"Ibu tiri? Kau tidak perlu mengatakannya secara gamblang, Bastian!"Sierra terus mengomel kesal saat menyetir mobil Bastian pulang ke rumah. "Apanya yang salah, Sierra? Aku hanya berusaha untuk jujur karena memang kau adalah ibu tiriku.""Tapi posisi kita sangat sulit dimengerti oleh orang lain! Apa kau tidak bisa melihat bagaimana ekspresi dokter itu tadi saat kau bilang kalau aku ibu tirimu? Dia menganggapmu membual! Aku bahkan lebih muda daripada kau, bagaimana aku bisa menjadi ibu tirimu?""Soal itu, tanyakan sendiri pada dirimu!" sahut Bastian singkat. Dan Sierra pun mengembuskan napas kesal. "Baiklah, tidak usah dibahas lagi! Tapi aku tetap saja kesal, apa kau mau memberitahu pada seluruh dunia kalau aku ini ibu tirimu, hah?"Bastian yang mendengar omelan Sierra pun akhirnya memicingkan matanya. "Kalau kau memang tidak suka dengan kenyataan itu, seharusnya kau berbohong saja dan membenarkan bahwa kau adalah istriku, beres kan?" sahut Bastian santai. Namun, Sierra malah membe
Sierra tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya sampai ia membiarkan dirinya begitu dekat dengan Bastian saat ini. Seharusnya Sierra menghindar. Ya, seharusnya, tapi Sierra malah bertahan di sana dan tatapannya sudah terpaku pada dada bidang pria itu. Bastian sendiri yang melihat Sierra begitu berminat padanya pun langsung tersenyum kecil. "Apa yang kau lihat, Sierra?" goda Bastian. "Lukanya di bawah, di perut, bukan di dadaku." Sierra yang tersentak pun langsung salah tingkah dan Sierra pun langsung menatap bagian perut Bastian yang masih diperban. "Ah, kau benar. Itu ... itu ... tapi perbannya bersih dan tidak berdarah, Bastian." Sierra terdiam sesaat, sebelum ia menyadari sesuatu. "Jangan bilang kau menipuku, Bastian!" Bastian menaikkan alisnya. "Benarkah tidak berdarah? Aku sungguh merasa sakit dan basah di sana tadi." "Wajahmu sama sekali tidak terlihat seperti orang sakit, Bastian." "Apakah aku harus meringis setiap saat agar kau percaya kalau ini sakit, Sierra
Sierra memeluk tubuhnya sendiri saat ia sudah duduk di ranjangnya malam itu. Baru saja ia menghabiskan waktu bersama Bastian dan untuk pertama kalinya, Sierra tidak merasa kesal pada pria itu. Padahal selama ini setiap bertemu saja dengan Bastian, emosi Sierra pasti langsung meletup-letup. "Baiklah, ternyata Bastian tidak seburuk yang aku sangka. Di balik sikap menyebalkannya, ada sisi lembut dan hangat yang seperti tadi ...." "Sungguh, aku terkejut saat dia membahas tentang ibunya ...." Tanpa sadar Sierra tersenyum. Hatinya begitu lega karena bahkan setelah Bastian mengetahui tentang Rosella, responnya sama sekali tidak buruk. "Ya, semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Bastian benar. Dan tidak semua orang bisa disamakan. Seperti Bastian yang tidak mau disamakan dengan Jacob ...." Mendadak ingatan Sierra pun memutar perbedaan antara Bastian dan Jacob. Saat Jacob tidak pernah menolong Sierra bahkan saat Sierra tersandung, Bastian malah menerima goresan pisau untuk Sie
Sierra membelalak begitu lebar mendengar pertanyaan Stephanie. Apa Stephanie melihatnya semalam? Mengapa wanita itu bisa tahu kalau Sierra pergi ke kamar Bastian? Sierra pun terdiam memikirkan harus menjawab apa sampai Stephanie kembali mendesaknya. "Mengapa kau diam saja, hah? Kau tidak bisa menjawabnya? Kau mau mengelak, hah? Atau kau mau bilang kalau aku salah lihat?" sembur Stephanie lagi. Laura yang duduk di samping Stephanie pun langsung tersenyum sinis. "Ya ampun, jadi benar kau ke kamar Bastian tengah malam? Apa yang kau lakukan, Sierra? Kau mengintipnya saat sedang tidur? Jacob, sepertinya kau mulai harus mengatur istri mudamu dengan benar agar tidak mengganggu anakmu!" Laura mencoba memprovokasi. "Benar, Ayah! Lihat saja, Bastian begitu tampan! Pasti Sierra yang murahan ini tertarik pada Bastian sampai malam-malam menyelinap ke kamar Bastian!" timpal Stephanie menambah panas suasana. Jacob pun langsung melirik tajam pada Sierra. "Apa itu benar, Sierra? Apa yang
Sierra tidak berhenti mengumpat setelah ia kembali ke kamarnya sendiri. Walaupun ia sama sekali tidak terpikir untuk bersama Bastian, tapi ucapan Jacob soal Sierra yang tidak pantas untuk Bastian tetap saja menyakitkan hatinya. "Sial! Dia pikir siapa dia? Berani sekali mengatakan aku tidak pantas untuk anaknya! Anakmu yang tidak pantas untuk wanita baik-baik sepertiku!" "Ibaratnya aku ini barang baru dan dia itu barang bekas! Yang benar saja, Pak Tua! Oh, aku ingin sekali mencincangnya!" Sierra terus menggeram hingga tidak lama kemudian, pelayan memberitahu kalau mobil untuk Sierra sudah siap. Jacob meminta sopir menyiapkan mobil lain untuk Sierra karena mobil Sierra masih dikerjakan di bengkel dan Sierra pun menerimanya tanpa sungkan karena mobil merupakan privilege untuknya, salah satu poin dari perjanjian kerjasamanya dengan Jacob yaitu untuk memenuhi semua kebutuhan Sierra. "Sial! Perjanjian gila!" umpat Sierra lagi, sebelum ia turun dari kamarnya dan pergi dengan mobil ba
"Apa Bastian sudah pulang?" tanya Sierra malam itu pada pelayan, sebelum Sierra masuk ke ruang makan. "Belum, Bu." "Ah, baiklah." Sierra mendesah kecewa karena ia berharap Bastian tidak sungguh-sungguh tidur dengan wanita itu. Baru saja Sierra akan masuk ke ruang makan, tapi suara Stephanie terdengar di belakangnya. "Oh, ada yang terus mencari Bastian rupanya! Aku yakin kau punya perasaan padanya dan mau menggodanya kan, Sierra? Dasar wanita murahan!""Apa Jacob tahu kebusukanmu ini, Sierra? Dia membuangku begitu saja dan menikahimu, tapi ternyata istri mudanya malah menggoda anaknya sendiri! Apa kau tidak merasa keterlaluan, Sierra?" timpal Laura sambil menyeringai. Namun, Sierra memilih untuk tidak menanggapi berlebihan dan hanya memaksakan senyumnya. "Terserah apa yang kalian katakan, yang pasti, aku tidak seperti itu! Aku mencari Bastian hanya karena mencemaskannya, tidak lebih! Permisi, aku masuk duluan!"Tanpa banyak bicara lagi, Sierra pun masuk ke ruang makan meninggalka
Bastian merasa sudah kehilangan akal sehatnya begitu bibirnya menempel dengan bibir Sierra. Rasanya semua hasrat dan kerinduan melebur menjadi satu di sana. Satu-satunya bibir yang Bastian inginkan dan satu-satunya wanita yang Bastian inginkan. Ya, entah sejak kapan ini terjadi, namun Bastian tidak pernah menginginkan dengan begitu besar seperti saat ini. Bahkan, ia tidak peduli lagi pada akhlak dan kesopanan. Bastian terus memagut bibir Sierra dengan lapar, menikmatinya sendirian walaupun wanita itu belum membalasnya, namun anehnya Sierra juga tidak menolak atau mendorongnya seperti biasa. Dan hasrat Bastian pun makin bergejolak saat akhirnya Sierra membalas pagutan bibirnya. Ada semacam perasaan lega dan begitu senang saat bibir mereka benar-benar beradu secara sadar, dari kedua belah pihak, bukan pihak Bastian sendirian. Bahkan, Bastian sempat tersenyum di sela-sela pagutannya, sebelum ia mendorong tubuh Sierra masuk ke kamarnya tanpa melepaskan pagutan bibir mereka sama
Debaran jantung Sierra sudah tidak bisa dijelaskan lagi, bahkan pada satu titik, Sierra sungguh merasa jantungnya bisa berhenti berdetak. Semua yang terjadi begitu berat bagi jantungnya, bermesraan dengan Bastian dan sekarang Bastian mendadak memintanya meninggalkan Jacob. Sierra pun hanya membelalak ngeri menatap Bastian tanpa menjawab apa pun. Dan Bastian yang tidak mendapat jawaban yang ia inginkan pun memicingkan matanya. "Ada apa, Sierra? Tinggalkan si tua Jacob dan bersamaku saja, Sierra! Aku punya segalanya, aku bisa memberikanmu yang sama seperti yang Jacob berikan!"Namun, Sierra hanya tetap diam dan menelan salivanya. Tatapan Sierra begitu goyah sekarang dan semua kesadarannya pun mendadak pulih. "Tidak, Bastian! Tidak! Aku tidak bisa!" Sierra mendorong dada Bastian perlahan dan ia pun bangkit duduk di ranjangnya. Bastian sendiri hanya mengikuti Sierra dan bangkit dari atas Sierra. "Apa, Sierra?" tanya Bastian yang masih tidak mau mempercayai pendengarannya. "Kau suda
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan