Sierra membelalak begitu lebar mendengar pertanyaan Stephanie. Apa Stephanie melihatnya semalam? Mengapa wanita itu bisa tahu kalau Sierra pergi ke kamar Bastian? Sierra pun terdiam memikirkan harus menjawab apa sampai Stephanie kembali mendesaknya. "Mengapa kau diam saja, hah? Kau tidak bisa menjawabnya? Kau mau mengelak, hah? Atau kau mau bilang kalau aku salah lihat?" sembur Stephanie lagi. Laura yang duduk di samping Stephanie pun langsung tersenyum sinis. "Ya ampun, jadi benar kau ke kamar Bastian tengah malam? Apa yang kau lakukan, Sierra? Kau mengintipnya saat sedang tidur? Jacob, sepertinya kau mulai harus mengatur istri mudamu dengan benar agar tidak mengganggu anakmu!" Laura mencoba memprovokasi. "Benar, Ayah! Lihat saja, Bastian begitu tampan! Pasti Sierra yang murahan ini tertarik pada Bastian sampai malam-malam menyelinap ke kamar Bastian!" timpal Stephanie menambah panas suasana. Jacob pun langsung melirik tajam pada Sierra. "Apa itu benar, Sierra? Apa yang
Sierra tidak berhenti mengumpat setelah ia kembali ke kamarnya sendiri. Walaupun ia sama sekali tidak terpikir untuk bersama Bastian, tapi ucapan Jacob soal Sierra yang tidak pantas untuk Bastian tetap saja menyakitkan hatinya. "Sial! Dia pikir siapa dia? Berani sekali mengatakan aku tidak pantas untuk anaknya! Anakmu yang tidak pantas untuk wanita baik-baik sepertiku!" "Ibaratnya aku ini barang baru dan dia itu barang bekas! Yang benar saja, Pak Tua! Oh, aku ingin sekali mencincangnya!" Sierra terus menggeram hingga tidak lama kemudian, pelayan memberitahu kalau mobil untuk Sierra sudah siap. Jacob meminta sopir menyiapkan mobil lain untuk Sierra karena mobil Sierra masih dikerjakan di bengkel dan Sierra pun menerimanya tanpa sungkan karena mobil merupakan privilege untuknya, salah satu poin dari perjanjian kerjasamanya dengan Jacob yaitu untuk memenuhi semua kebutuhan Sierra. "Sial! Perjanjian gila!" umpat Sierra lagi, sebelum ia turun dari kamarnya dan pergi dengan mobil ba
"Apa Bastian sudah pulang?" tanya Sierra malam itu pada pelayan, sebelum Sierra masuk ke ruang makan. "Belum, Bu." "Ah, baiklah." Sierra mendesah kecewa karena ia berharap Bastian tidak sungguh-sungguh tidur dengan wanita itu. Baru saja Sierra akan masuk ke ruang makan, tapi suara Stephanie terdengar di belakangnya. "Oh, ada yang terus mencari Bastian rupanya! Aku yakin kau punya perasaan padanya dan mau menggodanya kan, Sierra? Dasar wanita murahan!""Apa Jacob tahu kebusukanmu ini, Sierra? Dia membuangku begitu saja dan menikahimu, tapi ternyata istri mudanya malah menggoda anaknya sendiri! Apa kau tidak merasa keterlaluan, Sierra?" timpal Laura sambil menyeringai. Namun, Sierra memilih untuk tidak menanggapi berlebihan dan hanya memaksakan senyumnya. "Terserah apa yang kalian katakan, yang pasti, aku tidak seperti itu! Aku mencari Bastian hanya karena mencemaskannya, tidak lebih! Permisi, aku masuk duluan!"Tanpa banyak bicara lagi, Sierra pun masuk ke ruang makan meninggalka
Bastian merasa sudah kehilangan akal sehatnya begitu bibirnya menempel dengan bibir Sierra. Rasanya semua hasrat dan kerinduan melebur menjadi satu di sana. Satu-satunya bibir yang Bastian inginkan dan satu-satunya wanita yang Bastian inginkan. Ya, entah sejak kapan ini terjadi, namun Bastian tidak pernah menginginkan dengan begitu besar seperti saat ini. Bahkan, ia tidak peduli lagi pada akhlak dan kesopanan. Bastian terus memagut bibir Sierra dengan lapar, menikmatinya sendirian walaupun wanita itu belum membalasnya, namun anehnya Sierra juga tidak menolak atau mendorongnya seperti biasa. Dan hasrat Bastian pun makin bergejolak saat akhirnya Sierra membalas pagutan bibirnya. Ada semacam perasaan lega dan begitu senang saat bibir mereka benar-benar beradu secara sadar, dari kedua belah pihak, bukan pihak Bastian sendirian. Bahkan, Bastian sempat tersenyum di sela-sela pagutannya, sebelum ia mendorong tubuh Sierra masuk ke kamarnya tanpa melepaskan pagutan bibir mereka sama
Debaran jantung Sierra sudah tidak bisa dijelaskan lagi, bahkan pada satu titik, Sierra sungguh merasa jantungnya bisa berhenti berdetak. Semua yang terjadi begitu berat bagi jantungnya, bermesraan dengan Bastian dan sekarang Bastian mendadak memintanya meninggalkan Jacob. Sierra pun hanya membelalak ngeri menatap Bastian tanpa menjawab apa pun. Dan Bastian yang tidak mendapat jawaban yang ia inginkan pun memicingkan matanya. "Ada apa, Sierra? Tinggalkan si tua Jacob dan bersamaku saja, Sierra! Aku punya segalanya, aku bisa memberikanmu yang sama seperti yang Jacob berikan!"Namun, Sierra hanya tetap diam dan menelan salivanya. Tatapan Sierra begitu goyah sekarang dan semua kesadarannya pun mendadak pulih. "Tidak, Bastian! Tidak! Aku tidak bisa!" Sierra mendorong dada Bastian perlahan dan ia pun bangkit duduk di ranjangnya. Bastian sendiri hanya mengikuti Sierra dan bangkit dari atas Sierra. "Apa, Sierra?" tanya Bastian yang masih tidak mau mempercayai pendengarannya. "Kau suda
Sierra melangkah dengan cepat kembali ke kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan jantung yang berdebar kencang. Sierra pun memegangi dadanya dan mencoba bernapas dengan normal walaupun rasanya begitu sulit. "Astaga, apa yang terjadi denganmu, Sierra? Apa yang terjadi denganmu? Mengapa kau seperti ini?""Bukankah kau sendiri yang terus bilang kalau cinta tidak ada dalam pioritas hidupmu? Mengapa kau malah melakukan affair sialan dengan Bastian?""Oh, tapi sungguh seharusnya itu bukan cinta. Tidak mungkin sedetik yang lalu aku masih membencinya dan sedetik kemudian aku mencintai. Sungguh ini bukan cinta. Ini hanya ... ya, aku pasti terlalu lelah sendirian selama ini.""Oh, tapi bagaimana ini? Sekalipun bukan cinta, tapi mengapa menolak Bastian terasa menyakitkan sekali di hatiku?" Sierra terus mengipasi wajahnya sendiri dengan tangan dan mendadak ia melow lagi dengan alasan yang tidak jelas. Sierra berjalan mondar-mandir di kamarnya, kembali mencegah bulir bening itu keluar dari
Sierra tidak pernah tahu kalau ia akan merasa begitu menyesal berurusan dengan Bastian. Hanya karena ia tidak bisa menahan dirinya dan membalas pagutan bibir Bastian, ia sudah mendatangkan masalah baru dalam hidupnya, masalah yang lebih rumit daripada sekedar kebencian. Dengan bodohnya, sekarang Sierra harus terjepit antara ayah dan anak. Oh, sial! Sierra benar-benar mulas memikirkannya. Sepanjang sisa hari itu pun, Sierra terus berusaha menghindari Bastian sampai saat malam tiba dan ia tidak bisa menghindar lagi karena ia dan Bastian harus bertemu dengan Pak Jose, salah satu klien besar mereka yang dengan susah payah Sierra dapatkan. Sierra pun berdandan malam itu, dengan dress santainya dan make up minimalis yang malah memancarkan kecantikannya. Sierra membuat sedikit ikal di rambutnya dan setelah semua sempurna, ia keluar dari kamarnya. Namun, betapa kagetnya Sierra saat ternyata Bastian sudah menunggu di depan kamarnya dengan setelan formalnya. "Kau ... apa yang kau lakukan
"Dasar sinting! Berhenti menekanku seperti ini, Bastian! Dan jangan membahas yang aneh-aneh lagi! Kita sudah sampai!"Sierra yang berdebar mendengar ucapan Bastian pun segera turun dari mobil begitu Bastian memarkir mobilnya dan ia langsung menyapa Tory yang sudah menunggu di sana. "Selamat malam, Tory!""Selamat malam, Bos! Selamat malam, Bu Sierra! Pak Jose sudah menunggu kalian.""Terima kasih, Tory!" Sierra pun melangkah duluan tanpa mempedulikan Bastian, sedangkan Bastian hanya melangkah perlahan menatap punggung indah yang sedang melangkah cepat di hadapannya itu. Mereka masuk ke ruang VIP dan langsung disambut oleh seorang pria paruh baya.Sierra pun memperkenalkan Bastian dan Bastian terus mengangguk. Ia sempat berpikir bahwa Pak Jose adalah pria muda yang mungkin juga digoda oleh Sierra demi proyek, tapi ternyata Pak Jose itu sudah cukup tua walaupun tidak setua Jacob. Mereka pun masih mengobrol santai saat tidak lama kemudian, pintu ruang VIP terbuka dan seorang wanita m
Para peserta rapat akhirnya mengikuti keluar dengan suara yang masih ribut dan dalam sekejap ruang rapat pun menjadi sepi. Hanya tersisa Tami dan beberapa arsitek yang tergabung dalam tim, Jordan, Rosella, Jessica, dan Livy. Livy nampak tersenyum tipis menatap Rosella dan menatap semua kekacauan ini lalu dengan santai ia melenggang keluar dari ruang rapat. Namun, Jessica tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Livy!" teriak Jessica yang mengikutiLivy keluar dari ruangan. Livy pun menoleh menatap Jessica. "Kau juga tidak percaya padaku, hah, Jessica? Dia itu mantan orang gila yang mungkin sampai sekarang masih tetap gila. Untuk apa kau membelanya lagi?" "Bukan dia yang gila, tapi kau yang gila, Livy! Mengapa kau harus mengatakan semua itu di depan banyak orang, hah? Benar saja kata ayahku kalau semua orang di sana tidak berpendidikan, termasuk kau, Livy!" "Terserah kau mau bilang apa, Jessica! Tapi semua yang kukatakan adalah kenyataan!" Jessica yang mendengarnya hanya tertawa
Suara lantang Livy membuat semua orang membelalak kebingungan. Jessica sendiri langsung membelalak dan menoleh tidak percaya ke arah Livy. Memang Jessica sudah mengetahui semuanya, namun Jessica tutup mulut dan ikut menyembunyikan semuanya sampai detik ini. Karena itu, Jessica sama sekali tidak menyangka kalau Livy mengetahui kenyataan itu dan membocorkannya seperti ini di depan semua orang. Jordan dan Rosella sendiri juga membelalak. Jordan yang panik mendengar Livy mengatakannya, sedangkan Rosella yang langsung gemetar karena masa lalunya terungkap. Rosella melirik ke arah Jessica dan Rosella pun pasrah kalau memang Jessica yang membocorkan semuanya, walaupun Rosella masih belum mau menuduh. Tapi selama ini Rosella tahu Jessica sangat dekat dengan Livy. Adipura dan Imelda juga membelalak kaget, namun ia masih belum mengerti apa maksud Livy, begitupun dengan peserta rapat yang juga masih tidak mengerti maksud Livy. "Apa maksudnya, Bu Livy? Siapa yang mantan pasien dengan gang
Rosella berangkat ke kantor pagi itu dan semua arsitek yang akan ikut rapat ternyata sudah menunggunya. Mereka pun saling memberi semangat, sebelum akhirnya mereka dibriefing singkat dan masuk ke ruang rapat yang lebih besar daripada biasanya, seperti ruang sebaguna yang besar dan artistik. Jantung Rosella pun berdebar begitu kencang begitu ia masuk, tapi Jordan terus menyemangatinya. Tidak lama kemudian, satu persatu peserta masuk ke sana yang terdiri dari banyak manager senior. Ada juga perwakilan perusahaan lain yang langsung menempati posisi masing-masing. Dan terakhir Adipura dan Imelda juga masuk ke sana, diikuti oleh Jessica dan Livy. "Aku senang sekali semua berkumpul di sini. Seperti yang kita tahu kali ini kita akan mengerjakan proyek besar dan aku juga sudah menunjuk arsitek utama yang akan bertanggung jawab dalam proyek ini." Adipura membuka rapat. "Arsitek muda yang belum lama bergabung dengan WHA, tapi kemampuannya sudah tidak perlu diragukan lagi." "Mari kita sam
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan