Sierra melangkah dengan cepat kembali ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan jantung yang berdebar kencang. Sierra pun memegangi dadanya dan mencoba bernapas dengan normal walaupun rasanya begitu sulit. "Astaga, apa yang terjadi denganmu, Sierra? Apa yang terjadi denganmu? Mengapa kau seperti ini?""Bukankah kau sendiri yang terus bilang kalau cinta tidak ada dalam pioritas hidupmu? Mengapa kau malah melakukan affair sialan dengan Bastian?""Oh, tapi sungguh seharusnya itu bukan cinta. Tidak mungkin sedetik yang lalu aku masih membencinya dan sedetik kemudian aku mencintai. Sungguh ini bukan cinta. Ini hanya ... ya, aku pasti terlalu lelah sendirian selama ini.""Oh, tapi bagaimana ini? Sekalipun bukan cinta, tapi mengapa menolak Bastian terasa menyakitkan sekali di hatiku?" Sierra terus mengipasi wajahnya sendiri dengan tangan dan mendadak ia melow lagi dengan alasan yang tidak jelas. Sierra berjalan mondar-mandir di kamarnya, kembali mencegah bulir bening itu keluar dari
Sierra tidak pernah tahu kalau ia akan merasa begitu menyesal berurusan dengan Bastian. Hanya karena ia tidak bisa menahan dirinya dan membalas pagutan bibir Bastian, ia sudah mendatangkan masalah baru dalam hidupnya, masalah yang lebih rumit daripada sekedar kebencian. Dengan bodohnya, sekarang Sierra harus terjepit antara ayah dan anak. Oh, sial! Sierra benar-benar mulas memikirkannya. Sepanjang sisa hari itu pun, Sierra terus berusaha menghindari Bastian sampai saat malam tiba dan ia tidak bisa menghindar lagi karena ia dan Bastian harus bertemu dengan Pak Jose, salah satu klien besar mereka yang dengan susah payah Sierra dapatkan. Sierra pun berdandan malam itu, dengan dress santainya dan make up minimalis yang malah memancarkan kecantikannya. Sierra membuat sedikit ikal di rambutnya dan setelah semua sempurna, ia keluar dari kamarnya. Namun, betapa kagetnya Sierra saat ternyata Bastian sudah menunggu di depan kamarnya dengan setelan formalnya. "Kau ... apa yang kau lakukan
"Dasar sinting! Berhenti menekanku seperti ini, Bastian! Dan jangan membahas yang aneh-aneh lagi! Kita sudah sampai!"Sierra yang berdebar mendengar ucapan Bastian pun segera turun dari mobil begitu Bastian memarkir mobilnya dan ia langsung menyapa Tory yang sudah menunggu di sana. "Selamat malam, Tory!""Selamat malam, Bos! Selamat malam, Bu Sierra! Pak Jose sudah menunggu kalian.""Terima kasih, Tory!" Sierra pun melangkah duluan tanpa mempedulikan Bastian, sedangkan Bastian hanya melangkah perlahan menatap punggung indah yang sedang melangkah cepat di hadapannya itu. Mereka masuk ke ruang VIP dan langsung disambut oleh seorang pria paruh baya.Sierra pun memperkenalkan Bastian dan Bastian terus mengangguk. Ia sempat berpikir bahwa Pak Jose adalah pria muda yang mungkin juga digoda oleh Sierra demi proyek, tapi ternyata Pak Jose itu sudah cukup tua walaupun tidak setua Jacob. Mereka pun masih mengobrol santai saat tidak lama kemudian, pintu ruang VIP terbuka dan seorang wanita m
Akhir pekan datang dengan cepat dan Sierra mulai menyiapkan semua barangnya untuk berlibur sambil bekerja. Sierra, Bastian, dan Tory akan menginap di resort milik Pak Jose yang rencananya akan dibangun ulang dan dilebarkan.Ada lahan kosong yang masih berupa hutan yang rencananya akan dibangun di sana. Namun, karena hawanya dingin dan pemandangan sekitar yang asri, Pak Jose pun meminta Sierra untuk menginap lebih lama sekalian berlibur. Tentu saja Sierra harus membawa baju lebih banyak dan lebih tebal. Sierra pun membereskan semuanya termasuk alat make upnya. Sierra menyambar lipstik merahnya dan menahan napasnya sejenak. Ia sangat menyukai lipstik ini, tapi sejak Bastian memberi peringatan padanya, Sierra pun jadi takut untuk memakai lipstik itu lagi.Pernah beberapa hari lalu, Sierra memakainya dan begitu Bastian melihatnya, Bastian langsung menarik Sierra ke ruangan dekat dapur lalu melahap habis lipstik itu sampai bibir Sierra memucat. Sierra yang masih bandel pun kembali me
Sierra hampir pingsan rasanya melihat Jacob Sagala sudah berdiri di dekat pintu rumah, menatap mereka dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Eh, Pak ...."Namun, belum sempat Sierra menyapanya, Bastian sudah bersuara duluan dengan santainya. "Kami tidak melakukan apa-apa. Hanya berdebat karena Sierra ngotot mau membawa mobilnya sendiri," jawab Bastian santai. Jacob hanya menaikkan alisnya. "Apa yang membuatmu begitu ngotot, Sierra? Kalau Bastian sudah menyuruhmu naik ke mobilnya ya naik saja! Cepatlah! Jangan sampai kalian terlambat nanti!" seru Jacob dengan tegasnya. Sierra sempat menahan napasnya begitu lama saat tatapannya bertemu dengan tatapan Jacob. Apa Pak Tua itu tidak melihat apa yang dilakukan Bastian barusan? Sejak kapan Jacob ada di sana? Dan mengapa pria tua itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa? "Eh ... itu ...." Sierra mencoba untuk membuka suaranya walaupun ia masih tidak yakin akan mengatakan apa. Namun, Jacob malah membentaknya. "Tunggu apa lagi? Jangan
Sierra tertegun mendengar ucapan Bastian yang membuat jantungnya berdebar kencang. Nada suara Bastian itu begitu dalam dan seksi. Tatapan matanya seolah meyiratkan sebuah janji kenikmatan yang akan Sierra dapatkan bersama pria itu. Dan Sierra pun salah tingkah. "Hmm, kita ... tunggu Tory di luar saja! Ayo ... kita keluar saja," seru Sierra sambil membuka sabuk pengamannya dan keluar begitu saja dari mobilnya. Bastian yang melihatnya hanya memicingkan matanya karena sikap Sierra seperti wanita polos, sangat kontras dengan statusnya yang sebagai istri muda dari seorang pria tua. Tapi anehnya, justru sikap Sierra ini membuat Bastian makin gemas. Dengan cepat, Bastian pun menyusul Sierra keluar dari mobil dan benar saja, Bastian langsung disambut oleh hawa dingin yang cukup menusuk, walaupun tubuh besarnya sendiri termasuk tahan dingin. "Wah, hawanya benar-benar dingin, Bastian! Apa kau tidak merasakannya?" seru Sierra lagi yang sudah berdiri bersandar pada body mobil sambil memeluk
Bastian masih duduk bersama Tere saat melihat Ernest dan Sierra terus mengobrol bersama. Sungguh, Bastian sudah tidak tahu lagi apa yang Tere bicarakan karena fokusnya sudah tertuju pada bagaimana menyingkirkan Ernest dan Sierra. Hingga saat ia melihat tubuh Sierra yang terhuyung dan Ernest dengan sigapnya memeluknya, Bastian pun tidak tahan lagi. Tanpa mempedulikan Tere yang masih berbicara, Bastian pun melangkah begitu saja meninggalkan Tere. "Eh, Bastian! Kau mau ke mana? Aku sedang bicara denganmu!" pekik Tere kesal karena lagi-lagi ia ditinggalkan seperti saat di mall waktu itu. "Lepaskan dia, Pak Ernest!" seru Bastian begitu ia tiba di dekat Sierra. Sierra yang kaget pun refleks langsung menegakkan tubuhnya dan mendorong Ernest sedikit. "Ah, Bastian, aku hampir jatuh barusan dan untung saja Pak Ernest menolongku!""Benar, Pak Bastian. Aku hanya mencoba menolongnya." Ernest membela diri sambil tetap tersenyum menatap Sierra. "Terima kasih atas pertolonganmu tapi tetap saja
Hukuman?Sierra benar-benar tegang mendengar kata hukuman. Entah hukuman macam apa yang akan Bastian berikan. Namun, belum sempat Sierra memahami maksudnya, Bastian sudah membungkam bibir Sierra dan memagutnya dengan penuh hasrat. Dengan lihai, bibir Bastian pun berpindah ke pipi dan rahang Sierra dengan begitu liar hingga berakhir membenamkan wajahnya ke leher Sierra. "Mmpphh, Bastian ....""Kau milikku, Sierra! Jangan pernah berpikir bersama pria lain lagi, bahkan bersama Jacob!" geram Bastian sambil mendorong tubuh Sierra hingga terbaring ke atas ranjangnya. Sementara di luar sana, Tere yang tidak terima ditolak terus menerus oleh Bastian akhirnya mengikuti Bastian sampai ke villanya. Bersyukur pintu villa tidak tertutup karena memang ada pelayan yang masih membersihkan villa itu sampai Tere bisa masuk begitu saja. Tere berniat merayu Bastian di ranjang dan Tere yakin Bastian tidak mungkin menolaknya lagi. Baiklah, Tere sudah melupakan kesopanan sebagai klien bisnis karena k
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses
"Aku tahu, aku sudah makan siang. Semuanya baik-baik saja, Jonathan." Rosella menerima telepon dari Jonathan siang itu saat ia baru saja melangkah masuk ke lobby perusahaan. Jonathan yang sudah tiba di Amerika begitu cepat sudah merindukan Rosella lagi. "Baiklah, nanti malam telepon aku. Aku mau melihat Julio, Sayang." "Haha, baiklah. Sana bekerja! Aku juga mau bekerja dulu." "Baiklah, aku mencintaimu, Rosella." "Aku juga mencintaimu, Jonathan." "Dah!" Rosella masih tersenyum dan menutup ponselnya lalu memandangi ponsel itu saat tiba-tiba tubuhnya hampir tertabrak oleh seorang pria sampai refleks ia melangkah mundur dan terhuyung. "Astaga!" pekik Rosella. Namun, pria itu langsung memegangi tangan Rosella sampai akhirnya Rosella tidak jadi jatuh. Jantung Rosella pun berdebar kencang karena gerakan mendadak itu, namun kedua matanya langsung bertaut dengan mata pria yang menyelamatkannya. "Kau tidak apa, Nona?" tanya pria itu dengan lembut dan dengan tatapan kagum. "Aku tida