Bastian terus mengumpat sambil berjalan mondar-mandir di kamar Sierra setelah akhirnya ia keluar dari kamar mandi. Menunggu wanita itu kembali terasa begitu menyiksa bagi Bastian. Bahkan, sampai berapa lama setelah Sierra pergi, hasrat Bastian masih belum juga reda. "Sial, pergi ke mana dia? Dan Tere sialan itu! Mengapa dia mendadak mencari Sierra malam-malam begini?"Bastian pun masih terus menunggu sambil mengumpat sampai akhirnya Tory menelepon mencarinya dan membicarakan tentang perusahaannya di Malaysia. Bastian paling tidak bisa memikirkan hal lain kalau sudah menyangkut bisnis pribadinya, hingga terpaksa ia pun meninggalkan kamar Sierra dan bekerja bersama Tory sampai tengah malam. Tere sendiri membawa Sierra berjalan-jalan di alam terbuka yang begitu dingin dan mereka pun masih mengobrol santai, sebelum tiba-tiba pembicaraan Tere menjadi lebih serius. "Aku menyukai Bastian, Sierra. Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu dengannya. Aku berterima kasih padamu ya
Bastian mendadak terdiam mendengar ucapan Tere. Tere pun melangkah mendekati Bastian sambil tersenyum penuh kemenangan. "Aku tahu, Bastian! Aku tahu semuanya tentang affair kalian. Anak tiri dan ibu tirinya. Kau tahu kalau hal itu sangat menjijikkan, Bastian! Apa tidak ada wanita lain? Dia itu istri muda dari ayahmu, Bastian!""Dan jangan mencoba menyangkalnya, Bastian! Jangan mencoba menyembunyikannya dariku karena aku tidak bisa dibohongi!" bisik Tere di dekat Bastian. Tere sudah membayangkan kalau Bastian pasti akan ketakutan kalau affair mereka terungkap lalu Tere akan menawarkan kesepakatan, merahasiakan ini dengan syarat Bastian harus bersamanya. Tere pun begitu percaya diri kalau dengan caranya ini bisa membuat Bastian pada akhirnya akan bersamanya. Namun alih-alih takut, Bastian malah tertawa kesal sambil menantang Tere. "Kalau aku menyukainya lalu kenapa? Aku memang menyukainya, Tere. Dan sekalipun kau bilang itu menjijikkan, aku tidak peduli!"Tere membelalak kaget kare
Bastian terus berdecak saat ia tidak bisa menelepon Sierra. "Sial, ponselnya tidak aktif! Di mana dia sebenarnya? Di ruang makan juga tidak ada."Bastian pun melangkah makin cepat masuk ke kamar Sierra, namun Sierra juga tidak ada di sana. Tidak lama kemudian, Tory pun menghampiri Bastian dengan tergesa-gesa. "Bos!" panggil Tory sambil setengah membungkuk dengan napas yang ngos-ngosan. "Bagaimana, Tory? Kau sudah menemukannya?""Belum, Bos. Aku sudah berkeliling, tapi aku tidak menemukannya juga. Pak Jose dan Pak Ernest juga sudah menunggu di ruang makan sejak tadi.""Sial!" Bastian kembali mengumpat sambil berpikir keras. "Ck, apa kau sudah menanyakan pada orang-orang? Siapa tahu ada yang melihatnya.""Beberapa orang yang kutanyai tidak ada yang tahu, Bos."Bastian mengembuskan napas kasarnya sambil mengepalkan tangannya dan melangkah ke ruang makan. Di sana Pak Jose dan Ernest juga sudah menoleh ke sekeliling sambil bertanya pada pelayannya apa mereka ada yang melihat Sierra.
Di dalam hutan sendiri, Sierra memang sudah ketakutan. Jantungnya tidak berhenti berdebar kencang dan suara dengungan serangga di telinganya terasa begitu mengerikan. Sierra terus bergerak menghalau semua serangga di dekatnya, tapi serangga yang banyak itu terus menyerangnya, seolah mereka memang tidak pernah menemukan mangsa sebelumnya. Sierra terus bergerak mengikuti kakinya walaupun ia sendiri tidak tahu di mana dirinya sekarang. "Tere!" teriak Sierra lagi. "Sial! Apa dia meninggalkan aku? Apa maksudnya ini?" gumam Sierra dengan suara yang sudah putus-putus dan napas yang sudah tersengal. Sierra terus memeluk dirinya sendiri dan tidak berhenti mengumpat. "Sial! Seharusnya aku menuruti Bastian untuk tidak bersama wanita itu!""Halo, siapa pun tolong aku, aku tidak tahu aku di mana ... akhh!" Entah apa yang sedang diinjak Sierra saat ini, tapi Sierra tersandung dan ia pun jatuh terjerembab ke tanah yang penuh rumput kotor itu. Beberapa ranting terasa menusuk, tapi untungnya s
"Bagaimana? Kalian tidak menemukannya juga?" Pak Jose memekik gugup saat tim penyelamatnya sama sekali tidak menemukan Sierra. "Maaf, Pak! Kami sudah menyusuri sekitar hutan, tapi kami kesulitan karena hutan terlalu gelap dan hawa yang terlalu dingin. Kalau tidak keberatan, kami akan membentuk tim lain untuk mencari lagi satu jam dari sekarang.""Apa yang bisa terjadi dalam satu jam? Astaga, aku merasa bersalah sekali pada Bu Sierra. Apa yang akan terjadi padanya?""Maafkan kami, Pak!""Cepatlah, bentuk tim lagi! Lakukan semaksimal yang kalian bisa!" "Baik, Pak!"Pak Jose dan Ernest terlihat sangat panik, begitu pun dengan Tory yang juga panik memikirkan Bastian. "Eh, tunggu tunggu tunggu, Bosku! Bastian! Dia juga ikut masuk ke hutan! Mana dia? Mengapa tidak ikut keluar bersama kalian?""Eh, maaf, kami tidak melihat orang lain lagi.""Heh, apa maksudnya tidak melihat orang lain? Lalu di mana Bosku?"Tory pun mulai panik dan bergidik pada saat yang bersamaan. Sedangkan Tere yang b
Bastian segera berlari lalu berjongkok dan mengangkat tubuh Sierra ke dalam pelukannya, mencoba memanggil wanita yang sudah kehilangan kesadarannya itu, namun Sierra tidak juga bangun. Jantung Bastian kembali memacu kencang karena ia begitu takut kehilangan Sierra saat ini. "Sierra ... Sierra, bangun, Sierra! Bangun! Kau akan baik-baik saja, Sierra! Kumohon bangunlah, Sierra! Kau tidak boleh tidur! Bangun, Sierra!" Bastian mengguncang tubuh Sierra makin keras lalu Bastian mencoba memeriksa sekujur tubuh Sierra, takut ada cidera atau luka yang tidak ia ketahui, tapi untunglah sepanjang yang ia lihat, tidak ada luka serius karena baju wanita itu pun masih utuh tanpa robekan. "Sierra, kau bisa mendengarku? Sierra? Sial, tubuhmu dingin sekali dan bajumu basah!" Baju dan celana Sierra sendiri memang ikut basah karena longsoran tanah yang bercampur dengan genangan air tadi yang membuat Sierra makin kedinginan. "Sierra, ayo bangun! Sierra!" Bastian pun memanggil Sierra makin keras hin
"Apa kau tidak menelepon istri mudamu? Apa yang dia lakukan di sana?" Laura kembali memanas-manasi Jacob setelah makan malam berakhir. Jacob mengernyit mendengar ucapan Laura, tapi ia mencoba untuk tetap bersikap biasa saja. Entah apa Laura mengetahui sesuatu antara Bastian dan Sierra, tapi Jacob mengetahuinya. Bahkan Jacob melihat dengan jelas bagaimana mereka berciuman pagi itu. Hanya saja, Jacob menahan dirinya. Setelah semua yang terjadi dan semua usahanya untuk membawa Bastian pulang ke rumah ini, Jacob tidak mau bersitegang dengan Bastian lagi. Selain itu, Jacob pun berharap kejadian itu adalah yang pertama dan terakhir. Jacob tidak bisa menghalangi Bastian yang memang menyukai wanita cantik, tapi Jacob tidak akan bisa memaafkan kalau sampai Sierra berani menanggapinya. Dan sejauh yang Jacob lihat waktu itu, Bastian yang melakukannya secara sepihak, jadi itu masih bisa ditolerir oleh Jacob. "Kalau kau mau mengatakan sesuatu langsung saja katakan, Laura! Tidak usah berte
"Sial, Sierra! Lihat kakimu ini sudah membeku!" geram Bastian yang langsung memijati kaki Sierra dan Sierra hanya bisa menatapnya nanar. Mungkin kehangatan yang diberikan Bastian barusan sudah membuat Sierra sedikit sadar hingga ia bisa merasakan debar jantungnya memacu cepat karena malu saat ini. "Ini dingin sekali, Sierra! Kemarilah! Naiklah ke pangkuanku lagi dan naikkan kakimu juga!"Bastian membantu Sierra bergerak naik ke pangkuannya. Posisi Sierra meringkuk di pelukan Bastian seperti bayi. Sierra pun sekarang memeluk leher Bastian dan menekuk kakinya, menyembunyikan semuanya ke dalam jaket Bastian yang besar itu. "Apa kau sudah merasa makin hangat, Sierra?" bisik Bastian di telinga Sierra.Sierra pun hanya mengangguk dengan malu sekaligus lega. Malu karena saat ini ia benar-benar polos di pelukan Bastian, namun lega karena Bastian benar-benar membuktikan ucapannya dengan hanya memeluknya. Bahkan Bastian sama sekali tidak menyentuh tubuhnya selain hanya memeluk. Bastian
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses
"Aku tahu, aku sudah makan siang. Semuanya baik-baik saja, Jonathan." Rosella menerima telepon dari Jonathan siang itu saat ia baru saja melangkah masuk ke lobby perusahaan. Jonathan yang sudah tiba di Amerika begitu cepat sudah merindukan Rosella lagi. "Baiklah, nanti malam telepon aku. Aku mau melihat Julio, Sayang." "Haha, baiklah. Sana bekerja! Aku juga mau bekerja dulu." "Baiklah, aku mencintaimu, Rosella." "Aku juga mencintaimu, Jonathan." "Dah!" Rosella masih tersenyum dan menutup ponselnya lalu memandangi ponsel itu saat tiba-tiba tubuhnya hampir tertabrak oleh seorang pria sampai refleks ia melangkah mundur dan terhuyung. "Astaga!" pekik Rosella. Namun, pria itu langsung memegangi tangan Rosella sampai akhirnya Rosella tidak jadi jatuh. Jantung Rosella pun berdebar kencang karena gerakan mendadak itu, namun kedua matanya langsung bertaut dengan mata pria yang menyelamatkannya. "Kau tidak apa, Nona?" tanya pria itu dengan lembut dan dengan tatapan kagum. "Aku tida