"Aku tidak bisa." Jawab Nathan to do points.
"Cih" decih Clara seraya tersenyum miring. "Jangan kau pikir aku tidak tau jika kau ingin mengejar wanita itu. Jangan macam-macam karena aku tidak akan membiarkannya!" Ucapnya penuh penekanan di setiap katanya. Bukan tanpa alasan Clara melakukan itu, ia sudah muak bernegosiasi terus dengan Nathan selama ini, ia sudah lama menunggu untuk menjadi nyonya Collins Hadiatmaja, kenapa sulit sekali untuk menggapainya? Gumam Clara dalam hati. Nathan yang sudah kehilangan jejak Gladis tentu saja menolah ajakan Clara untuk tetap berada di sana. Lalu ia melepaskan genggaman tangan Gladis agar melepaskan Lengannya, "Maaf, aku harus pergi. Nanti aku akan menghubungimu lagi!" Ucapnya seraya memberi Kode ke arah Yuda untuk mengikutinya. "Tidak kak, tunggu jangan pergi!" Pintunya, lalu berusaha untuk mengejar Nathanial, namun sepertinya ia kalah cepat, karena Yuda sudah lebih dulu menghalangi Langkan untuk mengejar langkah kaki Nathan. "Mau apa kau? Minggir!" Bentaknya seraya berusaha mencari calon untuk pergi dari sana. "Tidak bisa nona, Anda jangan mengganggu Tuan Nathan lagi!" Deg Mendengar itu seketika Hati Clara merasang. Tangannya dengan cepat mengayun untuk memukul Asisten Yuda, namun lebih dulu dapat di cegah oleh Pria itu hingga tak sampai mengenai Pipinya. "Hei beraninya Kau." Teriaknya seperti orang yang tidak waras, akibat tidak terima langkahnya di halangi pria yang berstatus sebagai Asisten pribadi kekasihnya itu. "Maaf" Hanya itu yang keluar dari bibir Yuda sebelum menghempaskan Tangan Clara hingga wanita itu terhunyun kebelakang. "Nona Gladisa mau kemana?" Tanya Tiara yang sudah berhasil mengejar langkah Atasannya itu hingga Lobby Mall. sepertinya Atasannya itu ingin segera pergi dari sana dengan tergesa-gesa. "Nona" panggil Tiana, lalu menarik Tangan Gladis untuk menoleh ke arahnya. "Ada apa sebenarnya? Apa anda ingin menceritakan sesuatu pada saya? Saya janji akan menjadi pendengar yang baik, dan akan merahasiakan ini semua!" Ucapnya penuh keyakinan. Sontak Gladis langsung menatap ke arah Asisten pribadinya itu, selama ini ia tidak pernah berani keluh kesah apapun kepada orang lain. "Aku hanya ingin pulang!" Ucapnya "Tapi nona, lalu bagaimana dengan kesepakatan kerja sama kita?" Tanya lagi. "Batalkan saja! Sepertinya aku kurang cocok dengan ini, lebih baik minta pada mereka Untuk mencari designer lain, toh kita juga belum tanda tangan kontrak dengan mereka!" Putus Gladis, lalu ia mulai melangkahkan kakinya menuju mobil yang terpakir tak jauh dari sana. Tiara hanya diam menatap sendu ke arah mobil Yang membawa Gladisa pergi meninggalkan Mall itu. Sementara itu tak jauh dari tempat Tiara berdiri, Nathan datang di ikuti dengan Asisten Yuda di belakangnya. Nafas dua pria itu terengah-engah akibat berlari sekuat tenaga untuk mengejar Gladis, namun sepertinya Mereka tetap ketinggalan jejak Wanita itu, di sana cuma ada Tiara yang terbengong menatap ke arah jalanan entah apa yang sedang gadis itu fikirkan. Nathan langsung mencekal Bahu Asisten pribadi istrinya itu agar menatap ke arahnya. "Di mana Gladis?" Tanya Nathan dengan sorot mata Tajam penuh kekhawatiran. Entah khawatir dengan keadaan Gladis atau Khawatir pada hal yang lain Tiara tak paham itu. "Tuan sakit," Ucapnya lirih. Menyadari Sikapnya yang berlebihan, akhirnya Nathan Melepaskan Cekalan tangannya dari bahu Tiara. Karena Malu akhirnya ia berdehem keras untuk menetralkan detak jantungnya yang sempat berdebar tak karuan tadi. "Dimana Gladis?" Untuk kedua kalinya ia harus mengulang pertanyaannya yang sama. "Nona Gladis sudah pergi beberapa menit yang lalu tuan." Tiara hanya diam menatap sendu ke arah mobil Yang membawa Gladisa pergi meninggalkan Mall itu. Sementara itu tak jauh dari tempat Tiara berdiri, Nathan datang di ikuti dengan Asisten Yuda di belakangnya. Nafas dua pria itu terengah-engah akibat berlari sekuat tenaga untuk mengejar Gladis, namun sepertinya Mereka tetap ketinggalan jejak Wanita itu, di sana cuma ada Tiara yang terbengong menatap ke arah jalanan entah apa yang sedang gadis itu fikirkan. Nathan langsung mencekal Bahu Asisten pribadi istrinya itu agar menatap ke arahnya. "Di mana Gladis?" Tanya Nathan dengan sorot mata Tajam penuh kekhawatiran. Entah khawatir dengan keadaan Gladis atau Khawatir pada hal yang lain Tiara tak paham itu. "Tuan sakit," Ucapnya lirih. Menyadari Sikapnya yang berlebihan, akhirnya Nathan Melepaskan Cekalan tangannya dari bahu Tiara. Karena Malu akhirnya ia berdehem keras untuk menetralkan detak jantungnya yang sempat berdebar tak karuan tadi. "Dimana Gladis?" Untuk kedua kalinya ia harus mengulang pertanyaannya yang sama. "Nona Gladis sudah pergi beberapa menit yang lalu tuan." "Apa? Damn" Umpat Nathan, lalu ia menoleh ke arah Yuda dan memberi kode pada asistennya itu untuk menyiapkan mobilnya. Ternyata Gladisa meminta sang sopir untuk menurunkan dirinya di sebuah taman yang tidak jauh dari kediaman Collins yang baru saja mereka kunjungi. "Nona, apakah saya perlu menunggu anda di sini?" Tanya sang Supir "Tidak usah pak!" jawab Gladis, sesaat sebelum turun dari mobilnya. Kemudian setelah mobilnya melaju pergi, Gladis telihat menghela nafasnya dengan panjang. Lalu ia berjalan menuju sebuah bangku yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Hampir satu jam ia duduk di bangku itu. Di sana ia bebas meluapkan seluruh isi hatinya dengan menangis dan berteriak sesuka hatinya. Tak terasa hujan pun mulai turun, sudah menjadi kebiasaan Gladis membawa payung lipat di dalam tasnya, namun hari ini ia tidak mau menggunakannya karena ingin menikmati hujan dengan menangis sepuas hati."Dad, Mom, aku rindu." Tangisnya pecah, banyangan masa kecil yang begitu bahagia berputar dalam otaknya. Karena terlalu lama di sana, langit pun mulai menggelap. akhirnya wanita itu memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki, tubuhnya nampak menggigil hebat, sepertinya ia sudah sangat kedinginan. dari kejauhan pak Seno, si kepala pelayan melihat kedatangan Nona mudanya langsung berlari mengambil payung untuk memayungi Menantu majikannya itu. "Waduh nona Gladis, kenapa basah kuyup begini? Cepat masuk!!" ******** Gladis turun dari mobilnya dengan kondisi tubuh yang menggigil. Sang kepala pelayan yang melihat keadaan Nona mudanya basah kuyup sontak memanggil para pelayan untuk membawakan payung dan handuk kering untuk menyambut kedatangannya. Sementara itu dia sendiri mengambil payung untuk menjemput Nonanya. "Nona, ada apa? Kenapa hujan-hujanan begini?nona kan habis sakit, ayo masuk ke dalam!" Ucap pak Seno sembari memegangi payung untuk Gladisa. Begitu memasuki rumah, Para p
Tiga puluh menit kemudian,, tepatnya setelah membersihkan dirinya Gladis keluar dengan tubuh yang sudah bersih dan rambut yang sudah mengering. Melihat sang suami sudah tidak ada di kamarnya, Buru-buru Gladis membuka nakas untuk mencari kertas laporan pemeriksaannya yang ia sembunyikan kemarin. Ia tidak mau jika Nathan menemukannya lebih dulu, ia takut jika pria itu tau akan menyuruhnya untuk menggugurkan janinnya dan ia tidak mau itu sampai terjadi. Laporan itu awalnya ia simpan sebagai kejutan untuk hadiah ulang tahun sang suami, namun faktanya sepertinya Nathan tidak butuh ini. Karena sebentar lagi ia akan mendapatkannya dari Clara, entah kenapa pikiran Gladis kemana-mana jika membayangkan sejauh apa hubungan antara suaminya dengan sang adik. Aku yakin jika yang meminta Yuda untuk mengantarkanku ke rumah itu adalah Clara, tidak mungkin jika suaminya seceroboh itu untuk memberi tau dirinya tempat perselingkuhan mereka.Gladis menatap hasil laporannya dengan cukup lama. Setelah m
Gladis membayangkan kehidupan mereka lima tahun yang lalu. kehidupan Yang membuat hidup Gladisa seakan berwarna, cintanya yang teramat dalam pada Kakak sepupunya akhirnya menemui jalan pintas yang cukup membuatnya tercengang. jalan di mana tiba-tiba status mereka berubah menjadi sepasang Tunangan yang pada akhirnya menikah. Meskipun Pada akhirnya ia harus sedikit kecewa karena nyatanya Pria yang begitu di cintainya lebih mencintai adiknya sendiri. Plak Nathaniel melempar Seonggok kertas tepat di meja kerjanya. Pagi itu adalah hari pertama Gladis membuka cabang butiknya yang ada di Indonesia setelah menikah dengan suaminya Nathaniel yang tak lain adalah kakak sepupunya sendiri. "Apa ini kak?" tanyanya, lalu mengambil mab yang berisi lembaran surat perjanjian pernikahan yang harus mereka sepakati. Di sana tertulis beberapa poin yang harus di sepakati Dirinya dan juga Nathan Deg Sejenak jantung Gladisa berdetak dengan begitu hebatnya. hancur sekaligus sedih saat melihat
Pagi ini Gladis terlihat malas-malasan untuk pergi ke butiknya, sepertinya obrolannya tadi malam bersama sang suami menimbulkan banyak pertanyaan di dalam otaknya. Wanita itu menatap dirinya di dalam cermin, wajahnya yang polos tanpa makeup membuatnya terlihat menyedihkan. Apalagi wajah yang semakin pucat efek tak enak badan, sekaligus kehamilannya. Gladis menyentuh perutnya, lalu mengelusnya perlahan. "Mengenai Bayi ini, aku harus bagaimana?" Gumamnya seraya tersenyum getir. Mungkin selama ini ia dapat menyembunyikan perasaannya pada sang suami dengan cara menjaga jarak dengan Pria itu. Namun kehamilan itu berbeda, semakin lama bentuk tubuhnya akan berubah terutama di area perut dan dadanya. Mana bisa ia terus menutupi kenyataan yang ada jika ia hamil?? Kepala Gladis semakin pusing karena ia pikir-pikir lagi mungkinkan ia bisa mempertahankan kandungannya? "Apa aku coba saja untuk berbicara dari hati ke hati dengan Kak Nathan? Siapa tau dia mau mengubah keputusannya!! Ya mung
Setelah bebas dari Cecaran Kakak iparnya, Gladis akhirnya bisa bernafas dengan lega. Sejak tadi ia menatap ke arah belakang mobilnya seraya berdoa, agar Nia tidak mengejarnya. Gladis benar-benar mengambil resiko besar karena sudah membohongi keluarganya yang notabene adalah clan dokter. Kedua mertuanya adalah dokter spesialis, apalagi Tuan Aiden Collins adalah seorang dokter kandungan kelas wahit pada masanya sebelum memutuskan pensiun dini untuk mengurus perusahaan milik keluarganya. Nia sang kakak iparnya pun memiliki karier yang tak kalah mentereng saat ini. Di usianya yang baru menginjak 27 tahun ia sudah menjadi ahli bedah saraf dan memegang jabatan tinggi di Rumah sakit milik keluarganya, menggantikan Mommy Naira yang sebentar lagi ingin pensiun. "Gila, Glad. Kau benar-benar sudah sinting karena mengambil resiko sebesar ini!! Bahkan kau melibatkan asisten Yuda juga dalam hal ini. Apa kau tidak sadar jika yang kau bodohi saat ini adalah keluarga dokter terbaik di kota ini??"
Siapa sangka dari kejauhan tuan Aiden melihat dengan jelas semua yang terjadi di dalam Perusahaannya. Selama ini tuan Aiden selalu memantau seluruh pergerakan kedua putra putrinya. bukannya marah, tuan Aiden malah tersenyum Smirk menatap ke arah Laya komputer yang ada di hadapannya. Asisten Hans yang kini berdiri di belakangnya pun tak kalah datarnya menatap ke arah layar Leptin yang masih menyala. "Tuan, Apakah anda tidak ingin menegur Tuan Nathan atas kecerobohannya? kasihan Nona Gladis!" "Tidak perlu, Biarkan saja. aku punya rencana lain untuk anak nakal itu, Kau siapkan saja apa yang aku perintahkan setelah ini!" "Baik Tuan." Jawab Hans, laku menundukkan kepalanya sejenak. ***** Sementara itu Nathan yang tadi sempat mengejar langkah Gladis kini nyatanya kehilangan jejak. Namun ia tak sengaja menendang kantung plastik yang tadi sempat di bawa oleh Gladisa untuk dirinya. "Apa ini?" Karena penasaran, pria itu akhirnya memutuskan untuk mengecek apa isinya? dari b
CEKLEk pintu kamar Tiba-tiba terbuka dari luar, Nathan yang baru saja pulang langsung berjalan masuk ke dalam Kamar mandi tanpa menyapa Gladis terlebih dahulu. Gladis yang awalnya tak mau ambil pusing Akhirnya memilih untuk merebahkan dirinya sendiri ke atas ranjang. Sudah menjadi kebiasaannya sejak menjadi istri Nathan, ia akan selalu menunggu suaminya itu sampai pulang meskipun pria itu mengatakan ia akan lembur sampai larut malam. Namun matanya bukannya terpejam, Gladis malah terus membolak balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri hingga membuat ranjang itu tak hentinya bergoyang. "Apa kau belum tidur?" Tanya Nathan yang baru saja keluar dari Kamar mandi dengan rambut yang basah, dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Sontak Gladis langsung menghentikan pergerakannya kalah menyadari jika sang suami sudah ada di dekatnya. "Ah, Kau membuatku kaget saja." Gumamnya seraya beringsut mundur untuk bersandar di kepala ranjang. Gladis sama sekali tak berani menatap Nathan y
Tiba-tiba Nathan sudah muncul di balik pintu dengan menatap Gladis cukup dalam. "Ku tanyakan padamu untuk terakhir kalinya, Siapa yang hamil Gladis?" NATHAN berjalan mendekat ke arah Gladis dengan tatapan yang cukup membuat Wanita itu kelabakan, bagaimana tidak. Di saat ia sedang merenungi kehamilannya tiba-tiba pria itu menyela dan entah apa saja yang sudah ia dengar dari mulut Gladis sendiri yang lancang berbicara. "Apa maksudmu kak? Jangan bicara sembarangan!" elak Gladis yang kini sudah melengos memutuskan tatapan mata mereka berdua. "Aku jelas-jelas mendengar kau mengatakan seseorang tengah hamil. Katakan padaku, apa kau hamil?" Nathan nampak menyipitkan matanya seraya mencengkeram kuat Bahu istrinya agar kembali menatap ke arahnya. "Kak, sakit tau." Ringis Gladis seraya berusaha untuk mengurai cengkeraman tangan Suaminya. "Jadi kau masih ingin mengelak nona? Baiklah, tunggu di sini!" Seketika Nathan melangkah mendekat ke arah nakas, ia membukanya perlahan dan l
Setelah kejadian di ruang rawat Valdo, Gladys mengajak Nathan untuk menemui anak mereka di apartemen yang ia sembunyikan selama ini. "Ini gedungnya?" Nathan mendongakkan kepalanya untuk melihat gedung pencakar langit yang ada di hadapannya. sejenak ia takjub, Valdo benar-benar memperlakukan Gladys dan putranya begitu baik. Bahkan ia saja malu, ia yang merupakan ayah kandung Brian bahkan tidak menyadari keberadaan putranya selama ini. Pantas saja Valdo nampak begitu marah padanya, bahkan mengancam akan kembali memisahkan mereka jika sampai ia berani menyakiti Gladys dan putra mereka. "Ayo masuk!" Entah sejak kapan Gladys, keluar dari mobilnya, yang jelas Nathan melihat adik sepupunya itu sudah berjalan menjauh dari mobilnya. "Glad, tunggu!!" Nathan berteriak, mengejar langkah kaki Gladys sembari mempersiapkan hati bertemu dengan sang putra, untuk pertama kalinya dalam keadaan sadar. Mengingat pertama kali mereka bertemu, ia tak mengenali jika Brian kecil adala
Tanpa keduannya sadari, Nathan ternyata berada di ambang pintu dan mendengar semua yang mereka bicarakan tadi. Meskipun sesak, ia yakin inilah saatnya ia menjelaskan semuanya kepada Gladys dan juga semua orang yang mempercayai kisahnya yang hilang ingatan. Ceklek Mendengar pintu di buka, Valdo reflek melihat ke arah pintu sementara Gladys, langsung mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah sumber suara. Pada saat yang bersamaan masuklah Nathan dari arah pintu dengan ekspresi wajah tengang. "Apa aku mengganggu? jika iya, aku akan pergi!" Ucap Nathan tak enak hati sudah mengganggu kebersamaan Gladys dan Valdo, Meskipun ia memiliki tujuan untuk menjelaskan kesalah pahaman dan kebohongannya selama ini, ia tak boleh egois untuk memaksakan keinginannya. "Tidak perlu dan kemarilah!" Pinta Valdo, sembari menggerakkan jari telunjuknya untuk meminta Nathan mendekat padanya. Melihat itu, Nathan melangkah mendekat meskipun hal itu malah membuat Gladys memalingkan muka tak ku
Setelah dua hari, Clara juga terbangun dari koma. wanita itu begitu terkejut saat mendapati kakinya tak dapat di gerakan sama sekali. apalagi kedua tangannya ternyata di borgol sehingga membuatnya semakin kesulitan untuk bergerak. "Tidak, Kenapa kakiku? kenapa aku di borgol?" Teriakan Clara membuat tuan Nando dan Nyonya Juita berlari masuk ke dalam ruang rawat Clara. Dan hal itu membuat Clara sempat shock hingga menghentikan tingkahnya. "Mom, Dad," Gumamnya sembari menahan tangis. sudah hampir enam tahun, Clara tak melihay kedua orang tuannya begitu pula tuan Nando dan Nyonya Juita, yang sudah begitu lama tidak melihat Clara setelah kejadian pengusiran enam tahun yang lalu. Di mana putri angkat mereka itu sudah bertindak di luar batas hanya demi memenuhi ambisinya. Clara yang ketahuan ingin meracuni kakaknya sendiri agar batal menikahi tunangannya yang tidak lain adalah Nathaniel, yang merupakan kakak sepupu mereka sendiri. Opsesi Clara terhadap Nathan membuatnya teru
Mendengar namanya di panggil, Gladys langsung menoleh ke arah Nicholas sama halnya dengan Nathan. Meskipun cukup terkejut dengan kemunculan Nicholas, namun Gladys bisa bernafas dengan lega karena lampu di atas ruang operasi berubah warna menjadi hijau. dan itu artinya jika operasi sudah berjalan dengan lancar. Gladys yang tak sabar menunggu Nicholas berjalan mendekat, Akhirnya memutuskan untuk ikut berjalan menuju Nicholas, hingga Akhirnya keduanya berdiri saling berhadapan dengan canggung. "Nick, bagaimana keadaan Kak Valdo?" Wajah Gladys memancarkan Aura kesedihan yang mendalam sehingga membuat Nicholas begitu Khawatir. "Nona, apa anda baik-baik saja?" Tanya nya sembari menelisik tubuh Gladys dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Apa maksudmu? Tentu saja Aku baik-baik saja." Sembari menjawab pertanyaan Nicholas, Gladys ikut menelisik tubuhnya sendiri seperti hal yang di lakukan Nicholas barusan. Namun entah kenapa Nicholas merasa jika Gladys tengah tak baik-baik sa
Gladys sempat membeku, meskipun dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.. Namun telinga dan otaknya masih begitu peka mendengar setiap kalimat yang di lontarkan Yuda. "kau bilang apa tadi? coba ulangi!!" Perintah Gladys sembari bangkit dari kursinya dan kini sudah melangkah mendekati Yuda yang terkejut dengan keberadaan nya di sana. "Tuan," Gumam Yuda seolah membeku di tempatnya berdiri saat ini. "Mom," Panggil Brian. Dan panggilan itu sukses membuat Gladys kembali berbalik, lalu duduk berjongkok di depan sang putra dengan membelai kepalanya. "Sayang, Brian pulang dulu sama Aunty Tiara Ya!!" Ucapnya sembari melirik ke arah Tiara yang berdiri tak jauh darinya. "Tapi Mom, Brian ingin melihat ayah." Ucap bocah kecil itu sembari menahan tangis. "Nanti jika Ayah sudah siuman, Mom janji akan meminta Aunty Tiara dan Uncle Nicholas untuk membawa Brian ke mari! jadi, lebih baik Brian pulang dan beristirahat di apartemen saja ya!!" Setelah mengatakan itu, Gladys mencium k
"Brian," Teriak Gladys hingga membuat fokus Valdo teralihkan. Namun siapa sangka, Clara tiba-tiba menghujamkan sebuah belati tepat mengenai perut Valdo yang berakibat tumbangnya tubuh sang dokter ke atas tanah. Bruk Tubuh Valdo jatuh dengan bersimbah darah, sementara Clara yang tadinya di kira pingsan ternyata hanya berpura-pura agar Valdo lengah. "Ayah, " Brian berteriak memanggil Valdo. "Valdo," Sementara Nathan dan Gladys Nathan berteriak memanggil Valdo agar menghindar, namun sayangnya Clara lebih dulu menyerangnya hingga pria bertubuh tegap itu tak sempat menghindar. Nathan Memutuskan untuk berlari menuju ke arah Valdo, dan karena itu pula Clara yang terlanjur panik akhirnya memutuskan untuk kabur. Nicholas pun melakukan hal yang sama. Namun sebelumnya, ia memberikan Brian kepada ibunya agar lebih aman. "Nicho, selamatkan Valdo!!" Pinta Gladys dengan tangan memohon. Sementara Valdo hanya bisa menganggukkan kepalanya dan akan berusaha sebisa mungkin untuk
"Lepaskan dia!" Valdo berteriak membentak Clara yang sedang berusaha untuk menangkap Brian. Bocah itu menangis ketakutan sementara Clara terus berusaha untuk menariknya masuk ke dalam Mobil. Melihat itu, Valdo langsung bergegas mendekat demi bisa menyelamatkan Brian dari wanita gila seperti Clara. sementara Gladys, wanita itu baru saja keliat dari ruang kerjanya setelah melakukan meeting dengan beberapa Client yang ingin memakai jasa desainnya untuk di kenakan pada acara special mereka. "Nona," Tiara berteriak, sembari berjalan cepat ke arah Gladys. Hal itu membuat Gladys sedikit heran, mengingat wajah Tiara yang di landa kepanikan. "Ara, ada apa?" Tanya Gladys sesampainya Tiara di dekatnya. Sementara Tiara, Wanita tengah berusaha untuk menetralkan nafasnya karena terlalu panik. Melihat itu, Gladys tentu saja tidak tinggal diam dan memilih menggiring Tiara untuk masuk ke ruangannya dan mengambilkannya minuman terlebih dahulu. "Minum lah!" Ucap Gladys sembari ik
Nathan yang baru keluar dari toilet, memutuskan untuk berjalan mendekati Gladys yang masih terduduk di atas Ranjang dengan wajah Shock. "Kak, kau masih di sini? tumben." Celetukan keceplosan. Namun agaknya Gladys tak berniat meralat ucapannya karena merasa jika yang ia katakan memang lah benar, dulu Nathaniel selalu meninggal kan dirinya seusai bercinta. jadi, hal ini adalah hal langka yang baru pertama kalinya di lakukan oleh sang mantan suami setelah pernikahan mereka. Namun sayangnya hal itu terjadi setelah mereka berpisah, hingga Gladys tak bisa berbuat apa-apa jika sampai ingatan Nathan pulih sehingga melupakan memori tentangnya saat ini. "Kenapa? aku suamimu, kenapa kau bicara seperti itu?" Nathan duduk di bibir ranjang, Sehingga tatapan keduanya kini bertemu. Hati Gladys bergetar mendengar ucapan itu keluar dari bibir Nathan, ingin sekali ia berteriak jika mereka sudah bukan pasangan suami istri lagi. namun, Ia tak punya cukup keberanian untuk mengambil resiko
"Glad" Panggil Nathan, saat Gladys baru saja masuk ke dalam rumah mereka. "Ya" Jawab Gladys acuh tak acuh. "Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya sembari memegang bahu Gladys, lalu menelisik tubuh sang istri dari ujung kaki hingga ujung kepala, pria itu memastikan jika keadaan wanita itu baik-baik saja. "Aku baik-baik saja kak, jangan khawatir. Maaf, aku harus ke kamar!" Ucap Gladys, sembari menepis tangan Nathan dari bahunya. "Tapi Glad, Kata Tiara, tadi Clara datang ke butikmu. sebenarnya apa yang ia lakukan di sana?" Deg Gladys, langsung menghentikan langkahnya karena terkejut. bukan terkejut karena Nathan tau jika Clara datang ke butiknya? namun terkejut karena Nathan menanyakan apa tujuan Clara datang ke butiknya. apakah itu berarti Nathaniel, sudah mengingat siapa Clara? Gladys, langsung berbalik kembali menatap ke arah Nathan dengan ekspresi wajah curiga. "Kak tau soal Clara?" Deg Kini giliran Nathan yang terkejut mendengar pertanyaan dari Gladys, pria itu b