau jika kau ingin mengejar wanita itu. Jangan macam-macam karena aku tidak akan membiarkannya!" Ucapnya penuh penekanan di setiap katanya. Bukan tanpa alasan Clara melakukan itu, ia sudah muak bernegosiasi terus dengan Nathan selama ini, ia sudah lama menunggu untuk menjadi nyonya Collins Hadiatmaja, kenapa sulit sekali untuk menggapainya? Gumam Clara dalam hati. Nathan yang sudah kehilangan jejak Gladis tentu saja menolah ajakan Clara untuk tetap berada di sana. Lalu ia melepaskan genggaman tangan Gladis agar melepaskan Lengannya, "Maaf, aku harus pergi. Nanti aku akan menghubungimu lagi!" Ucapnya seraya memberi Kode ke arah Yuda untuk mengikutinya. "Tidak kak, tunggu jangan pergi!" Pintunya, lalu berusaha untuk mengejar Nathanial, namun sepertinya ia kalah cepat, karena Yuda sudah lebih dulu menghalangi Langkan untuk mengejar langkah kaki Nathan. "Mau apa kau?
"Dad, Mom, aku rindu." Tangisnya pecah, banyangan masa kecil yang begitu bahagia berputar dalam otaknya. Karena terlalu lama di sana, langit pun mulai menggelap. akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki, tubuhnya nampak menggigil hebat, sepertinya ia sudah sangat kedinginan. dari kejauhan pak Seno, si kepala pelayan melihat kedatangan Nona mudanya langsung berlari mengambil payung untuk memayungi Menantu majikannya itu. "Waduh nona Gladis, kenapa basah kuyup begini? Cepat masuk!!" ******** Gladis turun dari mobilnya dengan kondisi tubuh yang menggigil. Sang kepala pelayan yang melihat keadaan Nona mudanya basah kuyup sontak memanggil para pelayan untuk membawakan payung dan handuk kering untuk menyambut kedatangannya. Sementara itu dia sendiri mengambil payung untuk menjemput Nonanya. "Nona, ada apa? Kenapa hujan-hujanan begini?nona kan habis sakit, ayo masuk ke dalam!" Ucap pak Seno sembari memegangi payung untuk Gladisa. Begitu memasuki rumah, Para p
Tiga puluh menit kemudian,, tepatnya setelah membersihkan dirinya Gladis keluar dengan tubuh yang sudah bersih dan rambut yang sudah mengering. Melihat sang suami sudah tidak ada di kamarnya, Buru-buru Gladis membuka nakas untuk mencari kertas laporan pemeriksaannya yang ia sembunyikan kemarin. Ia tidak mau jika Nathan menemukannya lebih dulu, ia takut jika pria itu tau akan menyuruhnya untuk menggugurkan janinnya dan ia tidak mau itu sampai terjadi. Laporan itu awalnya ia simpan sebagai kejutan untuk hadiah ulang tahun sang suami, namun faktanya sepertinya Nathan tidak butuh ini. Karena sebentar lagi ia akan mendapatkannya dari Clara, entah kenapa pikiran Gladis kemana-mana jika membayangkan sejauh apa hubungan antara suaminya dengan sang adik. Aku yakin jika yang meminta Yuda untuk mengantarkanku ke rumah itu adalah Clara, tidak mungkin jika suaminya seceroboh itu untuk memberi tau dirinya tempat perselingkuhan mereka.Gladis menatap hasil laporannya dengan cukup lama. Setelah m
Gladis membayangkan kehidupan mereka lima tahun yang lalu. kehidupan Yang membuat hidup Gladisa seakan berwarna, cintanya yang teramat dalam pada Kakak sepupunya akhirnya menemui jalan pintas yang cukup membuatnya tercengang. jalan di mana tiba-tiba status mereka berubah menjadi sepasang Tunangan yang pada akhirnya menikah. Meskipun Pada akhirnya ia harus sedikit kecewa karena nyatanya Pria yang begitu di cintainya lebih mencintai adiknya sendiri. Plak Nathaniel melempar Seonggok kertas tepat di meja kerjanya. Pagi itu adalah hari pertama Gladis membuka cabang butiknya yang ada di Indonesia setelah menikah dengan suaminya Nathaniel yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri. "Apa ini kak?" tanyanya, lalu mengambil mab yang berisi lembaran surat perjanjian pernikahan yang harus mereka sepakati. Di sana tertulis beberapa poin yang harus di sepakati Dirinya dan juga Nathan Deg Sejenak jantung Gladisa berdetak dengan begitu hebatnya. hancur sekaligus sedih saat melihat
Pagi ini Gladis terlihat malas-malasan untuk pergi ke butiknya, sepertinya obrolannya tadi malam bersama sang suami menimbulkan banyak pertanyaan di dalam otaknya. Wanita itu menatap dirinya di dalam cermin, wajahnya yang polos tanpa makeup membuatnya terlihat menyedihkan. Apalagi wajah yang semakin pucat efek tak enak badan, sekaligus kehamilannya. Gladis menyentuh perutnya, lalu mengelusnya perlahan. "Mengenai Bayi ini, aku harus bagaimana?" Gumamnya seraya tersenyum getir. Mungkin selama ini ia dapat menyembunyikan perasaannya pada sang suami dengan cara menjaga jarak dengan Pria itu. Namun kehamilan itu berbeda, semakin lama bentuk tubuhnya akan berubah terutama di area perut dan dadanya. Mana bisa ia terus menutupi kenyataan yang ada jika ia hamil?? Kepala Gladis semakin pusing karena ia pikir-pikir lagi mungkinkan ia bisa mempertahankan kandungannya? "Apa aku coba saja untuk berbicara dari hati ke hati dengan Kak Nathan? Siapa tau dia mau mengubah keputusannya!! Ya mung
Setelah bebas dari Cecaran Kakak iparnya, Gladis akhirnya bisa bernafas dengan lega. Sejak tadi ia menatap ke arah belakang mobilnya seraya berdoa, agar Nia tidak mengejarnya. Gladis benar-benar mengambil resiko besar karena sudah membohongi keluarganya yang notabene adalah clan dokter. Kedua mertuanya adalah dokter spesialis, apalagi Tuan Aiden Collins adalah seorang dokter kandungan kelas wahit pada masanya sebelum memutuskan pensiun dini untuk mengurus perusahaan milik keluarganya. Nia sang kakak iparnya pun memiliki karier yang tak kalah mentereng saat ini. Di usianya yang baru menginjak 27 tahun ia sudah menjadi ahli bedah saraf dan memegang jabatan tinggi di Rumah sakit milik keluarganya, menggantikan Mommy Naira yang sebentar lagi ingin pensiun. "Gila, Glad. Kau benar-benar sudah sinting karena mengambil resiko sebesar ini!! Bahkan kau melibatkan asisten Yuda juga dalam hal ini. Apa kau tidak sadar jika yang kau bodohi saat ini adalah keluarga dokter terbaik di kota ini??"
Siapa sangka dari kejauhan tuan Aiden melihat dengan jelas semua yang terjadi di dalam Perusahaannya. Selama ini tuan Aiden selalu memantau seluruh pergerakan kedua putra putrinya. bukannya marah, tuan Aiden malah tersenyum Smirk menatap ke arah Laya komputer yang ada di hadapannya. Asisten Hans yang kini berdiri di belakangnya pun tak kalah datarnya menatap ke arah layar Leptin yang masih menyala. "Tuan, Apakah anda tidak ingin menegur Tuan Nathan atas kecerobohannya? kasihan Nona Gladis!" "Tidak perlu, Biarkan saja. aku punya rencana lain untuk anak nakal itu, Kau siapkan saja apa yang aku perintahkan setelah ini!" "Baik Tuan." Jawab Hans, laku menundukkan kepalanya sejenak. ***** Sementara itu Nathan yang tadi sempat mengejar langkah Gladis kini nyatanya kehilangan jejak. Namun ia tak sengaja menendang kantung plastik yang tadi sempat di bawa oleh Gladisa untuk dirinya. "Apa ini?" Karena penasaran, pria itu akhirnya memutuskan untuk mengecek apa isinya? dari b