"Dari mana saja kau dia hari tidak pulang, Hm? Menurutmu apakah wajar seperti wanita bersuami pergi dari rumah berhari-hari tanpa mengabari suaminya sendiri?" Cecar Nathan hingga membuat Gladis menghela nafasnya kasar
"Ada apa ini?" Tiba-tiba nyonya Naira datang dengan menenteng beberapa Paper bag di tangannya. "Mom, kenapa mom sudah pulang?" Tanya Nathan seraya melihat ke arah jam tangan mewah yang bertengger kokoh di lengan kanannya. "Ini baru jam 10 pagi, tapi tumben sekali mommy sudah pulang. Memangnya apa ada yang ketinggalan?" Imbuhnya lagi PLAK Bukannya menjawab pertanyaan putranya, nyonya Naira malah menganyunkan satu buah tamparan keras ke arah pipi sang putra. Sontak Nathan langsung memegangi pipinya yang terasa kebas. Sejak kemarin ia terus mendapatkan tamparan keras dari mommy dan Daddynya dengan alasan yang sulit ia terima. "Ada apa Mom, kenapa mommy memukulku?" Ucap Nathan dengan suara yang meninggi. "Kau tanya ada apa? Dimana saja kau hah? Seharusnya kau yang menjemput istrimu! Sesibuk apa kau hingga tidak mau menanyakan kabar istrimu sendiri? Kenapa kau malah menyuruh asisten pribadimu yang menjaga istrimu di rumah sakit hah?" Sepeti kesetanan, nyonya Naira mencecar semua pertanyaan itu pada sang putra hingga mendesak Nathan untuk berjalan mundur. "A--Apa? AHhhhhh itu mom, ma---maaf aku kemarin mabuk mom, jadi aku-------" ucapan Nathan terputus karena Gladis memotong kata-katanya. "Tidak apa-apa Mom, kak Nathan kan kemarin sudah menjengukku, mungkin saja ia sedang banyak pikiran soal kantor, aku tidak mau membuatnya lelah jika harus menjemput juga! lagi pula Ia sudah menyuruh asisten Yuda untuk menjemputmu kan." Ucap Gladis memberi alasan. "Benarkah? Kalian tidak sedang menipu mommy kan?" Tanya nyonya Naira penuh selidik. Agaknya nyonya Naira masih sedikit curiga dan belum sepenuhnya percaya dengan apa yang di katakan oleh menantunya itu. Sikap Nathan yang begitu tegang saat ini membuatnya sangat sulit untuk percaya begitu saja, pasalnya yang ia tau saat ini gadis licik yang sudah di usir dari keluarganya itu tengah kembali ke Indonesia. Tentu saja hal itu menjadi ancaman hubungan Putranya dengan sang menantu, kali ini nyonya Naira tidak bisa percaya begitu saja dan akan meminta ke pada sang suami untuk mengawasi putranya. "Baiklah, kali ini mommy percaya pada kalian, namun jika sampai kalian berbohong maka mommy tidak akan segan-segan menghukum mu!!" Setelah mengatakan itu nyonya Naira memutuskan untuk masuk kedalam ,namun lebih dulu ia tidak lupa menitipkan paper bag berisi baju dan makanan Menantunya ke pada asisten rumah tangganya yang ada di sana. Setelah kepergian Nyonya Naira, Nathan sontak langsung menghela nafasnya dengan sangat kasar. Ia lega karena sang mommy tidak mencurigai dirinya, sepertinya Gladis tidak mengatakan apapun soal kejadian malam itu kepada Mommynya hingga wanita paruh baya itu tidak membahasnya tadi. Nathan melangkah untuk keluar dari rumahnya, hari ini ia harus meeting ke pusat perbelanjaan yang ada di pusat kota. Apalagi Ia juga sudah berjanji akan bertemu clara di sana setelah acara Meeting Nya selesai nanti. Namun tiba-tiba Nathan memutuskan berhenti di samping tubuh Gladisa seraya menatap ke arahnya. "Dengar, jangan kau pikir aku tersentuh dengan bantuanmu tadi nona. Sungguh aku bahkan semakin jijik dengan sifatmu yang bermuka dua itu!" Setelah puas menghina istrinya sendiri, Nathan memutuskan untuk melanjutkan langkahnya keluar menuju mobil mewahnya meninggalkan Gladisa berdiri sendiri dengan termenung. Tanpa sadar Air mata Gladis menetes membasahi pipinya yang mulai chubby, Apa yang harus ia lakukan setelah ini? mengingat seiring usia kandungannya bertambah, maka perutnya akan semakin besar dan akan sulit untuk menyembunyikannya dari sang suami dan keluarganya. "Mungkinkan ini Akhirnya aku harus menyerah?" Ucapnya lirih seraya mengusap air matanya dengan kasar. ****** Hingga sampai malam harinya pun, ketika makan malam bersama, Nathan belum juga kembali ke rumahnya. Padahal Ia tidak pernah melakukan ini sebelumnya, hingga pada akhirnya membuat Tuan Aiden Collins menyudahi makan malamnya meskipun makanan di atas piringnya belum benar-benar habis. "Dimana suamimu?" Tanyanya pada Gladis yang nampak malas-malasan menikmati makan malamnya. mendapatkan pertanyaan seperti itu dari mertuanya, tentu saja membuat Gladis bingung harus memberikan jawaban apa? mengingat ia sendiri tidak tau di mana keberadaan suaminya itu sekarang. Melihat wajah panik menantunya, agaknya Nyonya Naira menghela nafasnya perlahan, sepetinya dugaannya benar ada yang tidak beres dalam hubungan Putra dan menantunya itu saat ini. mengingat sejak kemarin Nathan seperti tidak betah berada di rumah, dan lebih anehnya lagi, tadi pagi tak sengaja ia seperti melihat ada gurat ketegangan di antar keduanya saat kepulangan Gladis dari rumah sakit Setelah sukses lolos dari begitu banyak pertanyaan yang di ajukan oleh mertuanya, Kini Gladis berangkat menuju kantor di antar oleh sopir keluarga Collins. sepertinya kedua mertuanya masih belum bisa tenang jika mengijinkan dirinya untuk mengendarai mobil sendiri. Mobil ber-cat putih dengan merk ternama itu kini sudah sampai di Perusahan Fashion Milik Collins.Drc namun sepertinya Gladis belum juga sadar akan hal itu. sejak tadi ia diam tak bergeming dengan tubuh yang bersandar di kepala kursi mobil bagian belakang, dengan sorot mata mengarah keluar Jendela. Sang sopir yang merasa ada yang aneh, akhirnya memutuskan untuk menegur Nona mudanya itu karena dari arah belakang sudah ada beberapa mobil yang mengantri untuk bergantian menurunkan penumpang. EHEm "Maaf nona, Kita sudah sampai." Ucapnya seraya menatap Gladis dari kaca spion tengah. Gladis yang kaget, sontak bertingkah seperti orang linglung baru sadar dari lamunan panjangnya. "Eh iya pak, maaf, Saking menikmati suasana." kilahnya seraya menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Ketara sekali jika ia sedang berbohong namun pak Endang sama sekali tidak berniat untuk ikut campur dengan urusan atasannya itu. "Saya masuk dulu ya pak!" imbuh Gladys yang sudah membuka pintu untuk turun dari mobil. Pak Endang tersenyum seraya mengangguk mengiyakan, Setelah itu ia langsung tancap gas pergi kembali menuju kediaman Collins setelah selesai tugasnya mengantar sang Nona muda."Nona" Sebuah suara membuyarkan konsentrasi Gladisa saat mengerjakan laporannya, Ia mengangkat palanya dan melihat jika Asisten pribadinya yang bernama Tiara yang memanggil namanya. "Hei, selamat pagi, kau sudah datang rupanya." Gladis melepas kacamata macanya dan kini menyapa balik Tiara. Namun bukannya menjawab, Tiara malah menatap atasannya itu dengan khawatir. "Nona, apa anda baik-baik saja? Kenapa wajah anda pucat, apa anda sakit? Mendengar pertanyaan asisten pribadinya itu, sejenak Gladis merasa ragu sebelum menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa, hanya saja mungkin aku kurang tidur kemarin malam." Kilahnya. "Benarkah?" Namun Tiara tak serta Merta langsung percaya dengan jawaban yang di berikan Gladis. "Tapi wajah anda benar-benar sangat pucat Nona, apa perlu aku belikan obat atau mungkin kita ke dokter saja??" Tanyanya seraya berjalan mendekat ke arah meja kerja Gladis. Wanita itu menggeleng seraya tersenyum lembut. "Aku benar-benar tidak apa-apa Ra. Apa
"Diam dan jangan banyak bicara, awas jika kakak berani bicara pada semua orang yang ada di sini maka aku tidak akan segan-segan menyakiti Mommy!" Ancamnya dengan tersenyum Smirk. "Buat asisten pribadimu ini diam selagi aku mengatur semuanya!" imbuhnya lagi. Gladisa sontak semakin membeku mendengar ancaman itu, apalagi melalui belakang tubuh Clara ia melihat dengan jelas ada seseorang yang sangat ia kenal juga berjalan ke arah mereka. Sepertinya Pria itu belum sadar jika di sana ada Gladisa dan juga Tiara yang tengah terperangah tak percaya. Setelah beberapa langkah semakin dekat, barulah Nathaniel sadar jika yang berada di depannya adalah sosok yang selama ini ia benci, sosok yang tengah berpelukan dengan wanita yang sangat ia cintai. "Gladis" Gumamnya lirih. Sedangkan Asisten Yuda terlihat biasa saja saat berdiri di belakang Atasannya itu, menurutnya cepat atau lambat Nona Gladis harus tau seberapa besar kedua orang yang selama ini ia cintai itu di belakangnya. Di tengah
"Aku tidak bisa." Jawab Nathan to do points. "Cih" decih Clara seraya tersenyum miring. "Jangan kau pikir aku tidak tau jika kau ingin mengejar wanita itu. Jangan macam-macam karena aku tidak akan membiarkannya!" Ucapnya penuh penekanan di setiap katanya. Bukan tanpa alasan Clara melakukan itu, ia sudah muak bernegosiasi terus dengan Nathan selama ini, ia sudah lama menunggu untuk menjadi nyonya Collins Hadiatmaja, kenapa sulit sekali untuk menggapainya? Gumam Clara dalam hati. Nathan yang sudah kehilangan jejak Gladis tentu saja menolah ajakan Clara untuk tetap berada di sana. Lalu ia melepaskan genggaman tangan Gladis agar melepaskan Lengannya, "Maaf, aku harus pergi. Nanti aku akan menghubungimu lagi!" Ucapnya seraya memberi Kode ke arah Yuda untuk mengikutinya. "Tidak kak, tunggu jangan pergi!" Pintunya, lalu berusaha untuk mengejar Nathanial, namun sepertinya ia kalah cepat, karena Yuda sudah lebih dulu menghalangi Langkan untuk mengejar langkah kaki Nathan. "Mau apa kau?
"Dad, Mom, aku rindu." Tangisnya pecah, banyangan masa kecil yang begitu bahagia berputar dalam otaknya. Karena terlalu lama di sana, langit pun mulai menggelap. akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki, tubuhnya nampak menggigil hebat, sepertinya ia sudah sangat kedinginan. dari kejauhan pak Seno, si kepala pelayan melihat kedatangan Nona mudanya langsung berlari mengambil payung untuk memayungi Menantu majikannya itu. "Waduh nona Gladis, kenapa basah kuyup begini? Cepat masuk!!" ******** Gladis turun dari mobilnya dengan kondisi tubuh yang menggigil. Sang kepala pelayan yang melihat keadaan Nona mudanya basah kuyup sontak memanggil para pelayan untuk membawakan payung dan handuk kering untuk menyambut kedatangannya. Sementara itu dia sendiri mengambil payung untuk menjemput Nonanya. "Nona, ada apa? Kenapa hujan-hujanan begini?nona kan habis sakit, ayo masuk ke dalam!" Ucap pak Seno sembari memegangi payung untuk Gladisa. Begitu memasuki rumah, Para p
Tiga puluh menit kemudian,, tepatnya setelah membersihkan dirinya Gladis keluar dengan tubuh yang sudah bersih dan rambut yang sudah mengering. Melihat sang suami sudah tidak ada di kamarnya, Buru-buru Gladis membuka nakas untuk mencari kertas laporan pemeriksaannya yang ia sembunyikan kemarin. Ia tidak mau jika Nathan menemukannya lebih dulu, ia takut jika pria itu tau akan menyuruhnya untuk menggugurkan janinnya dan ia tidak mau itu sampai terjadi. Laporan itu awalnya ia simpan sebagai kejutan untuk hadiah ulang tahun sang suami, namun faktanya sepertinya Nathan tidak butuh ini. Karena sebentar lagi ia akan mendapatkannya dari Clara, entah kenapa pikiran Gladis kemana-mana jika membayangkan sejauh apa hubungan antara suaminya dengan sang adik. Aku yakin jika yang meminta Yuda untuk mengantarkanku ke rumah itu adalah Clara, tidak mungkin jika suaminya seceroboh itu untuk memberi tau dirinya tempat perselingkuhan mereka.Gladis menatap hasil laporannya dengan cukup lama. Setelah m
Gladis membayangkan kehidupan mereka lima tahun yang lalu. kehidupan Yang membuat hidup Gladisa seakan berwarna, cintanya yang teramat dalam pada Kakak sepupunya akhirnya menemui jalan pintas yang cukup membuatnya tercengang. jalan di mana tiba-tiba status mereka berubah menjadi sepasang Tunangan yang pada akhirnya menikah. Meskipun Pada akhirnya ia harus sedikit kecewa karena nyatanya Pria yang begitu di cintainya lebih mencintai adiknya sendiri. Plak Nathaniel melempar Seonggok kertas tepat di meja kerjanya. Pagi itu adalah hari pertama Gladis membuka cabang butiknya yang ada di Indonesia setelah menikah dengan suaminya Nathaniel yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri. "Apa ini kak?" tanyanya, lalu mengambil mab yang berisi lembaran surat perjanjian pernikahan yang harus mereka sepakati. Di sana tertulis beberapa poin yang harus di sepakati Dirinya dan juga Nathan Deg Sejenak jantung Gladisa berdetak dengan begitu hebatnya. hancur sekaligus sedih saat melihat
Pagi ini Gladis terlihat malas-malasan untuk pergi ke butiknya, sepertinya obrolannya tadi malam bersama sang suami menimbulkan banyak pertanyaan di dalam otaknya. Wanita itu menatap dirinya di dalam cermin, wajahnya yang polos tanpa makeup membuatnya terlihat menyedihkan. Apalagi wajah yang semakin pucat efek tak enak badan, sekaligus kehamilannya. Gladis menyentuh perutnya, lalu mengelusnya perlahan. "Mengenai Bayi ini, aku harus bagaimana?" Gumamnya seraya tersenyum getir. Mungkin selama ini ia dapat menyembunyikan perasaannya pada sang suami dengan cara menjaga jarak dengan Pria itu. Namun kehamilan itu berbeda, semakin lama bentuk tubuhnya akan berubah terutama di area perut dan dadanya. Mana bisa ia terus menutupi kenyataan yang ada jika ia hamil?? Kepala Gladis semakin pusing karena ia pikir-pikir lagi mungkinkan ia bisa mempertahankan kandungannya? "Apa aku coba saja untuk berbicara dari hati ke hati dengan Kak Nathan? Siapa tau dia mau mengubah keputusannya!! Ya mung
Setelah bebas dari Cecaran Kakak iparnya, Gladis akhirnya bisa bernafas dengan lega. Sejak tadi ia menatap ke arah belakang mobilnya seraya berdoa, agar Nia tidak mengejarnya. Gladis benar-benar mengambil resiko besar karena sudah membohongi keluarganya yang notabene adalah clan dokter. Kedua mertuanya adalah dokter spesialis, apalagi Tuan Aiden Collins adalah seorang dokter kandungan kelas wahit pada masanya sebelum memutuskan pensiun dini untuk mengurus perusahaan milik keluarganya. Nia sang kakak iparnya pun memiliki karier yang tak kalah mentereng saat ini. Di usianya yang baru menginjak 27 tahun ia sudah menjadi ahli bedah saraf dan memegang jabatan tinggi di Rumah sakit milik keluarganya, menggantikan Mommy Naira yang sebentar lagi ingin pensiun. "Gila, Glad. Kau benar-benar sudah sinting karena mengambil resiko sebesar ini!! Bahkan kau melibatkan asisten Yuda juga dalam hal ini. Apa kau tidak sadar jika yang kau bodohi saat ini adalah keluarga dokter terbaik di kota ini??"