Para pelayan yang melihat Tuan Nathan pulang nampak menyambutnya dengan Membukakan pintu untuk tuan muda pertama keluarga Collins itu.
Pria yang sejak semalam tidak pulanb itu kini berjalan sempoyongan dengan wajah yang memerah sayu. Bruk Tubuh Nathan tersungkur ke lantai karena kakinya tak kuat menahan bobot tubuhnya sendiri. Para pelayan yang melihat itu sontak berhamburan untuk menolong tuan muda mereka, namun tiba-tiba saja suara menggelegar seseorang membuat seluruh pelayan yang tadi ingin menolong Nathan, sontak mengurungkan niat mereka. "BERHENTI" Tup tup tup Mendengar suara nyaring langkah kaki yang saling bersahutan menuruni anak tangga itu, sontak ada satu orang pun yang berani mengangkat wajah mereka tinggi-tinggi. Tak berselang lama, kedua kaki itu sedang berdiri di atas kepala Tuan Nathan yang tertidur pulas di atas lantai ruang keluarga dengan kondisi yang sangat berantakan. "Bangun!" Perintah seseorang yang terdengar tegas namun penuh dengan Aura dingin yang mencekam. Tuan Aiden Collins nampak marah menatap kondisi putranya yang lagi-lagi pulang dalam keadaan mabuk parah. Entah apa saja yang sudah di lakukan putranya itu di luar sana, namun saat ini sepertinya tuan Aiden sudah tidak bisa mentolerir semua perbuatan putranya, hingga memutuskan akan menghukum putranya itu dengan caranya sendiri. "Bawakan air kemari!" Perintah tuan Aiden pada salah satu pelayan yang berada tak jauh darinya berdiri saat ini. Pelayan yang di tunjuk itu sontak mengangguk patuh. Buru-buru ia berlari untuk segera mengambil apa yang di minta tuan besarnya itu, agar tak semakin marah hingga bedampak buruk pada mereka semua yang ada di mansion itu. Tak berselang lama, pelayan tadi kembali dengan membawa satu buah ember ukuran sedang yang berisikan air permintaan Tuan besarnya. Buru-buru ia menyerahkan ember itu pada sang Tuan dan memutuskan kembali melangkah menjauh setelah melakukan tugasnya. Byur Air satu ember tadi berakhir mengguyur tubuh pria muda yang saat ini terlihat gelagapan hingga terbangun dari tidur panjangnya. "Hujan, hujan, banjir" Pekik Nathan tanpa sadar. Plok plok plok Suara tepuk tangan tuan Aiden memecahkan kesunyian di tempat yang begitu ramai dengan manusia, namun tak ada satu orangpun yang berani bersuara jika Sang empunya mansion dalam keadaan marah seperti itu. Tuan Aiden langsung duduk berjongkok di hadapan putranya dengan sorot mata tajam seakan ingin mengulitinya hidup-hidup. "Baru bangun tuan muda? Enak tidur panjangnya?" Tanyanya seraya tersenyum bengis. Nathan nampak mengusap wajahnya yang basah kuyup menggunakan satu tangannya. Pria itu sepertinya sudah mulai kembali sadar meskipun hanya 50% dari otaknya. "Clara, kau kah itu?" Sepertinya Nathan sedang berhalusinasi dengan melihat wajah Daddynya sebagai wajah kekasih gelapnya. hingga tanpa sadar, tangannya sudah terangkat untuk membawa gadis cantik itu dalam pelukannya dengan bibirnya yang manyun ke depan seakan ingin memberikan Ciuman padanya. PLAK Plak Plak Suara tamparan keras beberapa kali terdengar di setiap sudut mansion utama keluarga Collins hingga membuat Semua penghuninya bergetar menahan takut. Nathan sudah jatuh tak sadarkan diri akibat pengaruh Minuman yang ia minum, sekaligus pukulan bertubi-tubi yang ia dapatkan pagi ini dari sang Daddy. ******* Beberapa jam kemudian Pelayan kediaman Collins melihat pulangan nona mudanya dengan expresi terkejut. Setelah dua hari tidak pulang, akhirnya nona muda Gladisa kembali ke rumah besar itu dengan kondisi yang nampak kurang sehat. "Nona, kenapa anda seperti ini?" Gladis yang baru sampai di depan pintu, sontak menatap ke arah Asisten rumah tangga yang tadi menyambut kepulangannya. Tak berselang lama terdengar derap langkah kaki yang ikut menyambut kepulangan Gladis dengan tatapan penuh curiga di sertai seringat tipis di wajah tampannya yang saat ini tengah berjalan menuju ke arah Gladis berdiri. Plok plok plok "Ada apa? Ingat pulang kau rupanya!!" Ucapnya dengan nada ketus. Mendengar suara itu, sontak tubuh Gladis menjadi membeku serta hati yang terasa sakit. "Tuan, sepertinya nona sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat dan bibirnya nampak-----" "Siapa yang bertanya padamu, Hm?" Ucap Nathan memotong ucapan Asisten rumah tangga yang sempat menyambut kedatangan Gladis. Sontak kepala pelayan yang bernama Seno itu langsung menundukkan kepalanya tak berani bersuara. Setelah itu, tatapan Nathan kembali ke arah Gladis yang sejak tadi menatapnya dengan sorot mata tak terbaca tanpa menjawab pertanyaan sedikitpun gadis itu malah melenggang ingin masuk ke dalam rumah mereka hingga membuat Nathan menggunakan otoritasnya untuk menarik istrinya agar tidak berani meninggalkan dirinya sebelum dirinya selesai bicara. "Jika kau berani pergi dari sini maka jangan harap bisa keluar dengan bebas lagi sepeti sebelum-sebelumnya!" Ancam Nathan dengan tegas Mau tidak mau Gladis menghentika langkahnya. "Ada apa kak? Apa ada yang ingin kau bicarakan denganku?" Tanyanya dengan menatap Nathan dengan intensitas. Sejenak hati Nathan berdesir hebat, entah kenapa ia merasa ada yang hilang dari sorot mata teduh milih istrinya itu kali ini. Gladis yang biasanya menatapnya penuh cinta, kini seolah kehilangan gairah hidupnya. Sedikit terlintas rasa iba di dalam hati Nathan pada istrinya itu saat ini, namun tiba-tiba kilas balik kehidupan masa lalu mereka membuat hati Nathan kembali menjadi dingin sedingin batu es. Reflek ia memutuskan tatapan mata ke arah lain, agar tidak kembali tertipu dengan keluguan paras istrinya yang menurutnya munafik itu."Dari mana saja kau dia hari tidak pulang, Hm? Menurutmu apakah wajar seperti wanita bersuami pergi dari rumah berhari-hari tanpa mengabari suaminya sendiri?" Cecar Nathan hingga membuat Gladis menghela nafasnya kasar "Ada apa ini?" Tiba-tiba nyonya Naira datang dengan menenteng beberapa Paper bag di tangannya. "Mom, kenapa mom sudah pulang?" Tanya Nathan seraya melihat ke arah jam tangan mewah yang bertengger kokoh di lengan kanannya. "Ini baru jam 10 pagi, tapi tumben sekali mommy sudah pulang. Memangnya apa ada yang ketinggalan?" Imbuhnya lagi PLAK Bukannya menjawab pertanyaan putranya, nyonya Naira malah menganyunkan satu buah tamparan keras ke arah pipi sang putra. Sontak Nathan langsung memegangi pipinya yang terasa kebas. Sejak kemarin ia terus mendapatkan tamparan keras dari mommy dan Daddynya dengan alasan yang sulit ia terima. "Ada apa Mom, kenapa mommy memukulku?" Ucap Nathan dengan suara yang meninggi. "Kau tanya ada apa? Dimana saja kau hah? Seharusnya kau
"Nona" Sebuah suara membuyarkan konsentrasi Gladisa saat mengerjakan laporannya, Ia mengangkat palanya dan melihat jika Asisten pribadinya yang bernama Tiara yang memanggil namanya. "Hei, selamat pagi, kau sudah datang rupanya." Gladis melepas kacamata macanya dan kini menyapa balik Tiara. Namun bukannya menjawab, Tiara malah menatap atasannya itu dengan khawatir. "Nona, apa anda baik-baik saja? Kenapa wajah anda pucat, apa anda sakit? Mendengar pertanyaan asisten pribadinya itu, sejenak Gladis merasa ragu sebelum menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa, hanya saja mungkin aku kurang tidur kemarin malam." Kilahnya. "Benarkah?" Namun Tiara tak serta Merta langsung percaya dengan jawaban yang di berikan Gladis. "Tapi wajah anda benar-benar sangat pucat Nona, apa perlu aku belikan obat atau mungkin kita ke dokter saja??" Tanyanya seraya berjalan mendekat ke arah meja kerja Gladis. Wanita itu menggeleng seraya tersenyum lembut. "Aku benar-benar tidak apa-apa Ra. Apa
"Diam dan jangan banyak bicara, awas jika kakak berani bicara pada semua orang yang ada di sini maka aku tidak akan segan-segan menyakiti Mommy!" Ancamnya dengan tersenyum Smirk. "Buat asisten pribadimu ini diam selagi aku mengatur semuanya!" imbuhnya lagi. Gladisa sontak semakin membeku mendengar ancaman itu, apalagi melalui belakang tubuh Clara ia melihat dengan jelas ada seseorang yang sangat ia kenal juga berjalan ke arah mereka. Sepertinya Pria itu belum sadar jika di sana ada Gladisa dan juga Tiara yang tengah terperangah tak percaya. Setelah beberapa langkah semakin dekat, barulah Nathaniel sadar jika yang berada di depannya adalah sosok yang selama ini ia benci, sosok yang tengah berpelukan dengan wanita yang sangat ia cintai. "Gladis" Gumamnya lirih. Sedangkan Asisten Yuda terlihat biasa saja saat berdiri di belakang Atasannya itu, menurutnya cepat atau lambat Nona Gladis harus tau seberapa besar kedua orang yang selama ini ia cintai itu di belakangnya. Di tengah
"Aku tidak bisa." Jawab Nathan to do points. "Cih" decih Clara seraya tersenyum miring. "Jangan kau pikir aku tidak tau jika kau ingin mengejar wanita itu. Jangan macam-macam karena aku tidak akan membiarkannya!" Ucapnya penuh penekanan di setiap katanya. Bukan tanpa alasan Clara melakukan itu, ia sudah muak bernegosiasi terus dengan Nathan selama ini, ia sudah lama menunggu untuk menjadi nyonya Collins Hadiatmaja, kenapa sulit sekali untuk menggapainya? Gumam Clara dalam hati. Nathan yang sudah kehilangan jejak Gladis tentu saja menolah ajakan Clara untuk tetap berada di sana. Lalu ia melepaskan genggaman tangan Gladis agar melepaskan Lengannya, "Maaf, aku harus pergi. Nanti aku akan menghubungimu lagi!" Ucapnya seraya memberi Kode ke arah Yuda untuk mengikutinya. "Tidak kak, tunggu jangan pergi!" Pintunya, lalu berusaha untuk mengejar Nathanial, namun sepertinya ia kalah cepat, karena Yuda sudah lebih dulu menghalangi Langkan untuk mengejar langkah kaki Nathan. "Mau apa kau?
"Dad, Mom, aku rindu." Tangisnya pecah, banyangan masa kecil yang begitu bahagia berputar dalam otaknya. Karena terlalu lama di sana, langit pun mulai menggelap. akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki, tubuhnya nampak menggigil hebat, sepertinya ia sudah sangat kedinginan. dari kejauhan pak Seno, si kepala pelayan melihat kedatangan Nona mudanya langsung berlari mengambil payung untuk memayungi Menantu majikannya itu. "Waduh nona Gladis, kenapa basah kuyup begini? Cepat masuk!!" ******** Gladis turun dari mobilnya dengan kondisi tubuh yang menggigil. Sang kepala pelayan yang melihat keadaan Nona mudanya basah kuyup sontak memanggil para pelayan untuk membawakan payung dan handuk kering untuk menyambut kedatangannya. Sementara itu dia sendiri mengambil payung untuk menjemput Nonanya. "Nona, ada apa? Kenapa hujan-hujanan begini?nona kan habis sakit, ayo masuk ke dalam!" Ucap pak Seno sembari memegangi payung untuk Gladisa. Begitu memasuki rumah, Para p
Tiga puluh menit kemudian,, tepatnya setelah membersihkan dirinya Gladis keluar dengan tubuh yang sudah bersih dan rambut yang sudah mengering. Melihat sang suami sudah tidak ada di kamarnya, Buru-buru Gladis membuka nakas untuk mencari kertas laporan pemeriksaannya yang ia sembunyikan kemarin. Ia tidak mau jika Nathan menemukannya lebih dulu, ia takut jika pria itu tau akan menyuruhnya untuk menggugurkan janinnya dan ia tidak mau itu sampai terjadi. Laporan itu awalnya ia simpan sebagai kejutan untuk hadiah ulang tahun sang suami, namun faktanya sepertinya Nathan tidak butuh ini. Karena sebentar lagi ia akan mendapatkannya dari Clara, entah kenapa pikiran Gladis kemana-mana jika membayangkan sejauh apa hubungan antara suaminya dengan sang adik. Aku yakin jika yang meminta Yuda untuk mengantarkanku ke rumah itu adalah Clara, tidak mungkin jika suaminya seceroboh itu untuk memberi tau dirinya tempat perselingkuhan mereka.Gladis menatap hasil laporannya dengan cukup lama. Setelah m
Gladis membayangkan kehidupan mereka lima tahun yang lalu. kehidupan Yang membuat hidup Gladisa seakan berwarna, cintanya yang teramat dalam pada Kakak sepupunya akhirnya menemui jalan pintas yang cukup membuatnya tercengang. jalan di mana tiba-tiba status mereka berubah menjadi sepasang Tunangan yang pada akhirnya menikah. Meskipun Pada akhirnya ia harus sedikit kecewa karena nyatanya Pria yang begitu di cintainya lebih mencintai adiknya sendiri. Plak Nathaniel melempar Seonggok kertas tepat di meja kerjanya. Pagi itu adalah hari pertama Gladis membuka cabang butiknya yang ada di Indonesia setelah menikah dengan suaminya Nathaniel yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri. "Apa ini kak?" tanyanya, lalu mengambil mab yang berisi lembaran surat perjanjian pernikahan yang harus mereka sepakati. Di sana tertulis beberapa poin yang harus di sepakati Dirinya dan juga Nathan Deg Sejenak jantung Gladisa berdetak dengan begitu hebatnya. hancur sekaligus sedih saat melihat
Pagi ini Gladis terlihat malas-malasan untuk pergi ke butiknya, sepertinya obrolannya tadi malam bersama sang suami menimbulkan banyak pertanyaan di dalam otaknya. Wanita itu menatap dirinya di dalam cermin, wajahnya yang polos tanpa makeup membuatnya terlihat menyedihkan. Apalagi wajah yang semakin pucat efek tak enak badan, sekaligus kehamilannya. Gladis menyentuh perutnya, lalu mengelusnya perlahan. "Mengenai Bayi ini, aku harus bagaimana?" Gumamnya seraya tersenyum getir. Mungkin selama ini ia dapat menyembunyikan perasaannya pada sang suami dengan cara menjaga jarak dengan Pria itu. Namun kehamilan itu berbeda, semakin lama bentuk tubuhnya akan berubah terutama di area perut dan dadanya. Mana bisa ia terus menutupi kenyataan yang ada jika ia hamil?? Kepala Gladis semakin pusing karena ia pikir-pikir lagi mungkinkan ia bisa mempertahankan kandungannya? "Apa aku coba saja untuk berbicara dari hati ke hati dengan Kak Nathan? Siapa tau dia mau mengubah keputusannya!! Ya mung