"Berikan aku waktu untuk tetap di sini sampai aku menyelesaikan tugasku, Bastian," pinta Sierra yang masih berusaha membuat kesepakatan dengan Bastian.
"Dan apa untungnya bagiku?" "Tentu saja aku bisa membantumu di perusahaan ini. Aku butuh waktu ...." "Aku bukan temanmu, Sierra!" sela Bastian sebelum Sierra sempat menyelesaikan ucapannya. "Hubungan kita juga sama sekali tidak baik sampai kita bisa mencapai kata sepakat. Jadi, jangan bermimpi membuat kesepakatan apa pun denganku!" Jawaban Bastian pun membuat Sierra mendadak terdiam dan menganga. "Kalau tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, silakan kemasi barangmu dan keluar dari ruang kerjaku!" kata Bastian lagi dengan tegas. Dan Sierra pun terus uring-uringan setelah ia keluar dari sana. "Ini benar-benar membuatku gila, Valdo! Dia sama sekali tidak bisa diajak bicara baik-baik, Valdo!" "Bastian memang bukan orang yang ramah, Sierra." "Ya, ya, seharusnya aku tahu itu! Dia pria yang brengsek! Tapi aku tidak peduli, Valdo! Aku akan tetap di sini untuk menyelesaikan tugasku sampai semua perjanjianku dengan Pak Tua itu terpenuhi," ucap Sierra dengan penuh keyakinan. Sementara itu, di ruang kerjanya, Bastian dan asistennya yang bernama Tory juga sedang menyusun rencana mereka sendiri. "Apa menurutmu dia akan keluar dari perusahaan ini, Bos?" "Tidak, Tory. Aku tahu dia tidak mungkin pergi hanya karena aku menyuruhnya. Dia adalah tipe wanita yang baru akan pergi setelah menguras habis semuanya." "Ah, tapi sungguh, dia tidak terlihat seperti itu, Bos. Dia terlihat seperti wanita yang berbeda dari Stephanie maupun Bu Laura." "Ck, jangan mudah terlena dengan kecantikan dan wajah polosnya, Tory!" "Eh, kau sendiri juga mengakui kalau dia cantik kan, Bos?" kekeh Tory. Bastian memicingkan matanya sambil mengangguk. "Dia memang cantik, Tory. Tapi wanita yang rela menikahi pria tua demi uang adalah wanita yang menjijikkan untukku! Dan aku tidak akan pernah tergoda oleh wanita seperti itu!" Tory hanya mengangguk mengerti mendengar ucapan bosnya itu. "Baiklah, mulai bergerak, Tory! Aku mau kau memeriksa semua yang sudah wanita itu lakukan! Aku mau membatasi wewenangnya agar dia tidak bisa semena-mena lagi dan kau juga harus mencari bukti kecurangannya agar aku bisa segera mendepaknya dari sini!" perintah Bastian tegas. * Jacob Sagala langsung kegirangan saat mendengar kabar bahwa Bastian setuju bekerja di perusahaan. "Benarkah itu, Valdo? Bastian sudah bekerja di perusahaan mulai hari ini?" pekik Jacob di teleponnya. "Benar, Pak. Mulai hari ini, Bastian bekerja di perusahaan dan menempati ruang kerja Anda yang semula ditempati oleh Sierra." "Hmm, lalu ke mana wanita itu pindah?" "Ke ruangan sekretaris di sampingnya yang masih kosong." Jacob hanya mengangguk mendengarnya. "Baguslah kalau wanita itu tahu diri! Saat anakku masuk, memang dia harus keluar! Kalau begitu pada acara besok, aku akan memperkenalkan Bastian secara resmi pada semua orang di perusahaan. Kau bantu aku menyusun acaranya, Valdo!" "Baik, Pak!" Jacob pun menutup teleponnya dengan sumringah. Satu masalah teratasi, akhirnya Bastian mau bekerja di perusahaan yang memang akan diwariskan padanya. Sejak divonis sakit keras, Jacob sudah cukup banyak merenung dan tentu saja, ia menyesali semua perbuatannya di masa lalu. Hanya saja, gengsinya masih terlalu tinggi untuk minta maaf dan memohon langsung pada anaknya untuk kembali. Selain itu, kalau Bastian tahu Jacob sakit keras, pasti yang ada, Bastian akan mengatakan itu karma dan tetap menolak Jacob. Karena itu, Jacob terpaksa memakai cara ini. Lagipula dengan tubuh tuanya dan penyakitnya, Jacob tidak bisa melawan semua orang sendirian. Karena itulah, Jacob membutuhkan Valdo dan Sierra yang akan menjadi kaki tangannya. "Pada akhirnya nanti, aku mau keluarga Laura pergi dari sini, Sierra juga pergi, semua orang jahat pergi, hanya tersisa kita, Bastian. Tentu saja, Ayah berharap masih punya umur yang cukup sampai saat itu. Tapi untuk saat ini, biarkan seperti ini dulu saja. Hahaha!" "Ah, sepertinya menggunakan Sierra memang tidak mengecewakan, bahkan ini berjalan lebih lancar dari dugaanku," gumam Jacob dengan begitu lega. Jacob yang begitu senang pun tidak berhenti tersenyum sepanjang hari itu, bahkan ia pergi sendiri membeli gaun yang harus Sierra pakai di pesta besok. Keesokan harinya, semua orang pun mendadak begitu sibuk menyiapkan pesta tahunan yang memang selalu diadakan rutin oleh Sagala Group. Pesta itu ditujukan untuk keakraban sekaligus memberi penghargaan bagi karyawan dan manager terbaik. Ini adalah cara Jacob untuk membuat karyawannya makin loyal pada perusahaan, walaupun tentu saja yang namanya oknum licik dan tamak akan tetap ada. "Keluarlah, Sierra! Aku mau melihat bagaimana kau memakai gaun itu!" teriak Jacob sambil terus mengetuk pintu kamar mandi di dalam kamar Sierra malam itu. Valdo yang sudah berdiri di samping Jacob hanya bisa bersabar menghadapi pria tua yang memang menyebalkan dan tidak sabaran itu. Sedangkan Sierra yang sudah begitu kesal mendengar ketukan di pintu pun akhirnya keluar sambil terus merapikan gaunnya. Untuk sesaat, Jacob maupun Valdo nampak terkesima menatap Sierra sampai mereka tidak dapat berkata-kata. Sierra nampak begitu cantik dan elegan dengan gaun yang melekat erat di tubuhnya. Gaunnya berwarna merah menyala dengan potongan dada yang tidak terlalu rendah, namun punggungnya terbuka. Selain itu, belahan pahanya juga cukup tinggi sampai membuat Sierra tidak nyaman. "Apa kau maniak, hah, Pak Tua? Apa aku tidak bisa mendapatkan gaun yang lebih wajar daripada ini? Gaun ini kekurangan bahan!" pekik Sierra kesal. "Lihatlah punggungnya terbuka! Lihatlah belahan pahanya akan terbuka begitu lebar saat aku berjalan! Mengapa tidak sekalian saja kau minta aku memakai bikini, hah?" Jacob terkekeh. "Karena bikini memang tidak cocok untuk pesta di gedung, Sierra. Dan gaun itu ... cocok untukmu!" Sierra tertawa kesal mendengarnya. "Aku sangat tidak nyaman dengan gaun ini, rasanya seluruh kulitku terlihat, aku merasa begitu murahan memakai gaun seperti ini!" Valdo ikut tersenyum mendengarnya. "Tidak, Sierra! Sungguh, kau terlihat luar biasa! Kau hanya butuh sedikit senyuman untuk membuatmu menjadi pusat perhatian nanti malam. Kau harus percaya diri," ucap Valdo tulus. Sedangkan Jacob pun diam-diam masih mengagumi Sierra. "Baiklah, kuakui kau lumayan juga, tapi sayangnya dadamu tidak sebesar dada Laura. Aku selalu menyukai yang ukuran besar," seru Jacob dengan kedua tangan yang diangkat dengan gaya meremat. Sierra pun langsung membelalak mendengarnya. "Dasar maniak! Aku juga tidak berharap sesuai dengan seleramu! Dasar pria tua menyebalkan!" geram Sierra, sebelum ia melangkah keluar dari kamarnya meninggalkan Jacob dan Valdo yang masih tersenyum sendiri. Suasana di pesta pun sudah nampak begitu meriah. Ballroom yang luas itu pun sudah mulai ramai oleh karyawan Sagala Group beserta keluarga mereka. Laura dan Stephanie pun sudah begitu sibuk menyapa semua orang, begitu juga dengan Noah, suami Stephanie yang juga bekerja di Sagala Group. Mereka semua menunjukkan ekspresi ramah mereka sebagai tuan rumah sambil menunggu Jacob yang selalu terlambat. "Ini pertama kalinya kita ikut di pesta ini, Bos," kata Tory yang sudah berdiri di dekat stall minuman bersama Bastian. "Hmm, pesta yang entah penting atau tidak! Pesta seperti ini hanya membuang uang!" sahut Bastian yang masih meneguk minumannya sambil merapikan setelan jas formalnya. "Bahkan tadinya aku sudah tidak mau datang, tapi Pak Tua itu memaksaku. Dan sekarang, dia sendiri yang terlambat!" "Haha, pesta seperti ini cukup menyenangkan bagi para karyawan dan keluarga mereka, Bos. Lihat saja wajah mereka begitu senang!" "Hmm," sahut Bastian singkat sambil kembali meneguk minumannya. Bastian dan Tory pun masih mengobrol santai sambil memperhatikan satu persatu orang yang belum mereka kenal itu. Sampai tiba-tiba semua perhatian tersedot ke pintu masuk yang besar itu. Jacob Sagala nampak tertawa sumringah di sana bersama dengan Valdo dan seorang wanita muda yang nampak begitu mempesona dengan gaun merahnya. Wanita itu tersenyum begitu cantik dan menyapa semua orang dengan gaya yang anggun. Dengan begitu ramah dan cekatan, wanita itu menjabat tangan para karyawan dan semua gerakannya membuat Bastian sama sekali tidak bisa mengedipkan matanya, bahkan tangan Bastian yang sedang memegang gelas minumannya pun nampak tergantung di depan bibirnya. Apalagi saat punggung terbuka milik wanita itu terpampang di sana dan kaki jenjang wanita itu mengintip lewat belahan gaun yang begitu tinggi di bagian pahanya. "Woah, pantas saja Pak Tua itu menikahi wanita itu! Bodynya ... mana tahan, Bos!" Tory pun membuat gerakan di udara dengan kedua tangannya, membentuk lekukan tubuh wanita. Tory pun masih mengagumi Sierra, namun mendadak ia mengernyit karena tidak kunjung mendapat sahutan dari Bastian. Sontak, Tory menoleh ke arah Bastian dan ia bersumpah melihat sang Bos menelan salivanya kasar menatap sang ibu tiri yang katanya sangat dibencinya itu. "Eh ... ehem ... ehem ... Bos, bukankah kau bilang tidak akan tergoda padanya, Bos? Tapi kau terus menatapnya seolah akan memakannya hidup-hidup!" Tory terkikik sejenak, sebelum ia kembali menggoda bosnya itu. "Apa kau mulai tergoda padanya, Bos?" **Sierra terus menahan napasnya sambil merapikan gaunnya saat ia melangkahkan kakinya masuk ke ruang pesta. Sungguh, gaun panjangnya terlalu seksi dan ketat. Sierra hanya berharap agar tidak ada orang yang menganggapnya murahan dengan penampilannya yang sekarang, terutama anak tirinya yang brengsek dan menyebalkan itu.Sierra pun terus mengembangkan senyumnya menyapa semua orang sampai tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan seorang pria nan jauh di sana.Seketika senyuman Sierra pun langsung memudar. Jarak mereka saat ini memang cukup jauh, namun pesona pria itu sama sekali tidak bisa terbantahkan. Memakai setelan jas formalnya, pria itu nampak begitu gagah dan mencolok di antara ratusan orang yang ada di dalam gedung ini. Dan pria itu adalah Bastian, anak tirinya! Ya, pria gagah itu adalah anak tirinya! Oh, ini gila! Memikirkan hal itu saja membuat Sierra terus menghela napas kesal. Sierra yang tidak nyaman pun langsung memutus kontak mata mereka dan memalingkan wajahnya.
Bastian tidak pernah menyukai basa-basi karena memang ia tidak seramah itu. Apalagi harus diperkenalkan sebagai anak dari Jacob Sagala, ayah yang dibencinya. Karena itu, Bastian hanya asal saja menanggapi sapaan semua orang dengan anggukan singkat, bahkan tersenyum saja tidak. Rasa malasnya pun bertambah saat tiba-tiba Laura datang dan membuat kehebohan, Bastian pun langsung melangkah mundur dan berniat pergi dari sana. Namun, mendadak Bastian melihat bagaimana Stephanie mengerjai Sierra dengan menginjak ekor gaun wanita itu dan menabraknya keras hingga Sierra terhuyung ke belakang. Refleks Bastian pun bergerak menangkap tubuh Sierra dan memeluknya begitu erat, merasakan bagaimana pasnya tubuh langsing ibu tirinya itu melekat di pelukannya. Sierra sendiri pun refleks memeluk bahu Bastian berpegangan sambil langsung menegakkan tubuhnya. "Suamimu berada tepat di sampingmu tapi dia tidak melakukan apa pun saat istrinya hampir terjatuh," bisik Bastian di telinga Sierra. "Jadi sud
Suara lantang Noah sontak membuat Sierra menghentikan langkahnya. Sierra pun sempat terdiam sejenak, sebelum ia kembali membalikkan tubuhnya dan berdiri berhadapan dengan Noah."Membocorkan pada semua orang siapa aku sebenarnya? Memangnya siapa aku, hah?" tantang Sierra tanpa takut sedikit pun. Noah pun kembali menyeringai dan mendekati Sierra lagi. "Oh, kau pintar sekali berpura-pura ya! Kau itu hanya seorang wanita murahan, Sierra! Katakan padaku apa dulu kau punya banyak pelanggan, hah? Pantas saja sejak awal kau masuk sebagai perawat, aku sudah merasa familiar denganmu, aku baru menyadarinya akhir-akhir ini kalau aku memang pernah bertemu denganmu di suatu tempat yang jauh dari sini ...."Noah sengaja menggantung kata-katanya dan terlihat seolah menyimpan sebuah rahasia.Namun, Sierra yang mendengarnya pun hanya bisa tertawa sinis dan menanggapi semuanya dengan tetap tenang. "Apa kau mabuk, Noah? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan! Lagipula aku juga tidak mer
Sierra masih begitu tegang saat merasa ada sesuatu yang berjalan di punggungnya.Awalnya rasanya seperti belaian ringan. Sierra sudah berpikir ada semut yang naik ke punggungnya. Namun, belaian itu merambat naik hingga menjadi sebuah pijatan lembut dengan jari dan Sierra mulai menyadari bahwa yang merambat di punggungnya bukanlah semut biasa. Sierra pun langsung menoleh ke arah Bastian yang sekarang sedang tersenyum tipis. Setengah mati Sierra menahan diri untuk tidak mengomel dan ia pun akhirnya menggeser posisi berdirinya agar ia bisa lepas dari Bastian. Namun, sialnya Bastian menahan punggungnya dan manager itu juga mengajak Sierra bicara sehingga Sierra terpaksa kembali tersenyum. "Sepertinya hubungan kalian begitu baik, Bu Sierra. Dan ini juga pertama kalinya aku bertemu dengan anak Pak Jacob," kata manager itu dengan ramah. Sierra tetap tersenyum tanpa menanggapi apa pun, sedangkan Bastian malah menyahutinya dengan begitu santai. "Tentu saja hubungan kami sangat baik, Pak.
"Mmpphh, Bastian ... jangan lakukan itu ... aku takut nanti ibu tirimu akan memergoki kita dan mengusirku lagi seperti waktu itu di rumahmu ...," rajuk seorang wanita yang sudah duduk di pangkuan Bastian dengan manja. Bastian sengaja membawa wanitanya ke ruang kerjanya dan membuat ulah agar Sierra tidak tahan padanya dan tidak mau bekerja bersamanya. "Tidak akan, Sayang. Aku sudah meminta Tory berjaga di depan pintu, lagipula ini tidak akan lama! Aku sedang penat siang ini," ucap Bastian sambil mulai menyusupkan tangannya ke balik rok wanita itu. Wanita itu pun hanya terkekeh geli dan langsung membenamkan wajahnya ke ceruk leher Bastian. Sementara di luar ruang kerja Bastian, Sierra baru saja datang membawa berkas untuk ia pelajari bersama Bastian. Sierra pun berniat masuk ke ruang kerja Bastian, tapi Tory yang sudah berjaga di sana langsung menghalanginya. "Eh, maaf, kau tidak bisa masuk sekarang, Bu Sierra!" kata Tory sambil merentangkan kedua tangannya di depan pintu. S
Bastian dan Sierra masih terdiam dalam posisi yang begitu dekat. Bukan hanya Bastian yang mendadak terhipnotis pada kecantikan Sierra, karena Sierra juga merasakan yang sama. Bahkan debar jantung Sierra pun memacu begitu kencang karena kedekatan ini. Sierra tahu Bastian tampan, bahkan ketampanan pria itu di atas rata-rata. Dan pria itu juga sangat menarik sampai bisa membuat orang berhenti melangkah hanya untuk mengaguminya. Tapi bukan berarti Sierra lantas tertarik pada Bastian. Awal perkenalan yang sama sekali tidak ramah ditambah dengan sikap brengsek dan menyebalkan yang pria itu tunjukkan membuat Sierra membenci pria itu. Namun, entah mengapa saat ini, mendadak Sierra melupakan semuanya saat hembusan napas Bastian bisa ia rasakan di wajahnya. Untungnya, Sierra segera menyadari kalau posisi mereka terlalu dekat. Sierra pun langsung meletakkan tangannya di dada Bastian dan mendorongnya pelan. "Astaga, Bastian, maaf ...," ucap Sierra pelan karena ia begitu sadar bahwa ia
"Kau mau yang ini juga?" tanya Sierra kepada Jacob saat melayani pria itu sarapan keesokan harinya. Semua orang sudah berkumpul di meja makan dan seperti biasa, tidak ada yang menyapa Sierra pagi itu. Laura dan Stephanie menatap Sierra dengan malas, sedangkan Noah malah menatap Sierra dengan tatapan lapar yang menjijikkan."Letakkan di sini makananku, Sierra! Dan pergilah mencari Bastian ke kamarnya! Bawa dia kemari untuk sarapan bersama!" perintah Jacob pada Sierra. Sierra pun hanya memutar bola matanya, sebelum melayangkan protes. "Bastian itu sudah besar, biarkan saja dia memutuskan sendiri kapan dia mau sarapan!"Jacob mengernyit mendengarnya. "Sekalipun dia sudah besar, dia tetap butuh makan, sudah tugasmu untuk merawatnya juga kan?""Tapi tidak harus aku juga yang memanggilnya kan? Pelayan bisa memanggilnya." "Aku mau kau, Sierra! Kau ibunya! Cepat panggil Bastian di kamarnya!" titah Jacob lagi yang tidak mau dibantah. Sambil menahan rasa kesalnya, Sierra pun akhirnya menu
"Tory, aku tidak ikut makan siang, tapi belikan aku makan siang di cafe biasanya! Aku harus mempelajari berkas sialan ini agar aku tidak terlihat bodoh di depan Pak Jose! Pak Jose adalah klien penting dan ini proyek pertamaku! Aku harus lebih menonjol daripada wanita itu!" seru Bastian siang itu. "Ah, baik, Bos! Tapi bolehkah aku makan siang dulu sebelum membawakan makan siangmu ke sini?" Tory menunjukkan deretan gigi putihnya dan tertawa nyengir. "Bawa kemari dulu baru kau boleh pergi makan!" geram Bastian. "Eh, tapi kalau aku bolak-balik, jam makan siangku akan habis di jalan, Bos!""Ck, sekali lagi kau begitu berisik, aku akan memotong gajimu, Tory! Sana pergi, aku lapar!" geram Bastian lagi. Tory yang mendengar nada ketus Bastian pun hanya bisa pasrah keluar dari ruangan itu sambil memanyunkan bibirnya. Dengan cepat, Tory pun tiba di cafe langganan Bastian. Beruntung cafenya tidak terlalu ramai siang itu jadi pesanan Tory bisa langsung dilayani. "Silahkan duduk dulu, Pak! Na
"Bagaimana hari ini, Sayang?" Jonathan melakukan video call dengan Rosella dan Julio, sebelum mereka tidur malam itu. Dan Julio pun begitu senang melihat Jonathan yang begitu ia rindukan. Jonathan sendiri sudah mendengar semua cerita detail tentang Rosella dari Jordan dan Jonathan tidak berhenti berterima kasih pada Rosella. Walaupun Rosella sendiri sebenarnya tidak menceritakan apa pun pada Jonathan karena memang ia tidak mau bersikap berlebihan. "Semuanya baik, Jonathan. Julio sekolahnya juga pintar." "Tadi Julio belajar sama Mama sebelum tidur, Papa," celetuk Julio. "Benarkah? Belajar apa, Sayang?" "Julio belajar menulis." "Haha, apa Julio sudah pintar menulis sekarang?""Sedikit-sedikit bisa, Papa. Di rumah Grandma juga Julio belajar menulis." "Siapa yang mengajarimu, Julio?" "Grandpa. Hehe, tulisan Grandpa bagus." Jonathan yang mendengarnya pun langsung tertawa pelan. Mendadak ingatan masa kecil saat Adipura mengajarinya menulis pun muncul di otaknya. "Ya, Grandpa su
Livy keluar dari ruang kerja Jessica dengan geram dan ia langsung melangkah ke ruang kerjanya sendiri. Livy pun melangkah mondar mandir di ruang kerjanya sambil memekik kesal. "Sial kau, Jessica! Hanya karena diselamatkan seperti itu, mendadak kau ada di pihaknya?" "Kau sudah tidak mendukungku lagi bahkan kau mendukung hal yang tidak masuk akal seperti ini!" "Sebenarnya apa yang Om Adipura dan Tante Imelda inginkan? Membuat Rosella akhirnya mewarisi perusahaan ini? Haruskah mereka memperlakukan Rosella begitu special? Sial!" Livy tidak berhenti menggeram kesal sambil duduk di meja kerjanya. Ia pun memejamkan matanya dan berpikir keras, sebelum akhirnya ia memutuskan sesuatu. "Baiklah, Livy! Kau tidak bisa diam lagi karena ternyata satu persatu orang yang berpihak padamu sekarang pindah dan kau sudah tidak punya teman lagi. Bahkan Tante Imelda dan Jessica juga sudah berpihak pada Rosella." "Aku harus melakukan sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu," seru Livy sambil meraih po
Beberapa hari berlalu sejak kejadian pelecehan yang hampir dialami Jessica dan beberapa perubahan pun mulai terasa. Adipura marah besar pada keluarga Cedric dan memutuskan hubungan kerja sama walaupun WHA harus mengalami kerugian yang cukup besar. Adipura pun ngotot memenjarakan Cedric agar ia jera dan Jessica pun merasakan betapa ayahnya sangat menyayanginya. Ketulusan ini jujur belum pernah dirasakan oleh Jessica secara nyata. Jessica memang dekat dengan ayahnya dan selalu menuruti apa pun ucapan ayahnya. Namun, ia merasa itu biasa saja dan memang sudah seharusnya. Jessica tidak pernah terlibat masalah apa pun yang membuatnya merasakan pembelaan yang luar biasa sampai kejadian yang ia alami barusan. Ia baru sadar kalau begitu banyak orang yang peduli padanya. Jordan, Rosella, dan kedua orang tuanya. Bahkan Julio yang kecil itu pun yang diberitahu kalau Jessica sakit keesokan harinya langsung mendatangi Jessica dan menemaninya seharian di ranjang. "Cepat sembuh ya, Aunty! Sini
"Cukup, Jordan! Cukup! Jangan bicara begitu! Jessica masih syok!" seru Rosella. "Aku hanya tidak bisa kasihan padanya, Kak! Aku lega karena dia tidak menjadi korban Cedric, tapi aku juga kesal padanya!" Jordan pun terus mengomel dan Jessica hanya terus diam sampai akhirnya rasa mual membuatnya beranjak dari ranjang. Jessica berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya termasuk sisa wine yang sudah diminumnya tadi. "Huwek! Huwek!" Rosella sendiri terus menemani Jessica sambil menepuk punggung Jessica dan mengambilkan tisue untuknya. Jessica pun menerimanya begitu saja tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya itu, Rosella juga begitu sibuk mengambilkan Jessica air minum sampai Jordan hanya bisa menatapnya dengan perasaan hangat melihat ketulusan Rosella pada Jessica. "Apa kau tidak membawa jas, Jordan? Kasihan gaun Jessica robek." "Ada di dalam mobil, Kak." "Sana ambilkan! Kasihan Jessica!" Jordan hanya mengembuskan napas panjang lagi, sebelum akhirnya ia pun pergi dar
"Four Season, Jordan! Kita harus segera ke sana! Kita harus menyelamatkan Jessica!" "Aku bersumpah aku mendengarnya ingin melecehkan Jessica, Jordan! Kita tidak bisa membiarkannya!"Rosella begitu panik sampai ia hampir menangis sekarang. Setiap mengingat kata pelecehan, semua hal buruk mendadak berputar di otaknya dan ia pun akan menjadi emosional, apalagi saat ini adik Jonathan yang akan menjadi korban. Rosella benar-benar tidak bisa membiarkannya. "Ayo kita ke sana, Jordan! Ayo kita ke sana! Menyetirlah lebih cepat, Jordan! Kumohon ...." Tubuh Rosella sudah gemetar sekarang sampai air matanya akhirnya menetes juga. Dan Jordan pun bisa merasakan bagaimana Rosella mengkhawatirkan Jessica padahal selama ini Jessica tidak pernah bersikap baik pada Rosella. "Tenang, Kak! Tenanglah!" sahut Jordan akhirnya sambil melajukan mobilnya makin kencang. Jordan pun sempat menelepon ponsel Jessica beberapa kali, namun ponselnya sudah tidak aktif. "Sial! Jessica! Dia mematikan ponselnya!"
Jessica akhirnya tiba di sebuah restoran mewah bersama Cedric. Jessica memakai gaun merah seksi dengan bagian punggung yang terbuka sampai Cedric tidak berhenti memujinya. "Kau luar biasa cantik malam ini, Jessica!" "Hmm, apa biasanya aku tidak cantik, hah?" "Kau selalu cantik, Sayangku." Cedric yang tadinya sudah duduk di hadapan Jessica pun beranjak dari kursinya dan melangkah mendekati Jessica. Cedric meraih tangan Jessica dan menciumnya, sebelum ia menatap wajah cantik itu lekat-lekat. Betapa cantik dan seksi Jessica malam ini dan Cedric sudah tidak tahan lagi untuk menikmati keindahan di balik gaun merah itu. Namun, dengan cepat Cedric menggeleng untuk menepikan pikirannya karena masih ada step yang harus mereka lewati, makan malam, minum, baru menghabiskan malam bersama. "Baiklah, ayo kita makan, Sayang!"Cedric mengajak Jessica makan dan sepanjang makan malam, Cedric tidak berhenti menatap wajah cantik itu. Jessica memang sangat cantik kalau sudah berdandan. "Makanan
"Sial, berani sekali dia menghina Cedric! Dia pikir siapa dia? Keluarga bukan, teman juga bukan!" "Dia benar-benar sudah melunjak! Aku makin tidak menyukainya sekarang! Sial!" Jessica mondar-mandir di ruang kerjanya dengan perasaan kesal yang luar biasa. Setelah mendengar semua ucapan Rosella, bukannya Jessica tidak gelisah. Namun, Jessica gelisah bukan karena percaya pada Rosella, tapi gelisah karena amarah untuk Rosella. Semakin dipikir, amarahnya malah semakin besar. Bisa-bisanya wanita itu mendadak muncul dengan membawa anak, diterima oleh semua orang dengan begitu mudah, dan sekarang makin melunjak. "Sial!" rutuk Jessica lagi tanpa henti. Jessica pun masih terus mengumpat kesal saat pintu ruang kerjanya kembali diketuk dan dibuka. Jessica yang mengira Rosella kembali lagi pun langsung membentak keras. "Aku tidak mau mendengarmu! Tidak usah datang ke sini lagi!" Namun, ternyata yang datang Livy dan Livy cukup kaget mendengar teriakan Jessica. Jessica sendiri menbelalak m
"Aku sudah selesai, Rosella." "T-Tami ...." "Eh, kau kenapa? Kau pucat, Rosella!" Rosella menggeleng dan berusaha untuk tidak menoleh sama sekali agar Cedric tidak mengenalinya. Namun, beberapa pria di meja Cedric sempat menoleh menatap Tami dan punggung Rosella karena memang Rosella duduk memunggungi meja para pria itu. "Aku tidak apa, Tami. Ayo kita pulang!" "Eh, iya." Tami pun membawa Rosella masuk ke mobil dan ia segera menyetir kembali ke perusahaan. Rosella sendiri hanya bisa duduk di mobil sambil menenangkan dirinya dan memikirkan tentang Jessica. Ia tidak mungkin membiarkan Jessica dilecehkan oleh pria brengsek itu, tapi apa yang harus ia lakukan? Apa?"Kau yakin kau tidak apa, Rosella?" tanya Tami yang menyetir mobilnya. "Tidak apa, Tami. Jangan khawatir! Aku sudah lebih tenang sekarang." "Eh, sudah lebih tenang? Memangnya tadi kau kenapa, Rosella? Kau pucat sekali tadi! Kau mau minum kopi agar lebih segar?" "Tidak. Aku tidak apa, Tami. Hanya mendadak teringat ses
"Aku tahu, aku sudah makan siang. Semuanya baik-baik saja, Jonathan." Rosella menerima telepon dari Jonathan siang itu saat ia baru saja melangkah masuk ke lobby perusahaan. Jonathan yang sudah tiba di Amerika begitu cepat sudah merindukan Rosella lagi. "Baiklah, nanti malam telepon aku. Aku mau melihat Julio, Sayang." "Haha, baiklah. Sana bekerja! Aku juga mau bekerja dulu." "Baiklah, aku mencintaimu, Rosella." "Aku juga mencintaimu, Jonathan." "Dah!" Rosella masih tersenyum dan menutup ponselnya lalu memandangi ponsel itu saat tiba-tiba tubuhnya hampir tertabrak oleh seorang pria sampai refleks ia melangkah mundur dan terhuyung. "Astaga!" pekik Rosella. Namun, pria itu langsung memegangi tangan Rosella sampai akhirnya Rosella tidak jadi jatuh. Jantung Rosella pun berdebar kencang karena gerakan mendadak itu, namun kedua matanya langsung bertaut dengan mata pria yang menyelamatkannya. "Kau tidak apa, Nona?" tanya pria itu dengan lembut dan dengan tatapan kagum. "Aku tida